A. Konsep Penyakit
I. Definisi Penyakit
Persalinan adalah suatu proses yang dialami, peristiwa normal, namun apabila tidak
dikelola dengan tepat dapat berubah menjadi abnormal (Mufdillah &Hidayat, 2008)
Persalinan adalah suatu proses terjadinya pengeluaran bayi yang cukup bulan atau
hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin dari tubuh ibu
(Mitayani, 2009)
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi padakehamilan cukup
bulan (37 – 42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung
dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2006)
II. Etiologi
Hal yang menyebabkan timbulnya persalinan belum diketahui benar, yang ada hanyalah
merupakan teori-teori yang kompleks antara lain dikemukakan faktor-faktor humoral, struktur
rahim, pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi. Beberapa teori mengenai timbulnya
persalinan yaitu :
Terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron pada 1-2 minggu sebelum
partus dimulai. Progesteron bekerja sebagai penenang otot-otot polos rahim dan akan
menyebabkan kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar progesteron
turun.
Hal tersebut akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron yang
menyebabkan kekejangan pembuluh darah hal ini akan menimbulkan kontraksi rahim.
Rahim yang menjadi besar dan meregang menyebabkan iskemia otot-otot rahim,
sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenter.
Tanda-tanda Persalinan akan terjadi, maka menunjukkan tanda khusus bahwa persalinan
sudah dekat yaitu :
1) Terjadi lightening
Menjelang kehamilan 36 minggu pada primigravida terjadi penurunan fundus uteri karena
kepala bayi mulai masuk PAP yang disebabkan oleh :
Makin tuanya kehamilan pengeluaran estrogen dan progesteron makin berkurang sehingga
menimbulkan kontraksi lebih sering yang disebut his palsu, sifatnya :
Gejala-gejala Persalinan :
Sering dan teratur dengan frekuensi yang makin pendek dan sifatnya hilang timbul,
his dirasakan dari perut bagian bawah menjalar ke pinggang dan berpengaruh terhadap
pembukaan servik.
Adanya his terjadi perubahan servik berupa pendataran, penipisan dan pembukaan
sehingga timbul perdarahan akibat kapiler yang pecah, tanda ini disebut Bloody Show.
IV. Penatalaksanaan
1. Penanganan umum :
Konfirmasi usia kehamilan,kalau ada dengan USG
Lakikan pemeriksaan inspekulo untuk menilai cairan yang keluar (jumlah, warna, bau)
dan membedakannya dengan urin. Dengan pemeriksaan tes lakmus,bila kertas lakmus
biru menunjukkan air ketuban (basa), dan bila kertas lakmus merah menunjukkan cairan
urine (asam)
Jika ibu mengeluh perdarahan pada akhir kehamilan (setelah 32 minggu), jangan
melakukan menit pemeriksaan dalam secara digital
Tentukan ada tidaknya infeksi
Tentukan tanda-tanda inpartus
2. Penanganan khusus :
Konfirmasi diagnosis :
Bau cairan ketuban yang khas
Jika keluarnya cairan ketuban sedikit-sedikit, tampung cairan yang keluar dan nilai 1 jam
kemudian
Dengan speculum DTT, lakukan pemeriksaan inspekulo, nilai apakah cairan keluar
melalui ostium uteri atau terkumpul di forniks posterior
(Prawirohardjo, 2002)
3. Penanganan konservatif:
Rawat di rumah sakit
Berikan antibiotic (ampisilin 4 x 500 mg atau erittromisin bila tidak tahan ampisilin) dan
metronidazol 2 x 500 mg selama 7 hari
Jika umur kehamilan < 32 – 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar atau
sampai air ketuban tidak keluar lagi
Jika usia kehamilan 32 -37 minggu, belum inpartu, tidak ada infeksi,tes busa negative;
beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi dan kkesejahteraan janin, terminasi
pada kehamilan 37 minggu
Jika usia kehamilan 32 – 37 minggu, sudah inpartu,tidak ada infeksi, berikan tokolitik
(salbutamol), deksametason dan induksi sesudah 24 jam
Jika usia kehamilan 32 -37minggu, ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi
Nilai tanda-tanda infeksi (suhu, lekosit, tanda-tanda infeksi intra uterin). Klien
dianjurkan pada posisi trendelenburg untuk menghindari prolap tali pusat.
4. Penanganan aktif :
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula
diberikan misoprotal 50 μg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan antibiotic dosis tinggi dan persalinan diakhiri:
a) Bila skor pelvic < 5, lakukan pematangan serviks kemudian induksi, jika tidak
berhasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea
b) Bila skor pelvic > 5, induksi persalinan, partus pervaginam (prawirohardjo, 2002)
V. Komplikasi
B. Pengkajian
I. Wawancara
Pemeriksaan fisik bertujuan untuk menilai kondisi kesehatan ibi dan bayinya serta
tingkat kenyamanan fisik ibu bersalin. Hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis digunakan
untuk menegakkan diagnosisi dan mengembangkan rencana asuhan keperawatan yang paling
sesuai dengan kondisi ibu. Pemeriksaan harus yang dilakukan yaitu :
Pemeriksaan umum yang meliputi tekanan darah, nadi, pernapasan, refleks, jangtung
paru-paru, berat badan, tinggi badan, dll.
Pemeriksaan abdomen
Pastikan pengukuran dilakukan pada saat uterus tidak sedang berkontraksi menggunakan
pita pengukur. Ibu dengan posisi setengah duduk dan tempelkan ujung pita (posisi melebar)
mulai dari tepi atas simfisis pubis, kemudian rentangkan pita mengikuti aksis/linea mediana
dinding depan abdomen hingga ke puncak fundus. Jarak antara tepi atas simfisis pubis dan
puncak fundus uteri adalah tinggi fundus.
Gunakan jarum detik yang ada pada jam dinding atau jam tangan untuk memantau
kontraksi uterus. Secara hati-hati, letakkan tangan penolong di atas uterus dan palpasi jumlah
kontraksi yang terjadi dalam kurun waktu 10 menit. Tentukan durasi atau lama setiap
kontraksi yang terjadi. Pada fase aktif, minimal terjadi dua kontraksi dalam 10 menit dan
lama kontraksi adalah 40 detik atau lebih. Diantara dua kontraksi akan terjadi relaksasi
dinding uterus.
Gunakan fetoskop pinnards atau doppler untuk mendengarkan denyut jantung janin (DJJ)
dalam rahim ibu. Nilai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulai penilaian
sebelum atau selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ minimal 60 detik, dengarkan sampai
sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dari
satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ kurang dari 120 atau
lebih dari 160 kali per menit. Kegawatan janin ditubjukkan dari DJJ yang kurang dari 100
atau lebih dari 180 kali per menit. Bila demikian, baringkan ibu ke sisi kiri dan anjurkan ibu
untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudian
simpulkan perubahan yang terjad. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka sipkan ibu untuk
dirujuk.
d) Menentukan presentasi
Di perineum
= 0/5 H IV
Pemeriksaan dalam (vagina atau rektal) untuk menilai pembukan serviks dalam cm atau jari,
turunnya kepala diukur menurut Hodge, ketuban sudah pecah atau belum, menonjol atau
tidak.
Pemeriksaan laboratorium yaitu pemeriksaan urin untuk menilai kadar protein dan gula,
pemeriksaan darah untuk menilai kadar Hb dan golongan darah.
1. Ultrasonografi
Ultrasonografi dapat mengidentifikasikan kehamilan ganda, anomaly janin, atau melokalisai
kantong amnion pada amniosintesis.
2. Amniosintesis
Cairan amnion dapat dikirim ke laboratorium untuk evaluasi kematangan paru janin.
3. Pemantauan janin
Membantu dalam mengevaluasi janin.
4. Protein C-reaktif
Peningkatan protein C-reaktif serum menunjukkan peningkatan korioamnionitis.
5. Histopatologi
Cairan ditampung dalam tabung reaksi kemudian dibakar sampai tertinggal endapan tersebut
dilihat dibawah mikroskop dan bila air ketuban mengalami kelainan maka akan terlihat
seperti daun pakis.
6. Kertas lakmus
Bila merah menunjukkan cairan mengandung urine yang bersifat asam, bila biru
menunjukkan cairan mengandung air ketuban yang bersifat basa.