Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN MATERNITAS


DENGAN POST PARTUM SECTIO CAESAREA (SC)
DI RUANG KHODIJAH RS PKU ‘AISYIYAH BOYOLALI

Disusun Oleh :

Putri Pertiwi Puspaningrum


202214109

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH SURAKARTA
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
POST PARTUM SECTIO CAESAREA (SC)

A. KONSEP POST PARTUM


1. Pengertian
Masa nifas, disebut juga masa postpartum atau puerperium, adalah
masa sesudah persalinan,masa perubahan, pemulihan, penyembuhan, dan
pengembalian alat-alat kandungan/reproduksi, seperti sebelum hamil yang
lamanya enam minggu atau 40 hari pasca persalinan. Nifas disebut juga
post partum atau puerperium adalah masa atau waktu sejak bayi lahir dan
plasenta keluar sampai enam minggu disertai dengan pulihnya kembali
organ-organ kandungan. Masa nifas dikenal dengan proses laktasi dan
menyusui dimana proses laktasi dan menyusui merupakan salah satu cara
pemenuhan kebutuhan nutrisi terbaik bagi bayi (Purnamayanthi, P. P. I.,
DKK.,2021).
Masa nifas adalah masa sesudah persalinan dan kelahiran bayi,
plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk memulihkan kembali organ
kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu kurang lebih 6 minggu.
Pada masa nifas akan mengalami perubahan baik fisik maupun psikis.
Asuhan masa nifas diperlukan karena merupakan masa kritis baik untuk
ibu maupun bayi, apabila tidak ditangani segera dengan efektif dapat
membahayakan kesehatan atau kematian bayi ibu (Rasumawati, 2018).
Masa nifas dimulai setelah 2 jam postpartum dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil, biasanya
berlangsung selama 6 minggu atau 42 hari, namun secara keseluruhan baik
secara fisiologis sudah terjadi perubahan pada bentuk semula (sebelum
hamil), tetapi secara psikologis masih terganggu maka dikatakan masa
nifas tersebut belum berjalan dengan normal atau sempurna. Masa nifas
(post partum/puerperium) berasal dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer”
yang artinya bayi dan “Parous” yang berarti melahirkan (Sulfianti, S.,
2021).
2. Perubahan Fisiologi Post Partum
a. Sistem Reproduksi
1) Involusio Uteri
Involusio adalah pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal
setelah kelahiran bayi. Involusio terjadi karena masing-masing sel
menjadi lebih kecil karena sitoplasma yang berlebihan dibuang.
Involusio disebabkan oleh proses autolysis, dimana zat protein
dinding rahim pecah, diabsorbsi dan kemudian dibuang sebagai air
kencing.
2) Involusio Tempat Plasenta
Pada pemulaan nifas, bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus. Biasanya luka
yang demikian, sembuh dengan menjadi parut. Hal ini disebabkan
karena dilepaskan dari dasar dengan pertumbuhan endometrium
baru di bawah pemukaan luka. Rasa sakit yang disebut after pains
(meriang atau mules-mules) disebabkan kontraksi rahim biasanya
berlangsung 3-4 hari pasca persalinan.
3) Lochea
Yaitu sekret dari kavum uteri dan vagina pada masa nifas. Lochia
dapat dibagi menjadi beberapa jenis:
a) Lochea rubra/cruenta
Berisi darah segar dan sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium, selama 2 hari
pasca persalinan.
b) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah dan kuning berisi darah dan lendir,yang
keluar pada hari ke – 3 sampai ke-7 pasca persalinan
c) Lochea serosa
Dimulai dengan versi yang lebih pucat dari lochia rubra.
Lochia ini berbentuk serum dan berwarna merah jambu
kemudian menjadi kuning. Cairan tidak berdarah lagi pada hari
ke -7 sampai hari ke-14 pasca persalinan.
d) Lochea alba
Dimulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit
hingga sama sekali berhenti sampai 1 atau 2 minggu
berikutnya. Bentuknya seperti cairan putih berbentuk krim
serta terdiri atas leukosit dan sel-sel desidua.
e) Lochea purulenta
Terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk.
f) Locheastatis
Lochea tidak lancar keluarnya
4) Serviks
Setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga seperti corong
berwarna merah kehitaman, konsistensinya lunak, kadang-kadang
terdapat perlukaan kecil. Setelah bayi lahir tangan masih bisa
masuk rongga rahim, setelah 2 jam dapat dilalui oleh 2-3 jari dan
setelah 7 hari hanya dapat dilalui 1 jari.
5) Vagina dan perineum
Vagina dan lubang vagina pada permulaan puerpurium merupakan
suatu saluran yang luas berdinding tipis. Secara berangsur-angsur
luasnya berkurang, tetapi jarang sekali kembali seperti ukuran
semula. Rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) timbul
kembali pada minggu ketiga. Perlukaan vagina yang tidak
berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai.
Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering
terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila
kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral
dan baru terlihat dengan pemeriksaan spekulum. Pada perineum
terjadi robekan pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum
umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada
biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran
yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.
Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi lakukanlah
penjahitan dan perawatan dengan baik.
b. Sistem Endokrin
Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada
sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon yang berperan dalam
proses tersebut.
1) Oksitosin
Oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang. Selama
tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin berperan dalam
pelepasan plasenta mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah
perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan
sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk
normal.
2) Prolaktin
Menurunnya kadar estrogen menimbulkan terangsangnya kelenjar
pituitari bagian belakang untuk mengeluarkan prolaktin, hormon ini
berperan dalam pembesaran payudara untuk merangsang produksi
susu. Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap
tinggi dan pada permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium
yang ditekan. Pada wanita yang tidak menyusui bayinya, tingkat
sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan,
sehingga merangsang kelenjar bawah depan otak yang mengontrol
ovarium ke arah permulaan pola produksi estrogen dan progesteron
yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.
3) Estrogen dan progesteron
Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun
mekanismenya secara penuh belum dimengerti. Diperkirakan
bahwa tingkat estrogen yang tinggi memperbesar hormon
antidiuretik yang mengikatkan volume darah. Di samping itu,
progesteron mempengaruhi otot halus yang mengurangi
perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva, serta vagina.
c. Sistem kardiovaskuler
Pada dasarnya tekanan darah sedikit berubah atau tidak berubah sama
sekali. Tapi biasanya terjadi penurunan tekanan darah sistolik 20
mmHg. Jika ada perubahan posisi, ini disebut dengan hipotensi
orthostatik yang merupakan kompensasi kardiovaskuler terhadap
penurunan resistensi di daerah panggul.
d. Sistem Urinaria
Selama proses persalinan, kandung kemih mengalami trauma yang
dapat mengakibatkan udema dan menurunnya sensitifitas terhadap
tekanan cairan, perubahan ini menyebabkan, tekanan yang berlebihan
dan kekosongan kandung kemih yang tidak tuntas, hal ini bisa
mengakibatkan terjadinya infeksi. Biasanya ibu mengalami kesulitan
buang air kecil sampai 2 hari post partum.
e. Sistem Gastrointestinal
Biasanya ibu mengalami obstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada saat melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan, kurang makan, haemoroid, dan
laserasi jalan lahir.
f. Sistem Muskuloskeletal
1) Ambulasi pada umumnya mulai 1-8 jam setelah ambulasi dini
untuk mempercepat involusio rahim.
2) Otot abdomen terus-menerus terganggu selama kehamilan yang
mengakibatkan berkurangnya tonus otot, yang tampak pada masa
post partum dinding perut terasa lembek, lemah, dan kendor.
Selama kehamilan otot abdomen terpisah disebut distensi recti
abdominalis, mudah di palpasi melalui dinding abdomen bila ibu
telentang. Latihan yang ringan seperti senam nifas akan membantu
penyembuhan alamiah dan kembalinya otot pada kondisi normal.
g. Sistem kelenjar mamae
1) Laktasi Pada hari kedua post partum sejumlah kolostrum, cairan
yang disekresi payudara selama lima hari pertama setelah kelahiran
bayi, dapat diperas dari putting susu.
2) Kolostrum Dibanding dengan susu matur yang akhirnya disekresi
oleh payudara, kolostrum mengandung lebih banyak protein, yang
sebagian besar adalah globulin, dan lebih banyak mineral tetapi
gula dan lemak lebih sedikit. Meskipun demikian kolostrum
mengandung globul lemak agak besar di dalam yang disebut
korpustel kolostrum, yang oleh beberapa ahli dianggap merupakan
sel-sel epitel yang telah mengalami degenerasi lemak dan oleh ahli
lain dianggap sebagai fagosit mononuclear yang mengandung
cukup banyak lemak. Sekresi kolostrum bertahan selama sekitar
lima hari, dengan perubahan bertahap menjadi susu matur.
Antibodi mudah ditemukan dalam kolostrum. Kandungan
immunoglobulin A mungkin memberikan perlindungan pada
neonatus melawan infeksi enterik. Faktor-faktor kekebalan hospes
lainnya, juga immunoglobulin - immunoglobulin, terdapat di dalam
kolostrum manusia dan air susu. Faktor ini meliputi komponen
komplemen, makrofag, limfosit, laktoferin, laktoperoksidase, dan
lisozim.
3) Air susu Komponen utama air susu adalah protein, laktosa, air dan
lemak. Air susu isotonik dengan plasma, dengan laktosa
bertanggung jawab terhadap separuh tekanan osmotik. Protein
utama di dalam air susu ibu disintesis di dalam retikulum
endoplasmik kasar sel sekretorik alveoli.
h. Sistem Integumen
Penurunan melanin setelah persalinan menyebabkan berkurangnya
hiperpigmentasi kulit. Hiperpigmentasi pada aerola mammae dan linea
nigra mungkin menghilang sempurna sesudah melahirkan.
3. Perubahan Psikologis Post Partum
Ada 3 fase perilaku pada ibu post partum SC yaitu :
a. Fase Taking in (Fase Dependen)
1) Selama 1 - 2 hari pertama, dependensi sangat dominan padaibu dan
ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
2) Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan
keterlibatannya dalam bertanggung jawab sebagai serorang ibu
3) Menunjukkan kegembiraan yang sangat, misalnya menceritakan
setiap adanya kejadian tentang dirinya maupun bayinya
b. Fase Taking hold (Fase Independen)
1) Ibu sudah mau menunjukkan perluasan fokus perhatiiannya yaitu
dengan memperhatikan bayinya
2) Ibu mulai tertarik melakukan pemeliharaan pada bayinya
3) Ibu mulai terbuka untuk menerima pendidikan kesehatan bagi
dirinya dan bayinya
c. Fase Letting go (fase Interdependen)
1) Fase ini merupakan suatu kemajuan menuju peran baru.
2) Kemadirian dalam merawat dirinya dan bayinya lebih meningkat
3) Mengenal bahwa bayi terpisah dari dirinya

B. KONSEP SECTIO CAESAREA


1. Pengertian
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin
lewat insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan.
Sehingga janin dilahirkan melalui perut dan dinding perut serta dinding
rahim agar anak lahir dengan keadaan utuh dan sehat (Anjarsari, 2019).
Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut
(Martowirjo, 2018). Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan
dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depat perut dan
dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
diatas 500 gram (Sagita, 2019).
2. Klasifikasi
Menurut Ramadanty (2019), klasifikasi bentuk ppembedahan sectio
caesarea adalah sebagai berikut :
a. Sectio caesarea klasik
Sectio caesarea klasik dibuat vertikal pada bagian atas rahim.
Pembedahan dilakukan dengan sayatan memanjang pada korpus uteri
kira-kira sepanjang 10 cm. Tidak dianjurkan untuk kehamilan
berikutnya melahirkan melalui vagina apabila sebelumnya telah
dilakukan tindakan pembedahan ini.
b. Sectio caesarea transperitonel profunda
Sectio caesarea transperitonel profunda disebut juga low cervical yaitu
sayatan vertikal pada segmen lebih bawah rahim. Sayatan jenis ini
dilakukan jika bagian bawah rahim tidak berkembang atau tidak
cukup tipis untuk memungkinkan dibuatnya sayatan transversal.
Sebagian sayatan vertikal dilakukan sampai ke otot-otot bawah rahim.
c. Sectio caesarea histerektomi
Merupakan suatu pembedahan dimana setelah janin dilahirkan dengan
sectio caesarea dilanjutkan dengan pengangkatan rahim.
d. Sectio caesarea ekstraperitoneal
Yaitu sectio cesarea berulng pada seorang pasien yang sebelumnya
melakukan sectio caesarea. Biasanya dilakukan di atas bekas sayatan
yang lama. Tindakan ini dilakukan dengan insisi dinding dan faisa
abdomen sementara peritoneum dipotong ke arah kepala untuk
memaparkan segmen bawah uterus sehingga uterus dapat dibuka
secara ekstraperitoneum.
Sedangkan menurut Sagita (2019), klasifikasi sectio caesarea adalah
sebagai berikut:
a. Sectio caesarea transperitonealis profunda
Sectio caesarea transperitonealis profunda dengan insisi di segmen
bawah uterus. Insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik melintang
atau memanjang.
Keunggulan :
1) Perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak
2) Bahaya peritonitis tidak besar
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah
uterus tidak seberapa banyak mengalami kontraksi seperti korpus
uteri sehingga luka dapat sembuh lebih sempurna.
b. Sectio caesarea korporal/klasik
Pada sectio caesarea korporal/klasik ini dibuat insisi memanjang pada
segmen uterus
c. Sectio caesarea ekstra peritoneal
Sectio caesarea ekstra peritoneal dahulu dilakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi peroral akan tetapi dengan kemajuan pengobatan
terhada injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak lagi dilakukan.
Rongga peritoneum tak dibuka, dilakukan pada pasien infeksi uteri
berat.
d. Sectio caesarea hysterocomi
Setelah sectio caesarea, dilakukan hysteroktomy dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) Plasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat
3. Etiologi
Menurut Sagita (2019), indikasi ibu dilakukan Sectio Caesarea adalah
ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi
4.000 gram> Dari beberapa faktor Sectio Caesarea diatas dapat diuraikan
beberapa penyebab sectio sebagai berikut :
a. CPD (Chepalo Pelvik Dispropotion)
adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran kepala
janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara
normal. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang
yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus
dilalau oleh janin ketikaakan lahir secara normal. Bentuk panggul
yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat
menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan normal sehingga
harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-
ukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamasi Berat)
adalah kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan,
sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi,
preeklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternatal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa
dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar
tidak berlanjut menjadi eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan
ditunggu satu jam belum terjadi inpartus. Sebagian besar ketuban
pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu.
d. Bayi kembar
Tak selamanya bayi kembar dilahirkan secara Sectio Caesarea. Hal ini
karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang
lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun
dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit
untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan
bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
Letak kepala tengadah, bagian terbawah adalah puncak kepala,
pada pemerikasaan dalam teraba UUB yang paling rendah.
Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya
kecil atau mati, kerusakan dasar panggul.
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang
terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira
0,27-0,5%. Presentasi dahi, posisi kepala antara fleksi dan
defleksi, dahi berada pada posisi terendah dan tetap paling depan.
Pada penempatan dagu, biasnya dengan sendirinya akan berubah
menjadi letak muka atau letak belakang kepala.
3) Letak sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak
memanjang dengan kepala difundus uteri dan bokong berada di
bagian bawah kavum uteri. Dikenal beberapa jenis letak
sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki
sempurna, presentasi bokong tidak sempurna dan presentasi kaki.
4. Manifestasi Klinis
Menurut Martowirjo (2018), manifestasi klinis pada klien dengan post
Sectio Caesarea antara lain :
a. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan 600-800 ml.
b. Terpasang kateter, urin jernih dan pucat.
c. Abdomen lunak dan tidakada distensi.
d. Bising usus tidak ada.
e. Ketidaknyamanan untukmenghadapi situasi baru
f. Balutan abdomen tampak sedikit noda.
g. Aliran lokhia sedang dan bebas bekuan, berlebihan dan banyak
5. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang
menyebabkan bayi tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya
karena ketidakseimbangan ukuran kepala bayi dan panggul ibu, keracunan
kehamilan yang parah, pre eklampsia dan eklampsia berat, kelainan letak
bayi seperti sungsang dan lintang, kemudian sebagian kasus mulut rahim
tertutup plasenta yang lebih dikenal dengan plasenta previa, bayi kembar,
kehamilan pada ibu yang berusia lanjut, persalinan yang berkepanjangan,
plasenta keluar dini, ketuban pecah dan bayi belum keluar dalam 24 jam,
kontraksi lemah dan sebagainya. Kondisi tersebut menyebabkan perlu
adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio Caesarea (Ramadanty,
2018).
6. Pathways

Kelainan / hambatan selama hamil dan proses persalinan


Misalnya : plasenta previasentralis / lateralis, panggul
sempit, disproporsicephalo pelvic, ruptur uteri
mengancam, partus lama / tidak maju, preeklamsia,
distonia serviks, malpresentasi janin
Defisit
Pengetahuan

Sectio Caesarea (SC) Kurang Informasi Ansietas

Insisi dinding
Luka post op. SC Tindakan anastesi
abdomen

Terputusnya
Risiko Infeksi Imobilisasi
inkonuitas jaringan,
pembuluh darah, dan
saraf - saraf di sekitar Gangguan mobilitas
daerah insisi fisik

Merangsang
pengeluaran histamin
dan prostaglandin

Nyeri Akut

Sumber : Lilik (2015) dan SDKI (2017)


7. Komplikasi
Komplikasi pada pasien Sectio Caesarea antara lain:
a. Komplikasi pada ibu
1) Infeksi puerperalis, bisa bersifat ringan seperti kenaikan suhu
selama beberapa hari dalam masa nifas, atau bersifat berta seperti
peritonitis, sepsis dan sebagainya.
2) Infeksi postoperatif terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada
gejala-gejala yang merupakan predisposisi terhadap kelainan itu
(partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya).
3) Perdarahan, bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang
cabang arteri uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri.
4) Komplikasi komplikasi lain seperti luka kandung kencing dan
embolisme paru. suatu komplikasi yang baru kemudian tampak
ialah kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bisa ruptur uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak
ditemukan sesudah Sectio Caesarea.
b. Komplikasi-komplikasi lain
Komplikasi-komplikasi lain seperti luka kandung kemih, dan
embolisme paru.
c. Komplikasi baru
Komplikasi yang kemudian tampak ialah kurang kuatnya parut pada
dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptur
uteri. Kemungkinan peristiwa ini lebih banyak ditemukan sesudah
Sectio Caesarea Klasik
8. Penatalaksanaan
Menurut Ramadanty (2019), penatalaksanan Sectio Caesarea adalah
sebagai berikut :
a. Pemberian Cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
agar tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ
tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam
fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan tergantung
kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6
sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri
dapat dimulai sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan
pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita dapat
didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah
menjadi posisi setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama
berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar duduk selama
sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri pada hari ke-3
sampai hari ke-5 pasca operasi.
d. Katerisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak
enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan
perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam/lebih lama lagi
tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian Obat-Obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-
beda sesuai indikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan
ketopropen sup 2x/24 jam, melalui orang obat yang dapatdiberikan
tramadol atau paracetamol tiap 6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75
mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit C.
h. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
i. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi,dan pernafasan.
j. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu
memutuskan tidak menyusui, pemasangan pembalut payudara yang
mengencangkan payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi,
biasanya mengurangi rasa nyeri.

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ibu post partum
Pada pengkajian klien dengan sectio caesarea, data yang ditemukan
meliputi distres janin, kegagalan untuk melanjutkan persalinan, malposisi
janin, prolaps tali pusat, abrupsio plasenta dan plasenta previa.
a. Identitas atau biodata klien
Meliputi : nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa,
pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi,
dan diagnosa keperawatan.
b. Keluhan utama
Keluhan yang dirasakan klien pada saat ini dikumpulkan untuk
menentukan prioritas intervensi keperawatan, keluhan utama pada
post operasi SC biasanya adalah nyeri dibagian abdomen, pusing dan
sakit pinggang.
c. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang berisi tentang pengkajian data yang
dilakukan untuk menentukan sebab dari dilakuakannya operasi
Sectio Caesarea seperti kelainan letak bayi (letak sungsang dan
letak lintang), faktor plasenta (plasenta previa, solution plasenta,
plasenta accrete, vasa previa), kelainan tali pusat (prolapses tali
pusat, telilit tali pusat), bayi kembar (multiple pregnancy), pre
eklampsia, dan ketuban pecah dini yang nantinya akan membantu
membuat rencana tindakan terhadap pasien. Riwayat pada saat
sebelum inpartus di dapatkan cairan yang keluar pervaginan secara
spontan kemudian tidak di ikuti tanda-tanda persalinan
2) Riwayat kesehatan dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat SC sebelumnya, panggul
sempit, serta letak bayi sungsang. Meliputi penyakit yang lain
dapat juga mempengaruhi penyakit sekarang seperti penyakit
diabetes mellitus, jantung, hipertensi, hepatitis, abortus dan
penyakit kelamin.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah penyakit turunan dalam keluarga seperti jantung, HT,
TBC, DM, penyakit kelamin, abortus yang mungkin penyakit
tersebut diturunkan kepada klien.
4) Riwayat perkawinan
Pada riwayat perkawinan hal yang perlu dikaji meliputi meikah
sejak usia berapa, lama pernikahan, berapa kali menikah, status
pernikahan saat ini
5) Riwayat obstetri
Pada pengkajian riwayat obstetri meliputi riwayat kehamilan,
persalinan dan nifas yang lalu, berpa kali ibu hamil, penolong
persalinan, dimana ibu bersalin, cara bersalin, jumlah anak, apakah
pernah abortus, dan keadaan nifas post operasi Sectio Caesarea
yang lalu.
6) Riwayat persalinan sekarang
Meliputi tanggal persalinan, jenis persalinan, lama persalinan, jenis
kelamin anak, keadaan anak
7) Riwayat KB
Pengkajian riwayat KB dilakukan untuk mengetahui apakah klien
pernah ikut program KB, jenis kontrasepsi, apakah terdapat
keluhan dan masalah dalam penggunaan kontrasepsi tersebut, dan
setelah masa nifas ini akan menggunakan alat kontrasepsi apa.
d. Pola fungsi kesehatan
e. Pola aktivitas
Aktivitas klien terbatas, dibantu oleh orang lain untuk memenuhi
keperluannya karena klien mudah letih, klien hanya isa beraktivitas
ringan seperti : duduk ditempat tidur, menyusui
f. Pola eliminasi
Klien dengan pos partum biasanya sering terjadi adanya perasaan
sering/susah kencing akibat terjadinya odema dari trigono, akibat
tersebut menimbulkan inpeksi uretra sehingga menyebabkan
konstipasi karena takut untuk BAB
g. Pola istirahat dan tidur
Klien pada masa nifas sering terjadi perubahan pola istirahat dan tidur
akibat adanya kehadiran sang bayi dan nyeri jahitan
h. Pola hubungan dan peran
Klien akan menjadi ibu dan istri yang baik untuk suaminya
i. Pola penanggulangan stres
Klien merasa cemas karena tidak bisa mengurus bayinya sendiri
j. Pola sensori kognitis
Klien merasakan nyeri pada perineum karena adanya luka jahitan
akibat sectio caesarea
k. Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa dirinya tidak seindah sebelum hamil, semenjak
melahirkan klien mengalami perubahan pada ideal diri
l. Pola reproduksi dan sosial
Terjadi perubahan seksual atau fungsi seksualitas akibat adanya proses
persalinan dan nyeri bekas jahitan luka sectio caesarea
m. Pemeriksaan fisik
1) Kepala
a) Rambut
Bagaimana bentuk kepala, warna rambut, kebersihan rambut,
dan apakah ada benjolan.
b) Mata
Terkadang adanya pembengkakan pada kelopak mata,
konjungtiva, dan kadang-kadang keadaan selaput mata pucat
(anemia) karena proses persalinan yang mengalami perdarahan,
sclera kuning.
c) Telinga
Biasanya bentuk telinga simetris atau tidak, bagaimana
kebersihannya, adakah cairan yang keluar dari telinga.
d) Hidung
Adanya polip atau tidak dan apabila pada post partum
kadangkadang ditemukan pernapasan cuping hidung.
e) Mulut dan gigi
Mulut bersih / kotor, mukosa bibir kering / lembab
2) Leher
Saat dipalpasi ditemukan ada / tidak pembesaran kelenjar tiroid,
karna adanya proses penerangan yang salah.
3) Thorak
a) Payudara
Simetris kiri dan kanan, tidak ada kelainan pada payudara,
areola hitam kecoklatan, putting susu menonjol, air susu lancer
dan banyak keluar
b) Paru-paru
Inspeksi : Simetris/tidak kiri dan kanan, ada/tidak terlihat
pembengkakan.
Palpasi : Ada/tidak nyeri tekan, ada/tidak teraba massa
Perkusi : Redup/sonor
Auskultasi : Suara nafas Vesikuler/ronkhi/wheezing
c) Jantung
Inspeksi : Ictus cordis teraba/tidak
Palpasi : Ictus cordis teraba/tidak
Perkusi : Redup/tympani
Auskultasi : Bunyi jantung lup dup
4) Abdomen
Inspeksi : Terdapat luka jahitan post op ditutupi verban,
adanya strie gravidarum
Auskultasi : Bising usus
Palpasi : Nyeri tekan pada luka,konsistensi uterus
lembek/keras
Perkusi : Redup
5) Genetalia
Pengeluaran darah bercampur lendir, pengeluaran air ketuban,
bila terdapat pengeluaran mekomium yaitu feses yang dibentuk
anak dalam kandungan menandakan adanya kelainan letak
anak.
Pada post partum terdapat lochea yaitu cairan/sekret yang
berasal dari kavum uteri dan vagina. Macam – macam lochea :
a) Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput
ketuban, sel desidua, verniks caseosa, lanugo, dan
mekonium, selama 2 hari nifas.
b) Lochea sanguinoluenta : Berwarna kuning berisi darah dan
lendir, hari 3-7 nifas.
c) Lochea serosa, Berwarna kuning cairan tidak berdarah lagi,
pada hari ke-7-14 nifas.
d) Lochea alba : Cairan putih, keluar setelah 2 minggu masa
nifas
6) Eksremitas
Pemeriksaan odema untuk melihat kelainan-kelainan karena
membesarkan uterus, karena pre eklamsia atau karena penyakit
jantung atau ginjal.
7) Tanda-tanda vital
Apabila terjadi perdarahan pada post partum tekana darah
turun, nadi cepat, pernafasan meningkat, suhu tubuh turun.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (D.0054)
c. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi (D.0080)
d. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
(D.0111)
e. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif (D.0142)
3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Tujuan Keperawatan dan Rencana Tindakan
No Keperawatan Kriteria Hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1 Nyeri Akut Setelah dilakukan intervensi Manajemen Nyeri
berhubungan keperawatan diharapkan (I.08238)
dengan Agen Tingkat Nyeri (L.08066)
Cidera Biologis menurun dengan kriteria Observasi
(D.0077) hasil:  Identifikasi lokasi,
karakteristik, durasi,
Definisi:
 Kemampuan frekuensi, kualitas,
Pengalaman menuntaskan aktivitas intensitas nyeri
sensorik atau meningkat  Identifikasi skala nyeri
emosional yang  Keluhan nyeri menurun Identifikasi respons
berkaitan dengan  Meringis menurun nyeri non verbal

