DISUSUN OLEH :
Ida Fatmasari
( 2001017)
UNIVERSITAS AN NUUR
2021/2022
LAPORAN PENDAHULUAN
e. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur
kembali pada tonus semula.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini
terjadi karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan
mendapat tekanan menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang
makan, dan laserasi jalan lahir. (Dessy, T., dkk. 2009).
g. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata
pada pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi
uteroplasenta yang bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume
plasma secara berangsur angsur kembali normal selama 2 minggu
masa nifas.
h. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah
melahirkan sebagai respon terhadap penurunan estrogen.
Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan edema leher buli-buli
sesudah bagian ini mengalami tekanan kepala 14 janin selama
persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat perubahan
otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
i. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari
setelah kelahiran. “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin
akibat faktor faktor emosional dan hormonal. Dengan rasa
pengertian dan penentraman dari keluarga dan dokter, perasaan
ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
j. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan
kembali pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini
sangat bervariasi. Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama
beberapa bulan, terutama ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan
dan penggunaan kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas
untuk menghindari kehamilan yang tak dikehendaki.
k. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali (Mansyur, 2014).
l. Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital,
meliputi:
1) Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan
naik sedikit (37,50C-380C) sebagai dampak dari kerja keras
waktu melahirkan, kehilangan cairan yang berlebihan, dan
kelelahan (Trisnawati, 2012).
2) Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih
cepat dari denyut nadi normal orang dewasa (60-80x/menit).
3) Tekanan darah : biasanya tidak berubah, kemungkinan bila
tekanan darah tinggi atau rendah karena terjadi kelainan
seperti perdarahan dan preeklamsia.
4) Pernafasan : frekuensi pernafasan normal orang dewasa
adalah 16-24 kali per menit. Pada ibu post partum umumnya
pernafasan lambat atau normal. Bila pernafasan pada masa
post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-
tanda syok (Rukiyah, 2010).
5. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien
dengan post partum adalah sebagai berikut :
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi.
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam
memberikan makanan pada bayi dan mempromosikan
perkembangan hubungan baik antara ibu dan anak.
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan
memungkinkannya mingisi peran barunya sebagai seorang Ibu,
baik dengan orang, keluarga baru, maupun budaya tertentu.
B. KONSEP DASAR SECTIO CAESAREA
1. Definisi Sectio Caesarea
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding
rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di
atas 500 gram (Sarwono, 2009).
Sedangkan menurut (Gulardi & Wiknjosastro, 2006) Sectio
caesarea adalah tindakan untuk melahirkan janin dengan berat badan
di atas 500 gram melalui sayatan pada dinding uterus yang utuh.
Sectio caesarea ialah pembedahan untuk melahirkan janin dengan
membuka dinding parut dan dinding rahim (Mansjoer,2002).
2. Jenis-jenis Sectio Caesarea
a. Sectio caeasarea transperitonealis profunda
Sectio caeasarea transperitonealis profunda dengan insisi di
segmen bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan
teknik melintang atau memanjang. Keunggulan pembedahan ini :
1) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
2) Bahaya peritonitis tidak besar
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti
korpus uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea korporal / klasik
Pada Sectio caesarea korporal / klasik ini di buat kepada korpus
uteri, pembedahan ini yang agak mudah dilakukan, hanya di
selenggarakan apabila ada halangan untuk melakukan sectio
caesarea transperitonealis profunda. Insisi memanjang pada
segmen uterus.
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio ceasarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk
mengurangi bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan
pengobatan tehadap injeksi pembedahan ini sekarang tidak
banyak lagi dilakukan. Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan
pada pasien infeksi uteri berat.
d. Sectio caesarea hysteroctomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi :
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Menurut Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea
adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah
dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar
melebihi 4.000 gram> Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas
dapat diuraikan beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala janin yang dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara normal. Tulang-
tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalau oleh janin ketika akan lahir secara normal. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat) adalah kesatuan penyakit yang
langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih
belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, preeklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan perinatal
paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KDP ( Ketuban Pecah Dini ) adalah pecahnya ketuban sebelum
terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartus. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di
atas 37 minggu.
d. Bayi kembar, tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara sectio
caesarea. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi
komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain
itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir, adanya gangguan pada jalan lahir,
misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya
pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir,
tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a) Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak
kepala, pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang
paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala
bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan
dasar panggul.
b) Presentasi muka, letak kepala tengadah (defleksi),
sehingga bagian kepala yang terletak paling rendah ialah
muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5 %.
c) Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan defleksi,
dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan
berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
2) Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada
di bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi
kaki.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Saifuddin (2002), manifestasi klinis terbagi atas 4 bagian
yaitu :
a. Pusing
b. Mual muntah
c. Nyeri sekitar luka operasi
d. Peristaltic usus menurun
5. Patofisiologi
Sectio caesarea merupakan tindakan untuk melahirkan bayi
dengan berat di atas 500 gram dengan sayatan pada dinding uterus
yang masih utuh. Indikasi dilakukan tindakan sc yaitu distorsi kepala
panggul, disfungsi uterus, distorsia jaringan lunak, placenta previa dll,
untuk ibu. Sedangkan untuk janin adalah gawat janin. Janin besar dan
janin lintang setelah dilakukan SC ibu akan mengalami adaptasi post
partum baik aspek kognitif berupa kurang pengetahuan. Akibat kurang
informasi dari aspek fisiologis yaitu produk oxitosin yang tidak
adekuat akan mengakibatkan ASI yang keluar hanya sedikit, luka dari
insisi akan menjadi post de entris bagi kuman. Oleh karena itu perlu
diberikan antibiotik dan perawatan luka dengan prinsip steril. Nyeri
adalah salah satu utama karena insisi yang mengakibatkan gangguan
rasa nyaman.
Sebelum dilakukan operasi pasien perlu dilakukan anestesi bisa
bersifat regional dan umum. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu anestesi janin sehingga
kadang-kadang bayi lahir dalam keadaan upnou yang tidak dapat
diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa mati, sedangkan
pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar. Untuk
pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat
sekret yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup.
Anastesi ini juga mempengaruhi saluran pencarnaan dengan
menurunkan mobilitas usus.
Seperti yang telah diketahui setelah makanan masuk lambung
akan terjadi proses penghancur dengan bantuan peristaltik usus.
Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh memperoleh
energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpung dan
karena reflek untuk batuk juga menurun. Maka pasien sengat motilitas
yang menurun juga berakibat pada perubahan pola eliminasi yaitu
konstipasi (Saifuddin, Mansjoer & Prawirohardjo, 2002)
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektroensefalogram (EEG) Untuk membantu menetapkan jenis
dan fokus dari kejang.
b. Pemindaian CT Untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
c. Magneti Resonance Imaging (MRI) Menghasilkan bayangan
dengan menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio,
berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak
jelas terlihat bila menggunakan pemindaian CT.
d. Uji laboratorium
1) Fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler
2) Hitung darah lengkap : mengevaluasi trombosit dan
hematokrit
3) Panel elektrolit
4) Skrining toksik dari serum dan urin
5) AGD
6) Kadar kalsium darah
7) Kadar natrium darah
8) Kadar magnesium darah
7. Komplikasi
Komplikasi Menurut Cunningham (2006) yang sering terjadi pada ibu
SC :
a. Infeksi puerperial : kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas dibagi atas :
1) Ringan, dengan suhu meningkat dalam beberapa hari.
2) Sedang, suhu meningkat lebih tinggi disertai dengan
dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3) Berat, peritonealis, sepsisi dan usus paralitik.
b. Perdarahan : perdarahan banyak bisa terjadi jika pada saat
pembedahan cabang-cabang arteri ikut terbuka atau karena atonia
uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lainnya antara lain luka kandung kencing,
embolisme paru yang sangat jarang terjadi.
d. Kurang kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada
kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur.
Yang sering terjadi pada bayi : Kematian perinatal
8. Penatalaksanaan
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan klien post Sectio
Caesarea ialah :
a. Keperawatan
1) Perawatan awal
a) Periksa kondisi pasien, cek tanda vital tiap 15 menit
selama 1 jam pertama, kemudian tiap 30 menit jam
berikutnya. Periksa tingkat kesadaran tiap 15 menit
sampai sadar.
b) Yakinkan jalan nafas bersih dan cukup ventilasi
c) Transfusi darah jika perlu
d) Jika tanda vital dan hematikrit turun walau diberikan
transfusi, segera kembalikan ke kamar bedah
kemungkinanan terjadi perdarahan pasca bedah.
2) Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah
penderita flatus lalu di mulailah pemberian minuman dan
makanan peroral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah bleh dilakukan pada 6-10 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh.
3) Mobilisasi
a) Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam
setelah operasi
b) Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil
tidur telentang sedini mungkin setelah sadar.
c) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukan
selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya.
d) Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi
posisi setengah duduk (semifowler).
e) Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan,
dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3 smapai hari
ke-5 pasca operasi.
4) Fungsi gastrointestinal
a) Jika tindakan tidak berat beri pasien diit cair
b) Jika ada tanda infeksi, tunggu bising usus timbul
c) Jika pasien bisa flatus mulai berikan makanan padat
d) Pemberian infis diteruskan sampai pasien bisa minum
dengan baik.
5) Perawatan funsi kandung kemih
a) Jika urine jernih, kateter dilepas 8 jam setelah
pembedahan atau sesudah semalam.
b) Jika urine tidak jernih biarkan kateter terpasang sampai
urine jernih.
c) Jika terjadi perlukaan pada kandung kemih biarkan
kateter terpasang sampai minimum 7 hari atau urine
jernih.
d) Jika sudah tidak memekai antibiotik berikan
nirofurantoin 100 mg per oral per hari smapai kateter
dilepas.
e) Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyri dan
tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus
dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 – 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis
operasi dan keadaan penderita.
6) Pembalutan dan perawatan luka
a) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
b) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut,
tapi beri plester untuk mengencangkannya.
c) Ganti pembalut dengan cara steril
d) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
e) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
7) Pembalutan dan perawatan luka
f) Jika pada pembalut luka terjadi perdarahan atau keluar
cairan tidak terlalu banyak jangan mengganti pembalut.
g) Jika pembalut luka agak kendor, jangan ganti pembalut,
tapi beri plester untuk mengencangkannya.
h) Ganti pembalut dengan cara steril
i) Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih
j) Jahitan fasia adalah utama dalam bedah abdomen, angka
jahitan kulit dilakukan pada hari ke-5 pada SC.
b. Medis
1) Cairan IV sesuai indikasi.
2) Anestesi regional atau general
3) Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesarea.
4) Tes laboratorium sesuai indikasi
5) Pemberian oksitosin sesuai indikasi
6) Tanda vital per protokol ruang pemulihan
7) Persiapan kulit pembedahan abdomen
8) Persetujuan ditandatangani
9) Pemasangan kateter fole
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Tanggal: ............................................... Jam: ......................
a. ANAMNESA (DATA SUBYEKTIF)
1) Identitas / Biodata
a) Nama :
b) Umur :
c) Alamat :
d) Pendidikan :
e) Pekerjaan :
2) Penanggung jawab
a) Nama :
b) Umur :
c) Alamat :
d) Pendidikan :
e) Pekerjaan :
b. KELUHAN UTAMA
Satu hal yang paling dirasakan pasien
c. RIWAYAT KESEHATAN
1) Masa lalu
2) Saat ini
d. RIWAYAT KEHAMILAN
1) Primipara / multipara :
2) Problemnya :
3) Kehamilan direncanakan / tidak karena akan mempengaruhi
bonding secara psikologi :
e. RIWAYAT PERSALINAN
1) Lamanya persalinan (partus lama : gangguan kontraksi
sehingga timbul perdarahan)
2) Tipe persalinan : per vaginam atau SC
3) Analgesia yang digunakan :
4) Adakan riwayat ketuban pecah dini :
5) Penolong :
f. DATA INFANT
1) Jenis kelamin , BBL, Kesulitan saat lahir, (dilakukan
resusitasi atau tidak, apgar score)
2) Keberadaan sucking, rooting dan swallowing reflek
3) Kelainan kongenital ada atau tidak
4) Rencana diberi ASI atau Formula
g. DATA PSIKOLOGIS (REVA RUBIN)
1) Taking In
2) Taking Hold
3) Letting Go
h. PENGKAJIAN POLA FUNGSIONAL MENURUT GORDON
SELAMA POST PARTUM
Intoleransi Aktivitas
Subjektif
Objektif
Subjektif
Objektif
a) Gerakan terbatas
b) Fisik lemas
b. Luaran (SLKI)
1) Nyeri akut (D.0077)
a) Luaran utama : tingkat nyeri (L.08066)
b) Kriteria hasil :
(1) Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat
(2) Keluhan nyeri menurun
(3) Meringis menurun
(4) Gelisah menurun
(5) Kesulitan tidur menurun
(6) Perasaan depresi menurun
(7) Pola nafas membaik
(8) Tekanan darah membaik
(9) Pola tidur membaik
2) Risiko infeksi (D.0142)
a) Luaran utama : mobilitas fisik (L.05042)
b) Kriteria hasil :
(1) Pergerakan ekstremitas meningkat
(2) Kekuatan otot meningkat
(3) Rentang gerak (ROM)
(4) Nyeri menurun
(5) Kecemasan menurun
(6) Gerakan terbatas menurun
c. Intervensi (SIKI)
1) Nyeri akut (D.0077)
a) Intervensi utama : manajemen nyeri (I.08238)
Observasi :
(1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas nyeri
(2) Identifikasi skala nyeri
(3) Identifikasi respon nyeri non verbal
(4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
(5) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
(6) Monitor efek samping penggunaan analgetik
Terapeutik :
(1) Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
akupresur, terapi musik, terapi pijat, aromaterapi,
kompres hangat/dingin)
(2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
(mis. suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
(3) Fasilitas istirahat dan tidur
Edukasi :
(1) Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
(2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
(3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
(4) Anjurkan penggunaan analgetik secara tepat
(5) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
rasa nyeri
2) Gangguan mobilitas fisik
a) intervensi utama : Dukungan ambulasi (I.06171)
Observasi :
(1) Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik laiinya
Terapeutik :
(1) Fasilitasi mobilisasi fisik, jika perlu
(2) Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi :
(1) Jelaskan tujuan dan prosedur ambulasi
(2) Ajarkan ambulasi sederhana yang harus dilakukan
(mis. Berjalan ditempat tidur kekursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke kamar mandi, berjalan sesuai
toleransi)
DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer, Arif. Dkk, 2000-2008. Buku Ajar Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Manuba Ida, Sarwono, 2002-2009. Buku Sistem Organ Reproduksi pada Post
Partum. Jakarta Manuba Ida, Bagus, Gde, Prof. Dr. SpOG, 2010. Ilmu Kebidanan.
Jakarta