Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian Post Partum/Masa Nifas
Post Partum atau masa nifas adalah masa yang dimulai setelah plasenta
keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan
semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu
(Ary Sulistyawati, 2009).
Post partum atau masa nifas adalah masa setelah persalinan selesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
berlahan akan mengalami perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa
nifas perlu mendapat perhatian lebih dikarenakan angka kematian ibu 60%
terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu (AKI) adalah penyebab
banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita post partum (Maritalia, 2012).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pemulihan kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi
sampai kembali keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum
berlangsung selama 6 minggu (Wahyuningsih, 2019).
Klasifikasi Masa Nifas
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium intermedial
yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6 minggu.
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna bias
berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
Perubahan Fisiologis Masa Nifas
Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum,
banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast
(payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih),
Lochia (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity
(ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi). Menurut Hacker dan Moore Edisi
2 adalah :
a. Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat
menurun dari sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada sekitar
3 minggu masa nifas. Serviks juga kehilangan elastisnya dan kembali kaku
seperti sebelum kehamilan. Selama beberapa hari pertama setelah
melahirkan, secret rahim (lokhia) tampak merah (lokhia rubra) karena
adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lokhia menjadi lebih pucat (lokhia
serosa), dan dihari ke sepuluh lokheatampak berwarna putih atau kekuning
kuningan (lokhia alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4 jenis
1. Lochia rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari jaringan sisa-sisa
plasenta.
2. Lochia sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di hari keempat
sampai hari ketujuh.
3. Lochia serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat belas
dan berwarna kuning kecoklatan.
4. Lochia alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post partum .
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokia menjadi alba
atau serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau
lokia sama dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak
berbau busuk atau tidak enak. Lokhia rubra yang banyak, lama, dan berbau
busuk, khususnya jika disertai demam, menandakan adanya kemungkinan
infeksi atau bagian plasenta yang tertinggal. Jika lokia serosa atau alba terus
berlanjut melebihi rentang waktu normal dan disertai dengan rabas
kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri abdomen, wanita tersebut
mungkin menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).

b.Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir
padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang
menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama
selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat
ukurannya berkurang oleh involusi. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
c.Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat
luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir
nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan
nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah besar yang
tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak meninggalkan parut. Hal
ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru di bawah
permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi
plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini
berlangsung di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis
pembuluh darah yang membeku pada tempat implantasi plasenta hingga
terkelupas dan tak dipakai lagi pada pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).
d. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan
dengan berbagai intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan
dengan menyusui,

saat kelenjar hipofisis posterioir melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh


isapan bayi. Oksitosin menyebabkan kontraksi saluran lakteal pada
payudara, yang mengeluarkan kolostrum atau air susu, dan menyebabkan
otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat terjadi selama
kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan darah dari rongga
uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
e. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum
kehamilan, jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali
pada tonus semula.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi
karena pada waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan
menyebabkan kolon menjadi kosong, kurang makan, dan laserasi jalan lahir.
(Dessy, T., dkk. 2009).
g. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata pada
pembuluh darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta yang
bertekanan rendah. Kerja jantung dan volume plasma secara berangsur
angsur kembali normal selama 2 minggu masa nifas.
h. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis post partum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan
sebagai respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat spasme
sfingter dan edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami tekanan
kepala

janin selama persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat


perubahan otolitik di dalam uterus (Rukiyah, 2010).
i. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari setelah
kelahiran. “perasaan sedih pada masa nifas” mungkin akibat faktor faktor
emosional dan hormonal. Dengan rasa pengertian dan penentraman dari
keluarga dan dokter, perasaan ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
j. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan
kembali pada 6 sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat
bervariasi. Meskipun ovulasi mungkin tidak terjadi selama beberapa bulan,
terutama ibu ibu yang menyusui bayi, penyuluan dan penggunaan
kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas untuk menghindari
kehamilan yang tak dikehendaki.
k. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih
kembali (Mansyur,2014).

2. Etiologi
Menurut Dewi Vivin,Sunarsih (2013),etiologi post partum dibagi menjadi 2
yaitu:
a.Post partum dini
Post partum dini adalah atonia uteri, laserasi jalan lahir,robekan jalan lahir
dan hematoma.
b. Post partum lambat
Post partum lambat adalah tertinggalnya sebagian plasenta,unbivolusi
didaerah insersi plasenta .
3. Patofisiologi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-
kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang
lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di pertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis. Uterus pada waktu hamil penuh baratnya
11 kali beratsebelum hamil. Uterus akan mengalami proses involusiyangdimulai
segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Proses involusi
yang terjadi mempengaruhi perubahan dari berat uterus pasca melahirkan
menjadi kira-kira 500 gram setelah 1 minggu pasca melahirkan dan menjadi 350
gram setelah 2 minggu pasca melahirkan. Satu minggusetelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen danprogesteron bertanggung jawab untuk pertumbuhan
masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsungjaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
Intesitas kontraksi otot otot polos uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, kondsi tersebut sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar.
Pada endometrium timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat
implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5
mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput

7
janin. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang
memakaiwaktu 2 sampai 3 minggu.
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol, serta
placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga
kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium. Kadar
esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara dan
diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.

4. Manifestasi Klinis
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini
kadang-kadang disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan.
h. Sistem reproduksi
1) Proses involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.
2) Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis.
Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan
oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
8
lahir.
3) Tempat plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular dan
trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebapkan
pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuha luka. Regenerasi endometrum, selesai pada
akhir minggu ketiga masa pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.
4) Lochea
Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning atau putih.
Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri.
Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah bayi lahir.
5) Serviks
Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum, serviks memendek
dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks
setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa
hari setelah ibu melahirkan.
6) Vagina dan perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.

5. Komplikasi
Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah: kehilangan darah lebih dari 500 cc

9
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:

1) Kehilangan darah lebih dai 500 cc.

2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg.

3) Hb turun sampai 3 gram %.

6. Penatalaksanaan Medis
Penanganan ruptur perineum diantaranya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki
bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan
luka. Selain itu dapat dilakukan dengan cara memberikan antibiotik yang cukup.
Prinsip yang harus diperhatikan dalam menangani ruptur perineum
adalah :
a) Bila seorang ibu bersalin mengalami perdarahan setelah anak lahir, segera
memeriksa perdarahan tersebut berasal dari retensio plasenta atau plasenta lahir
tidak lengkap.
b) Bila plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi uterus baik, dapat dipastikan
bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan pada jalan lahir, selanjutnya
dilakukan penjahitan.
Dalam menangani asuhan keperawatan pada ibu post partum spontan,
dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya :
a.Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mungkin menandakan preeklamsi
suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena

10
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah dan
menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextrose atau Ringer.
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan
infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan
mengurangi perdarahan post partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum.

11
BAB II
. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan.
Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data dan perumusan kebutuhan atau
masalah klien. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, social
dan spiritual. Kemampuan perawat yang diharapkan dalam melakukan
pengkajian adalah mempunyai kesadaran/tilik diri, kemampuan mengobservasi
dengan akurat, kemampuan berkomunikasi terapeutik dan senantiasa mampu
berespon secara efektif. Pada dasarnya tujuan pengkajian adalah mengumpulkan
data objektif dan subjektif dari klien. Aplikasi pengkajian yaitu :
a.Pengkajian data dasar (nama, umur, sex, status kesehatan, status perkembangan,
orientasi sosio-kultural, riwayat diagnostik dan pengobatan, faktor sistem
keluarga); Pola hidup; Faktor lingkungan.
b.Observasi status kesehatan klien Untuk menemukan masalah keperawatan
berdasarkan self-care defisit, maka perawat perlu melakukan pengkajian kepada
klien melalui observasi berdasarkan klasifikasi tingkat ketergantungan klien
yang terdiri dari Minimal Care, Partial Care, Total Care.
c.Pengembangan masalah fisiologis yang terdiri dari pemenuhan kebutuhan
oksigen, pemenuhan kebutuhan cairan dan elektrolit,, gangguan mengunyah,
gangguan menelan, pemenuhan kebutuhan eliminasi /pergerakan bowel, urinary,
excrements, menstruasi, pemenuhan kebutuhan aktivitas dan istirahat.

12
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien yaitu:

a) Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis (D.0077).

b) Risiko infeksi d.d Ketuban pecah sebelum waktunya (D.0142).

c) Gangguan eliminasi urine b.d (D.0149)

d) Menyusui tidak efektif b.dketidak adekuatan suplai asi (D.0029)

e) Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur (D.0055)

f) Gangguan eliminasi urine b.d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0149)

g) hipovolemia b.d kehilangan cairan aktif (D.0023)

3. Rencana Keperawatan

a. Nyeri akut b/d agen pencedera fisiologi (D.0077)


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 8 jam maka nyeri akut menurun
dengan kriteria hasil:

1) Keluhan nyeri menurun 2

2) Meringis menurun 2

3) Gelisah menurun 2

Intervensi :

Observasi

1) Identifikasikan lokasi, karakteristik, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri


13
2) Identifikasi skala nyeri

3) Identifikasi respon nyeri non verbal

4) Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri


5) Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri

6) Identifikasi pengaruh budaya terhadap terhadap respon nyeri


7) Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup

8) Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan


9) Monitor efek samping penggunaan analgetik.
Teraupetik
1) Fasilitasi istirahat tidur

2) Kontrol lingkungan yang memperberat nyeri (suhu, ruangan, pencahayaan dan


kebisingan)
3) Beri teknik nonfarmakologis
4) Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
5) Pemilihan strategi meredakan nyeri.
Edukasi
1) Jelaskan penyebab periode dan pemicu nyeri
2) Jelaskan strategi meredakan nyeri
3) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
5) Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian analgetik.

b. Gangguan eliminasi urine b/d penurunan kapasitas kandung kemih (D.0149)


Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan, selama 8 jam maka
gangguan eliminasi urine membaik dengan kriteria hasil :
14
1. Sensasi berkemih meningkat
2. Distensi kandung kemih membaik
3. Volume residu urine membaik

Intervensi
Observasi
1) Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urin
2) Identifikasi factor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia
Teraupetik
1) Catat waktu-waktu dan haluan berkemih
2) Ambil sampel urin atau urin tengah
Edukasi
1) Ajarkan tanda dan gejala infeksi kandung kemih
2) Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontra indikasi
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra.
c. Menyusui tidak efektif b.dketidak adekuatan suplai asi (D.0029)

Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 8 jam maka menyusui tidak efektif
membaik dengan kriteria hasil:
1) Suplai asi adekuat
Intervensi :
Observasi
1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
2) Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
Terapeutik
1) Dukung ibu meningkatkan kepercayaan diridalam menyusui
Edukasi
1) Berikan konseling menyusui

15
2) Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi

d. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur (D.0055)

Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 8 jam maka gangguan pola tidur
membaik menurun dengan kriteria hasil :

1) Keluhan sulit tidur membaik

2) Keluhan istirahat tidak cukup membaik


Intervensi
Observasi
1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Identifikasi factor pengganggu tiduridentifikasi makanan dan minuman yang
mengganggu tidur
Terapeutik
1) Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan
2) Modifikasi lingkungan
Edukasi
1) Jelaskan penting tidur selama sakit
2) Anjurkan menghindari makanan dan minuman yang mengganggu tidur.

e. Resiko infeksi d.d ketuban pecah sebelum waktunya (D.0142).


Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 8 jam maka risiko infeksi menurun
dengan kriteria hasil:
1) Kebersihan tangan membaik
2) Kebersihan badan membaik
3) Kultur darah membaik
4) Kadar sel darah putih membaik
Intervensi
Observasi

16
1) Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
Terapeutik
1) Batasi jumlah pengunjung
2) Berikan perawatan kulit pada area edema
3) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien
4) Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3) Ajarkan etika batuk
4) Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
5) Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6) Anjurkan meningkatkan asupan cairan.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu.

f. Hipovolemia b/d kekurangan cairan aktif (D.0023)


Tujuan : setelah dilakukan intervensi selama 8 jam maka gangguan pola tidur
membaik dengan kriteria hasil:
1) Kekuatan nadi membaik
2) Turgor kulit membaik
3) Output urin membaik
4) Pengisian vena membaik
5) Tekanan darah membaik
Intervensi :
Observasi
1) Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. Frekuensi nadi meningkat, nadi
terabah lemah,tekanan darah menurun, tekanan darah meyempit,turgor kulit menurun,
membrane mukosa kerin, volume urin menurun, hematokrit meningkat, haus, lemah)
17
2) Monitor intake dan output
Terapeutik
2) Hitung kebutuhan cairan

3) Berikan posisi modified trendelenbung


4) Berikan asupan cairan oral
Edukasi
3) Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
4) Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak.
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. Nacl,Rl)
2) Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis.glukosa2,5%,Nacl 0,4 %)
3) Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. Albumin, plasmalate)
4) Kolaborasi pemberian produk darah.

18
4. Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pengelolaan dan perwujudan dan rencana


keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. OIeh karena itu, jika
intenvensi keperawatan yang telah dibuat dalam perencanaan dilaksanakan atau
diaplikasikan pada pasien, maka tindakan tersebut disebut implementasi
keperawatan. Setiadi dalam Februanti, 2019.

Tahap implementasi di mulai setelah rencana tindakan di susun dan di


tujukan pada rencana strategi untuk membantu mencapai tujuan yang di
harapkan. Oleh sebab itu, rencana tindakan yang spesifik di laksanakan untuk
memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan. Tujuan dari
implementasi adalah membantu dalam mencapai tujuan yang telah di tetapkan,
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan dan memfasilitasi koping. Setiadi dalam Februanti, 2019.

5. Evaluasi Keperawatan
Menurut Setiadi dalam Februanti, 2019 tahapan penilaian atau evaluasi
adalah perbandingan yang sistematis dan terencana tentang kesehatan klien
dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan dengan cara berkesinambungan
dengan melibatkan klien, keluarga dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana mengenai
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan secara
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Penilaiaan dalam keperawatan bertujuan untuk mengatasi pemenuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

19
DAFTAR PUSTAKA

Persatuan Perawat Nasioal Indonesia. 201). Standar Diagnosis Keperawatan


Inonesia (SDKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasioal Indonesia. 2017. Standar Intervensi Keperawatan


Indonesia (SIKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Persatuan Perawat Nasioal Indonesia. 2017. Standar Luaran Keperawatan


Indonesia (SLKI). Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

20

Anda mungkin juga menyukai