Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN

DIAGNOSA POST PARTUM SC a/i LETAK LINTANG DI RUANG DAHLIA RSUD


CIAMIS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Maternitas


Program Profesi Ners

DISUSUN OLEH :
Risma Rismaya
1490122025

PROGRAM PROFESI NERS STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS GALUH
TAHUN AKADEMIK
2023
A. KONSEP DASAR NIFAS
1. DEFINISI
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. (Muchtar, 1998 : 115).
Periode post partum (puerperium) adalah jangka waktu 6 minggu, yang dimulai setelah
kelahiran bayi sampai pemulihan kembali organ-organ reproduksi seperti sebelum kehamilan.
(Bobak, 2000 : 716).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira
6 minggu. (Hanifa, 1999 : 237).
Post partum adalah masa setelah melahirkan dimana masa ini meliputi beberapa minggu pada
waktu saluran reproduksi kembali ke keadaan sebelum hamil yang normal. (Cuningham,
1995 : 281).
Pengertian yang dikemukakan oleh para ahli tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa :
“Masa nifas disebut juga post partum atau puerperium, adalah masa penyembuhan dan
pulihnya kembali alat-alat reproduksi sejak selesai melahirkan sampai pada keadaan normal,
seperti sebelum hamil, lamanya kira-kira 6 minggu.
2. PERIODE NIFAS
1) Periode Immediate post partum : terjadi dalam 24 jam pertama setelah melahirkan.
2) Periode Early post partum : terjadi setelah 24 jam post partum sampai akhir minggu
pertama sesudah melahirkan, dimana resiko sering terjadi pada ibu post partum,
hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara drastic.
3) Periode late post partum : terjadi mulai minggu kedua sampai minggu keenam
sesudah melahirkan, dan terjadi perubahan secara bertahap.
3. ADAPTASI FISIOLOGIS POST PARTUM
Akhir dari persalinan, hampir seluruh sistem tubuh mengalami perubahan secara
progresif. Semua perubahan pada ibu post partum perlu dimonitor oleh perawat, untuk
menghindari terjadinya komplikasi.
Perubahan-perubahan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Sistem Respirasi
Penggunaan obat-obat anesthesia umum selama proses pembedahan
menyebabkan perubahan kecepatan frekuensi, kedalaman dan pola respirasi. Setelah
operasi mungkin terjadi penumpukan secret pada jalan nafas yang menyebabkan
perubahan pola nafas, juga suara tambahan berupa rales. Hal ini tidak ditemukan pada
anesthesia spinal. Sedangkan peningkatan respirasi mungkin terjadi sebagai respon
klien terhadap adanya nyeri.
2) Sistem Cardiovaskuler
Selama masa kehamilan dan persalinan sistem cardiovaskuler banyak mengalami
perubahan antara lain :
a) Cardiak Output
Penurunan cardiac output menyebabkan bradikardi (50-70x/menit) pada hari
pertama setelah persalinan. Bila frekuensi denyut nadi cepat mengindikasikan
adanya perdarahan, kecemasan, kelelahan, infeksi penyakit jantung, dapat terjadi
hipotensi orthostatik dengan penurunan tekanan systolic kurang lebih 20 mmHg
yang merupakan kompensasi pertahanan tubuh untuk menurunkan resistensi
vaskuler sebagai akibat peningkatan tekanan vena. Biasanya ini terjadi beberapa
saat setelah persalinan, dan saat pertama kali melakukan mobilisasi (ambulasi).
Bila terjadi penurunan secara drastic merupakan indikasi terjadinya perdarahan
uteri.
b) Volume dan Konsentrasi Darah
Pada 72 jam pertama setelah persalinan banyak kehilangan plasma dari pada
sel darah. Selama persalinan erithropoesis meningkat menyebabkan kadar
hemoglobin menurun dan nilainya akan kembali stabil pada hari keempat post
partum. Jumlah leukosit meningkat pada early post partum hingga nilainya
mencapai 30.000/mm3 tanpa adanya infeksi. Apabila peningkatan lebih dari 30 %
dalam 6 jam pertama, maka hal ini mengindikasikan adanya infeksi.
Jumlah darah yang hilang selam persalinan sekitar 400-500 ml. Pada klien
post partum dengan seksio sesarea kehilangan darah biasanya lebih banyak
dibanding persalinan normal (600-800 cc).
3) Sistem Gastrointestinal
Pada klien dengan post partum seksio sesarea biasanya mengalami penurunan
tonus otot dan motilitas traktus gastrointestinal dalam beberapa waktu. Pemulihan
kontraksi dan motilitas otot tergantung atau dipengaruhi oleh penggunaan analgetik
dan anesthesia yang digunakan, serta mobilitas klien. Sehingga berpengaruh pada
pengosongan usus. Secara spontan mungkin terhambat hingga 2-3 hari. Selain itu
klien akan merasa pahit pada mulut karena dipuasakan atau merasa mual karena
pengaruh anesthesia umum. Sebagai akibatnya klien akan mengalami gangguan
pemenuhan asupan nutrisi serta gangguan eliminasi BAB. Klien dengan spinal
anesthesia tidak perlu puasa sebelumnya.
4) Sistem Reproduksi
a) Payudara
Setelah persalinan behubung lepasnya plasenta dan berkurangnya fungsi
korpus luteum, maka estrogen dan progesterone berkurang, prolaktin akan
meningkat dalam darah yang merangsang sel-sel acini untuk memproduksi ASI.
Keadaan payudara pada dua hari pertama post partum sama dengan keadaan
dalam masa kehamilan. Pada hari ketiga dan keempat buah dada membesar, keras
dan nyeri ditandai dengan sekresi air susu sehingga akan terjadi proses laktasi.
Laktasi merupakan suatu masa dimana terjadi perubahan pada payudara ibu,
sehingga mampu memproduksi ASI dan merupakan suatu interaksi yang sangat
kompleks antara rangsangan mekanik, saraf dan berbagai macam hormon
sehingga ASI dapat keluar.
b) Involusi Uterus
Segera setelah plasenta lahir, uterus mengalami kontraksi dan retraksi ototnya
akan menjadi keras sehingga dapat menutup/menjepit pembuluh darah besar yang
bermuara pada bekas inplantasi plasenta. Proses involusi uterus terjadi secara
progressive dan teratur yaitu 1-2 cm setiap hari dari 24 jam pertama post partum
sampai akhir minggu pertama saat tinggi fundus sejajar dengan tulang pubis. Pada
minggu keenam uterus kembali normal seperti keadaan sebelum hamil kurang
lebih 50-60 gram. Pada seksio sesarea fundus uterus dapat diraba pada pinggir
perut. Rasa tidak nyaman karena kontraksi uterus bertambah dengan rasa nyeri
akibat luka sayat pada uterus terjadi setelah klien sadar dari narkose dari 24 jam
post operasi.
c) Endometrium
Dalam dua hari post partum desidua yang tertinggal dan berdiferensiasi
menjadi 2 lapisan, lapisan superficial menjadi nekrotik dan terkelupas bersama
lochea. Sedangkan lapisan basah yang bersebelahan dengan miometrium yang
berisi kelenjar tetap utuh dan merupakan sumber pembentukan endometrium baru.
Proses regenerasi endometrium berlangsung cepat. Seluruhnya endometrium pulih
kembali dalam minggu kedua dan ketiga.
d) Cerviks, Vagina, Vulva, Perineum
Pada persalinan dengan seksio sesarea tidak terdapat peregangan pada serviks
dan vagina kecuali bila sebelumnya dilakukan partus percobaan serviks akan
mengalami peregangan dan kembali normal sama seperti post partum normal.
Pada klien dengan seksio sesarea keadaan perineum utuh tanpa luka.
e) Lochea
Lochea adalah secret yang berasal dari dalam rahim terutama luka bekas
inplantasi plasenta yang keluar melalui vagina. Lochea merupakan pembersihan
uterus setelah melahirkan yang secara mikroskopik terdiri dari eritrosit, kelupasan
desidua, sel-sel epitel dan bakteri yang dikeluarkan pada awal masa nifas. Lochea
dibagi berdasarkan warna dan kandungannya yaitu:
 Lochea Rubra
Keluar pada hari pertama sampai hari ketiga post partum. Warna merah terdiri
dari darah, sel-sel desidua, vernik caseosa, rambut lanugo, sisa mekonium dan
sisa-sisa selaput ketuban.
 Lochea Serosa
Mengandung sel darah tua, serum, leukosit dan sisa-sisa jaringan dengan
warna kuning kecoklatan, berlangsung hari keempat dan kesembilan post
partum.
 Lochea Alba
Berwarna putih kekuningan, tidak mengandung darah, berisi sel leukosit, sel-
sel epitel dan mukosa serviks. Dimulai pada hari ke-10 sampai minggu ke 2-6
post partum (Cuningham, 195 : 288).
Perdarahan lochea menunjukan keadaan normal. Jika pengeluaran lochea
berkepanjangan, pengeluaran lochea tertahan, lochea yang prulenta (nanah), aras nyeri
yang berlebihan, terdapat sisa plasenta yang merupakan sumber perdarahan dan
terjadi infeksi intra uterin.
5) Sistem Endokrin
Kaji kelenjar tiroid, adakah pembesaran pada kelenjar tiroid, pembengkakan
kelenjar getah bening dan kaji .juga pengeluaran ASI dan kontraksi uterus.
6) Sistem Perkemihan
Pada klien seksio sesarea terutama pada kandung kemih dapat terjadi karena
letak blass berdempetan dengan uterus, sehingga pengosongan kandung kemih mutlak
dilakukan dan biasanya dipasang folly kateter selama pembedahan sampai 2 hari post
operasi. Dengan demikian kmungkinan dapat terjadi gangguan pola eliminasi BAK,
sehingga klien perlu dilakukan bldder training. Kaji warna urine yang keluar,
jumlahnya dan baunya.
7) Sistem Persarafan
Sistem persarafan pada klien post partum biasanya tidak mengalami gangguan
kecuali ada komplikasi akibat dari pemberian anesthesia spinal atau penusukan pada
anesthesi epidural dapat menimbulkan komplikasi penurunan sensasi pada ekstremitas
bawah. Klien dengan spinal anesthesia perlu tidur flat selama 24 jam pertama.
Kesadaran biasanya
8) Sistem Integumen
Cloasma/hyperpigmentasi kehamilan sering hilang setelah persalinan akibat
dari penurunan hormon progesterone dan melanotropin, namun pada beberapa wanita
ada yang tidak menghilang secara keseluruhan, kadang ada yang hyperpigmentasi
yang menetap. Pertumbuhan rambut yang berlebihan terlihat selama kehamilan
seringkali menghilang setelah persalinan, sebagai akibat dari penurunan hormon
progesterone yang mempengaruhi folikel rambut sehingga rambut tampak rontok.
9) Sistem Muskuloskletal
Selama kehamilan otot abdomen teregang secara bertahap, hal ini
menyebabkan hilangnya kekenyalan otot pada masa post partum, terutama
menurunnya tonus otot dinding dan adanya diastasis rektus abdominalis. Pada dinding
abdomen sering tampak lembek dan kendur dan terdapat luka/insisi bekas operasi,
secara berangsur akan kembali pulih, selain itu sensasi ekstremitas bawah dapat
berkurang selama 24 jam pertama setelah persalinan, pada klien post partum dengan
seksio sesaria, hal ini terjadi bila dilakukan regio anestesi dapat terjadi pula penurunan
kekuatan otot yang disebabkan oleh peregangan otot.
4. ADAPTASI PSIKOLOGIS ORANGTUA
Ketika kelahiran telah dekat, klien mengalami kegembiraan dengan kelahiran bayi.
Perasaan emosi yang tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran bayi, terjadi
perubahan psikologis yang cukup kompleks. Kondisi psikologis ibu dipengaruhi pula oleh
respon anggota keluarga terhadap kelahiran bayi, sehingga seluruh keluarga, perlu
mempersiapkan diri secara psikologis dalam menerima kehadiran anggota keluarga baru.
Beberapa adaptasi psikologis anatara lain :
1) Adaptasi parental
Proses menjadi orangtua terjadi sejak masa konsepsi. Selama periode prenatal, ibu
merupakan bagian pertama yang memberikan lingkungan untuk berkembang dan
tumbuh sebelum anak lahir. Proses menjadi orangtua tidak mudah dan sering
menimbulkan konflik dan krisis komunikasi karena ketergantungan penuh bayi pada
orangtua. Untuk menjadi orangtua diperlukan komponen yaitu :
 kemampuan kognitif dan motorik, merupakan komponen pertama dari respon
menjadi orangtua dalam perawatan bayi.
 Kemampuan kognitif dan afektif merupakan komponen psikologis dalam
perawatan bayi. Perasaan keibuan, kebapakan, dan pengalaman awal menjadi
orangtua.
2) Fase maternal
Tiga fase yang terjadi pada ibu post partum yang disebut “Rubin Maternal Phases”
yaitu:
 Taking in (periode ketergantungan)
Fase ini terjadi antara satu sampai tiga hari setelah persalinan dimana ibu berfokus
pada diri sendiri, bersikap pasif dan tergantungan secara emosional ibu berusaha
untuk mengintegrasikan pengalaman persalinan dalam kehidupannya.
 Taking hold (fase transisi antara ketergantungan dan kemandirian)
Terjadi antara ketiga sampai kesepuluh hari setelah persalinan dalam fasi ini
secara bertahap tenaga ibu pulih kembali, ibu merasa lebih nyaman, focus
perhatian mulai beralih pada bayi, ibu sangat antusias dalam merawat bayinya,
mulai mandiri dalam perawatan diri, terbuka pada pengajaran perawatan, saat
yang tepat untuk memberi informasi tentang perawatan bayi dan diri sendiri.
 Letting go (fase mampu sendiri)
Fase ini antara dua sampai empat minggu setelah persalinan dimana ibu mulai
menerima peran barunya yaitu sebagai ibu dari bayi yang baru lahir. Ibu melepas
bayangan persalinan dengan harapan yang tidak terpenuhi serta mapu menerima
kenyataan.

3) Bounding attachment (perasaan kasih sayang yang meningkat)


Bounding merupakan suatu hubungan yang berawal dari saling mengikat diantara
orangtua termasuk orangtua dan anak, ketika pertama kali bertemu. Attachment
adalah suatu perasaan ksih sayang yang meningkat satu sama lain setiap waktu dan
bersifat unik dan memerlukan kesabaran ( Bobak, 2000 : 746).
Hubungan antara ibu dengan bayinya harus dibina setiap saat untuk memperat rasa
kekeluargaan. Kontak dini antara ibu, ayah danbayi disebut bounding attachment
melalui touch/sentuhan, kontak mata, dan aroma.
4) Adaptasi ayah
Kemampuan ayah dalam beradaptasi dengna kelahiran bayi dipengaruhi oleh
keterlibatan ayah selama kehamilan, partisipasi saat persalinan, struktur keluarga,
identifikasi jenis kelamin, tingkat kemampuan dalam penampilan dan latar belakang
cultural
5) Adaptasi sibling
Biasanya kelahiran adik atau bayi dapat menjadi suatu perubahan pada sibling atau
saudara, anak pertama le bih ingin mempertahankan dirinya lebih tinggi dari adik
barunya.

B. KONSEP DASAR LETAK LINTANG


1. PENGERTIAN LETAK LINTANG
Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkan
kepala berada pada sumbu normal dengan tulang belakang. Bahu pada umumnya akan
berada pada sumbu miring (oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibu
mengedan akan menyebabkan bahu depan (anterior) berada di bawah pubis. Bila bahu
gagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan sumbu miring panggul dan
tetap berada pada posisi anteroposterior, pada bayi besar akan terjadi benturan bahu
depan terhadap simfisis yang sering disebut dengan distosia bahu (Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah apabila sumbu janin melintang dan bisaanya bahu
merupakan bagian terendah janin(Sarwono, 2002).
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus
dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada sisi yang lain. Pada
umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi daripada kepala janin, sedangkan bahu
berada pada pintu atas panggul. Punggung janin dapat berada di depan
(dorsoanterior), di belakang( dorsoposterior), di atas
(dorsosuperior), di bawah (dorsoinferior), (Sarwono, 2005).
Jenis-jenis letak lintang dapat dibedakan menurut beberapa macam, yaitu;
1) Menurut letak kepala terbagi atas;
a. LLi I : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kiri.
b. LLi II : Apabila posisi kepala janin berada pada sebelah kanan.
2) Menurut posisi punggung terbagi atas;
a. Dorso anterior : Apabila posisi punggung janin berada di depan.
b. Dorso posterior : Apabila posisi punggung janin berada di belakang.
c. Dorso superior : Apabila posisi punggung janin berada di atas.
d. Dorso inferior : Apabila posisi punggung janin berada di bawah.
2. ETIOLOGI
Penyebab utama letak lintang adalah relaksasi berlebihan dinding abdomen
akibat multiparitas yang tinggi, bayi prematur, bayi dengan hidrosefalus,bayi yang
terlalu kecil atau sudah mati, plasenta previa, uterus abnormal, panggul sempit,
hidramnion, kehamilan kembar, dan lumbal scoliosis. Keadaan-keadaan lain yang
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya tumor
di daerah panggul dapat pula mengakibatkan terjadinya letak lintang tersebut. Distosia
bahu juga disebabkan oleh kegagalan bahu untuk melipat ke dalam panggul.
Insiden letak lintang naik dengan bertambahnya paritas. Pada wanita dengan paritas
empat atau lebih, insiden letak lintang hampir sepuluh kali lipat dibanding wanita
nullipara.
3. PATOFISIOLOGI
Relaksasi dinding abdomen pada perut yang menggantung menyebabkan
uterus beralih ke depan, sehingga menimbulkan defleksi sumbu memanjang bayi
menjauhi sumbu jalan lahir, menyebabkan terjadinya posisi obliq atau melintang.
Dalam persalinan terjadi dari posisi logitudinal semula dengan berpindahnya kepala
atau bokong ke salah satu fosa iliaka Diagnosis letak lintang (Harry Oxorn William R.
Forte. 2010)
4. PATHWAY

KELAINAN LETAK
LINTANG
ETIOLOGI PATOFISIOLOGI
 Multiparitas Relaksasi dinding abdomen pada
 Panggul sempit perut yang menggantung
 Kehamilan premature menyebabkan uterus beralih ke
 Kehamilan kembar depan, sehingga menimbulkan
 Plasenta previa defleksi sumbu memanjang bayi
 Kelainan bentuk rahim menjauhi sumbu jalan lahir

Penanganan letak lintang dalam persalinan

Belum kasep Kasep

Selaput Ketuban (+) Selaput Ketuban (-) Janin mati Janin hidup

Pembukaan Seksio Sesaria Embriotomi Seksio Sesarea

< 4cm > 4cm

Syarat Versi Luar


 Usia Kehamilan 36-38 minggu Janin mati Janin hidup
 Pembukaan < 4 cm
 Bagian terendah masuk atau Tunggu pembukaan
masih dapat dikeluarkan dari lengkap Primi
PAP Multi
 Bayi masih dapat lahir
pervaginam Embriotomi
Riwayat Obstetri

VL
Baik Jelek
Berhasil Tidak Berhasil

Percobaan persalinan Seksio Sesaria


vaginal

Tunggu Lengkap

VE

Seksio sesaria
5. MANIFESTASI KLINIS
1) Dengan inspeksi biasanya abdomen melebar kesamping dan fundus uteri
membentang sedikit diatas umbilikus.
2) Ukuran tinggi fundus uterus lebih rendah tidak sesuai dengan umur kehamilan.
3) Pada palpasi :
a. Leopold 1 tidak ditemukan bagian bayi di daerah fundus uteri
b. Leopold 2 balotemen kepala teraba pada salah satu fosa iliaka dan bokong
pada fosa iliaka yang lain.
c. Leopold 3 & 4 memberikan hasil negative
4) Punggung mudah diketahui dengan palpasi, pada punggung anterior suatu dataran
keras terletak melintang dibagian depan perut ibu. Pada punggung posterior
bagian kecil dapat ditemukan pada tempat yang sama.
5) Bunyi jantung janin terdengar di di sekitar umbilicus
6. PENATALAKSANAAN
1) Sewaktu Hamil
Usahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat membahayakan
janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan memutar kembali. Untuk
mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan untuk menggunakan korset, dan
dilakukan pemeriksaan antenatal ulangan untuk menilai letak janin
2) Sewaktu Partus
Pada permulaan persalinan masih diusahakan mengubah letak lintang janin
menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang dari 4 cm dan
ketuban belum pecah atau utuh, umur kehamilan 36 sampai 38 minggu, bagian
terendah belum masuk atau masih dapat dikeluarkan dari PAP, dan bayi dapat
lahir pervagina. Pada seseorang primigravida bila versi luar tidak berhasil,
sebaiknya segera dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan –
pertimbangan sebagai berikut : bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks
dengan baik, sehingga pada seorang primgravida kala I menjadi lama dan
pembukaan serviks sukar menjadi lengkap, tidak ada bagian janin yang menahan
tekanan intra – uteri pada waktu his, maka lebih sering terjadi pecah ketuban
sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan terjadinya
prolapsus funikuli, dan pada primigravida versi ekstraksi sukar dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung kepada beberapa
faktor. Apabila riwayat obstetrik wanita yang bersangkutan baik, tidak didapatkan
kesempitan panggul, dan janin tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan di awasi
sampai pembukaan serviks lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstraksi.
Selama menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan melarang wanita
tersebut bangun dan meneran. Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap
dan terdapat prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesarea. Jika ketuban
pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat
ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstraksi atau
mengakhiri persalinan dengan seksio sesarea. Dalam hal ini persalinan dapat diawasi
untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan berlangsung dengan
lancer atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada kehamilan kembar apabila
setelah bayi pertama lahir, ditemukan bayi kedua berada dalam letak lintang. Pada
letak lintang kasep, versi ekstraksi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila
janin masih hidup, hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan
pada janin yang sudah mati dilahirkan per vaginam dengan dekapitasi atau
embriotomi.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1) Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)
Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan
kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau lebih.
2) Pemeriksaan dalam (VT)
Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;
 Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
 Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
 Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan
klavikula.
 Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.

C. KONSEP DASAR SEKSIO SESARIA


1. PENGERTIAN
Seksio sesaria adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) (Cunningam, 2008 : 511).
Seksio sesaria adalah persalinan melalui sayatan pada dinding abdomen dan
uterus yang masih utuh dengan berat janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari
28 minggu. (Ida Bagus Gde Manuaba, 2010 : 229)
Seksio sesaria adalh pembedahan untuk melhirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono Prawiroharjo , 2008 : 863)
Pengertian yang dikemukakan para ahli tersebut diatas, dapat disimpulkan
bahwa “ Seksio sesaria adalah suatu cara persalinan melalui sayatan pada dinding
abdomen (laparatomi) dan dinding uterus (histerotomi) yang masih utuh dengan berat
janin > 1000 gram atau umr kehamilan lebih dari 28 minggu.
2. INDIKASI DILAKUKAN SEKSIO SESARIA
Tindakan seksio sesaria dilakukan bilamana diyakini bahwa penundaan perslinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi ibu, janin atau keduanya.
Sedangkan persalinan per vaginam tidak mungkin dilakukan dengan aman.
Beberapa alasan/indikadi untuk dilakukan seksio sesaria yaitu :
1) Indikasi ibu
a) Cepalo pelvic disproportion / disproporsi kepala panggul yaitu apabila bayi
terlalu besar atau pintu atas panggul terlalu kecil sehingga tidak dapat
melewati jalan lahir dengan aman, sehingga membawa dampak serius bagi ibu
dan janin.
b) Plasenta previa yaitu plasenta melekat pada ujung bawah uterus sehingga
menutupi serviks sebagian atau seluruhnya, sehingga ketika serviks membuka
selama persalinan ibu dapat kehilangan banyak darah, hal ini sangat berbahaya
bagi ibu maupun janin.
c) Tumor pelvis (obstruksi jalan lahir), dapat menghalangi jalan lahir akibatnya
bayi tidak dapat dikeluarkan lewat vagina.
d) Kelainan tenaga atau kelainan his, misalnya pada ibu anemia sehingga kurang
kekuatan/tenaga ibu untuk mengedan dapat menjadi rintangan pada persalinan,
sehingga persalinan mengalami hambatan/kemacetan.
e) Ruptura uteri imminent (mengancam) yaitu adanya ancaman akan terjadi
ruptur uteri bila persalinan dilakukan dengan persalinan spontan.
f) Kegagalan persalinan: persalinan tidak maju dan tidak ada pembukaan,
disebabkan serviks yang kaku, seringterjadi pada ibu primi tua atau jarak
persalian yang lama(lebih dari delapan tahun)
2) Indikasi janin
a) Janin besar yaitu bila berat badan bayi lebih dari 4000 gram, sehingga sulit
melahirkannya
b) Kelainan gerak, presentasi atau posisi ideal persalinan pervaginam adalah
dengan kepala ke bawah/ sefalik
c) Gawat janin, janin kelelahan dan tidak ada kemajuan dalam persalinan
d) Hidrocepalus dimana terjadi penimbunan cairan serebrospinalis dalam
ventrikel otak sehingga kepala menjadi lebih besar serta terjadi peleberan
sutura-sutura dan ubun-ubun, kepalka terlalu besar sehingga tidak dapat
berakomodasi dengan jalan lahir.
Pertimbangan lain yaitu ibu dengan resiko tinggi persalinan, apabila
telah mengalami seksio sesaria atau menjalani operasi kandungan sebelumnya
“Ruptura uteri bisa terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi
seperti seksio sesaria klasik, miomektomi (Muhtar, 2010 :289)” misalnya ibu
dengan riwayat mioma sehingga dilakukan miomektomi, sebaiknya persalinan
berikutnya dengan seksio sesaria untuk menghindari terjadinya ruptura uteri
saat kontraksi uterus pada peresalinan spontan.
3. JENIS-JENIS OPERASI SEKSIO SESARIA
1) Seksio sesaria klasik atau korporal yaitu insisi memanjang pada segmen atas
uterus.
2) Seksio sesaria transperitonealis profunda yaitu insisi pada segmen bawah uterus.
Teknik ini paling sering dilakukan.
3) Seksio sesaria ekstra peritonealis : rongga peritoneum tidak dibuka, dulu
dilakukan pada pasien dengan infeksi intra uterin yang berat. Sekarang jarang
dilakukan.
4) Seksio sesaria histerektomy : setelah seksio sesaria dilakukan histerektomy
dengan indikasi atonia uteri, plasenta previa, mioma uteri, infeksi intra uterin yang
berat.
4. KONTRA INDIKASI
1) Janin mati
2) Syok, akibat anemia berat yang belum diatasi
3) Kelainan congenital berat
5. KOMPLIKASI YANG SERING MUNCUL PADA TINDAKAN SEKSIO
SESARIA
1) Pada Ibu
a. Infeksi puerperalis/nifas bisa terjadi dari infeksi ringan yaitu kenaikan suhu
beberapa hari saja, sedang yaitu kenikan suhu lebih tinggi disertai dehidrasi
dan perut sedikit kembung, berat yaitu dengan peritonitis dan ileus paralitik.
b. Perdarah akibat atonia uteri atau banyak pembuluh darah yang terputus dan
terluka pada saat operasi.
c. Trauma kandung kemih akibat kandung kemih yang terpotong saat melakukan
seksio sesaria.
d. Resiko ruptura uteri pada kehamilan berikutnya karena jika pernah mengalami
pembedahan pada dinding rahim insisi yang dibuat menciptakan garis
kelemahan yang sangat beresiko untuk ruptur pada persalinan berikutnya.
e. Endometritis yaitu infeksi atau peradangan pada endometrium.
2) Pada Bayi
a. Hipoxia
b. Depresi pernapsan
c. Sindrom gawat pernapasaN
d. Trauma persalinan

6. PATHWAY
Indikasi Letak Lintang

Cefalo Pelvic Disproporsi

Sectio Sesaria

Post Operasi SC

Post Anastesi Spinal Luka Post Operasi Nifas

Penurunan Jaringan Jaringan Uterus


Penurunan terputus terbuka
saraf
saraf
ekstremitas
otonom
bawah Merangsa Proteksi Tidak
Adekuat
ng area kurang adekuat
sensorik
Penurunan saraf motorik
Kelumpu Pengelup
vegetatif Invasi Atonia
han asan
bakteri uretri
desidua
Penurunan Nyeri
Kurang Imobilitas peristaltik
Resti Perdarah
pengetahu usus
infeksi Lochea
an an
mengenai G3 Perdarahan
keadaanya Mobilitas Resiko
fisik Konstipasi Hipovole Anemia
Hilangnya
cairan dalam mik
Cemas tubuh
Hb02
Kekura menurunme
Penurunan ngan nurun

sirkulasi tubuh/ volume


cairan Metabolis
inadekuat
me
anaerob
Suplai 02
dalam tubuh Asam
menurun laktat
meningkat
Respon pada
hipofisis/
Suplai 02 ke Kelelahan
termoregulasi
jaringan menurun

Suhu tubuh Intoleransi


Nekrose
menurun aktifitas

Hipotermi
7. PERAWATAN SETELAH OPERASI
Tindakan seksio sesaria tetap menghadapkan ibu pada trias komplikasi, sehingga
memerlukan observasi dengan tujuan agar dapat mendeteksi kejadiannya lebih dini.
Observasi trias komplikasi meliputi :
1) Kesadaran penderita
a. Pada anestesi lumbal
Kesadaran penderita baik oleh karenanya ibu dapat mengetahui hampir semua
proses persalinan
b. Pada anestesi umum
Pulihnya kesadaran oleh ahli telah diatur, dengan memberiokan o2 menjelang
akhir operasi.
2) Mengukur dan memeriksa tanda-tanda vital
a. pengukuran :
- tensi, nadi, temperatur dan pernapasan
- keseimbangan cairan melalui produksi urine, dengan perhitungan :
 produksi urine normal 500-600 cc
 pernapasan 500-600 cc
 penguapan badan 900-1000 cc
- pemberian cairan pengganti sekitar 2000-2500 cc dengan perhitungan 20
tetes/menit (= 1 cc/menit)
- infus setelah operasi sekitar 2x24 jam
b. Pemeriksaan
- Paru-paru :
 bersihan jalan napas
 ronchi basal, untuk mengetahui adanya edema paru
- Bising usus, menandakan berfungsinya usus (dengan adanya flatus)
- Perdarahan local pada luka operasi
- Kontraksi rahim, untuk menutup pembuluh darah
 Perdarahan pervaginam : evaluasi pengeluaran lochea, atonia uteri
meningkatkan perdarahan, perdarahan berkepanjangan.
3) Provilaksis antibiotika
Infeksi selalu diperhitungkan dari adanya alat yang kurang steril, infeksi asenden
karena manipulasi vagina sehingga pemberian antibiotika sangat penting untuk
menghindari terjadinya sepsis sampai kematian.
Pertimbangan pemberian antibiotika :
• Bersifat provilaksis
• Bersifat terapi karena sudah terjadi infeksi
• berpedoman pada hasil sensitivitas
• kualitas antibiotika yang akan diberikan
• cara pemberian antibiotika.
4) Mobilisasi penderita
Konsep mobilisasi dini tetap memberikan landasan dasar, sehingga pulihnya
fungsi alat vital dapat segera tercapai.
a) Mobilisasi fisik :
- setelah sadar pasien boleh miring
- berikutnya duduk, bahkan jalan dengan infus
- infus dan kateter dibuka pada hari kedua atau ketiga
b) Mobilisasi usus
- setelah hari pertama dan keadaan baik penderita boleh minum
- diikuti makan bubur saring dan pada hari kedua ketiga makan bubur
- hari keempat kelima nasi biasa dan boleh pulang.
D. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Data Subyektif
1) Biodata
a. Nama ; untuk lebih mengenal pasien
b. Umur ; untuk mendeteksi apakah ada risiko yang berhubungan dengan dengan
umur ibu
c. Suku bangsa ; untuk mengetahui social budaya dan adapt istiadat
d. Agama ; untuk mengetahui agama serta cara pandangnya terhadap kehamilan
e. Pendidikan ; untuk mengetahui tingkat intelektual karena pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang
f. Pekerjaan ; untuk mengetahui kemungkinan pengaruh pekerjaan terhadap
permasalahan kesehatan dan untuk menilai social ekonomi
g. Alamat ; untuk mempermudah hubungan dengan anggota yang lain bila ada
keperluan yang mendesak
2) Keluhan pasien

Keluhan utama ditujukan untuk menggali masalah atau keluhan-keluhan yang


mengandung pada trimester ke-3. keluhan fisiologis yang sering dialami ibu yaitu
meningkatnya keletihan, sukar tidur, sakit pinggang bagiang bawah.

3) Riwayat penyakit keluarga

Pada riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji tentang penyakit keturunan yang
mungkin menurun pada pasien dimana penyakit tersebut erupakan rsiko terhadap
kehamila seperti hipertensi dan DM. dikaji juga apakah keturunannya ada yang
menderita penyakit kanker, jantung, asma, keturunan kembar, dan penyakit lain
yang mempunyai faktor risiko terhadap kehamilan.

4) Riwayat kesehatan pasien

Riwayat kesehatan pasien ditujukan pada pengkajian penyakit yang diderita yang
merupakan risiko tinggi terhadap kehamilan seperti DM, hipertensi, jantung,
ginjal, hepatitis, paru-paru. Dikaji juga apakah pasien sebelumnya pernah
menderita panyakit berat, lama, dan terapinya agar dapat diberikan asuhan
keperawatan secara tepat dan berkesinambungan.

5) Riwayat obstretrik
- Riwayat menstruasi
a. Menorche
Pada keadaan normal menorche terjadi pada umur 10-16 tahun. Oleh
sebab tertentu yang dikaitkan dengan keadaan gizi yang lebih baik, haid
pertama menjadi awal. Menarche sebenarnya puncak dari serangkaian
perubahan wanita. Perubahan tersebut adalah tumbuh rambut kemaluan,
rambut ketiak, payudara membesar, putting menghitam.
b. Dismenorhoe
Hampir semua wanita mengalami rasa tidak enak di perut bawah sebelum
dan selama haid sehingga dikatakan dismenorhoe jika nyeri haid begitu
hebatnya.
c. Siklus haid
Lama dan jumlah siklus haid berkisar antara 23-35 hari, dengan rata-rata
29 hari. Tetapi pada wanita yang haidnya teraturpun dapat terjadi
kemelesetan beberapa hari baik maju maupun mundur. Siklus haid
dihitung sejak hari pertama haid hingga hari terakhir sebelum haid
berikutnya
d. HPHT
Dikaji untuk menentukan kehamilan dengan rumus perkiraan partus
menurut naegle adalah hari +7, bulan -3, dan tahun +1. bila hari pertama
haid terakhir tidak diingat lagi maka sebagai pegangan dapat dinyatakan
antara lain gerakan janin, umurnya pada primigravida, gerakan janin
dirasakan ibunya pada kehamilan 18 minggu dan pada multigravida pada
kehamilan 16 minggu.
- Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu

Pada multi dikaji adanya abortus, riwayat persalinan dengan tindakan


misalnya vakum atau SC serta besarnya berat bayi waktu dilahirkan.

6) Riwayat keluarga berencana

Riwayat keluarga berencana ditujukan untuk merencanakan alat kontrasepsi


berikutnya.

7) Riwayat perkawinan

Riwayat perkawinan berkaitan dengan psikologi klien yang memungkinkan dapat


timbulnya faktor resiko seperti hipertensi, riwayat perkawinan dikaji tentang umur
berapa menikah, berapa kali menikah, lamanya menikah. Ini untuk menentukan
keadaan kehamilannya dan faktor resiko.
8) Pola kehidupan sehari-hari
a. Pola nutrisi

Pola nutrisi perlu dikaji untuk mengetahui tingkat pemenuhan gizi ibu sudah
terpenuhi atau belum, kelebihan atau kekurangan. Ibu hamil yang makannya
terpenuhi akan mendapat kenaikan berat badan yang cukup baik. Kenaikan
berat badan selama hamil adalah 6,5-16 kg.
b. Pola eliminasi

Dikaji BAK dan BAB pada kehamilan trimester I dan III, bisaanya pasien
sering kencing karena penekanan rahim pada kandung kemih, tetapi
sebaliknya pasien sering mengeluh sukar BAB. Hal ini dikarenakan
menurunnya tavus otot-otot traktus digestifus sehingga motilitas seluruh
traktus digestifus juga berkurang.

c. Personal hygiene

Hal ini dikaji untuk mengetahui kepedulian dan kemampuan pasien untuk
menjaga kebersihan diri.

d. Pola kativitas

Hal ini dikaji karena jika pola pemenuhan aktivitas dan istirahat tidak
terpenuhi bisa menyebabkan komplikasi obstetric, seperti hipertensi yang
menjadi pre eklamsi atau eklamsi, solution plasenta, plasenta previa yang
kemungkinan bisa terjadi pada trimester III.

e. Pola istirahat dan tidur

Untuk mengetahui pola istirahat ibu tersebut kurang atau berlebihan, istirahat
yang normal kira-kira 6-8 jam setiap harinya.

f. Pola peran dengan orang lain

Untuk mengetahui apakah pasien dapat beradaptasi dan bertoleransi terhadap


tetangganya atau orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah
hubungan bila keadaan mendesak dan membutuhkan bantuan.

g. Pola hubungan sexual

Untuk mengetahui apakah ada masalah dalam hubungan seksual, coitus


sebaiknya dihentikan pada akhir kehamilan jika kepala sudah masuk dalam
rongga panggul karena dapat menimbulkan perasaan sakit dan perdarahan.

h. Pola nilai kepercayaan dan keyakinan

Untuk mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebisaaan kesehatan


pasien.

i. Pola pengetahuan ibu

Diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh ibu mengetahui tentang proses


kehamilan.

j. Koping dan toleransi stress


Untuk mengetahui seberapa besar pasien dapat mengetahui dan mengatasi
masalah yang dihadapinya.

k. Data spiritual

Untuk mengetahui kepercayaan dan keyakinan pasien.

9) Keadaan psikologis

Keadaan psikologi yang dikaji adalah penerimaan pasien terhadap kehamilannya,


penerimaan suami atau keluarga terhadap kehamilannya, dukungan suami dan
keluarga terhadap upaya-upaya masalah terhadap keadaan kehamilan.

 Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum

Pada keadaan umum pasien perlu dikaji tentang keadan pasien apakah lemah,
pucat, atau baik.

b. Pemeriksaan TTV
• Tekanan darah ; tekanan darah pada wanita hamil tidak boleh mencapai
140/90 mmHg dan tidak boleh kurang dari 90/50 mmHg.
• Nadi ; nadi normal adalah 60-100 kali/menit
• Suhu ; suhu normal 360C-370C
• Respiratori ; respirasi normal 16-24 kali/menit. Sering ditemukan pada
kehamilan 32 minggu ke atas ada keluhan sesak nafas karena usus-usus
tertekan oleh uterus yang membesar kea rah diafragma, sehingga
diafragma kurang leluasa bergerak.
c. Berat badan dan tinggi badan

Berat badan pada ibu hamil secara normal akan meningkat 0,5 kg setiap
minggu setelah kehamilan trimester I dan berat badan dalam trimester II tidak
boleh lebih dari 1 kg setiap minggunya atau 3 kg per bulan dan kenaikan berat
badan seluruhnya pada wanita hamil normalnya 6,5-16 kg.
Tinggi badan pada ibu hamil sebaiknya tidak kurang dari 145 cm,
kemungkinan panggul sempit perlu diperhatikan.
2) Pemeriksaan fisik
a. Kepala
b. Rambut ; dikaji apakah rambut mudah dicabut atau tidak. Bila mudah dicabut
kemungkinan menunjukan defisiensi vitamin A dan B.
c. Kulit kepala ; kulit kepala diperiksa apakah ada kelainan atau adanya tumor.
d. Mata ; diinspeksi dan adanya lensa kontak dicatat, konjungtiva, bila pucat
maka kemungkinan menunjukan adanya anemi, sclera apakah ikterik atau
tidak.
e. Hidung ; diperiksa apakah ada pholip atau tidak.
f. Mulut ; diperiksa apakah ada stomatitis, gigi karies, dan lidah kotor atau
tidak.
g. Leher ; diinspeksi untuk endeteksi abnormalitas seperti vena lebar yang
terdistensi dan penonjolan terutama pada daerah kelenjar.
h. Dada
• Dinding thorak ; diperiksa simetris atau tidak dan adanya penonjolan.
• Payudara ; ukuran payudara simetris atau tidak, perubahan warna kulit,
dapat menunjukan infeksi atau penyakit dermatologis yang dievaluasi.
Putting susu menonjol, areola menghitam, adakah kolostrum.
• Aksila ; diperiksa ada benjolan, tumor, atau pembesaran limfa.
i. Abdomen
• Observasi ; untuk mengetahui bentuk abdomen dan untuk mengetahui
adanya striae pada dinding abdomen.
• Palpasi ; untuk mengetahui adanya pembesaran hepar, limpa, daerah nyeri
tekan dan kemungkinan masa.
• Perkusi ; untuk mengetahui udara di dalam ssaluran pernafasan.
• Auskultasi ; untuk mengetahui gerak peristaltic usus, gerak janin, dan
DJJ.
j. Ekstremitas

Dikaji telapak tangan dan kuku pasien pucat atau tidak, begitu pula kaki ada
tidak varises dan oedema.
k. Anus

Dikaji apakah ada varises atau hemoroid.

l. Reflek patella

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut
atau patella, yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat
uterus berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.
3) Pemeriksaan obstetric
a. Inspeksi
• Muka ; kloasma gravidarum, konjungtiva pucat atau merah, adanya
oedema.
• Mamae ; putting menonjol atau tidak, areola menghitam, kolostrum.
• Abdomen ; membesar ke depan atau ke samping (pada letak lintang
membesar ke samping), striae gravidarum, atau bekas luka.
b. Palpasi
• Leopod I

Tinggi fundus dapat diketahui, ditentukan pula bagian apa dari janin yang
terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras, bundar dan kurang
melenting. Pada letak lintang fundus uteri kosong.

• Leopod II
Menentukan dimana letak punggung janin dan bagian ekstremitas.
Kadang-kadang di samping terdapat kepala atau bokong pada letak
lintang.

Leopod III

Menentukan bagian yang terdapat di bawah, apakah bagian bawah janin


sudah masuk PAP atau belum.

• Leopod IV
Untuk mengetahui apa yang tedapat pada bagian bawah dan berapa
masuknya bagian bawah ke dalam PAP.
c. Auskultasi

Untuk mengetahui dan menentukan DJJ dalam keadaaan normal atau tidak.
Normalnya 120-160 kali/menit. Pemeriksaannya dapat menggunakan leaneq
atau dopler.
d. Reflek patella

Untuk mengetahui reflek dari otot yang berkembang di dalam tempurung lutut
atau patella, yang berpengaruh pada saat proses persalinan yaitu pada saat
uterus berkontraksi. Bila reflek patella negative maka kekurangan vitamin B1.
e. Panjang uterus

Untuk mengetahui umur kehamilan dan tafsiran berat janin.

Cara menghitung TBJ menurut Johnson Tausak;

· TFU (dalam cm) – 12x155 (bila penurunan kepala H I) · TFU (dalam cm)
– 11x155 (bila penurunan kepala H II)
4) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan panggul dalam (pelvimetri)

Pelvimetri dilakukan sekali untuk mengetahui panggul sempit, PAP, PBP, dan
kelainan bentuk panggul. Biasanya dilakukan pada kehamilan 8 bulan atau
lebih.
b. Pemeriksaan dalam (VT)

Pemeriksaan dalam pada letak lintang terdapat;

• Teraba tulang iga, scapula, dan kalau tangan menumbung teraba tangan.
• Teraba bahu dan ketiak yang bias menutup ke kanan atau ke kiri.
• Letak punggung ditentukan dengan adanya scapula, letak dada dengan
klavikula.
• Pemeriksaan dalam agak susah dilakukan apabila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat pecah.
c. Pemeriksaan diagnostic penunjang
• Pemeriksaan darah lengkap; golongan darah, Hb, Ht, LED
• Pemeriksaan urine; menentukan kadar albumin atau glukosa.
• Kultur; mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.
• Amniosentesis; mengkaji maturitas paru janin.
• Ultrasonografi; melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan,
kedudukan, dan presentasi janin.
• Foto rontgen; tampak janin dalam letak lintang.
• Tes stress kontraksi atau tes nonstress; mengkaji respon janin terhadap
gerakan atau stress dari pola kontraksi uterus.
• Pemantauan elektronik kontinu; memastikan status janin atau aktivitas
uterus.
5) Diagnosa keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan akibat tindakan
operasi
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya luka operasi dan post
anastesi Intervensi Keperawatan
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan adanya luka post operasi SC
d. Hipotermi berhubungan dengan proses konveksi suhu tubuh akibat papaan
suhu ruangan yang rendah dan post ops perdarahan
e. Resiko kekurangan volume cairan b/d terjadinya perdarahan post ops
f. Cemas berhubungan dengan diagnosis dan pasca pembedahan
g. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, penurunan sirkulasi
6) Intervensi
1. Nyeri Akut
a. Diagnosa Keperawatan
1) Definisi : : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
2) Penyebab
a) Agen pencedera fisiologis ( mis. Inflamasi, iskemia,neoplasma)
b) Agen pencedera kimiawi ( mis. Terbakar, bahan kimia iritan)
c) Agen pencedera fisik ( mis. Abses, amputasi, terbakar, terpotong,
mengangkat berat, prosedur oprasi, trauma, latihan fisik berlebihan)
3) Tanda dan Gejala Mayor
Subjektif Objektif
a) Mengeluh nyeri a) Tampak meringis
b) Bersikap protektif ( mis. Waspada,
posisi menghindari nyeri)
c) Gelisah
d) Frekuensi nadi mendingkat
e) Sulit tidur
4) Tanda dan Gejala Minor
Subjektif Objektif
Tidak tersedia a) Tekanan darah meningkat
b) Pola nafas berubah
c) Nafsu makan berubah
d) Proses berfikir terganggu
e) Menarik diri
f) Berfokus pada diri sendiri
g) Diaforesis
5) Kondisi Klinis Terkait
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glaukoma
b. Luaran Keperawatan
Tingkat Nyeri
1) Definisi : pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan
kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
2) Ekspektasi : Menurun
3) Kriteria Hasil :
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
menurun meningkat
Kemampuan
1 2 3 4 5
menuntaskan aktivitas
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
meningkat menurun
Keluhan nyeri 1 2 3 4 5
Meringis 1 2 3 4 5
Sikap protektif 1 2 3 4 5
Gelisah 1 2 3 4 5
Kesulitan tidur 1 2 3 4 5
Menarik diri 1 2 3 4 5
Berfokus pada diri
1 2 3 4 5
sendiri
Diaforesis 1 2 3 4 5
Perasaan depresi
1 2 3 4 5
(tertekan)
Perasaan takut
mengalami cedera 1 2 3 4 5
berulang
Anoreksia 1 2 3 4 5
Perineum terasa
1 2 3 4 5
tertekan
Uterus teraba
1 2 3 4 5
membulat
Ketegangan otot 1 2 3 4 5
Pupil dilatasi 1 2 3 4 5
Muntah 1 2 3 4 5
Mual 1 2 3 4 5
Cukup Cukup
Memburuk Sedang Membaik
memburuk membaik
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Pola nafas 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Proses berfikir 1 2 3 4 5
Fokus 1 2 3 4 5
Fungsi berkemih 1 2 3 4 5
Perilaku 1 2 3 4 5
Nafsu makan 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
c. Intervensi Keperawatan
Manajemen Nyeri
a) Definisi : mengidentifikasi dan mengelola pengelaman sensorik atau emosional
yang berkaitan dengan kerusakan jaringan atau emosional dan onset mendadak
atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan
b) Tindakan
Observasi :
- Identifikasi lokasi , karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, itensitas
nyeri
- Identifikasi skala nyeri
- Identifikasi respon nyeri non verbal
- Indentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
- Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri ( mis.
TENS, hipnosis, akupesur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/ dingin )
- Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri ( mis. Suhu rungan ,
pencahayaan, kebisingan)
- Fasilitas istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemiliham strategi
meredakan nyeri.
Edukasi :
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik
a. Diagnosa Keperawatan
1) Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstermitas
secara mandiri
2) Penyebab
 Kerusakan integritas struktur tulang
 Perubahan metabolisme
 Ketidak bugaran fisik
 Penurunan kendali otot
 Penurunan massa otot
 Keterlambatan perkembangan
 Kekauan sendi
 Kontraktur
 Malnutrisi
 Gangguan muskuloskeletal
 Gangguan neuromuskular
 Indeks masa tubuh diatas persentil ke-75 sesuai usia
 Efek agen farmakologis
 Program pembatasan gerak
 Nyeri
 Kurang terpapar imformasi tentang aktivitas fisik
 Kecemasan
 Kurang terpapar informasi tentang aktifitas fisik
 Kecemasan
 Gangguan kognitif
 Keengganan melakukan pergerakan
 Gangguan sensoripersepsi
3) Tanda Gejala Mayor
Subjektif Objektif
- Mengeluh sulit - Kekuatan otot menurun
menggerakkan ekstremitas - Rentang gerak (ROM) menurun
4) Tanda Gejala Minor
Subjektif Objektif
- Nyeri saat bergerak - Sendi kaku
- Engan melakukan - Gerakan tidak terkoordinasi
pergerakan - Gerakan terbatas
- Merasakan cemas - Fisik lemah
5) Kondisi Klinis Terkait
- Stroke
- Cedera medula spinalis
- Trauma
- Osteoarthritis
- Ostemalasia
- Keganasan
b. Luaran Keperawatan
1) Definisi : kemampuan dalam gerakan fisik dan satu atau lebih akstremitas
secara mandiri
2) Ekspektasi : Meningkat
3) Kriteria Hasil :
Cukup Cukup
Menurun Sedang Meningkat
Menurun meningkat
Pergerakan
1 2 3 4 5
ekstermitas
Kekuatan otot 1 2 3 4 5
Rentang Gerak
1 2 3 4 5
( ROM)
Cukup Cukup
Meningkat Sedang Menurun
Mneingkat Menurun
Nyeri 1 2 3 4 5
Kecemasan 1 2 3 4 5
Kaku sendi 1 2 3 4 5
Gerakan tidak
1 2 3 4 5
terkoordinasi
Gerakan
1 2 3 4 5
terbatas
Kelemahan
1 2 3 4 5
Fisik
c. Intervensi Keperawatan
Dukungan Mobilisasi
1) Definisi : memfasilitasi pasien untuk untuk meningaktkan aktivitas pergerakan
fisik
2) Tindakan :
a) Observasi
- Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik lainnya
- Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
- Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah sebelum memulai
ambulasi
- Monitor kondisi umum selama melakukan ambulasi
b) Terapeutik
- Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat ( mis. Pagar tempat tidur)
- Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
ambulasi
c) Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
- Anjurkan melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus dilakukan
( misal. Miring kanan-kiri, duduk ditempat tidur, duduk di sisi
tempat tiur, pindah dari tempat tidur ke kursi )

3. Risiko Infeksi
a. Diagnosa Keperawatan
1) Definisi : Beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik
2) Faktor Resiko :
a. Penyakit krois (mis. diabetes mellitus)
b. Efek prosedur invasive
c. Malnutrisi
d. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
e. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer :
1) Gangguan peristaltic
2) Kerusakan integritas kulit
3) Perubahan sekresi pH
4) Penurua kerja siliaris
5) Ketuban pecah lama
6) Ketuban pecah sebelum waktunya
7) Merokok
8) Statis cairan tubuh
f. Keridakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
3) Kondisi Klinis Terkait
- AIDS
- Luka bakar
- Penyakit paru obstruktif kronis
- Diabetes mellitus
- Tindakan invasive
- Kondisi penggunaan terapi steroid
- Penyalahgunaan obat
- Ketuban pecah sebelum waktunya
- Kanker
- Gagal ginjal
- Imunosupresi
- Lymphedema
- Leukositopenia
- Gangguan fungsi hati
b. Luaran Keperawatan
Tingkat Infeksi
1) Definisi : Derajat infeksi berdasarkan observasi atau sumber informasi.
2) Ekspektasi : menurun
3) Kriteria Hasil :
Cukup
Cukup Meningka
Menurun Sedang Meningka
Menurun t
t
Kebersihan tangan 1 2 3 4 5
Kebersihan badan 1 2 3 4 5
Napsu makan 1 2 3 4 5
Cukup
Meningka Cukup
Meningk Sedang Menurun
t Menurun
at
Demam 1 2 3 4 5
Kemerahan 1 2 3 4 5
Nyeri 1 2 3 4 5
Bengkak 1 2 3 4 5
Vesikal 1 2 3 4 5
Cairan berbau busuk 1 2 3 4 5
Sputum berwarna hijau 1 2 3 4 5
Drainase purulem 1 2 3 4 5
Pinua 1 2 3 4 5
Periode malaise 1 2 3 4 5
Periode menggigil 1 2 3 4 5
Latergi 1 2 3 4 5
Gangguan kognitif 1 2 3 4 5
Cukup
Memburu Cukup
Memburu Sedang Membaik
k Membaik
k
Kadar sel darah putih 1 2 3 4 5
Kultur darah 1 2 3 4 5
Kultur urine 1 2 3 4 5
Kultur sputum 1 2 3 4 5
Kultur area luka 1 2 3 4 5
Kultur feses 1 2 3 4 5
Kadar sel darah putih 1 2 3 4 5
c. Intervensi Keperawatan
Pencegahan Infeksi
a) Definisi :
b) Tindakan :
a. Observasi
1) Monitor tanda dan gejala infeksi local dan sistemik
b. Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkunga pasien
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
c. Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencucui tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka oprasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan
d. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi

A. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses pelaksanaan asuhan keperawatan yang
bertujuan untuk mengevaluasi atau melihat tingkat keberhasilan dari tindakan keperawatan
yang diberikan. Penyunan rencana keperawatan yang baru apabila tindakan yang dilakukan
sebelumnya tidak atau belum berhasil. Yang dinilai dalam evaluasi tersebut berupa kognitif,
afektif, dan psikomotor. Sedangkan tiindakan yang dapat dievaluasi secara langsung
isetelah tindakan diberikan ialah pendidikan kesehatan. Apabila hasil dari evaluasi perawat
perlu melakukan tindak lanjut dengan melakukan kunjungan rumah, maka perawat harus
membuat perencanaan kunjungan (Riasmini, et al., 2017).
 Nyeri berkurang
 Gangguan mobilisasi fisik teratasi
 Resiko infeksi teratasi
DAFTAR PUSTAKA

1. -----. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 3. Jakarta; Tridasa Printer

2. -----. 2010. Rencana Perawatan Maternal/ Bayi. Edisi 2. Jakarta: EGC

3. Bagian Obstetri & Ginekologi. 2009. Obstetric Patologi. Bandung; FK UNPAD

4. Cunningham, Gary. 2008. Obstetri Williams. Edisi 18. Jakarta; EGC

5. Doenges, E. Marilynn. 2009. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:


EGC

6. Farrer, Helen. 2009. Perawatan Maternitas. Edisi 2. Jakarta; EGC

7. Mansjoer, Arif. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 1. Jakarta; Media
Aesculapius

8. Mochtar, Rustam. 2010. Sinopsis Obstetri. Edisi 2. Jilid 1. Jakarta; EGC

9. NANDA International. 2010. Nursing Diagnosis 2009-2011. Jakarta : EGC.

10. Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.


Jakarta; Tridasa Printer
11. PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawata. Jakarta : DPP PPNI
12. PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawata. Jakarta : DPP PPNI
13. PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi Dan Tindakan
Keperawata. Jakarta : DPP PPNI
14. Sofian, A. 2012. Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif Obstetri
Sosial Edisi 3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai