Oleh :
UMIROTIN
NIM. 1930051
Nama : Umirotin
NIM : 1930051
Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen
Medikal Bedah, yang dilaksanakan pada tanggal 4 November 2019 – 9 November
2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Mengetahui,
(.............................................) (.............................................)
BAB I
PENDAHULUAN
TINJAUN PUSTAKA
Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah
sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke
bawah ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks,
rahim berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks
terbuat dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya
sekitar 1 inci. Ada dua bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di
kenal sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal,
membuka untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau
kanal endoserviks, adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke
dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne,
Fulton, dan Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan
ektoserviks di sebut zona transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang
konsistensi atau kekentalannya berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau
mempromosikan kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel
kolumnar digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan
terhadap perubahan prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan
tingkat pematangan sel rendah (Rahayu, 2015).
2.2 Definisi
2.3 Klasifikasi
a. Mikroskopis
1. Displasia. Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan
dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu. Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi
pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma
insitu yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar
dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif. Pada karsinoma mikroinvasif, disamping
perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus
membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari
membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada
skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif. Pada karsinoma invasif perubahan derajat
pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan
invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga
jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan
korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan
dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk
pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat
laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).
b. Makroskopik
1. Stadium preklinis. Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa.
2. Stadium permulaan. Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum.
3. Stadium setengah lanjut. Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir
porsio.
4. Stadium lanjut. Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga
tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah
(Padila, 2012).
2.4 Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksusal semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda.
2. Jumlah Kehamilan dan Partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma (HPV) atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
5. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi
sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya
penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah
satu penyebab utama morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang
karena kurangnya program skrining (Rubina Mukhtar, 2015).
2.6 Patofisiologi
Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal
zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.
Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru
yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.
Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan
karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Sitologi/Pap Smear. Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian
yang tidakterlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat
lokasinya.
2. Schillentest. Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena
dapat mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma
yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma
tidak berwarna.
3. Koloskopi. Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks
dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga
mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak
terlihat.
4. Kolpomikroskopi. Melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran
sampai 200 kali.
5. Biopsi. Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi. Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender
serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil
sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang
jelas (Padila, 2012).
2.9 Penatalaksanaan
a. Irradiasi
1) Dapat dipakai untuk semua stadium
2) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis. Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak
diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1) Kerentanan kandungan kencing
2) Diarrhea
3) Perdarahan rectal
4) Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1) Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2) Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan. Tidak dilakukan sebagai hal yang
rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema.
Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran
dansering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran
kesistem limfe dan peredaran darah.
f. Cytostatik. Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio
resisten. 5% dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi,
dianggap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama
(Padila, 2012).
g. Vaksinasi. Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi
peningkatan kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat
kanker serviks (Rubina Mukhtar, 2015).
2.10 KOMPLIKASI
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,
obstruksi perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis
hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor.
Pasien dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki heamaturia atau
inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh perluasan
langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh
tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).
2.11 Anemia
A. Definisi
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadarhemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia
menunjukkansuatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh
(Smeltzer, 2001). Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan
atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia
dijabarkan sebagai penurunan kada rhemoglobin serta hitung eritrosit dan
hematokrit di bawah normal (Handayani &Andi, 2008)
B. Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1) Anemia Aplastik. Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh
penurunan pada prekusorsel-sel sumsum tulang dan penggantian
sumsum dengan lemak. Anemia inidapat disebabkan oleh kongenital
atau didapat, idiopati akibat dari infeksitertentu, obat-obatan dan zat
kimia, serta kerusakan akibat radiasi.Penyembuhan sempurna dan
cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan pada pasien
dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2) Anemia Defisiensi Besi. Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana
kandungan besi dalam tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi
yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga
menghambat proses pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia
yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita
pasca menopause karena perdarahan (misal,ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggiserat (mencegah
absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapatmenyebabkan masukan
besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran
gastrointestinal.
3) Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B 12 dan Defisiensi Asam
Folat) Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan
defisiensi asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum
tulang dan darah perifer yang identik. Defisiensi vitamin B 12 sangat
jarang terjadi tetapi dapatterjadi akibat ketidakadekuatan masukan
pada vegetarian yang ketat,kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal,
penyakit yang melibatkan iliumatau pankreas yang dapat merusak
absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal
setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti
sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asamfolat terjadi
karena asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat
ditemukan pada orang tua, individu yang jarang makan sayuran
dan buah, alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4) Anemia Sel Sabit. Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat
yang diakibatkan oleh defekmolekul Hb dan berkenaan dengan
serangan nyeri. Anemia ini ditemukan terutama pada orang
Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada orang-
orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka gangguan resesifotosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobindefektis,
satu buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu
disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasiseperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5) Anemia Hemolitik. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan
oleh proses hemolysis,yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya.Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak
sering dijumpai, tetapi biladijumpai memerlukan pendekatan
diagnostik yang tepat. Anemia hemolitikdapat disebabkan oleh anemia
sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi
transfuse.
C. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1) Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi
Fe,Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang
dapatmenimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c) Fungsi sel induk (sistem sel) terganggu, sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2) Kehilangan darah:
a) Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
c) Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)Hemolisis dapat
terjadi karena: Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD
(untuk mencegahkerusakan eritrosit).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1) Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2) Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3) Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan
telapaktangan menjadi pucat.Sedangkan menurut Handayani & Andi
(2008), tanda dan gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar,
yaitu sebagai berikut:
a. Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia
adalah gejalayang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb
yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala – gejala
tersebut dapat diklasifikasikan menurutorgan yang terkena, yaitu:
a) Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesaknafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal
jantung.
b) Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging,
mata berkunang – kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu,
serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun,serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemiaGejala khas yang menjadi ciri
dari masing-masing jenis anemia adalahsebagai berikut:
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis,keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas.
b) Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-
tanda infeksi.
c. Gejala akibat penyakit yang mendasariGejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran
parotis dantelapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis
sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo
endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan memasuki
aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan he
moglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada
dasarnya gejalaanemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target
karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat
digolongkan pada tigakelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk,
2014):
1) Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau
gagalPada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu
sedikit atausel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan
baik. Hal ini terjadiakibat adanya abnormalitas sel darah merah atau
kekurangan mineral danvitamin yang dibutuhkan agar produksi dan
kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain sicklecell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell , anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan
penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
2) Anemia akibat penghancuran sel darah merahBila sel darah merah
yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahanterhadap tekanan
sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka
bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan
thrombosis.
3) Anemia akibat kehilangan darahAnemia ini dapat terjadi pada
perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang
berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya
muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan
yangmengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi,
dan proses kelahiran.
F. Pathway
3.1 Pengkajian
a. Anamnesis. Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama. Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat
keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien
atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala
dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk
memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan segera, serta
kurangnya pengetahuan keluarga.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
c. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
d. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
e. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok.
b) Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
c) Mata : konjunctiva tidak anemis
d) Hidung : simetris, tidak ada sputum
e) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat lesi
g) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri
di daerah abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
a) Inspeksi :
a. Ada lesi.
b. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
c. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
d. Urine bercampur darah (hematuria).
b) Palpasi: Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal
Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.
Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.
Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.