Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

KLIEN DENGAN CA SERVIKS DENGAN ANEMIA


Di Ruang 9
Rumah Sakit dr. Syaiful Anwar Malang

Oleh :
UMIROTIN
NIM. 1930051

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN
MALANG
TAHUN 2019
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan tentang CA SEVRIKS DENGAN ANEMIA di Ruang 20


Rumah Sakit dr. Saiful Anwar Malang yang DilakukanOleh :

Nama : Umirotin

NIM : 1930051

Prodi : Program Studi Pendidikan Ners

Sebagai salah satu syarat dalam pemenuhan tugas praktik Profesi Ners Departemen
Medikal Bedah, yang dilaksanakan pada tanggal 4 November 2019 – 9 November
2019, yang telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal : November 2019

Malang, November 2019

Mengetahui,

Pembimbing Institusi Pembimbing Klinik

(.............................................) (.............................................)
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kanker serviks adalah kanker yang terdapat pada serviks atau leher
rahim, yaitu area bagian bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan
vagina. (Emilia, 2010). Pada tahun 2003, WHO menyatakan bahwa kanker
merupakan problem kesehatan yang sangat serius karena jumlah penderitanya
meningkat sekitar 20% per tahun. Kanker payudara merupakan jenis kanker
kedua di Indonesia yang menyerang kaum wanita setelah kanker serviks
(mulut rahim). Dengan kata lain, kanker serviks adalah urutan pertama
terbanyak yang menyerang kaum wanita di Indonesia. (Azamris, 2006).
Di seluruh dunia, kasus kanker serviks ini sudah dialami oleh 1,4 juta
wanita. Data yang didapat dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) diketahui
terdapat 493.243 jiwa per-tahun penderita kanker serviks baru dengan angka
kematian sebanyak 273.505 jiwa per-tahun. (Emilia, 2010). Sampai saat ini
kanker serviks masih merupakan masalah kesehatan perempuan di Indonesia
sehubungan dengan angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks
yang tinggi. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum
yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya,
keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi dan derajat pendidikan
ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita. (Rasjidi, 2007).
Di Vietnam kanker serviks merupakan penyebab kematian perempuan
yang pertama, sedangkan di Indonesia dan Filipina, kanker serviks menduduki
urutan ke dua penyebab kematian pada wanita, sementara di Thailand dan
Malaysia, kanker serviks menduduki penyebab kematian perempuan yang
ketiga. Di Indonesia sendiri, diperkirakan 15.000 kasus baru kanker serviks
terjadi setiap tahunnya, sedangkan angka kematiannya diperkirakan 7.500
kasus per tahun. Setiap harinya diperkirakan terjadi 41 kasus baru kanker
serviks dan 20 perempuan meninggal dunia karena penyakit tersebut. Pada
tahun 2009, kasus baru kanker serviks berjumlah 2.429 atau sekitar 25,91%
dari seluruh kanker yang ditemukan di Indonesia. Dengan angka kejadian ini,
kanker serviks menduduki urutan kedua setelah kanker payudara pada wanita
usia subur 15 – 44 tahun. (Wijaya, 2010).
BAB II

TINJAUN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Menurut Langhorne, Fulton, dan Otto (2011), serviks atau leher rahim adalah
sepertiga lebih rendah dari rahim atau uterus. Tubular serviks memanjang hingga ke
bawah ke bagian atas vagina. Serviks mengelilingi pembukaan disebut lubang serviks,
rahim berbentuk silinder jaringan yang menghubungkan vaginadan uterus. Serviks
terbuat dari tulang rawan yang ditutupi oleh jaringan halus, lembap, dan tebalnya
sekitar 1 inci. Ada dua bagian utama dari serviks, yaitu ektoserviks dan endiserviks.
Bagaian serviks yang dapat dilihat dari luar selama pemeriksaan ginekologi di
kenal sebagai ektoserviks. Pembuka dipusat ektoserviks, dikenal sebagai os eksternal,
membuka untuk memisahkan bagian antara uterys dan vagina. Endoserviks atau
kanal endoserviks, adala sebuah terowongan melalui serviks, dari os eksternal ke
dalam uterus.
Selama masa praremaja, endoserviks terletak dibagian serviks (Langhorne,
Fulton, dan Otto, 2011). Pembatasan tumpang tindih antara endosrviks dan
ektoserviks di sebut zona transformasi. Serviks menghasilkan lendir serviks yang
konsistensi atau kekentalannya berubah selama siklus menstruasi untuk mencgah atau
mempromosikan kehamilan.
Zona transformasi dari waktu ke waktu menjadi lebuh rapuh, sel-sel epitel
kolumnar digantikan dengan sel-sel epitel skuamosa. Daerah ini sangat rentan
terhadap perubahan prakanker (displasia) karena tingkat turnover yang tinggi dan
tingkat pematangan sel rendah (Rahayu, 2015).
2.2 Definisi

Kanker rahim adalah penyakit kanker yang menyerang rahim dengan


pembelahan sel yang tidak terkendali dan kemampuan sel-sel tersebut untuk
menyerang jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi sel ketempat
yang jauh (metastasis) (Wuto, 2008 dalam Padila, 2012).
Kanker leher rahim sering juga disebut kanker mulut rahim, merupakan salah
satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi pada wanita (Edianto, 2006 dalam
Padila, 2012).
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim
sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak
jaringan normal disekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997 dalam Padila, 2012).

2.3 Klasifikasi
a. Mikroskopis
1. Displasia. Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat dibedakan
dengan karsinoma insitu.
2. Stadium Karsinoma Insitu. Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi
pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma
insitu yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar
dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium Karsinoma Mikroinvasif. Pada karsinoma mikroinvasif, disamping
perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus
membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari
membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada
skrining kanker.
4. Stadium Karsinoma Invasif. Pada karsinoma invasif perubahan derajat
pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan
invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga
jurusan yaitu jurusan formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan
korpus uteri.
5. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah vagina dan
dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk
pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambat
laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).
b. Makroskopik
1. Stadium preklinis. Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa.
2. Stadium permulaan. Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum.
3. Stadium setengah lanjut. Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir
porsio.
4. Stadium lanjut. Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga
tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah
(Padila, 2012).

Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya


Keterangan :

1. Stage 0: Ca. Pre invasive


2. Stage 1: Ca. Terdapat pada serviks
3. Stage Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara hispatologi
4. Stage Ib: semua kasus lainnya dari stage I
5. Stage II: sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah
mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
6. Stage III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
7. Stage IIIb : sudah mengenai organ-organ lain (Padila, 2012).

2.4 Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor
resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual.
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan
seksusal semakin besar, mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun
dianggap masih terlalu muda.
2. Jumlah Kehamilan dan Partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin
sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah Perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan bergant-ganti pasangan
mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi Virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma (HPV) atau virus
kondiloma akuminata diduga sebagai faktor penyebab kanker serviks.
5. Soal Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah
mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan
kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya
kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan Sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kanker serviks pada wanita yang
pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene
penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (Alat Kontrasepsi Dalam Rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR
akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi serviks yang
kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat
sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks (Padila, 2012).
8. Radioterapi dan Pap Smear
Karsinoma sel skuamosa adalah salah satu akibat tidak efektifnya radioterapi
sebagai pengobatan utama dalam kasus adenocarcinoma. Meningkatnya
penggunaan tes Pap untuk deteksi dini penyakit ini tapi masih merupakan salah
satu penyebab utama morbiditas kanker terkait di negara-negara berkembang
karena kurangnya program skrining (Rubina Mukhtar, 2015).

2.5 Manifestasi Klinis


a. Perdarahan.
Sifatnya dapat intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan
baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi
lambat.
b. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan.
Pada stadium lanjut perdarahandan keputihan lebih banyakdisertai infeksi
sehingga cairan yang keluar berbau (Padila, 2012).
Tanda dan Gejala kanker servik menurut Dedeh Sri Rahayu tahun 2015:
a. Keputihan, makin lama makin berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
Terkadang bercampur darah.
b. Perdarahan kontak setelah senggama merupakan gejala servik 70-85%.
c. Perdarahan spontan: perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah
dan semakin lam semakin sering terjadi.
d. Perdarahan pada wanita menopause.
e. Anemia.
f. Gagal ginjal sebagai efek dari infiltrasi sel tumor ke ureter yang menyebabkan
obstruksi total.
g. Nyeri
1) Rasa nyeri saat berhubungan seksual, kesulitan atau nyeri dalam berkemih,
nyeri di daerah di sekitar panggul.
2) Bila kanker sudah mencapai stadium III ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan di berbagai anggota tubuh seperti betis, paha, dan sebagainya.

2.6 Patofisiologi

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang) mempunyai angka regresi yang
tinggi. Waktu yang diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar
antara 1 – 7 tahun, sedangkan waktu yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi
invasif adalah 3 – 20 tahun.
Proses perkembangan kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya
perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi progresif. Displasia ini dapat
muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya akibat trauma
mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan
hormon. Dalam jangka waktu 7 – 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk
preinvasif berkembang menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses
keganasan. Perluasan lesi di serviks dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang
eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi dapat meluas ke forniks,
jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum dan atau
vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal
zona transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada
molekul vital yang tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol
pertumbuhan sel normal sehingga terjadi keganasan (Brunner & Sudart, 2010)
Kanker serviks biasa timbul di daerah yang disebut squamo - columnar
junction (SCJ), yaitu batas antara epitel yang melapisi ektoserviks (porsio) dan
endoserviks kanalis serviks, dimana secara histologik terjadi perubahan dari epitel
ektoserviks yaitu epitel skuamosa berlapis dengan epitel endoserviks yaitu epitel
kuboid atau kolumnar pendek selapis bersilia. Letak SCJ dipengaruhi oleh faktor usia,
aktivitas seksual dan paritas. Pada wanita muda SCJ berada di luar ostium uteri
eksternum, sedangkan pada wanita berusia di atas 35 tahun SCJ berada di dalam
kanalis serviks, Oleh karena itu pada wanita muda, SCJ yang berada di luar ostium
uteri eksternum ini rentan terhadap faktor luar berupa mutagen yang akan displasia
dari SCJ tersebut. Pada wanita dengan aktivitas seksual tinggi, SCJ terletak di ostium
eksternum karena trauma atau retraksi otot oleh prostaglandin.

Pada masa kehidupan wanita terjadi perubahan fisiologis pada epitel serviks,
epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa yang diduga berasal dari
cadangan epitel kolumnar. Proses pergantian epitel kolumnar menjadi epitel skuamosa
disebut proses metaplasia dan terjadi akibat pengaruh pH vagina yang rendah.
Aktivitas metaplasia yang tinggi sering dijumpai pada masa pubertas. Akibat proses
metaplasia ini maka secara morfogenetik terdapat 2 SCJ, yaitu SCJ asli dan SCJ baru
yang menjadi tempat pertemuan antara epitel skuamosa baru dengan epitel kolumnar.
Daerah di antara kedua SCJ ini disebut daerah transformasi.

Penelitian akhir-akhir ini lebih memfokuskan virus sebagai salah satu factor
penyebab yang penting, terutama virus DNA. Pada proses karsinogenesis asam
nukleat virus tersebut dapat bersatu ke dalam gen dan DNA sel tuan rumah sehingga
menyebabkan terjadinya mutasi sel, sel yang mengalami mutasi tersebut dapat
berkembang menjadi sel displastik sehingga terjadi kelainan epitel yang disebut
displasia. Dimulai dari displasia ringan, displasia sedang, displasia berat dan
karsinoma in-situ dan kemudian berkembang menjadi karsinoma invasif. Tingkat
displasia dan karsinoma in-situ dikenal juga sebagai tingkat pra-kanker.
(Sjamsuhidajat,1997 dalam Prawirohardjo,2010).
2.8 Pemeriksaan Penunjang
1. Sitologi/Pap Smear. Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian
yang tidakterlihat. Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat
lokasinya.
2. Schillentest. Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena
dapat mengikal yodium. Jika porsio diberi yodium maka epitel karsinoma
yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma
tidak berwarna.
3. Koloskopi. Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks
dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan, dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga
mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan, hanya dapat memeriksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio,
sedang kelainan pada skuamosa columnar junction dan intraservikal tidak
terlihat.
4. Kolpomikroskopi. Melihat hapusan vagina (Pap Smeardengan pembesaran
sampai 200 kali.
5. Biopsi. Biopsy dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi. Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lender
serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil
sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang
jelas (Padila, 2012).

2.9 Penatalaksanaan
a. Irradiasi
1) Dapat dipakai untuk semua stadium
2) Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
3) Tidak menyebabkan kematian seperti operasi
b. Dosis. Penyiaran ditunjukkan pada jaringan karsinoma yang terletak
diserviks
c. Komplikasi irradiasi
1) Kerentanan kandungan kencing
2) Diarrhea
3) Perdarahan rectal
4) Fistula vesico atau rectovaginasis
d. Operasi
1) Operasi wentheim dan limfaktomi untuk stadium I dan II
2) Operasi schauta, histerektomi vagina yang radikal
e. Kombinasi Irradiasi dan pembedahan. Tidak dilakukan sebagai hal yang
rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema.
Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran
dansering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran
kesistem limfe dan peredaran darah.
f. Cytostatik. Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio
resisten. 5% dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi,
dianggap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama
(Padila, 2012).
g. Vaksinasi. Vaksinasi HPV dapat memiliki implikasi penting bagi
peningkatan kesehatan perempuan dan menurunkan kematian akibat
kanker serviks (Rubina Mukhtar, 2015).

2.10 KOMPLIKASI
Komplikasinya mencakup infark miokardium, hemoragi, sepsis,
obstruksi perkemihan, pielonefritis, CVA, pembentukan fistula (Sylvia
Anderson Price, 2005).
Nyeri pinggang mungkin merupakan gejala dari hidronefrosis, sering
dipersulit oleh pielonefritis. Nyeri siatik, kaki edema, dan hidronefrosis
hampir selalu dikaitkan dengan keterlibatan dinding panggul luas oleh tumor.
Pasien dengan tumor yang sangat canggih mungkin memiliki heamaturia atau
inkontinensia dari fistula vesikovaginal yang disebabkan oleh perluasan
langsung dari tumor kandung kemih. Kompresi eksternal dari rektum oleh
tumor primer besar dapat menyebabkan sembelit (Rubina Mukhtar, 2015).

2.11 Anemia
A. Definisi
Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah merah dan
kadarhemoglobin (Hb) atau hematokrit (Ht) dibawah normal. Anemia
menunjukkansuatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh
(Smeltzer, 2001). Anemia merupakan keadaan dimana masa eritrosit dan
atau masa hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh. Secara laboratoris, anemia
dijabarkan sebagai penurunan kada rhemoglobin serta hitung eritrosit dan
hematokrit di bawah normal (Handayani &Andi, 2008)
B. Klasifikasi
Menurut Baughman (2000), klasifikasi anemia adalah:
1) Anemia Aplastik. Anemia aplastik (hipoproliferatif) disebabkan oleh
penurunan pada prekusorsel-sel sumsum tulang dan penggantian
sumsum dengan lemak. Anemia inidapat disebabkan oleh kongenital
atau didapat, idiopati akibat dari infeksitertentu, obat-obatan dan zat
kimia, serta kerusakan akibat radiasi.Penyembuhan sempurna dan
cepat mungkin dapat diantisipasi jika pemajanan pada pasien
dihentikan secara dini. Jika pemajanan tetap berlangsung setelah
terjadi tanda-tanda hipoplasi, depresi sumsum tulang hampir dapat
berkembang menjadi gagal sumsum tulang dan irreversible.
2) Anemia Defisiensi Besi. Anemia defisiensi besi adalah kondisi dimana
kandungan besi dalam tubuh menurun dibawah kadar normal. Zat besi
yang tidak adekuat menyebabkan berkurangnya sintesis Hb sehingga
menghambat proses pematangan eritrosit. Ini merupakan tipe anemia
yang paling umum. Anemia ini dapat ditemukan pada pria dan wanita
pasca menopause karena perdarahan (misal,ulkus, gastritis, tumor
gastrointestinal), malabsopsi atau diit sangat tinggiserat (mencegah
absorpsi besi). Alkoholisme kronis juga dapatmenyebabkan masukan
besi yang tidak adekuat dan kehilangan besi melalui darah dari saluran
gastrointestinal.
3) Anemia Megaloblastik (Defisiensi Vitamin B 12 dan Defisiensi Asam
Folat) Anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B 12 dan
defisiensi asam folat memperlihatkan perubahan-perubahan sumsum
tulang dan darah perifer yang identik. Defisiensi vitamin B 12 sangat
jarang terjadi tetapi dapatterjadi akibat ketidakadekuatan masukan
pada vegetarian yang ketat,kegagalan absorpsi saluran gantrointestinal,
penyakit yang melibatkan iliumatau pankreas yang dapat merusak
absorpsi vitamin B12. Tanpa pengobatan pasien akan meninggal
setelah beberapa tahun, biasanya akibat gagal jantung kongesti
sekunder akibat dari anemia. Sedangkan defisiensi asamfolat terjadi
karena asupan makanan yang kurang gizi asam folat, terutama dapat
ditemukan pada orang tua, individu yang jarang makan sayuran
dan buah, alkoholisme, anoreksia nervosa, pasien hemodialisis.
4) Anemia Sel Sabit. Anemia sel sabit adalah anemia hemolitik berat
yang diakibatkan oleh defekmolekul Hb dan berkenaan dengan
serangan nyeri. Anemia ini ditemukan terutama pada orang
Mediterania dan populasi di Afrika, serta terutama pada orang-
orang kulit hitam. Anemia sel sabit merupaka gangguan resesifotosom
yang disebabkan oleh pewarisan dua salinan gen hemoglobindefektis,
satu buah dari masing-masing orang tua. Hemoglobin yang cacat itu
disebut hemoglobin S (HbS), menjadi kaku dan membentuk
konfigurasiseperti sabit apabila terpajan oksigen berkadar rendah.
5) Anemia Hemolitik. Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan
oleh proses hemolysis,yaitu pemecahan eritrosit dalam pembuluh
darah sebelum waktunya.Anemia hemolitik adalah jenis yang tidak
sering dijumpai, tetapi biladijumpai memerlukan pendekatan
diagnostik yang tepat. Anemia hemolitikdapat disebabkan oleh anemia
sel sabit, malaria, penyakit hemolitik pada bayi baru lahir, dan reaksi
transfuse.
C. Etiologi
Menurut Price & Wilson (2005) penyebab anemia dapat dikelompokan
sebagai berikut:
1) Gangguan produksi eritrosit yang dapat terjadi karena:
a) Perubahan sintesa Hb yang dapat menimbulkan anemi difisiensi
Fe,Thalasemia, dan anemi infeksi kronik.
b) Perubahan sintesa DNA akibat kekurangan nutrien yang
dapatmenimbulkan anemi pernisiosa dan anemi asam folat.
c) Fungsi sel induk (sistem sel) terganggu, sehingga dapat
menimbulkan anemia aplastik dan leukemia.
d) Infiltrasi sumsum tulang, misalnya karena karsinoma.
2) Kehilangan darah:
a) Akut karena perdarahan atau trauma atau kecelakaan yang terjadi
secara mendadak.
b) Kronis karena perdarahan pada saluran cerna atau menorhagia.
c) Meningkatnya pemecahan eritrosit (hemolisis)Hemolisis dapat
terjadi karena: Faktor bawaan, misalnya, kekurangan enzim G6PD
(untuk mencegahkerusakan eritrosit).
D. Manifestasi Klinis
Menurut Baughman (2000), tanda dan gejala dari anemia, meliputi:
1) Lemah, Letih, Lesu, Lelah, Lunglai (5L).
2) Sering mengeluhkan pusing dan mata berkunang-kunang.
3) Gejala lebih lanjut, adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan
telapaktangan menjadi pucat.Sedangkan menurut Handayani & Andi
(2008), tanda dan gejala anemia dibagi menjadi tiga golongan besar,
yaitu sebagai berikut:
a. Gejala umum anemia atau dapat disebur juga sindrom anemia
adalah gejalayang timbul pada semua jenis anemia pada kadar Hb
yang sudah menurun di bawah titik tertentu. Gejala – gejala
tersebut dapat diklasifikasikan menurutorgan yang terkena, yaitu:
a) Sistem kardiovaskuler: lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi,
sesaknafas saat beraktivitas, angina pektoris, dan gagal
jantung.
b) Sistem saraf: sakit kepala, pusing, telinga mendenging,
mata berkunang – kunang, kelemahan otot, iritabilatas, lesu,
serta perasaan dingin pada ekstremitas.
c) Sistem urogenital: gangguan haid dan libido menurun.
d) Epitel: warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit
menurun,serta rambut tipis dan halus.
b. Gejala khas masing-masing anemiaGejala khas yang menjadi ciri
dari masing-masing jenis anemia adalahsebagai berikut:
a) Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatitis
angularis,keletihan, kebas dan kesemutan pada ekstremitas.
b) Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue).
c) Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali.
d) Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda-
tanda infeksi.
c. Gejala akibat penyakit yang mendasariGejala ini timbul karena
penyakit-penyakit yang mendasari anemia tersbut. Misalnya
anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing
tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran
parotis dantelapak tangan berwarna kuning seperti jerami.
E. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan
toksik, invasi tumor, atau akibat penyebab yang tidak diketahui. Lisis
sel darah merah terjadi dalam sel fagositik atau dalam sistem retikulo
endothelial, terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil sampingan dari
proses tersebut, bilirubin yang terbentuk dalam fagositi akan memasuki
aliran darah. Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam
sirkulasi, maka hemoglobin akan muncul dalam plasma. Apabila
konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas hemoglobin plasma, makan he
moglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal dan ke dalam urin. Pada
dasarnya gejalaanemia timbul karena dua hal, yaitu anoksia organ target
karena berkurangnya jumlah oksigen yang dapat dibawa oleh
darah ke jaringan dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap anemia.
Kombinasi kedua penyebab ini akan menimbulkan gejala yang disebut
sindrom anemia (Handayani & Andi, 2008).
Berdasarkan proses patofisiologi terjadinya anemia, dapat
digolongkan pada tigakelompok (Edmundson, 2013 dalam Rokim dkk,
2014):
1) Anemia akibat produksi sel darah merah yang menurun atau
gagalPada anemia tipe ini, tubuh memproduksi sel darah yang terlalu
sedikit atausel darah merah yang diproduksi tidak berfungsi dengan
baik. Hal ini terjadiakibat adanya abnormalitas sel darah merah atau
kekurangan mineral danvitamin yang dibutuhkan agar produksi dan
kerja dari eritrosit berjalan normal. Kondisi kondisi yang
mengakibatkan anemia ini antara lain sicklecell anemia, gangguan
sumsum tulang dan stem cell , anemia defisiensi zat besi, vitamin B12,
dan Folat, serta gangguan kesehatan lain yang mengakibatkan
penurunan hormon yang diperlukan untuk proses eritropoesis.
2) Anemia akibat penghancuran sel darah merahBila sel darah merah
yang beredar terlalu rapuh dan tidak mampu bertahanterhadap tekanan
sirkulasi maka sel darah merah akan hancur lebih cepat sehingga
menimbulkan anemia hemolitik. Penyebab anemia hemolitik yang
diketahui atara lain:
a. Keturunan, seperti sickle cell anemia dan thalassemia.
b. Adanya stressor seperti infeksi, obat obatan, bisa hewan, atau
beberapa jenis makanan.
c. Toksin dari penyakit liver dan ginjal kronis.
d. Autoimun.
e. Pemasangan graft, pemasangan katup buatan, tumor, luka
bakar, paparan kimiawi, hipertensi berat, dan gangguan
thrombosis.
3) Anemia akibat kehilangan darahAnemia ini dapat terjadi pada
perdarahan akut yang hebat ataupun pada perdarahan yang
berlangsung perlahan namun kronis. Perdarahan kronis umumnya
muncul akibat gangguan gastrointestinal (misal ulkus, hemoroid,
gastritis, atau kanker saluran pencernaan), penggunaan obat obatan
yangmengakibatkan ulkus atau gastritis (misal OAINS), menstruasi,
dan proses kelahiran.
F. Pathway

Gangguan keganasan Absorbs Fe, B12, dan


fungsi ginjal asam folat berkurang
trauma

Gangguan Depresi Kehilangan komponen


sumsum Perdarahan
produksi hormon pembentuk eritrosit Degenerasi eritrosit
tulang berlebihan
eritropoein

Gangguan Eritrosit tidak sempurna Tidak


Stimulus
pembentukan terkontrol
pembentukan sel Eritrosit rapuh
darah merah di eritrosit Eritrosit mudah pecah
sumsum tulang
belakang
menurun
Produksi eritrosit menurun hemolisis Kehilangan komponen darah

Produksi eritrosit menurun


F. Pathway
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaa penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan
diagnose anemiaadalah (Handayani & Andi, 2008):
1) Pemeriksaan laboratorium hematologis:
a) Tes penyaring: dilakukan pada tahap awal pada setiap kasus
anemia.Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen-
komponen,seperti kadar hemoglobin, indeks eritrosit (MCV,
MCH, dan MCHC),asupan darah tepi.
b) Pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kelainan pada sistem
leukosit dantrombosit. Pemeriksaan yang dikerjakan meliputi laju
endap darah(LED), hitung diferensial, dan hitung retikulosit.
c) Pemeriksaan sumsum tulang: dilakukan pada kasus anemia
dengandiagnosis definitive meskipun ada beberapa kasus
diagnosisnya tidakmemerlukan pemeriksaan sumsum tulang.
2) Pemeriksaan laboratorium non hematologis:
a) Faal ginjal
b) Faal endokrin
c) Asam urat
d) Faat hati
e) Biakan kuman
3) Pemeriksaan penunjang lain :
a) Biopsi kelenjar yang dilanjutkan dengan pemeriksaan hispatologi.
b) Radiologi: torak, bone survey, USG, atau limfangiografi
c) Pemeriksaan sitogenetik.
d) Pemeriksaan biologi molekuler (PCR: polymerase chain reaction ,
FISH: fluorescence in situ hybridization)
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang tepat dilakukan untuk pasien anemia sesuai
jenisnya, dapatdilakukan dengan (Baughman, 2000):
1) Anemia Aplastik:
a) Transplantasi sumsum tulang.
b) Pemberian terapi imunosupresif dengan globulin antitimosit
(ATG).
c) Hentikan semua obat yang menyebabkan anemia tersebut.
d) Cegah timbulnya gejala-gejala dengan melakukan transfuse sel-sel
darahmerah dan trombosit.
e) Lindungi pasien yang rentan terhadap leukopenia dari kontak
dengan orang-orang yang menderita infeksi.
2) Anemia defisiensi besi
a) Teliti sumber penyebab yang mungkin dapat berupa malignasi
gastrointestinal, fibroid uteri, atau kanker yang dapat
disembuhkan.
b) Lakukan pemeriksaan feses untuk mengetahui darah samar.
c) Berikan preparat besi orang yang diresepkan.
d) Hindari tablet dengan salut enteric, karena diserap dengan buruk.
e) Lanjutkan terapi besi sampai setahun setelah perdarahan
terkontrol.
3) Anemia megaloblastik (defisiensi vitamin B12 dan defisiensi asam
folat) Anemia defisiensi vitamin B12:
a) Pemberian suplemen vitamin atau susu kedelai difortifikasi (pada
vegetarian ketat).
b) Suntikan vitamin B12 secara IM untuk kelainan absorpsi atau
tidakterdapatnya faktor-faktor instriksik.
c) Cegah kambuhan dengan vitamin B12 selama hidup untuk pasien
anemia pernisiosa atau malabsorpsi yang tidak dapat
diperbaiki.Anemia defisiensi asam folat:
a. Pemberian diit nutrisi dan 1 mg gram asam folat setiap hari.
b. Asam folat IM untuk sindrom malabsorpsi.
c. Asam folat oral diberikan dalam bentuk tablet (kecuali
vitamin prenatal).
4) Anemia sel sabit:
a) Arus utama terapi adalah hidrasi dan analgesia.
b) Hidrasi dengan 3-5L cairan intravena dewasa per hari.
c) Berikan dosis adekuat analgesik narkotik.
d) Gunakan obat anti inflamasi non steroid untuk nyeri yang lebih
ringan.
e) Transfusi dipertahankan untuk krisis aplastik, krisis yang tidak
responsive terhadap terapi, pada preoperasi untuk mengencerkan
darahsabit, dan kadang-kadang setengah dari masa kehamilan
untuk mencegah krisis
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

3.1 Pengkajian
a. Anamnesis. Pada anamnesis, bagian yang dikaji adalah keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, dan riwayat penyakit terdahulu.
b. Keluhan Utama. Perdarahan dan keputihan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien datang dengan keluhan perdarahan pasca coitus dan terdapat
keputihan yang berbau tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien
atau keluarga tentang tindakan yang dilakukan untuk mengurangi gejala
dan hal yang dapat memperberat, misalnya keterlambatan keluarga untuk
memberi perawatan atau membawa ke rumah sakit dengan segera, serta
kurangnya pengetahuan keluarga.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah
mengalami hal yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien
pernah menderita penyakit infeksi.
c. Riwayat Keluarga
Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
seperti ini atau penyakit menular lain.
d. Psikososial
Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah
dan bagaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.
e. Pemeriksaan Fisik Fokus
1. Kepala
a) Rambut : bersih, tidak ada ketombe, dan tidak rontok.
b) Wajah : tidak ada oedema, Ekspresi wajah ibu menahan nyeri
(meringis), Raut wajah pucat.
c) Mata : konjunctiva tidak anemis
d) Hidung : simetris, tidak ada sputum
e) Telinga : simetris, bersih, tidak ada serumen
f) Mulut : bibir tidak kering, tidak sianosis, mukosa bibir lembab,
tidak terdapat lesi
g) Leher : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid dan tidak ada
pembesaran kelenjer getah bening
2. Dada
a) Inspeksi : simetris
b) Perkusi : sonor seluruh lap paru
c) Palpasi : vocal fremitus simetri kana dan kiri
d) Auskultasi : vesikuler, perubahan tekanan darah
3. Cardiac
a) Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
b) Palpasi : ictus cordis teraba, v Perubahan denyut nadi
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : tidak ada bising
4. Abdomen
a) Inspeksi : simetris, tidak ascites, posisi tubuh menahan rasa nyeri
di daerah abdomen.
b) Palapasi : ada nyeri tekan
c) Perkusi : tympani
d) Auskultasi : bising usus normal
5. Genetalia
a) Inspeksi :
a. Ada lesi.
b. Keluarnya cairan encer dari vagina dan berbau busuk.
c. Pendarahan yang terjadi, volume darah yang keluar.
d. Urine bercampur darah (hematuria).
b) Palpasi: Pembengkakan di daerah uterus yang abnormal

6. Ekstremitas dan Kulit. Tidak oedema, Kelemahan pada pasien,


Keringat dingin.

3.2 Diagnosa Keperawatan


1 Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah.
3 Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
4 Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entrée
bakteri.
5 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
6 Harga diri rendah berhubungan dengan timbulnya keputihan dan bau.
7 Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
8 Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan fistula pada vagina.

3.3 Intervensi Keperawatan


1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia.
Tujuan : mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap
terjadinya komplikasi perdarahan.
Intervensi :
a. Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit Hb serta jumlah trombosit.
b. Berikan cairan secara cepat.
c. Pantau dan atur kecepatan infus.
d. Kolaborasi dalam pemberian infus
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual
muntah.
Tujuan : masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan
tubuh.
Intervensi :
a. Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.
b. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai
dengan diet yang ditentukan.
c. Pantau masukan makalan oleh klien.
d. Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika diperlukan dan
sesuai dengan diet.
e. Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.
3. Nyeri akut berhubungan dengan pertumbuhan jaringan abnormal.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama nyeri
hilang atau berkurang.
Kriteria :
1) pasien mengatakan nyeri hilang atau berkurang dengan skala nyeri 0
- 3.
2) Ekspresi wajah rileks.
3) Tanda - tanda vital dalam batas normal.
Intervensi :
1) Kaji riwayat nyeri, lokasi, frekuensi, durasi, intensitas, dan skala
nyeri.
2) Berikan tindakan kenyamanan dasar: relaksasi, distraksi, imajinasi,
message.
3) Awasi dan pantau TTV.
4) Berikan posisi yang nyaman.
5) Kolaborasi pemberian analgetik.
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan port de entree bakteri.
Tujuan : Infeksi menurun dan tidak terdapat tanda–tanda infeksi.
Intervensi :
a. Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.
b. Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.
c. Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan.
d. Anjurkan pasien istirahat sesuai kebutuhan.
e. Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotic.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan paska anastesi.
Tujuan: Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
Intervensi :
a. Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.
b. Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur
sebanyak mungkin dengan diimbangi aktivitas.
c. Bantu pasien merencanakan aktivitas berdasarkan pola istirahat atau
keletihan yang dialami.
d. Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.
e. Observasi kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas.
6. Risiko syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan syok berkurang atau
tidak terjadi syok.
Kriterial hasil :
1) Pasien tidak mengalami anemia
2) Tanda - tanda vital stabil.
3) Pasien tidak tampak pucat.
Intervensi :
1) Kaji adanya tanda terjadi syok
2) Observasi Keadaan umum
3) Observasi tanda – tanda vital
4) Monitor tanda pendarahan
5) Check hemoglobin dan hematokrit
7. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan fistula pada vagina.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan, pola eliminasi kembali normal )adekuat)
Kriteria hasil :
1) Tidak terjadi hematuria
2) Tidak terjadi inkontinensia urine
3) Tidak terjadi disuria
4) Jumlah output dalam batas normal
Intervensi :
1) Catat keluaran urine, selidiki penurunan atau pengehntian aliran
urine tiba- tiba
2) Kaji pola berkemih (frekuensi dan jumlahnya). Bandingkan haluaran
urine dan masukan cairan serta catat berat jenis urine.
3) Observasi dan catat urine. Perhatikan ada atau tidaknya hematuria.
4) Observasi adanya bau yang tidak enak pada urine (bau abnormal)
5) Dorong peningkatan cairan dan pertahankan pemasukkan akurat.
6) Kolaborasi pemeriksaan urine.
3.4 EVALUASI
Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :
a. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya
komplikasi pendarahan.
b. Kebutuhan nutrisi dan kalori pasien tercukupi kebutuhan tubuh.
c. Melaporkan nyeri berkurang.
d. Tidak ada tanda-tanda vital infeksi.
e. Pasien bebas dari pendarahan dan hipoksis jaringan.
f. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktivitas yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Bilotta, Kimberly A. J. 2011. Kapita Selekta Penyakit: Implikasi Keperawatan.


Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. 2010. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC.

Mukhtar, Rubina., et al. 2015. Prevalence of Cervical Cancer in Developing


Country: Pakistan. US: Global Journal.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction
Publishing.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Media.

Prawirohardjo, sarwono, 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan bina pustaka.

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Jakarta: EGC.

Rahayu, Dedeh Sri. 2015. Asuhan Ibu dengan Kanker Serviks. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai