Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENYULUHAN

ACUTE LIMFOBLASTIK LEUKIMIA


DI RUANG 7A ANAK RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

PROMOSI KESEHATAN RUMAH SAKIT (PKRS) IRNA IV


RSU Dr. SAIFUL ANWAR MALANG
2019
LAPORAN PENYULUHAN
ACUTE LEUKIMIA LIMFOBLASTIK
DI RUANG 7A ANAK RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
Kelompok 1
Agung Tri Widodo
Arista Anggraini
Marsis Anasari
Yega Laksintia Gista

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN

MALANG

2019
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENYULUHAN
ACUTE LEUKIMIA LIMFOBLASTIK
DI RUANG 7A ANAK RSUD dr. SAIFUL ANWAR MALANG

Oleh :
Kelompok 1
Agung Tri Widodo
Arista Anggraini
Marsis Anasari
Yega Laksintia Gista

Telah disahkan pada :


Hari :
Tanggal :

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Ka. Ruangan
PENYULUHAN

ALL (ACUTE LYMPOBLASTIC LEUKIMIA) PADA ANAK

Pokok bahasan : ALL pada anak

Sasaran : Pasien, Keluarga pasien, pengunjung

Hari/tanggal : Kamis, 5 Desember 2019

Waktu : 30 menit

Tempat : Ruang penyuluhan IRNA IV

Penyuluh : Mahasiswa kelompok 1, Profesi Ners Stikes Kepanjen

I. Latar belakang
Kesehatan sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum harus diwujudkan
sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia , pengaruh globalisasi di segala
bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa
perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makan, berkurangnya
aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran atau polusi lingkungan.
Perubahan tersebut tanpa disadari telah memberi kontribusi terhadap
terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus
penyakit tidak menular seperti; jantung, kanker, diabetes, hipertensi, gagal
ginjal dan sebagainya. Demikian juga dengan pola penyakit penyebab
kematian menunjukkan adanya transisi epidemiologi, yaitu bergesernya
penyebab kematian utama dari penyakit infeksi ke penyakit non-infeksi
(degeneratif) . Salah satu penyakit non-infeksi (degeneratif) adalah kanker.
Kanker merupakan salah satu penyebab utama kematian di seluruh dunia.
World Health. Organization (WHO) mengestimasikan bahwa 84 juta orang
meninggal akibat kanker dalam rentang waktu 2005 dan 2015.Pada tahun
2000 terdapat 10 juta orang (5,3 juta laki-laki dan 4,7 juta wanita) menderita
kanker di seluruh dunia dan 6,2 juta diantaranya meninggal dunia (Case
Fatality Rate/CFR 62%). Penelitian Jemal, et al. (2004) melaporkan bahwa
terdapat 1.368.030 kasus baru kanker di Amerika Serikat dan 563.700 orang
meninggal karena penyakit tersebut . Sedangkan di Eropa 1.711.000 orang
meninggal dari 2.886.800 kasus kanker pada tahun yang sama .
Salah satu jenis kanker yang ditandai oleh penimbunan sel darah putih
abnormal dalam sumsum tulang adalah leukemia.9 Menurut WHO (2002)
leukemia terjadi hampir di seluruh dunia. Registrasi kanker telah mencatat
sekitar 250.000 kasus baru per tahun dengan CFR 76%. Dari 100.000 kasus
baru kanker, Leukemia Mielositik Akut (LMA) sekitar 2,5%, sementara
Leukemia Limfositik Akut (LMA) adalah sekitar 1,3%. Data The Leukemia
and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4 menit terdapat
1 orang meninggal karena kanker. Diperkirakan 139.860 orang di Amerika
terkena leukemia, lymphoma dan myeloma dan 53.240 orang meninggal
karena kasus ini . Yayasan Onkologi Anak Indonesia menyatakan, setiap
tahun ditemukan 650 kasus kanker baru di seluruh Indonesia, 150 kasus di
antaranya terdapat di Jakarta. Sebanyak 70% merupakan penderita leukemia
atau kanker darah. Umumnya, pasien kanker anak datang setelah masuk
stadium lanjut yang sulit untuk disembuhkan.
Leukemia umumnya muncul pada diri seseorang sejak dimasa kecilnya,
Sumsum tulang tanpa diketahui dengan jelas penyebabnya telah
memproduksi sel darah putih yang berkembang tidak normal atau abnormal.
Normalnya, sel darah putih me-reproduksi ulang bila tubuh memerlukannya
atau ada tempat bagi sel darah itu sendiri. Pada kasus Leukemia (kanker
darah), sel darah putih tidak merespon kepada tanda/signal yang diberikan.
Akhirnya produksi yang berlebihan tidak terkontrol (abnormal) akan keluar
dari sumsum tulang dan dapat ditemukan di dalam darah perifer atau darah
tepi. Jumlah sel darah putih yang abnormal ini bila berlebihan dapat
mengganggu fungsi normal sel lainnya, Seseorang dengan kondisi seperti
ini akan menunjukkan beberapa gejala seperti; mudah terkena penyakit
infeksi, anemia dan perdarahan.
II. Tujuan Instruksi
a. Tujuan Umum
Setelah dilakukan penyuluhan tentang penyakit ALL pada anak diharapkan
peserta penyuluhan mampu mengerti apa itu ALL pada anak dan cara
penatalaksanaanya.
b. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan diharapkan audience mampu :
a) Untuk menyebutkan pengertian ALL pada anak
b) Untuk menyebutkan klasifikasi ALL pada anak
c) Untuk menyebutkan penyebab ALL pada anak
d) Untuk menyebutkan tanda dan gejala ALL pada anak
e) Untuk mengetahui penatalaksanaan ALL pada anak
III. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah pasien, keluarga pasien dan pengunjung
IV. Media
1. Leafleat
2. LCD
3. Laptop
V. Metode
a) Ceramah
b) Tanya jawab
VI. Kegiatan Penyuluhan
No. WAKTU KEGIATAN PENYULUH KEGIATAN MEDIA dan
PESERTA METODE

1. 3 Pembukaan : Ceramah

Menit  Membuka kegiatan dengan  Menjawab salam


mengucapkan salam.
 Menjelaskan tujuan dari  Mendengarkan
penyuluhan  Memperhatikan
 Menyebutkan materi yang akan  Memperhatikan
diberikan
 Mengkaji pengetahuan keluarga  Menjawab
pasien tentang ALL
2. 15 Pelaksanaan : Ceramah
dengan
menit  Menjelaskan tentang pengertian  Memperhatikan
menggunakan
leukemia
flipchart dan
 Menjelaskan tentang macam-
 Mendengarkan membagikan
macam penyebab leukemia
Leaflet
 Menjelaskan klasifikasi penyakit
leukemia  Bertanya dan
 Menjelaskan cara pencegahan dan menjawab
pengobatan leukemia pertanyaan yang
 Menjelaskan cara perawatan diajukan
pasien dengan leukemia
 Memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya.
3. 10 Evaluasi : Tanya jawab

Menit  Menanyakan kepada peserta  Menjawab


tentang materi yang telah pertanyaan
diberikan, dan reinforcement
kepada para keluarga pasien, yang
dapat menjawab pertanyaan.
4. 2 Terminasi : Ceramah

Menit  Menyampaikan Kesimpulan  Mendengarkan


 Mengucapkan salam penutup  Menjawab salam
VII. SETTING TEMPAT

Keterangan:

:Presenter : Fasilitator

:Moderator :Observer

: Audien : Meja

A. PENGORGANISASIAN
1. Moderator: Hastin (ICME Jombang)
2. Penyuluh: Agung, Aulia, Sindy, Yogi
3. Fasilitator: Ana,Arista, Vivi
4. Observer: Yega, Yulia

Rincian tugas

1. Moderator :
 Membuka kegiatan dengan mengucapkan salam
 Memperkenalkan diri
 Menjelalaskan tujuan dari penyuluhan
 Menyebutkan materi yang akan di berikankan
 Memimpin jalannya penyuluhan dan menjelaskan waktu penyuluhan
(kontrak waktu)
 Menuliskan pertanyaan yang diajukan peserta penyuluhan
 Menjadi penengah komunikasi antara peserta dan pemberi materi
 Mengatur waktu penyuluhan
2. Penyuluh
 Menggali pengetahuan keluarga pasien tentang ALL
 Menjelaskan materi mengenai tanda gejala, pengobatan, kemoterapi
 Menjawab pertanyaan peserta penyuluhan
3. Fasilitator
 Menyiapkan tempat dan media sebelum mulai
 Mengatur teknik acara sebelum penyuluhan
 Menyiapkan tempat dan media sebelum memulai penyuluhan
 Mengatur teknik acara sebelum dimulainya penyuluhan
 Memotivasi keluarga klien agar berpartisipasi dalam penyuluhan
 Memotivasi keluarga untuk mengajukan pertanyaan saat moderator
memberikan kesempatan bertanya
 Membantu pembicara menjawab pertanyaan dari peserta
 Membagikan leaflet kepada peserta di akhir penyuluhan
4. Observer
 Mengobservasi jalannya proses kegiatan
 Mencatat perilaku verbal dan non verbal peserta selama kegiatan
penyuluhan berlangsung
 Memberikan penjelasan kepada pembimbing tentang evaluasi hasil
penyuluhan
VIII. Evaluasi
1. Evaluasi Proses
Pelaksanaan kegiatan penyuluhan di Ruang 7A RSU dr. Syaiful
Anwar Malang pukul 10.00 sampai selesai. Kami tiba di Ruang 7A RSU
dr. Syaiful Anwar Malang pukul 09.30 untuk mempersiapkan alat dan
keperluan yang kami butuhkan untuk acara penyuluhan. Kegiatan
penyuluhan dimulai pukul 10:00 WIB. Sebelum acara dimulai kami
memperkenalkan diri dulu kepada peserta di Ruang 7A RSU dr. Syaiful
Anwar Malang. Kegiatan penyuluhan tersebut berlangsung dengan baik
dan sangat kondusif. Peserta yang mengikuti sangat antusias. Hal ini
ditunjukkan dengan beberapa peserta yang antusias bertanya mengenai
kemoterapi dan tanda gejala dari leukimia. Di akhiri dengan penutupan
yaitu ucapan terima kasih dan berdoa semoga ilmu yang diberikan
bermanfaat. Penyuluhan pun selesai dan berjalan dengan lancar sesuai
yang kita harapkan.
2. Evaluasi Hasil
Setelah mengikuti acara penyuluhan kesehatan peserta dapat
mengetahui apa itu Leukimia, tanda gejalanya, bagaimana cara
pengobatannya,

Ketika moderator memberikan kesempatan untuk bertanya kepada


peserta penyuluhan, peserta penyuluhan tidak ada yang bertanya
sehingga moderator memberikan pertanyaan pada peserta. Pertanyaan
untuk peserta diantaranya yaitu :

1. Apa saja tanda dan gejala Leukimia?


2. Apa itu leukimia?
Lampiran Materi

ALL (ACUTE LEUKIMIA LYMPOBLASTIC)

A. DEFINISI

Leukimia adalah Suatu gangguan atau kelainan darah yang diturunkan


dengan ditandai anemia, perdarahan dan infeksi. Leukemia Akut adalah suatu
keganasan primer sumsum tulang yang berakibat terdesaknya komponen darah
abnormal (blastosit), disertai penyebaran ke organ-organ lain.

Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah penyakit yang berkaitan dengan


sel jaringan tubuh yang tumbuhnya melebihi dan berubah menjadi ganas tidak
normal serta bersifat ganas, yaitu sel-sel sangat muda yang seharusnya
membentuk limfosit berubah menjadi ganas. LLA merupakan kanker yang
paling banyak dijumpai pada anak, yaitu 25-30 % dari seluruh jenis kanker
pada anak. Angka kejadian tertinggi dilaporkan antara usia 3-6 tahun, dan laki-
laki lebih banyak daripada perempuan. Gejala lain yang perlu diwaspadai
adalah tubuh lemah dan sesak nafas akibat anemia, infeksi dan demam akibat
Kekurangan sel darah putih normal, serta pendarahan akibat kurangnya
trombosit. (Rulina, 2003). ALL merupakan penyakit yang paling umum pada
anak (25% dari seluruh kanker yang terjadi). Di Amerika Serikat, kira-kira
2400 anak dan remajamenderita ALL setiap tahun. Insiden ALL terjadi jauh
lebih tinggi pada anak-anak kulit putih daripada kulit hitam. Perbedaan juga
tampak pada jenis kelamin, dimana kejadian ALL lebih tinggi pada anak laki-
laki kurang dari 15 tahun.

Penyakit ini terjadi karena kesalahan proses produksi sel darah putih di
sumsum tulang. Sel darah putih terbentuk dari proses pematangan sel punca
(stem cell). Untuk membentuk salah satu sel jenis sel darah putih yang disebut
limfosit, sel punca akan berubah menjadi limfoblas terlebih dahulu.
Pada penderita penyakit LLA, proses pematangan ini mengalami
gangguan, di mana sebagian besar limfoblas tidak berubah menjadi limfosit.
Akibatnya, limfoblas semakin banyak dan memenuhi sumsum tulang, hingga
kemudian keluar dari sumsum tulang dan masuk ke aliran darah.

Leukemia limfoblastik akut lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun


orang dewasa juga bisa terkena penyakit ini. Bila terjadi pada orang dewasa,
LLA akan lebih sulit disembuhkan. Karena bersifat agresif (pertumbuhannya
cepat), leukemia limfoblastik akut perlu segera ditangani oleh dokter onkologi.

B. ETIOLOGI
1. Faktor genetik : Memiliki anggota keluarga yang menderita
LLA. Seseorang yang memiliki anggota keluarga penderita LLA berisiko
untuk menderita LLA juga. Meskipun demikian, jangan disalah artikan
bahwa LLA diwariskan secara genetik dari orang tua kepada anaknya.
2. Obat-obat imunosupresif, obat karsinogenik seperti diethylstilbestrol
3. Faktor herediter, misalnya pada kembar monozigot
4. Menderita kelainan genetik lain. Menderita kelainan genetik tertentu,
misalnya Down syndrome, diduga membuat seseorang berisiko
mengalami LLA.
5. Pernah menjalani pengobatan kanker. Seseorang yang pernah menderita
kanker jenis lain dan menjalani pengobatan, baik kemoterapi atau
radioterapi, lebih berisiko terkena
6. Terpapar radiasi. Orang yang terkena paparan radiasi lebih berisiko
terkena LLA. Contohnya pekerja di reaktor nuklir atau korban bencana
nuklir.
7. Merokok. Paparan berbagai zat kimia berbahaya dari asap rokok, misalnya
benzene, membuat seseorang perokok lebih berisiko menderita LLA.
8. Bekerja di lingkungan yang terpapar zat kimia. Tidak mengikuti standar
prosedur dan tidak menggunakan alat pelindung diri saat bekerja di
lingkungan yang berhubungan dengan bahan kimia dapat meningkatkan
risiko terkena
9. Infeksi virus. Virus Epstein-Barr adalah salah satu virus yang berisiko
menyebabkan LLA.
10. Sistem imun yang lemah. Seseorang dengan sistem imun yang lemah,
misalnya akibat AIDS atau mengonsumsi obat imunosupresif dalam
jangka panjang, lebih berisiko terkena LLA dibanding orang lain.

C. MANIFESTASI KLINIS
1) Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan
sumsum tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan
berkurangnya konsentrasi hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel
darah merah kurang. Anak yang menderita leukimia mengalami pucat,
mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
2) Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi.
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan
menurunkan daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk
mempertahankan daya tahan tubuh tidakdapat bekerja secara optimal.
3) Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan
mukosa seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang
sering disebut pteki. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau
karena trauma. Apabila kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat
terjadi secara spontan.
4) Penurunan nafsu makan
5) Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat
menyebabkan berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
6) Kelemahan dan kelelahan fisik
7) Gusi mudah berdarah, kulit mudah lebam, atau sering mimisan.
8) Nyeri sendi dan tulang.
9) Muncul benjolan pada leher, ketiak, atau selangkangan akibat
pembengkakan kelenjar getah bening.
10) Perut terasa begah akibat pembesaran organ hati dan limpa.
11) Sakit kepala
12) Pusing
13) Muntah
14) Pandangan kabur

D. KLASIFIKASI LEUKIMIA
1. Leukemia secara umum
Secara sederhana leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan maturasi sel
dan tipe sel asal yaitu :
a. Leukemia Akut
Leukemia akut adalah keganasan primer sumsum tulang yang berakibat
terdesaknya komponen darah normal oleh komponen darah abnormal
(blastosit) yang disertai dengan penyebaran ke organ-organ lain.
Leukemia akut memiliki perjalanan klinis yang cepat, tanpa pengobatan
penderita akan meninggal rata-rata dalam 4-6 bulan.

1) Leukemia Limfositik Akut (LLA)


LLA merupakan jenis leukemia dengan karakteristik adanya
proliferasi dan akumulasi sel-sel patologis dari sistem limfopoetik
yang mengakibatkan organomegali (pembesaran alat-alat dalam)
dan kegagalan organ.
LLA lebih sering ditemukan pada anak-anak (82%) daripada
umur dewasa (18%). Insiden LLA akan mencapai puncaknya pada
umur 3-7 tahun. Tanpa pengobatan sebagian anak-anak akan hidup
2-3 bulan setelah terdiagnosis terutama diakibatkan oleh kegagalan
dari sumsum tulang.

2) Leukemia Mielositik Akut (LMA)


LMA merupakan leukemia yang mengenai sel stem
hematopoetik yang akan berdiferensiasi ke semua sel mieloid.
LMA merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering
terjadi. LMA atau Leukemia Nonlimfositik Akut (LNLA) lebih
sering ditemukan pada orang dewasa (85%) dibandingkan anak-
anak (15%). Permulaannya mendadak dan progresif dalam masa 1
sampai 3 bulan dengan durasi gejala yang singkat. Jika tidak
diobati, LNLA fatal dalam 3 sampai 6 bulan.

b. Leukemia Kronik
Leukemia kronik merupakan suatu penyakit yang ditandai proliferasi
neoplastik dari salah satu sel yang berlangsung atau terjadi karena
keganasan hematologi.

1) Leukemia Limfositik Kronis (LLK)


LLK adalah suatu keganasan klonal limfosit B (jarang pada
limfosit T). Perjalanan penyakit ini biasanya perlahan, dengan
akumulasi progresif yang berjalan lambat dari limfosit kecil yang
berumur panjang.
LLK cenderung dikenal sebagai kelainan ringan yang
menyerang individu yang berusia 50 sampai 70 tahun dengan
perbandingan 2:1 untuk laki-laki.

2) Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik (LGK/LMK)


LGK/LMK adalah gangguan mieloproliferatif yang ditandai
dengan produksi berlebihan sel mieloid (seri granulosit) yang
relatif matang. LGK/LMK mencakup 20% leukemia dan paling
sering dijumpai pada orang dewasa usia pertengahan (40-50
tahun). Abnormalitas genetik yang dinamakan kromosom
philadelphia ditemukan pada 90-95% penderita LGK/LMK.
Sebagian besar penderita LGK/LMK akan meninggal setelah
memasuki fase akhir yang disebut fase krisis blastik yaitu produksi
berlebihan sel muda leukosit, biasanya berupa mieloblas atau
promielosit, disertai produksi neutrofil, trombosit dan sel darah
merah yang amat kurang.
2. Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
FAB (French-American-British) dibuat klasifikasi LLA berdasarkan
morfologik untuk lebih memudahkan pemakaiannya dalam klinik, antara
lain sebagai berikut:

a. L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin homogen,
nucleus umumnya tidak tampak dan sitoplasma sempit
b. L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tapi ukurannya bervariasi,
kromatin lebih besar dengan satu atau lebih anak inti\
c. L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogeny dengan kromatin
berbecak, banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik dan
bervakuolisasi

E. KOMPLIKASI
a) Gagal sumsum tulang
b) Infeksi
c) Hematomegali
d) Splenomegali
e) Limfadenopati

F. PENATALAKSANAAN
1) Leukemia Limfoblastik Akut :
Tujuan pengobatan adalah mencapai kesembuhan total dengan
menghancurkan sel-sel leukemik sehingga sel normal bisa tumbuh kembali
di dalam sumsum tulang. Penderita yang menjalani kemoterapi perlu
dirawat di rumah sakit selama beberapa hari atau beberapa minggu,
tergantung kepada respon yang ditunjukkan oleh sumsum tulang.

Sebelum sumsum tulang kembali berfungsi normal, penderita mungkin


memerlukan: transfusi sel darah merah untuk mengatasi anemia, transfusi
trombosit untuk mengatasi perdarahan, antibiotik untuk mengatasi infeksi.
Beberapa kombinasi dari obat kemoterapi sering digunakan dan dosisnya
diulang selama beberapa hari atau beberapa minggu. Suatu kombinasi terdiri
dari prednison per-oral (ditelan) dan dosis mingguan dari vinkristin dengan
antrasiklin atau asparaginase intravena. Untuk mengatasi sel leukemik di
otak, biasanya diberikan suntikan metotreksat langsung ke dalam cairan
spinal dan terapi penyinaran ke otak. Beberapa minggu atau beberapa bulan
setelah pengobatan awal yang intensif untuk menghancurkan sel leukemik,
diberikan pengobatan tambahan (kemoterapi konsolidasi) untuk
menghancurkan sisa-sisa sel leukemik. Pengobatan bisa berlangsung selama
2-3 tahun. Sel-sel leukemik bisa kembali muncul, seringkali di sumsum
tulang, otak atau buah zakar. Pemunculan kembali sel leukemik di sumsum
tulang merupakan masalah yang sangat serius. Penderita harus kembali
menjalani kemoterapi. Pencangkokan sumsum tulang menjanjikan
kesempatan untuk sembuh pada penderita ini. Jika sel leukemik kembali
muncul di otak, maka obat kemoterapi disuntikkan ke dalam cairan spinal
sebanyak 1-2 kali/minggu. Pemunculan kembali sel leukemik di buah zakar,
biasanya diatasi dengan kemoterapi dan terapi penyinaran.

1. Pelaksanaan kemoterapi

Kemoterapi adalah pemberian obat untuk membunuh sel kanker.


Tidak seperti radiasi atau operasi yang bersifat local, kemoterapi
merupakan terapi sistemik, yang berarti obat menyebar ke seluruh
tubuh dan dapat mencapai sel kanker yang telah menyebar jauh atau
metastase ke tempat lain (Rasjidi, 2007).

Sebagian besar pasien leukemia menjalani kemoterapi. Jenis


pengobatan kanker ini menggunakan obat-obatan untuk membunuh sel-
sel leukemia. Tergantung pada jenis leukemia, pasien bisa mendapatkan
satu jenis obat atau kombinasi dari dua obat atau lebih.

Pasien leukemia bisa mendapatkan kemoterapi dengan berbagai cara:

 Melalui mulut
 Dengan suntikan langsung ke pembuluh darah balik (atau intravena)
 Melalui kateter (tabung kecil yang fleksibel) yang ditempatkan di
dalam pembuluh darah balik besar, seringkali di dada bagian atas -
perawat akan menyuntikkan obat ke dalam kateter, untuk
menghindari suntikan yang berulang kali. Cara ini akan mengurangi
rasa tidak nyaman dan/atau cedera pada pembuluh darah balik/kulit.
 Dengan suntikan langsung ke cairan cerebrospinal – jika ahli
patologi menemukan sel-sel leukemia dalam cairan yang mengisi
ruang di otak dan sumsum tulang belakang, dokter bisa
memerintahkan kemoterapi intratekal. Dokter akan menyuntikkan
obat langsung ke dalam cairan cerebrospinal. Metode ini digunakan
karena obat yang diberikan melalui suntikan IV atau diminum
seringkali tidak mencapai sel-sel di otak dan sumsum tulang
belakang.

Pengobatan umumnya terjadi secara bertahap, meskipun tidak


semua fase yang digunakan untuk semua orang.

 Tahap 1 (terapi induksi)


Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh
sebagian besar sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan perawatan di rumah
sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah
normal dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan
memberikan kemoterapi kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin,
prednison dan asparaginase.

 Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)


Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi
yang bertujuan untuk mengeliminasi sel leukemia residual untuk
mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang resisten terhadap obat.
Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.

 Tahap 3 ( profilaksis SSP)


Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP.
Perawatan yang digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada
dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini menggunakan obat kemoterapi
yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi,
untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat

 Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)


Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi.
Tahap ini biasanya memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan
hidup yang membaik dengan pengobatan sangat dramatis. Tidak
hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi
sembuh. Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan
sepertiganya mengalami harapan hidup jangka panjang, yang dicapai
dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum tulang dan
SSP.
2) Terapi Biologi
Orang dengan jenis penyakit leukemia tertentu menjalani terapi
biologi untuk meningkatkan daya tahan alami tubuh terhadap kanker.
Terapi ini diberikan melalui suntikan di dalam pembuluh darah balik.
Bagi pasien dengan leukemia limfositik kronis, jenis terapi biologi yang
digunakan adalah antibodi monoklonal yang akan mengikatkan diri
pada sel-sel leukemia. Terapi ini memungkinkan sistem kekebalan
untuk membunuh sel-sel leukemia di dalam darah dan sumsum tulang.
Bagi penderita dengan leukemia myeloid kronis, terapi biologi yang
digunakan adalah bahan alami bernama interferon untuk
memperlambat pertumbuhan sel-sel leukemia.

3) Terapi Radiasi
Terapi Radiasi (juga disebut sebagai radioterapi) menggunakan
sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Bagi sebagian
besar pasien, sebuah mesin yang besar akan mengarahkan radiasi pada
limpa, otak, atau bagian lain dalam tubuh tempat menumpuknya sel-sel
leukemia ini. Beberapa pasien mendapatkan radiasi yang diarahkan ke
seluruh tubuh. (radiasi seluruh tubuh biasanya diberikan sebelum
transplantasi sumsum tulang.)

4) Transplantasi Sel Induk (Stem Cell)


Beberapa pasien leukemia menjalani transplantasi sel induk (stem
cell). Transplantasi sel induk memungkinkan pasien diobati dengan
dosis obat yang tinggi, radiasi, atau keduanya. Dosis tinggi ini akan
menghancurkan sel-sel leukemia sekaligus sel-sel darah normal dalam
sumsum tulang. Kemudian, pasien akan mendapatkan sel-sel induk
(stem cell) yang sehat melalui tabung fleksibel yang dipasang di
pembuluh darah balik besar di daerah dada atau leher. Sel-sel darah
yang baru akan tumbuh dari sel-sel induk (stem cell) hasil transplantasi
ini. Setelah transplantasi sel induk (stem cell), pasien biasanya harus
menginap di rumah sakit selama beberapa minggu. Tim kesehatan akan
melindungi pasien dari infeksi sampai sel-sel induk (stem cell) hasil
transplantasi mulai menghasilkan sel-sel darah putih dalam jumlah
yang memadai.
5) Transfusi darah, biasanya diberikan bila kadar Hb kurang dari 6 g%.
Pada trombositopenia yang berat dan perdarahan masif, dapat diberikan
transfusi trombosit dan bila terdapat tanda-tanda DIC dapat diberikan
heparin.

6) Kortikosteroid (prednison, kortison, deksametason dan sebagainya).


Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.

7) Sitostatika. Selain sitostatika yang lama (6-merkaptopurin atau 6-mp,


metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
poten seperti vinkristin (oncovin), rubidomisin (daunorubycine),
sitosin, arabinosid, L-asparaginase, siklofosfamid atau CPA, adriamisin
dan sebagainya. Umumnya sitostatika diberikan dalam kombinasi
bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan ini
sering terdapat akibat samping berupa alopesia, stomatitis, leukopenia,
infeksi sekunder atau kandidiagis. Hendaknya lebih berhziti-hati bila
jumiah leukosit kurang dari 2.000/mm3.

8) Infeksi sekunder dihindarkan (bila mungkin penderita diisolasi dalam


kamar yang suci hama).

9) Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah tercapai


remisi dan jumlah sel leukemia cukup rendah (105 - 106), imunoterapi
mulai diberikan. Pengobatan yang aspesifik dilakukan dengan
pemberian imunisasi BCG atau dengan Corynae bacterium dan
dimaksudkan agar terbentuk antibodi yang dapat memperkuat daya
tahan tubuh. Pengobatan spesifik dikerjakan dengan penyuntikan sel
leukemia yang telah diradiasi. Dengan cara ini diharapkan akan
terbentuk antibodi yang spesifik terhadap sel leukemia, sehingga semua
sel patologis akan dihancurkan sehingga diharapkan penderita leukemia
dapat sembuh sempurna.

10) Cara pengobatan.


Setiap klinik mempunyai cara tersendiri bergantung pada pengalaman-
nya. Umumnya pengobatan ditujukan terhadap pencegahan kambuh
dan mendapatkan masa remisi yang lebih lama. Untuk mencapai
keadaan tersebut, pada prinsipnya dipakai pola dasar pengobatan
sebagai berikut:
a. Induksi
Dimaksudkan untuk mencapai remisi, yaitu dengan pemberian
berba gai obat tersebut di atas, baik secara sistemik maupun
intratekal sampai sel blast dalam sumsum tulang kurang dari 5%.
b. Konsolidasi
Yaitu agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri lagi.
c. Rumat (maintenance)
Untuk mempertahankan masa remisi, sedapat-dapatnya suatu masa
remisi yang lama. Biasanya dilakukan dengan pemberian
sitostatika separuh dosis biasa.
d. Reinduksi
Dimaksudkan untuk mencegah relaps. Reinduksi biasanya
dilakukan setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti
pada induksi selama 10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukemia susunan saraf pusat.
Untuk hal ini diberikan MTX intratekal pada waktu induksi
untuk mencegah leukemia meningeal dan radiasi kranial
sebanyak 2.4002.500 rad. untuk mencegah leukemia meningeal
dan leukemia serebral. Radiasi ini tidak diulang pada reinduksi.
f. Pengobatan imunologik
Diharapkan semua sel leukemia dalam tubuh akan hilang sama
sekali dan dengan demikian diharapkan penderita dapat sembuh
sempurna. (Sutarni Nani, 2003).

G. CARA PERAWATAN PASIEN LEUKIMIA PADA SAAT DI RUMAH

a) Mendukung klien tetap beraktivitas.


b) Monitor reaksi klien setelah beraktivitas.
c) Berikan makanan tinggi asam folat (kacang-kacangan, sayuran, berwarna
hijau, daging), vitamin C.
d) Ijinkan penderita untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan.
e) Perbaiki gizi saat selera makan penderita meningkat.Tindakan saat terjadi
kekambuhan : Pada umum nya serangan yang timbul adalah pusing, pucat
dan sesak nafas. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Segera ambil posisi nyaman dengan tinggikan kepala di tempat tidur.
b. Hindari kerumunan orang.
c. Sirkulasi udara yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA

Handayani, Wiwiek. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Sistem Gangg
uan Hematologi. Jakarta: Salemba Medika ; hal 88-89 (diakses pada tanggal
14 Mei 2013)

Smeltzer C. Suzannne. 2007. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:


EGCP rice, S. A. R.

Wilson CL. 2006. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jakarta:


EGC

Anda mungkin juga menyukai