Anda di halaman 1dari 8

RESUME

ANATOMI FISIOLOGI SISTEM IMUN

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Konsep Inovasi Keperawatan

Dosen Pengampu:

Ns. Lia Mulyati., S.Kep., M.Kep

Disusun Oleh :

Farika Sari CKR0180203

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUNINGAN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

Jl. Kesambi No.237, Drajat, Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45134

TAHUN 2020
A. Pengertian Sistem Imun
Sistem imun adalah suatu sistem kompleks yang memberikan respon imun (humoral dan
seluler) untuk menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain
yang oleh tubuh dianggap “bukan bagian diri”. (Sloane, 2004 : 255).
Sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang belakang dan kelenjar
timus), jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak peyer
pada usus halus, dan apendiks), juga beberapa sel lain yang dan produksi sel (Sloane,
2004 : 252).
Menurut Sloane 2004 : 255-257 menyatakan ada beberapa komponen dari system imun
yaitu antigen dan antibodi.

Fungsi sistem imun :

1. Pembentuk kekebalan tubuh.


2. Penolak dan penghancur segala bentuk benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
3. Pendeteksi adanya sel abnormal, infeksi dan patogen yang membahayakan.
4. Penjaga keseimbangan komponen dan fungsi tubuh.

Beberapa komponen dari system imun yaitu:

1. Antigen
Antigen adalah suatu zat yang menyebabkan respons imun spesifik. Antigen biasanya
berupa zat dengan berat molekul besar dan juga kompleks zat kimia seperti proteindan
polisakarida.
 Determinan antigenic (epitop) adalah kelompok kimia terkecil dari suatu antigen
yang dapat membangkitkan respons imun.
 Hapten adalah senyawa kecil yang jika sendirian tidak dapat menginduksi respons
imun, tetapi senyawa ini menjadi imunogenik jika bersatu dengan carrier yang berat
molekulnya besar, seperti protein serum.
 Hapten dapat berupa obat, antibiotic, zat tambahan makanan, atau kosmetik
2. Antibodi
Antibodi adalah suatu protein yang dihasilkan sistem imun sebagai respons terhadap
keberadaan antigen dan akan bereaksi khususnya dengan antigen tersebut. Sebuah
molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida: dua rantai berat identic dan dua
rantai ringan identik..

Macam system imunitas:

1. Sistem imun Nonspesifik/alamiah


Yaitu system yang sudah ada dalam tubuh dan dapat mendeteksi benda asing yang masuk
dan melindungi tubuh.
Secara umum pertahanan tubuh non spesifik ini terbagi 3:
a. Pertahanan tubuh
b. Pertahanan mekanik
c. Pertahanan kimiawi
2. Sistem Imun Spesifik/adaptive
Yaitu system pertahanan yang mempunyai kemampuan untuk mengenali benda asing
yang masuk.
Karakteristik: kemampuan merespon berbagai antigen asing dengan antigen diri,
merespon antigen yang ditemukan sebelumnya dengan memulai respin memori dan
system imun akan terbentuk jika ada benda asing yang berperan: sel limfosit.

B. Struktur Sistem Imun


Jaringan dan organ yang merupakan sistem imun berserakan di seluruh tubuh. Pada
manusia (dan mamalia lain), organ-organ pusat sistem tersebut ialah sumsum tulang
belakang dan timus. Sumsum tulang mengandung sel-sel batang yang menghasilkan
seluruh sel darah. Kelima macam sel darah putih itu masing-masing memainkan sedikit
peranan dalam imunitas. Tetapi peranan utama diambil oleh monosit (yang berkembang
dalam jaringan menjadi makrofag) dan khususnya limfosit. Salah satu tugas utama
sistem imun tersebut ialah membentuk pertahanan terhadap bahan-bahan asing, yang
dinamai antigen, yang memasuki tubuh. Baik sumsum tulang maupun timus secara patut
tidak untuk pertahanan ini.
C. Interaksi antara Antibodi dengan Antigen
Menurut Sloane 2004 : 257 menyatakan sisi pengikat antigen pada region variable
antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung determinan antigenic pada antigen untuk
membentuk kompleks antigen-antibodi (atau imun). Pengikatan ini memungkinkan
inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau presipitasi.
1. Fiksasi Komplemen
Terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan molekul
komplemen diaktivasi melalui “jalur klasik” yang memicu efek cascade untuk
mencegah terjadinya kerusakan akibat
2. Netralisasi
Terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak berbahaya.
3. Aglutinasi (penggumpalan)
Terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri atau sel-sel merah.
4. Presipitasi
Terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat hubungan silang
molekul antigen sehingga tidak dapat larut dan berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara
antigen dan antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah
satu komponen berikut:
 Imunoelektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran antigen
(protein) dan antibodinya.
 Radioimunoassai (RIA) adalah suatu Metode yang memungkinkan dilakukannya
analisi terhadap antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil
melalui pengukuran radioaktivasinya bukan melalui cara kimia.

D. Sel-Sel yang Terlibat dalam Respon Sistem Imun


1. Sel B
Fungsi sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen
tertentu. Sel B berdiferensiasi menjadi sel plasma non-ploriferasi yang menyintesis
dan mensekresi antibodi (Sloane, 2004 : 259).
2. Sel T
Fungsi sel T juga menunjukkan spesifitas antigen dan akan berpoliferasi jika ada
antigen, tetapi sel ini tidak memproduksi antibodi. Sel-sel T sitoksik adalah sel-sel
efektor dalam respons kekebalan diperantarai sel. Agar menjadi aktif, mereka
membutuhkan molekul persinyalan dari sel T penolong serta interaksi dengan sel
penyaji antigen. Begitu teraktivasi, sel T sitotoksik dapat menghilangkan sel sel tubh
yang terkena kanker dan sel tubuh yang terinveksi oleh virus atau patogen intraseluler
lainnya. (Sloane, 2004 : 261).
3. Makrofag
Secara fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik menguraikan materi
yang tertelan untuk diekskresi dan untuk pemakaian ulang. a. Makrofag memproses
antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna sebagian antigen untuk
menghasilkan fragmen yang mengandung determinan antigenik; b. Makrofag akan
meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk limfosit
T tertentu. Ini merupakan langkah penting dalam aktivasi sel T (Sloane, 2004 : 259).
E. Jenis Imunitas
1. Imunitas aktif
Didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau toksin sehingga tubuh
memproduksi antibodinya sendiri.
a. Imunitas aktif dapatan secara alami, terjadi jika seseorang terpapar suatu penyakit
dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit khusus. Imunitas dapat bersifat
seumur hidup (campak, cacar) atau sementara (pneumonia pneumokokal, gonore).
b. Imunitas aktif dapatan secara buatan (terinduksi) merupakan hasil vaksinasi. Vaksin
dibuat dari patigen yang mati atau dilemahkan atau toksin yang telah diubah. Vaksin
ini dapat merangsang respons imun, tetapi tidakmenyebabkan penyakit.
2. Imunitas pasif
Terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain.
a. Imunitas pasif alami, terjadi pada janin saat antibodi lgG inu masuk menembus
plasenta. Antibodi lgG member perlindungan sementara (mingguan sampai
bulanan) pada sistem imun yang imatur.
b. Imunitas pasif buatan adalah imunitas yang diberikan melalui injeksi antibodi yang
diproduksi oleh orang atau hewan yang kebal karena pernah terpapar suatu antigen.
F. Gangguan dalam Fungsi Sistem Imun
Dalam bukunya Campbell 2008 : 109-111 menyatakan, walaupun kekebalan yang
diperoleh menawarkan perlindungan terhadap berbagai macam patogen, bukan berarti
tipe kekebalan tersebut selalu berhasil. Hubungan timbale balik yang sangat teregulasi di
antara limfosit-limfosit, sel-sel tubuh, dan zat-zat asing membangkitkan respon kekebalan
yang memberi perlindungan luar biasa terhadap banyak patogen. Ketika kelainan alergi,
autoimun, atau imunodefisiensi mengganggu keseimbangan yang rapuh ini, efek-efek
yang timbul seringkali parah dan mengancam jiwa.
1. Alergi
Alergi adalah respon-respon yang berlebihan (hipersensitif) terhadap antigen antigen
tertentu yang disebut alergen (allergen). Gejala-gejala alergi yang khas yaitu: bersin-
bersin, mata berair, dan kontraksi otot polos yang dapat menyebabkan kesulitan bernapas.
Obat-obatan yang disebut antihistamin mengurangi gejala-gejala alergi (dan inflamasi)
dengan memblokir reseptor untuk histamine. Respon alergi yang akut terkadang
menyebabkan syok anafilatik (anaphylactic shock), reaksi seluruh tubuh yang
mengancam jiwa dan dapat terjadi dalam beberapa detik setelah paparan terhadap suatu
alergen.
2. Penyakit Autoimun
Pada beberapa orang, sistem kekebalan menyerang molekul-molekul tertentu dalam
tubuh, menyebabkan penyakit autoimun (autoimmune disease). Hilangnya toleransi diri
ini dapat hadir dalam berbagai bentuk. Dalam eritematosus lupus sistemik (systemic
lupus erythematosus), sering disebut lupus, sistem kekebalan menghasilkan antibodi yang
menyerang histon dan DNA yang dilepaskan melalui pemecahan normal sel-sel tubuh.
Anibodi-antibodi yang reaktif terhadap diri sendiri ini menyebabkan ruam ruam kulit,
demam, arthritis, dan gangguan ginjal. Penyakit autoimun yang diperantarai antibodi
lainnya, arthritis rematoid (rheumatoid arthritis), menyebabkan kerusakan dan inflamasi
yang menyakitkan di kartilago dan tulang-tulang persendian.
3. Penyakit Imunodefisiensi
Gangguan kelainan atau ketiadaan kemampuan sistem kekebalan untuk melindungi tubuh
terhadap patogen disebut imunodefisiensi (imonodeficiency). Imunodefisiensi bawaan
(inborn imonodeficiency) meupakan akibat dari cacat genetis atau perkembangan di
dalam sistem kekebalan. Imunodefisiensi yang diperoleh berkembang belakangan setelah
paparan terhadap agen kimiawi atau biologis. Apapun penyebab dan asal-usulnya,
imunodefisiensi dapat menyebabkan infeksi yang sering terjadi dan berulang-ulang serta
peningkatan kerentanan terhadap kanker tertentu. Paparan terhadap agen-agen tertentu
bias menyebabkan imunodefisiensi yang berkembang belakangan dalam kehidupan.
Obat-obatan yang digunakan untuk memerangi penyakit autoimun atau mencegah
penolakan cangkokan menekan system kekebalan, sehingga menyebabkan kondisi
imunodefisiensi.
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, dkk. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kimball, J.W. 2005. Biologi Edisi Kelima Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sloane, E. 2004. Anatomi Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai