Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN POSTPARTUM SC SEROTINUS

Di Ajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Maternitas

Oleh :
Mohammad Khoirul Anam
214121101

PROGRAM STUDI PROFESI NERS FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI


KESEHATAN UNIVERSITAS JENDERAL
ACHMAD YANI CIMAHI
2021
Laporan Pendahuluan Post Partum SC Serotinus

A. Pengertian Postpartum
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali dalam keadaan sebelum hamil, masa postpartum berlangsung selama
kira-kira 6 minggu (Wahyuningsih, 2013). Postpartum adalah periode setelah bayi lahir
sampai organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal dengan waktu enam minggu
(Lowdermik dkk, 2005, dalam Machmudah, 2015). Masa nifas atau disebut dengan
puerperium adalah masa yang dibutuhkan untuk pulihnhya kembali alat-alat kandungan
seperti sebelum hamil yang dimulai setelah persalinan dan berlangsung selama 6-8
minggu (Bahiyatun, 2009).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa postpartum merupakan masa
keadaan sesudah persalinan atau plasenta lahir sampai keadaan alat-alat kandungan
kembali sebelum melahirkan yang membutuhkan waktu 6-8 minggu.
B. Pengertian Post Partum SC Serotinus
Persalinan sectio caesarea merupakan bentuk persalinan yang melalui proses
pembedahan untuk mengangkat bayi dari rahim dengan cara membedah abdomen.
Persalinan sectio caesarea biasanya dilakukan ketiika perkembangan persalinan terlalu
lambat atau ketiika janin tampak berada dalam masalah (Janiwarty dan Pieter, 2013).
Menurut WHO kehamilan serotinus atau sering di sebut kehamilan postterm adalah
keadaan yang menunjukkan kehamilan berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau
lebih dihitung dari hari pertama haid terakhir (Sri, 2017). Sedangkan partus serotinus
adalah berakhirnya suatu kehamilan dengan umur kehamilan lebih dari 42 minggu
(Wiknjosastro, 2011).
Kehamilan postterm disebut juga kehamilan serotinus, kehamilan lewat waktu,
kehamilan lewat bulan, prolonged pregnancy, extended pregnancy, post date/pos datisme
atau pascamaturitas adalah kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari)
atau lebih, dihitung dari haid terakhir (HPHT) dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
(Nurhdayati, 2019).
C. Periode Postpartum
Masa Postpartum dibagi menjadi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Immediate Postpatum (setelah plasenta lahir 24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, adapun masalah yang sering
terjadi pendarahan atonia uteri. Oleh karena itu perlu melakukan pemeriksaan
kontraksi uterus, pengeluaran lokia, tekanan darah dan suhu
2. Early Postpartum (24 jam-1 minggu)
Harus dipastikan involusi uteri normal, tidak ada pendarahan, lokia tidak berbau
busuk, tidak demam, ibu cukup mendapat makanan dan cairan serta ibu dapat
menyusui dengan baik
3. Late postpartum (1 minggu- 6 minggu)
Terjadi selama lebih dari 1 hingga 6 minggu
D. Adaptasi Fisiologis dan Psikiologis Ilmu Ibu Postpartum
a. Adaptasi Fisiologis
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat,
untuk menghindari terjadinya komplikasi. Menurut (Varney 2004), perubahan-
perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi.
Setelah operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang
menyebabkan perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini
tidak ditemukan pada anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi
mungkin terjadi sebagai respon klien terhadap adanya nyeri. Keadaan pernafasan
selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu nadi tidak
normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus
pada saluran nafas.
2) Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami
perubahan antara lain :
1) Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari
pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan
adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat
terjadi hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih
20 mmHg yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan
resistensi vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini
terjadi beberapa saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan
mobilisasi (ambulasi). Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan
indikasi terjadinya perdarahan uteri.
2) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada
sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post
partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya
mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari
30 % dalam 6 jam pertama, maka hal inimengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selama persalinan sekitar 400500 ml. Pada klien
post partum dengan seksiosesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak
dibanding persalinan normal (600-800 cc).
3) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan
tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu.
Pemulihan kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh
penggunaan analgetik dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien.
Sehingga berpengaruh pada pengosongan usus. Secara spontan mungkin
terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu klien akan merasa pahit pada mulut
karena dipuasakan atau merasa mual karena pengaruh anesthesia umum.
Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan pemenuhan asupan nutrisi
serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal anesthesia tidak perlu
puasa sebelumnya.
4) Sistem Endokrin
a) Hormon plasenta
Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah persalinan. Human
Chorionic Gonadotropin (HCG) menurun dengan cepat dan menetap
sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7 postpartum dan sebagai onset
pemenuhan mamae pada hari ke-3 postpartum.
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase
konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.
c) Hipotalamik Pituitary Ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan mempengaruhi
lamanya ia mendapatkan menstruasi. Seringkali menstruasi pertama itu
bersifat anovulasi yang dikarenakanrendahnya kadar estrogen dan
progesteron. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi
selama 6 minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak
laktasi 40%menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90%
setelah 24 minggu. Untuk wanita laktasi 80% menstruasi pertama
anovulasi dan untuk wanita yang tidak laktasi 50% siklus pertama
anovulasi.
5) Sistem Perkemihan
Dinding kandung kencing memperlihatkan oedem dan hyperemia.
Kadang-kadang oedema trigonum, menimbulkan abstraksi dari uretra sehingga
terjadi retensio urine. Kandung kencing dalam puerperium kurang sensitif dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh atau sesudah
kencing masih tertinggal urine residual (normal + 15 cc). Sisa urine dan
trauma pada kandung kencing waktu persalinan memudahkan terjadinya
infeksi. Dilatasi ureter dan pyolum normal dalam waktu 2 minggu. Urine
biasanya berlebihan (poliurie) antara hari kedua dan kelima, hal ini disebabkan
karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan
sekarang dikeluarkan. Kadang-kadang hematuri akibat proses katalitik
involusi Acetonurie terutama setelah partus yang sulit dan lama yang
disebabkan pemecahan karbohidrat yang banyak, karena kegiatan otot-otot
rahim dan karena kelaparan. Proteinurine akibat dari autolisis sel-sel otot.
Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena
letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih
mutlak dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan
sampai 2 hari post operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi
gangguan pola eliminasi BAK, sehingga klien perlu dilakukan bldder training.
Kaji warna urine yang keluar, jumlahnya dan baunya.
6) Sistem Pencernaan
a) Nafsu Makan
Ibu biasanya setelah melahirkan diperbolehkan untuk mengkonsumsi
makanan ringan dan setelah benar-benar pulih dari efek analgesia,
anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat lapar.
Permintaan untuk memperoleh makanan dua kali dari jumlah yang biasa
dikonsumsi disertai konsumsi camilan yang sering sering ditemukan.
b) Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anesthesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke
keadaan normal.
c) Defekasi
Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga
hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot
usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum,
ibu biasanya merasakan nyeri diperinium akibat episiotomi, laserasi, atau
hemoroid. Kebiasaan buang air besar yang teratur perlu dicapai kembali
setelah tonus usus kembali normal.
7) Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami
gangguan kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau
penusukan pada anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan
sensasi pada ekstremitas bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat
selama 24 jam pertama.
8) Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat
dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa
wanita ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang
hyperpigmentasi yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat
selama kehamilan seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat
dari penurunan hormon progesterone yang mempengaruhi folikel rambut
sehingga rambut tampak rontok.
9) Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama
menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada
dinding abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi
bekas operasi, secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi
ekstremitas bawah dapat berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan,
pada klien post partum dengan seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan
regio anestesi dapat terjadi pula penurunan kekuatan otot yang disebabkan
oleh peregangan otot. Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang
pada waktu persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh ke belakang dan
menjadi retrofleksi, karena ligamen rotundum menjadi kendor. Stabilisasi
secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat
putusnya serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan kendur
untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
10) Perubahan Tanda- Tanda Vital
a) Suhu Badan
Satu hari (24jam) postprtum suhu badan akan naik sedikit (37,5°C –
38°C) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan. Apabila keadaan normal suhu badan menjadi biasa. Biasanya
pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena adanya pembentukan ASI,
buah dada menjadi bengkak, berwarna merah karena banyaknya ASI. Bila
suhu tidak turun kemungkinan adanya infeksi pada endometrium, mastitis,
tractus genitalis atau sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali permenit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi itu akan lebih cepat.
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah
setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada
postpartum dapat menandakan terjadinya preeklampsi postpartum.
11) Perubahan Hematologi
Selama minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma
serta faktor faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama
postpartum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah
lebih mengental dengan peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor
pembekuan darah. Leukositosis yang meningkat dimana jumlah sel darah
putih dapat mencapai 15000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam
beberapa hari pertama dari masa postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut
masih bisa naik lagi sampai 25000 atau 30000 tanpa adanya kondisi patologis
jika wanita tersebut mengalami persalinan lama. Jumlah hemoglobine,
hematokrit dan erytrosyt akan sangat bervariasi pada awal-awal masa
postpartum sebagai akibat dari volume darah, volume plasenta dan tingkat
volume darah yang berubah-ubah. Semua tingkatan ini akan dipengaruhi oleh
status gizi dan hidrasi wanita tersebut. Kira kira selama kelahiran dan masa
postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume
dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan
hematokrit dan hemoglobine pada hari ke 3-7 postpartum dan akan kembali
normal dalam 4-5 minggu postpartum.
12) Dinding Abdomen
Strie abdominal tidak bisa dilenyapkan sama sekali akan tetapi mereka bisa
berubah menjadi garis-garis yang halus berwarna putih perak (Varney,
2004:255). Ketika miometrium berkontraksi dan berektrasi setelah kelahiran
dan beberapa hari sesudahnya, peritonium yang membungkus sebagian besar
uterus dibentuk menjadi lipatan-lipatan dan kerutan-kerutan. Ligamentum
latum dan rotundum jauh lebih kendor daripada kondisi tidak hamil, dan
mereka memerlukan waktu cukup lama untuk kembali dari peregangan dan
pengendoran yang telah dialaminya selama kehamilan tersebut.
13) Kehilangan Berat Badan
Seorang wanita akan kehilangan berat badannya sekitar 5 kg pada saat
melahirkan. Kehilangan ini berhubungan dengan berat bayi, placenta dan
cairan ketuban. Pada minggu pertama post partum seorang wanita akan
kehilangan berat badannya sebesar 2 kg akibat kehilangan cairan (Varney,
2004:255).
14) Varises
Varises di tungkai dan di sekitar anus (hemoroid) sering dijumpai pada
wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva yang jarang dijumpai, akan
mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi varises tidak
dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total
diharapkan terjadi setelah melahirkan (Varney, 2004:156)
b. Adaptasi psikologis
Menurut Reva Rubin, adaptasi psikologi ibu post patum terbagi atas 3 bagian,yaitu:
1) Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu, fokus perhatian
ibu terutama pada dirinya sendiri. Kelelahan membuat ibu cukup istirahat
untuk mencegah gejala kurang tidur, seperti murah tersinggung. Hal ini
membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungannya.
2) Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung selama 3 – 20 hari setelah melahirkan. Pada fase ini
taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawabnya dalam merawat bayi, selain itu perassannya sangat sensitive
sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Saat ini ibu
memerlukan dukungan karena ini merupakan kesempatan yang baik untuk
menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga
tumbuh rasa percaya diri.
3) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri
dengan ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya
meningkat pada fase ini
E. Kebutuhan Ibu Postpartum
Kebutuhan ibu postpartum menurut Sri Wahyuningsih, (2019) :
1. Nutrisi dan Cairan
Masalah nutrisi perlu mendapat perhatian karena dengan nutrisi yang baik dapat
mempercepat penyembuhan ibu dan sangat mempengaruhi susunan air susu.
Kebutuhan gizi ibu saat menyusui adalah sebagai berikut:
a. Konsumsi tambahan kalo 500 kalori tiap hari
b. Diet berimbang, protein, mineral dan vitamin
c. Minum sedikitnya 2 liter tiap hari (kurang lebih 8 gelas)
d. Fe/tablet tambah darah sampai 40 hari pasca persalinan
2. Ambulasi
Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepatnya tenaga
kesehatan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidur dan berjalan.
Ibu postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam,
hal ini dilakukan bertahap. Ambulasi tidak dibenarkan pada ibu postpartum
dengan penyulit misalnya, anemia, penyakit jantung, penyakit paru-paru dan
sebagainya.
3. Eliminasi
Setelah 6 jam psotpartum diharapkan ibu dapat berkemih, jika kandung kemih
poenuh atau lebih dari 8 jam belum berkemih disarankan melakukan kateterisasi.
Hal-hal yang menyebabkan kesulitan berkemih (retensio urine) pada postpartum:
berkurangnya tekanan intra abdominal
a. otot-otot perut masih lemah
b. edema dan uretra
c. dinding kandung kemih kurang sensitif
d. ibu postpartum diharapkan bisa defekasi atau buang air besar setelah hari
kedua psot partum, jika hari ketiga belum defekasi bisa diberi obat pencahar
oral atau rektal
4. Kebersihan diri
Pada masa postpartum seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu
kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur dan lingkungan sangat penting untuk
tetap terjaga.
5. Istirahat dan tidur
Menganjurkan ibu istirahat cukup dan dapat melakukan kegiatan rumah tangga
secara bertahap.
F. Etiologi

Penyebab terjadinya kehamilan serotinus/posterm/postdate hingga kini belum dapat


diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang mengemukakan penyebab kejadian
kehamilan postterm/serotinus, namun semua teori tersebut pada dasarnya mengarah
bahwa kehamilan seronitus merupakan akibat dari gangguan terhadap timbunya
persalinan. Beberapa teori tentang etiologi serotinus :

1. Teori oksitosin
Salah salah satu oenyebab kehamilan serotinus diperkirakan Karen akurangnya
pelepasan oksitosin dari neurohipofisis ibu hamil pada saat kehamilan tua. Kurangnya
hormone ini dalam tubuh ibu pada kehamilan tua diperkirakan dapat memperlambta
terjadinya persalinan.
2. Teori kortisol/ACTH janin
Dalam teori ini, dimulainya persalinan diduga akibat peningkatan secara tiba-tiba
kadar kortisol plasma janin hormon kortisol plasma janin akan mempengaruhi
plasenta dengan cara mengurangi produksi hormone progesterone dan meningkatkan
produksi hormone estrogen.
3. Pengaruh progesterone
Progesterone merupakan hormone yang berperan dalam tanda dimulainya
persalinan, beberapa peneliti menduga kadar hormo progesterone yang tidak terlalu
signifikan menurun pada kehamilan tua yang dapat menyebabkan kehamlan serotinus
4. Saraf uterus
Penyebab serotinus diduga akibat tidak ada atau kurangnya tekanan pada
ganglion servikalis. Keadaan dimana hal ini dapat terjadi adalah pada kondisi janin
yang mengalami kelainan letak, tali pusat pendek, atau bagian bawah janin masih
tinggi (belum masuk ke pintu atas panggul).
G. Patofisiologi
Fungsi plasenta mencapai puncaknya ada kehamilan 38 minggu dan kemudian mulai
menurun terutama setelah 42 minggu. Hal ini dapat dibuktikan dengan penurunan estriol
dan plasenta laktogen. Rendahnya fungsi plasenta berkaitan dengan peningkatan kejadian
gawat janin dengan resiko 3 kali.Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta
tidak sanggup memberikan nutrisi dan pertukaran oksigen dan karbondioksida akibat
tidak timbul his sehingga pemasukan nutrisi dan O2 menurun menuju janin di samping
adanya spasme arteri spiralis menyebabkan janin resiko asfiksia sampai kematian dalam
rahim.Makin menurun sirkulasi darah menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan
pertumbuhan janin makin lambat dan penurunan berat disebut dismatur, sebagian janin
bertambah besar sehingga memerlukan tindakan operasi persalinan, terjadi perubahan
metabolism janin, jumlah air ketuban berkurang dan makin kental menyebabkan
perubahan abnormal jantung janin (Manuaba, 2011).
H. Pathway

Masalah ibu:

1. Serviks belum matang Masalah bayi:


2. Kecemasan ibu
1. Kelainan pertumbuhan
3. Persalinan traumatis
janin
4. Hormonal
2. Oligohidroamnion
5. Faktor herediter

Persalinan
postmature/serotinus

Penurunan pasokan
asfiksia Pengelupasan kulit Partus macet Terbukanya intrauteri
oksigen
dengan ekstra uteri

Gangguan pertukaran
gas Gangguan perfusi Gangguan integritas
kulit Ansietas
jaringan Resiko infeksi

Diagnosa
keperawatan pada Diagnosa
bayi keperawatan pada ibu
I. Manifestasi klinis
Menurut Nugroho (2010) manifestasi klinis pada kehamilan lewat waktu adalah :
a. Keadaan klinis yang dapat ditemukan ialah gerakan janin jarang, yaitu secara subyektif
kurang dari 7 kali/20 menit atau secara obyektif dengan kardiotokografi kurang dari 10
kali /20 menit.
b. Pada bayi akan ditemukan tanda-tanda lewat waktu yang terbagi menjadi :
1) Stadium I : Kulit kehilangan verniks kaseosa dan terjadi maserasi sehingga kulit
kering, rapuh, dan mudah mengelupas.
2) Stadium II : Seperti stadium satu disertai mekonium (kehijauan) di kulit.
3) Stadium III : Seperti stadium satu disertai pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit
dan tali pusat.
J. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada kehamilan serotinus menurut Srillawati (2020):
1. Sitologi vagina (indeks kariopiknotik meningkat > 20% )
2. foto rontgen untuk melihat inti penulangan terutama pada os kuboid, proximal tibia
dan bagian distal fermur
3. USG (menilai jumlah dan kekeruhan air ketuban, derajat maturitas plasenta,
besarnya janin, keadaan janin)
4. Kardiotokografi menilai kesejahtraan janin dengan NST (reaktif atau tidak reaktif)
maupun CST (negatif atau positif),
5. Amnioskopi untuk menilai warna air ketuban,
6. Amniosintesis untuk pemeriksaan kadar lesitin-sfingomoelin.
K. Penatalksanaan klinis
Penatalaksanaan klinis menurut Nurhidayati dkk, (2019) :
1. Metode menunggu
Penanganan kehamilan serotinus dengan metode menunggu yaitu mengharapkan
proses persalinan spontan tanpa rangsangan dari luar. Harus dilakukan evaluasi
kesejahteraan janin dalam uterus dengan berbagai teknik yang adekuat sehingga dapat
segera diketahui mulai terjadinya gangguan janin dalam bentuk gawat janin. Gawat
janin merupakan indikasi untuk dilakukan terminasi secara induksi atau langsung
seksio sesarea.
2. Induksi persalinan
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum inpartu,
baik secara mekanik maupun medisinal, guna merangsang timbulnya kontraksi rahim
yang merupakan suatu upaya agar persalinan mulai berlangsung baik sebelum atau
sesudah umur kehamilan cukup bulan.Sebelum melakukan induksi hendaknya
lakukan terlebih dahulu pemeriksaan dalam guna memberikan kesan tentang keadaan
serviks, bagian terbawah janin dan panggul (skor bishop).Indikasi dari ibu meliputi
penyakit yang diderita, komplikasi kehamilan, serta kondisi fisik.
3. Seksio caesarea
Seksio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan
L. Komplikasi
Menurut Mulhaeriah dkk, (2018), kehamilan lewat waktu merupakan salah satu
kehamilan beresiko tinggi, yang dapat menyebabkan komplikasi pada ibu dan janin
seperti :
1. Partus lama
2. Robekan perineum infeksi
3. Perdarahan postpartum
4. Sedangkan pada janin bisa terjadi gawat janin, infeksi intrauterine dan aspirasi
mekonium
M. Pengkajian askep
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan
status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan, kekuatan dan
kebutuhan penderita yang dapat diperoleh melalui anamnesa pemeriksaan fisik,
pemerikasaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.
2. Biodata
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nama penanggung jawab, hubungan dengan klien,
pekerjaan penanggung jawab, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan
diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan utama di kumpulkan untuk menetapkan prioritas intervensi keperawatan
dan Mengambarkan kondisi kehamilan selama di rumah atau sebelum di lakukan
tindakan section caesarea, biasa pada klien oligohidromnion di temukan adanya
keluar lendir bercampur darah, keluarnya cairan ketuban pervagina secara sepontan
kemudian tidak di ikuti tanda tanda persalinan, sebelum melakukan operasi section
caesarea.
c. Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan klien saat di lakukan pengkajian pada klien post operasi section caesarea
di temukan adanya rasa nyeri pada luka operasi, pusing, mual dan muntah setelah
operasi.
d. Riwayat kesehatan dahulu
Pada riwayat kesehatan dahulu apakah klien pernah menderita penyakit yang
sama pada kehamilan sebelumnya, apakah sebelumnya klien pernah mengalami
penyakit CPD (Chepalo Pelvik Disproportion), pre eklamsi berat, ketuban pecah
dini, riwayat Section Caesarea, bayi kembar, faktor hambatan jalan lahir, dan
letak sungsang. Faktor predisposisi, Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas,
maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
e. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya tidak terdapat angota keluarga menderita
penyakit yang berkaitan dengan oligohidramnion, tetapi terdapat salah satu
anggota keluarga yang juga menderita penyakit keturunan seperti hipertensi,
diabetes militus, jantung dan penyakit menular seperti TBC.
f. Riwayat ginekologi dan menstruasi
1) Riwayat menstruasi Usia pertama kali haid, lamanya haid, siklus haid,
banyaknya darah, keluhan saat haid.
2) Riwayat perkawinan Usia saat menikah, dan pernikahan ke berapa bagi klien
dan suami 28 c. Riwayat keluarga berencana Jenis kontrasepsi yang di
gunakan sebelum hamil, waktu dan lama nya, rencana kontrasepsi yang akan
di gunakan.
g. Adaptasi psikososial
1) Fase taking in
Selama 1-2 hari pertama, dependensi sangat dominasi pada ibu dan ibu lebih
memfokuskan pada dirinya sendiri. Beberapa hari setelah melahirkan akan
menangguhkan keterlibatanya dalam tanggung jawab sebagai seorang ibu
dan ia lebih mempercayai kepada orang lain dan ibu akan lebih menigkatkan
kebutuhan akan nutrisi dan istirahat. Menunjukan kegembiraan yang sangat,
misalnya menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa
tidak kenyamanan.
2) Fase taking hold
Fase taking hold adalah: Ibu sudah menunjukan perluasan fokus perhatianya
yaitu dengan memperlihatkan bayinya, Ibu mulai tertarik melakukan
pemeliharaan pada bayinya, dan ibu mulai terbuka untuk menerima
pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya.
3) Fase letting go
Merupakan suatu kemajuan menuju peran baru, ketidak ketergantungan
dalam merawat diri dan bayinya lebih menigkat, dan mampu mengenal
bayinya terpisah dari dirinya.
h. Pola pola fungsi kesehatan
1) Pola Aktivitas
Pada pasien post section caesarea klien dapat melakukan aktivitas seperti
biasanya, tidak membutuhkan tenaga banyak, klien cepat lelah, pada klien
post operas section caesarea di dapatkan keterbatasan aktivitas karena
mengalami kelemahan dan Nyeri.
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada klien post operasi sectio caesarea biasanya terjadi penigkatan nafsu
makan karena dari keinginan untuk menyusui bayinya.
3) Pola Eliminasi
Pada klien post operasi sectio caesarea hari pertama klien terpasang kateter,
dan hari kedua biasanya klien sudah mobilsasi, klien dengan post operasi
sering terjadi konstipasi karena peristaltik usus belum bekerja secara optimal.
4) Istirahat dan tidur
Pada klien post section caesarea terjadi perubahan pola istirahat dan tidur
karena adanya kehadiran sang bayi dan nyeri pada luka post operasi di
abdomen.
5) Pola sensori dan kognitif
Pola sensori klien merasakan nyeri pada luka post operasi, dan nyeri perut
akibat involusi uteri, pada pola kognitif terjadinya kurang pengetahuan
merawat bayi, mobilisasi, dan proses penyembuhan luka.

6) Pola reproduksi
Terjadi disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat, karena adanya proses persalinan dan
masa nifas.
i. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
Bagaimana bentuk kepala, kebersihan kepala, kadang-kadang terdapat adanya
cloasma gravidarum, dan apakah ada benjolan.
2) Mata
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya di
temukan pada pemeriksaan mata, konjungtiva anemis, karena proses
persalinan yang mengalami perdarahan.
3) Leher
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
tidak di temukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, pembesaran kelenjar
limfe, dan pembesaran vena jugularis.
4) Telinga
Pada pasien post operasi Secto Caesarea indikas Oligohidramnion Biasanya
bentuk telingga simetris, bagaimana kebersihanya, tidak ditemukan cairan
yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan hari pertama klien menggunakan pernapasan cuping hidung.
6) Dada
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikas Oligohidramnion biasanya
ditemukan adanya pembesaran payudara, adanya hiper pigmentasi areola
mamae dan papila mamae, adanya pengeluaran ASI, payudara teraba padat
dan bengkak.
7) Abdomen
Pada klien Post Sectio caesarea di lakukan pemeriksaan inspeksi, auskultasi,
palpasi, dan perkusi, biasanya pada saat inspeksi adanya bekas luka operasi,
warna kulit sekitar luka memerah atau sama dengan warna kulit lain, pada
auskultasi pada hari ke3 biasanya bising usus sudah mulai terdengar, pada
palpasi, biasanya perut teraba keras di sekitar atas simpisis pubis.pada perkusi
biasanya tympani.
8) Genitalia
Biasanya pada klien post operasi Section Caesarea, Mengeluarkan darah
campur lendir dan mengeluarkan lochea
9) Ekstermitas
Pada pasien post operasi Sectio Caesarea indikasi Oligohidramnion adanya
kelainan kelainan karena membesarnya uterus, karenan preeklamsia atau
karena penyakit jantung atau ginjal.
10) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post operasi Section Caesarea tekanan darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun
N. Analisa data

No Data Etiologi Masalah


keperawatan
1 Data mayor Section caesarea Nyeri akut
Subjektif :
- Mengeluh nyeri Insisi
Objektif :
- Tampak meringis Luka
- Bersikap protektif (mis,
waspada, posisi Nyeri akut
menghindari nyeri)
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat
- Sulit tidur
Data minor
Subjektif : -
Objektif :
- Tekanan darah meningkat
- Pola napas berubah
- Nafsu makan berubah
- Proses berpikir terganggu
- Menarik diri
- Berfokus pada diri sendiri
- Diaphoresis
2 Data mayor Section caesarea Risiko gangguan
Subjektif : - integritas kulit
Objektif : - Insisi
Data minor
Subjektif: - Luka
Objektif : -
Risiko gangguan integritas
kulit
3 Data mayor Sectio caesarea Konstipasi
Subjektif:
- Defekasi kurang dari 2 kali Anastesi
- Pengeluaran feses lama dan
sulit Saluran cerna
Objektif :
- Feses keras Penurunan peristaltic usus
- Peristaltik menurun
Data minor Kosntipasi
Subjektif :
- Mengejan saat defekasi
Objektif :
- Distensi abdomen
- Kelemahan umum
- Teraba massa pada rektal
4 Data mayor Section caesarea Risiko infeksi
Subjektif: -
Objektif : - Insisi
Data minor
Subjektif: - Luka
Objektif : -
Risiko infeksi

O. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul :
1. Nyeri akut
2. Konstipasi
3. Risiko infeksi
4. Risiko gangguan integritas kulit
P. Rencana asuhan keperawatan

No SDKI SLKI SIKI


1 Nyeri akut (D.0077) setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen nyeri (I.08238)
selama..x/24jam diaharapkan tingkat nyeri Tindakan
akut klien menurun dengan kriteria hasil: Observasi :
Tingkat Nyeri (L.08066) 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1. Kemampuan menuntaskan aktivitas frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
meningkat 2. Identifikasi skala nyeri
2. Keluhan nyeri menurun 3. Identifikasi nyeri non verbal
3. Gelisah menurun Terapeutik :
4. Kesulitan tidur menurun 1. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
5. Frekuensi nadi membaik mengurangi rasa nyeri (mis, TENS, hypnosis,
6. Pola napas membaik akupuntur, terapi music, biofeedback, terapi
7. Tekanan darah membaik pijat, aromaterapi, tekhnik imajinasi terbimbing,
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan).
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2 Konstipasi (D.0049) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Manajemen eleminasi fekal (I.04151)
selama…x/24jam diharapkan pengeluaran Tindakan
feses mudah dan konsistensi dengan kriteria Observasi
hasil : 1. Identifikasi masalah usus dan penggunaan obat
Eliminasi fekal (L.04033) pencahar
1. Kontrol pengeluaran feses meningkat 2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada
2. Keluhan defekasi lama dan sulit menurun kondisi gastrointestinal
3. Mengejan saat defekasi menurun 3. Monitor buang air besar (mis, warna, frekuensi,
4. Distensi abdomen menurun konsistensi, volume)
5. Konsistensi feses membaik Terapeutik
6. Frekuensi defekasi membaik 1. Berikan air hangat setelah makan
7. Peristaltik usus membaik 2. Jadwalkan waktu defekasi Bersama pasien
3. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi
1. Jelaskan jenis makanan yang membantu
meningkatkan keteraturan peristaltik usus
2. Anjurkan mencatat warna, frekuensi,
konsistensi, volume feses
3 Risiko infeksi (D.0142) Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan infeksi (I.14539)
selama…x/24jam diharapkan tingkat infeksi Tindakan
menurun dengan kriteria hasil: Observasi :
Tingkat Infeksi (L.14137) 1. Monitot tanda dan gejala infeksi local dan
1. Demam menurun sistemik
2. Kemerahan menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
5. Cairan berbau busuk menurun 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
6. Kadar sel darah putih membaik pasien dan lingkungan pasien
7. Kultur darah membaik 4. Pertahankan tekhnik aseptic pada pasien
8. Kultur sel darah putih membaik beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka
operasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan keperawatan Perawatan integritas kulit (I.11353)
kulit/jaringan (D.0129 selama…x/24jam diharapkan keutuhan kulit Tindakan
dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil: Observasi :
Integritas kulit dan jaringan (L.14125) 1. Identifikasi penyebab gangguan integritas kulit
1. Hidrasi meningkat (mis, perubahan sirkulasi, perubahan status
2. Perfusi jaringan meningkat nutrisi, penurunan kelmbaban, suhu lingkungan
3. Kerusakan jaringan menurun eksterm, penurunan mobilitas)
4. Kerusakan lapisan kulit Terapeutik
5. Nyeri menurun 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
6. Perdarahan menurun 2. Lakukan pemijatan pada area penonjolan tulang,
7. Kemerahan menurun jika perlu
8. Suhu kulit membaik 3. Bersihkan perineal dengan air hangat, terutama
9. Sensasi membaik selama periode diare
10. Tekstur membaik 4. Hindari produk berbahan dasar alcohol pada
kulit kering
Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab (mis, lotion,
serum)
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
Daftar pustaka
Bahiyatun, 2009. Buku Ajar Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.

Janiwarty, B dan Pieter, H. Z, 2013. Pendidikan Psikologi untuk Bidan Suatu Teori dan

Terapanya, Yogyakarta: Rapha Publihing.

Machmudah, 2015. Gangguan pada ibu postpartum: postpartum blues. Jurnal

keperawatan maternitas. Fakultas Ilmu Keperawatan Dan Kesehatan Universitas

Muhammadiyah Semarang.

Mulhaeriah, Yati Afiyanti, Imami Nur Rachmawati, 2018. Application of Nursing Theory

of “Need For Help” and “Unpleasant Symptoms” on Terminated-Postterm Pregnancy:

A Case Study. Indonesian Contempory Nursing Journal.

Nugroho, T, 2010. Buku Ajar Obstetri. Yogyakarta : Nuha Medika

Sri Ilawati, 2020. Pengetahua ibu tentang resiko kehailan serotinus diklinik nurhayati

bandar khalipa deli Serdang. Jurnal Stindo Profesional.

Sri Wahyuningsih, 2019. Buku Ajar Asuhan Keperwatan Postpartum Dilengkapi dengan

Panduan Persiapan Praktikum Mahasiswa Keperawatan.

Tri Nurhidayati, Budi Astyandini, Sri Setiasih, 2019. Identifikasi penanganan kehamilan

serotinus di RSUD DR. H Soewondo Kendal. Midwifery Care Journal. UPP Kampus

Kendal Poltekkes Kemenkes Semarang.

Anda mungkin juga menyukai