kerusakan jaringan Gelisah menurun Terapeutik
actual atau   Berikan teknik non
Kesulitan tidur menurun
fungsional, dengan
 Frekuensi nadi membaik farmakologis untuk
onset mendadak  Pola napas membaik mengurangi rasa nyeri
atau lambat dan  Tekanan darah membaik (kompres hangat,
berintensitas aromaterapi, terapi
 Proses berpikir
ringan hingga berat music, terapi pijat,
(membaik)
yang berlangsung teknik imajinasi
kurang dari 3 bulan terbimbing)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (misalnya suhu
ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitasi istirahat tidur
 Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
 Jelaskan penyebab,
periode dan pemicu
nyeri
 Jelaskan strategi
meredakan nyeri
 Anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Setelah dilakukan tindakan Dukungan Mobilisasi
Mobilitas Fisik keperawatan diharapkan (I.05173)
berhubungan Mobilitas Fisik
dengan nyeri (L. 05042) meningkat dengan Observasi
(D.0054) kriteria hasil:  Identifikasi adanya
nyeri atau keluhan fisik
Definisi:  Pergerakan ekstremitas lainnya
meningkat  Identifikasi toleransi
Keterbatasan  Rentang gerak (ROM) fisik melakukan
dalam gerakan meningkat pergerakan
fisik dari satu atau  Nyeri menurun  Monitor kondisi umum
lebih ekstremitas  Gerakan terbatas menurun selama melakukan
secara mandiri mobilisasi
Terapeutik
 Fasilitasi aktivitas
mobilisasi dengan alat
bantu (mis. pagar
tempat tidur)
 Fasilitasi melakukan
pergerakan, jika perlu
 Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur mobilisasi
 Anjurkan melakukan
mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi
sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk
di tempat tidur, duduk
di sisi tempat tidur,
pindah dari tempat tidur
ke kursi)
3 Ansietas Setelah dilakukan tindakan Terapi Relaksasi (I. 09326)
berhubungan keperawatan diharapkan
dengan Kurang Tingkat Ansietas Observasi
Terpapar (L. 09093) menurun dengan  Identifikasi penurunan
Informasi kriteria hasil: tingkat energi,
(D.0080) ketidakmampuan
 Verbalisasi kebingungan berkonsentrasi, atau
Definisi : menurun gejala lain yang
 Perilaku gelisah menurun mengganggu
Kondisi emosi dan  Perilaku tegang menurun kemampuan kognitif
pengalaman  Frekuensi pernapasan  Identifikasi teknik
subyektif individu membaik relaksasi yang pernah
terhadap objek  Frekuensi nadi membaik efektif digunakan
yang tidak jelas  Monitor respon
dan spesifik akibat terhadap terapi relaksasi
antisipasi bahaya
yang Terapeutik
memungkinkan  Ciptakan lingkungan
individu tenang dan tanpa
melakukan gangguan dengan
tindakan untuk pencahayaan dan suhu
menghadapi ruang nyaman, jika
ancaman memungkinkan
 Berikan informasi
tertulis tentang
persiapan dan prosedur
teknik relaksasi
 Gunakan pakaian
longgar
 Gunakan relaksasi
sebagai strategi
penunjang dengan
analgetik atau tindakan
medis lain, jika sesuai
Edukasi
 Jelaskan tujuan,
manfaatkan, batasan,
dan jenis relaksasi yang
tersedia (mis: musik,
meditasi, napas dalam,
relaksasi otot progresif)
 Anjurkan mengambil
posisi nyaman
 Anjurkan rileks dan
merasakan sensasi
relaksasi
4 Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Proses Penyakit
Pengetahuan keperawatan diharapkan (I.12444)
tentang Penyakit Tingkat Pengetahuan
(D.0111) (L. 12111) meningkat dengan Observasi
kriteria hasil:  Identifikasi kesiapan dan
Definisi :
kemampuan menerima
Ketiadaan atau  Kemampuan menjelaskan informasi
kurangnya pengetahuan tentang suatu Terapeutik
informasi kognitif topik meningkat  Sediakan materi dan
yang berkaitan  Pertanyaan tentang media pendidikan
dengan topik masalah yang dihadapi kesehatan
tertentu menurun  Jadwalkan pendidikan
 Persepsi yang keliru kesehatan sesuai
terhadap masalah kesepakatan
menurun
 Perilaku sesuai dengan Edukasi
pengetahuan dan anjuran  Informasikan keadaan
meningkat pasien saat ini
 Jelaskan pengertian,
penyebab, tanda gejala,
faktor resiko penyakit
 Ajarkan cara meredakan
atau mengatasi gejala
yang dirasakan
 Beri kesempatan pasien
bertanya
Kolaborasi
 Kolaborasikan dengan
fasilitas kesehatan
terdekat
5 Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi (I.
berhubungan keperawatan diharapkan 14539)
dengan efek Tingkat Infeksi
prosedur invasif (L. 14137) menurun dengan Observasi
(D.0142) kriteria hasil:  Monitor tanda dan gejala
infeksi lokal dan sistemik
Defisini :  Kebersihan tangan Terapeutik
meningkat’  Batasi jumlah
Beresiko  Demam menurun pengunjung
mengalami  Kemerahan menurun  Cuci tangan sebelum dan
peningkatan  Nyeri menurun sesudah kontak dengan
terserang pasien dan lingkungan
organisme pasien
patogenik  Pertahankan teknik
aseptik pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
 Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
 Ajarkan cuci tangan
dengan benar
 Ajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka
operasi
 Anjurkan meningkan
asupan nutrisi
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
imunisasi, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari, Dian. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Ny. B dan Ny. E Pasien Post
Sectio Caesarea Indikasi Preeklampsia Berat dengan Masalah
Keperawatan Hambatan Mobilitas Fisik di RSUD dr. Haryoto Lumajang
tahun 2017. Program Studi D3 Keperawatan, Fakultas Keperawatan:
Universitas Jember.
Martowirjo, A. L., Atoy, L., & Prio, A. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Post Op Sectio Caesarea Dalam Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman
(Nyeri) Di Ruang Nifas RSU Dewi Sartika Kendari. Doctoral Dissertation,
Poltekkes Kemenkes Kendari.
Purnamayanthi, P. P. I., Ekajayanti, P. P. N., Adhiestiani, N. M. E., & Suparmi,
W. (2021). Atasi Bendungan Asi Pada Ibu Nifas Dengan
Hipnobreastfeading Di Puskesmas Pembantu Penarukan, Tabanan. Jurnal
Altifani Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat, 1(4), 317-324.
Ramandanty, Popy Freytisia. (2019). Asuhan Keperawatan pada Ibu Post Operasi
Sectio Caesarea di Ruang Mawar RSUD A.W Sjahranie Samarinda. Karya
Tulis Ilmiah, Poltekkes Kalimantan Tiur
Rasumawati. (2018). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka
Rihamma
Sagita, Fhadilla Erin. (2019). Asuhan Keperawatan Ibu Post Partum dengan Post
Operasi Sectio Caesarea di Ruangan Rawat Inap Kebidanan Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2019. Karya Tulis Ilmiah, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Perintis: Padang
Sulfianti, S., Nardina, E. A., Hutabarat, J., Astuti, E. D., Muyassaroh, Y., Yuliani,
D. R. & Argahen, N. B. (2021). Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Yayasan Kita Menulis
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai