Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

POST OPERASI ( SECTIO CAESAR)

DISUSUN OLEH :

Ida Fatmasari

( 2001017)

PROGRAM STUDI PROFESI DIII KEPERAWATAN

FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS AN NUUR

2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. KONSEP DASAR POST PARTUM


1. Definisi Post partum
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah
plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung
selama kira-kira 6 minggu (Ary Sulistyawati, 2009).
Masa nifas atau post partum adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ
reproduksi secara berlahan akan mengalami perubahan seperti
sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih
dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam
Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita
meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post
partum (Maritalia, 2012).
2. Klasifikasi
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
a. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini
yaitu kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan
berjalan-jalan. Dianggap telah bersih dan boleh melakukan
hubungan suami istri apabila setelah 40 hari.
b. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang
lamanya 6 minggu.
c. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah
waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam
bila selama hamil dan waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Waktu untuk pulih sempurna bias berminggu-minggu, bulanan
bahkan tahunan. (Yetti Anggraini, 2010).
3. Tanda dan gejala
Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah
sebagai berikut :
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum
kehamilan.
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama
kehamilan berbalik (kerumitan).
c. Masa menyusui anak dimulai.
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di
asumsikan sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh
bayinya.
4. Perubahan Fisiologis Post Partum
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post
partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu
termasuk Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus),
Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy
(episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan
Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi 2 adalah :
a. Involusi Rahim Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim
dengan cepat menurun dari sekitar 1000 gm pada saat kelahiran
menjadi 50 gm pada sekitar 3 minggu masa nifas. Serviks juga
kehilangan elastisnya dan kembali kaku seperti sebelum
kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan,
secret rahim (lokhia) tampak merah (lokhia rubra) karena adanya
eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lokhia menjadi lebih pucat
(lokhia serosa), dan dihari ke sepuluh lokheatampak berwarna
putih atau kekuning kuningan (lokhia alba). Berdasarkan waktu
dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4 jenis :
1) Lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai
hari ketiga masa postpartum, warnanya merah karena berisi
darah segar dari jaringan sisa-sisa plasenta.
2) Lochia sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul
di hari keempat sampai hari ketujuh.
3) Lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai
hari keempat belas dan berwarna kuning kecoklatan.
4) Lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6
minggu post partum .
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia
menjadi alba atau serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi
yang lambat. Bau lokia sama dengan bau darah menstruasi normal
dan seharusnya tidak berbau busuk atau tidak enak. Lokhia rubra
yang banyak, lama, dan berbau busuk, khususnya jika disertai
demam, menandakan adanya kemungkinan infeksi atau bagian
plasenta yang tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus berlanjut
melebihi rentang waktu normal dan disertai dengan rabas
kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri abdomen, wanita
tersebut mungkin menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
Proses involusi uterus adalah sebagai beriku :.
1) Iskemia Miometrium : Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan
retraksi yang terus menerus dari uterus setelah pengeluaran
plasenta sehingga membuat uterus menjadi relatif anemi dan
menyebabkan serat otot atrofi.
2) Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi
penghentian hormon esterogen saat pelepasan plasenta.
3) Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang
terjadi di dalam otot uterus. Enzim proteolitik akan
memendekkan jaringan otot yang telah mengendur hingga
panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5 kali
lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini
disebabkan karena penurunan hormon estrogen dan
progesteron.
4) Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi
dan retraksi otot uterus sehingga akan menekan pembuluh
darah yang mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi situs atau
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
b. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang
hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal
saling menutup, yang menyebabkan rongga bagian tengah merata.
Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama setelah
pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang
oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
c. Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir,
dengan cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya
sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh
thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal ini
disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di
bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di
tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan
kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis.
Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan
tak dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
d. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan
dengan berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi
bersamaan dengan menyusui, saat kelenjar hipofisis posterioir
melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi.
Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran lakteal pada payudara,
yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan menyebabkan
otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi
selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan
darah dari rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

e. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur
kembali pada tonus semula.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini
terjadi karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan
mendapat tekanan menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang
makan, dan laserasi jalan lahir. (Dessy, T., dkk. 2009).
g. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata
pada pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi
uteroplasenta yang bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume
plasma secara berangsur angsur kembali normal selama 2 minggu
masa nifas.
h. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami tekanan kepala 14 janin selama
persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat perubahan
otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
i. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari
setelah kelahiran. “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin
akibat faktor faktor emosional dan hormonal. Dengan rasa
pengertian dan penentraman dari keluarga dan dokter, perasaan
ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
j. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan
kembali pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini
sangat bervariasi. Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama
beberapa bulan, terutama ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan
dan penggunaan kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas
untuk menghindari kehamilan yang tak dikehendaki.
k. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali (Mansyur, 2014).
l. Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital,
meliputi:
1) Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan
naik sedikit (37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras
waktu melahirkan, kehilangan cairan yang berlebihan, dan
kelelahan (Trisnawati, 2012).
2) Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih
cepat dari denyut nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
3) Tekanan darah : biasanya tidak berubah, kemungkinan bila
tekanan darah tinggi atau rendah karena terjadi kelainan
seperti perdarahan dan preeklamsia.
4) Pernafasan : frekuensi pernafasan normal orang dewasa
adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya
pernafasan lambat atau normal. Bila pernafasan pada masa
post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-
tanda syok (Rukiyah, 2010).
5. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien
dengan post partum adalah sebagai berikut :
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam
memberikan makanan pada bayi dan mempromosikan
perkembangan hubungan baik antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu,
baik dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio
caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh.
Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding parut dan dinding rahim (Mansjoer,2002).
2. Jenis-jenis Sectio Caesarea
a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di
segmen bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan
teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini :
1) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
2) Bahaya peritonitis tidak besar
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus
uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
caesarea transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen uterus.
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uteri berat.
d. Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di
atas 37 minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio
caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi),
sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi
kaki.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian
yaitu :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun
5. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
janin lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencarnaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpung dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) Untuk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
7. Komplikasi
Komplikasi Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu
SC :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi atas :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia
uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur.
Yang sering terjadi pada bayi : Kematian perinatal
8. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio
Caesarea ialah :
a. Keperawatan
1) Perawatan awal
a) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit
selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar.
b) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
c) Transfusi darah jika perlu
d) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu di mulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler).
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai hari
ke-5 pasca operasi.
4) Fungsi gastrointestinal
a) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
c) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum
dengan baik.
5) Perawatan funsi kandung kemih
a) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah
pembedahan atau sesudah semalam.
b) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai
urine jernih.
c) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan
kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urine
jernih.
d) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan
nirofurantoin 100 mg per oral per hari smapai kateter
dilepas.
e) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan
tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus
dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6) Pembalutan dan perawatan luka
a) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
b) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut,
tapi beri plester untuk mengencangkannya.
c) Ganti pembalut dengan cara steril
d) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
7) Pembalutan dan perawatan luka
f) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
g) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut,
tapi beri plester untuk mengencangkannya.
h) Ganti pembalut dengan cara steril
i) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
j) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
b. Medis
1) Cairan IV sesuai indikasi.
2) Anestesi regional atau general
3) Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
4) Tes laboratorium sesuai indikasi
5) Pemberian oksitosin sesuai indikasi
6) Tanda vital per protokol ruang pemulihan
7) Persiapan kulit pembedahan abdomen
8) Persetujuan ditandatangani
9) Pemasangan kateter fole
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Tanggal: ............................................... Jam: ......................
a. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
1) Identitas / Biodata
a) Nama :
b) Umur :
c) Alamat :
d) Pendidikan :
e) Pekerjaan :
2) Penanggung jawab
a) Nama :
b) Umur :
c) Alamat :
d) Pendidikan :
e) Pekerjaan :
b. KELUHAN UTAMA
Satu hal yang paling dirasakan pasien
c. RIWAYAT KESEHATAN
1) Masa lalu
2) Saat ini
d. RIWAYAT KEHAMILAN
1) Primipara / multipara :
2) Problemnya :
3) Kehamilan direncanakan / tidak karena akan mempengaruhi
bonding secara psikologi :
e. RIWAYAT PERSALINAN
1) Lamanya persalinan (partus lama : gangguan kontraksi
sehingga timbul perdarahan)
2) Tipe persalinan : per vaginam atau SC
3) Analgesia yang digunakan :
4) Adakan riwayat ketuban pecah dini :
5) Penolong :
f. DATA INFANT
1) Jenis kelamin , BBL, Kesulitan saat lahir, (dilakukan
resusitasi atau tidak, apgar score)
2) Keberadaan sucking, rooting dan swallowing reflek
3) Kelainan kongenital ada atau tidak
4) Rencana diberi ASI atau Formula
g. DATA PSIKOLOGIS (REVA RUBIN)
1) Taking In
2) Taking Hold
3) Letting Go
h. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL MENURUT GORDON
SELAMA POST PARTUM

1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan


2) Pola nutrisi dan metabolik
3) Pola eliminasi
4) Pola istirahat dan tidur
5) Pola Aktitas dan latihan
6) Pola persepsi dan kognitif
7) Pola konsep diri
8) Pola koping
9) Pola seksual reprodksi
10) Pola peran dan hubungan
11) Pola nilai dan kepercayaan
i. PEMERIKSAAN FISIK
1) Kepala
a) Rambut : Warna , bersih atau
tidak, rontok atau tidak
b) Alis : Mudah dicabut atau
tidak
c) Mata : Keadaan
konjungtiva, sklera
d) Muka :Oedema atau tidak,
khususnya di pagi hari,Kloasma gravidarum
e) Hidung : Kebersihan, ada
polip atau tidak
f) Mulut : Warna bibir, ada
stomatitis atau tidak
g) Gigi :Kebersihan, ada
karies atau tidak, ada ginggivitas atau tidak
h) Telinga :Kesimetrisan,
kebersihan, ada serumen atau tidak
2) Leher: Dikaji adakah pembesaran kelenjar thyroid, dan
vena jugularis
3) Dada dan axilla : Ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak
4) Mamae: Masih teraba lunak pada hari I dan II post partum,
mulaikeluar Kolustrum, hari III hangat dan berisi, hari
IVkeras dan produksi ASI meningkat
5) Putting: Penonjolan puting,kondisi
puting,monthgomeri,pengeluaran colostrum
6) Abdome:Ada bekas luka Operasi atau tidak, adakah
pembesaranhati dan lien serta keadaan kandung kemih,
adanya linea nigra, striae gravidarum, TFU, kontur kulit,
palpasi suprapubik untuk mendeteksi bladder distensi,
kontraksi uterus
7) Ekstermitas
a) Superior :Kesimetrisan,keadaankuku(bersih atau tidak,
panjangatau pendek, pucat atau tidak)
b) Inferior :Keseimetrisan, keadaan kuku (bersih atau tidak,
panjang atau tidak, pucat atau tidak, ada varices atau
tidak ada tromboplebitis atau tidak)
8) Genetalia
a) Perinium : Intack, ruptur, episiotomi, tanda –
tanda REEDA), jenis episiotomi
b) Lochea : Warna, bau, jumlah
c) Rectum : Hemoroid
j. DATA PENUNJANG
a) HB
b) HT
2. PATHWAY
Panggul Sempit
Ketuban Pecah Dini
Pre-Ekslamsia Berat
Sectio Caesarea
Bayi Kembar
Kelainan Letak Janin
Letak Sungsang
Post Anestesi Luka Post Op
Post Partum Nifas
Penurunan Medula Obiongata Penurunan Kerja Pons Jaringan Terputus Jaringan Terbuka
Distensi Kandung Kemih
Penurunan Reflek Batuk Penurunan Kerja Otot Merangsang Area Sensorik Proteksi Kurang
Eliminasi
Akumulasi Secret
Gangguan Rasa Nyaman Invasi Bakteri
Penurunan Peralstik Usus
Bersihan Jalan Tidak Efektif
Konstipasi Nyeri Akut Resiko Infeksi

Gangguan Mobilitas Fisik

Intoleransi Aktivitas

Penurunan Progestero dan Esterogen Psikologis

Kontraksi Uterus Merangsang Pertumbuhan Kelenjar Susu Pertambahan Anggota

Peningkatan Hormon Prolaktin


Involusi Masa Krisi Tuntutan Anggota Baru
Merangsang Laktasi Oksitoksin
Adekuat Tidak Adekuat Perubahan Pola Peran Bayi Menangis
Ejeksi ASI
Perubahan Lochea Pendarahan Gangguan Pola Tidur
Efektif Tidak Efektif

HB Nutrisi Bayi Bengkak


Resiko Terpenuhi
Ekstremit Kurang O2 Ketidakseimbangan Nutrisi Bayi Kurang Dari Kebutuhan
as Cairan
Kelemahan
Anoreksia
Defisit Perawat Diri
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Nyeri Akut (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
4. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Diagnosa keperawatan (SDKI)
1) Nyeri akut (D.0077)
a) Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan
onset mendadak atau lamat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang 3 bulan.
b) Gejala dan tanda mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis.
waspada, posisi menghindari nyeri), gelisah, frekuensi
nadi meningkat, sulit tidur
c) Gejala dan tanda minor
Subjektif : -
Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah,
napsu makan berubah, proses berfikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
2) Gangguan mobilitas fisik
a) Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik, dari salah satu atau
lebih ekstremitas secara mandiri.
b) Faktor risiko
(1) Ketidakbugaran fisik
(2) Penurunan kekuatan otot
(3) Kekakuan sendi
(4) Nyeri
(5) Kecemasan
c) Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif

(a) Mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas

Objektif

a) kekuatan otot menurun

(b) Rentang gerak (ROM)


(c) Status cairan tubuh

d) Gejala dan tanda minor

Subjektif

(a) Nyeri saat bergerak


(b) Merasa cemas saat bergerak

Objektif

a) Gerakan terbatas

b) Fisik lemas

b. Luaran (SLKI)
1) Nyeri akut (D.0077)
a) Luaran utama : tingkat nyeri (L.08066)
b) Kriteria hasil :
(1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
(2) Keluhan nyeri menurun
(3) Meringis menurun
(4) Gelisah menurun
(5) Kesulitan tidur menurun
(6) Perasaan depresi menurun
(7) Pola nafas membaik
(8) Tekanan darah membaik
(9) Pola tidur membaik
2) Risiko infeksi (D.0142)
a) Luaran utama : mobilitas fisik (L.05042)
b) Kriteria hasil :
(1) Pergerakan ekstremitas meningkat
(2) Kekuatan otot meningkat
(3) Rentang gerak (ROM)
(4) Nyeri menurun
(5) Kecemasan menurun
(6) Gerakan terbatas menurun
c. Intervensi (SIKI)
1) Nyeri akut (D.0077)
a) Intervensi utama : manajemen nyeri (I.08238)
Observasi :
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
(6) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
(1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat/dingin)
(2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(3) Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
(1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Anjurkan penggunaan analgetik secara tepat
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2) Gangguan mobilitas fisik
a) intervensi utama : Dukungan ambulasi (I.06171)
Observasi :
(1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik laiinya
Terapeutik :
(1) Fasilitasi mobilisasi fisik, jika perlu
(2) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
(2) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Berjalan ditempat tidur kekursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)

DAFTAR PUSTAKA

Aggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jogjakarta : Pustaka


Rihana

Cunningham, 2006. Penatalaksanaan Post SC


Dessy, T., dkk. (2009) Perubahan Fisiologi Masa Nifas. Akademi Kebidanan
Mamba’ul ‘Ulum Surakarta

Mansjoer, Arif. Dkk, 2000-2008. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Manuba Ida, Sarwono, 2002-2009. Buku Sistem Organ Reproduksi pada Post
Partum. Jakarta Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta

Maritalia D, (2012). Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui.Yogyakarta: 55167

Martin, Reeder, G., Koniak. (2014). Keperawatan Maternitas, Volume 2.


Jakarta:EGC

Rukiyah, Aiyeyeh., & Lia Yulianti.(2010). Asuhan Kebidanan Patologi.


Jakarta:Trans Info Media

Saifuddin, 2002. Buku Maternitas Dasar. Jakarta:EGC

Anda mungkin juga menyukai