Anda di halaman 1dari 23

A.

Konsep Dasar Postpartum


1. Definisi Postpartum
Postpartum adalah masa pemulihan setelah melalui masa kehamilan dan persalinan
yang dimulai sejak setelah lahirnya plasenta dan berakhir ketika alat-alat reproduksi
kembali dalam kondisi wanita yang tidak hamil, rata-rata berlangsung selama 6 mingggu
atau 42 hari. ( Handayani,2016)
Postpartum atau masa nifas adalah masa setelah persalinan selesai sampai 6 minggu
atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara berlahan akan mengalami
perubahan seperti sebelum hamil. Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih
dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam Angka Kematian Ibu
(AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal dari suatu penyebab kurangnya
perhatian pada wanita post partum (Maritalia, 2012).

2. Tanda dan Gejala


Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai berikut:
a. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan
b. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan berbalik
(kerumitan)
c. Masa menyusui anak dimulai
d. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan sebagai tanggung
jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.

3. Tahapan Postpartum
a. Periode Postpartum (berdasarkan tingkst kepulihan) :
1) Puerperium dini merupakan masa kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan-jalan.
2) Puerperium Intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3) Remote Puerperium merupakan masa waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna membutuhkan waktu berminggu-minggu,
bulanan atau tahunan.
b. Tahapan Postpartum (berdasarkan waktu):
1) Immediate Puerperium merupakan sampai dengan 24 jam pasca melahirkan.
2) Early Puerperium merupakan masa setelah 24 jam sampai dengan 1 minggu
pertama.
3) Late Puerperium merupakan setelah 1 minggu sampai selesai.

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post partum, banyak
perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk Breast (payudara), Uterus
(rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung kemih), Lochia (lokia), Episiotomy
(episiotomi/perinium), Lower Extremity (ekstremitas bawah), dan Emotion (emosi).
Menurut Hacker dan Moore Edisi 2 adalah :
a. Involusi Rahim
Melalui proses katabolisme jaringan, berat rahim dengan cepat menurun dari
sekitar 1000gm pada saat kelahiran menjadi 50 gm pada sekitar 3 minggu masa nifas.
Serviks juga kehilangan elastisnya dan kembali kaku seperti sebelum kehamilan.
Selama beberapa hari pertama setelah melahirkan, secret rahim (lokhea) tampak merah
(lokhea rubra) karena adanya eritrosit. Setelah 3 sampai 4 hari lokhea menjadi lebih
pucat (lokhea serosa), dan dihari ke sepuluh lokheatampak berwarna putih atau
kekuning kuningan (lokhea alba).
Berdasarkan waktu dan warnanya pengeluaran lochia dibagi menjadi 4 jenis:
1) Lochea rubra, lochia ini muncul pada hari pertama sampai hari ketiga masa
postpartum, warnanya merah karena berisi darah segar dari jaringan sisa-sisa
plasenta.
2) Lochea sanguilenta, berwarna merah kecoklatan dan muncul di hari keempat
sampai hari ketujuh.
3) Lochea serosa, lochia ini muncul pada hari ketujuh sampai hari keempat belas dan
berwarna kuning kecoklatan.
4) Lochea alba, berwarna putih dan berlangsung 2 sampai 6 minggu post partum .
Munculnya kembali perdarahan merah segar setelah lokhea menjadi alba atau
serosa menandakan adanya infeksi atau hemoragi yang lambat. Bau lokhea sama
dengan bau darah menstruasi normal dan seharusnya tidak berbau busuk atau tidak
enak. Lokhea rubra yang banyak, lama, dan berbau busuk, khususnya jika disertai
demam, menandakan adanya kemungkinan infeksi atau bagian plasenta yang
tertinggal. Jika lokhea serosa atau alba terus berlanjut melebihi rentang waktu
normal dan disertai dengan rabas kecoklatan dan berbau busuk, demam, serta nyeri
abdomen, wanita tersebut mungkin menderita endometriosis. (Martin, Reeder, G.,
Koniak, 2014).

Gambar 1 Involusi Uteri (slideplayermedical, 2020)

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:


a) Iskemia Miometrium : Hal ini disebabkan oleh kontraksi dan retraksi yang
terus menerus dari uterus setelah pengeluaran plasenta sehingga membuat
uterus menjadi relatif anemi dan menyebabkan serat otot atrofi.
b) Atrofi jaringan : Atrofi jaringan terjadi sebagai reaksi penghentian hormon
esterogen saat pelepasan plasenta.
c) Autolysis : Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam
otot uterus. Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah
mengendur hingga panjangnya 10 kali panjang sebelum hamil dan lebarnya 5
kali lebar sebelum hamil yang terjadi selama kehamilan. Hal ini disebabkan
karena penurunan hormon estrogen dan progesteron.
d) Efek Oksitosin : Oksitosin menyebabkan terjadinya kontraksi dan retraksi otot
uterus sehingga akan menekan pembuluh darah yang mengakibatkan
berkurangnya suplai darah ke uterus. Proses ini membantu untuk mengurangi
situs atau tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan.
b. Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang hampir padat.
Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup, yang menyebabkan
rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2 hari pertama
setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat ukurannya berkurang oleh involusi.
(Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
c. Uterus tempat plasenta
Pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan menonjol ke dalam
kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan cepat luka mengecil, pada akhir
minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak
pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan endometrium baru
di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi di tempat implantasi
plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan kelenjar endometrium ini berlangsung
di dalam decidua basalis. Pertumbuhan kelenjar ini mengikis pembuluh darah yang
membeku pada tempat implantasi plasenta hingga terkelupas dan tak dipakai lagi pada
pembuangan lokia. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
d. Afterpains
Merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah melahirkan dengan berbagai
intensitas. Afterpains sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui, saat kelenjar
hipofisis posterioir melepaskan oksitosin yang disebabkan oleh isapan bayi. Oksitosin
menyebabkan kontraksi saluran lakteal pada payudara, yang mengeluarkan kolostrum
atau air susu, dan menyebabkan otot otot uterus berkontraksi. Sensasi afterpains dapat
terjadi selama kontraksi uterus aktif untuk mengeluarkan bekuan bekuan darah dari
rongga uterus. (Martin, Reeder, G., Koniak, 2014).
e. Vagina
Meskipun vagina tidak pernah kembali ke keadaan seperti seleum kehamilan,
jaringan suportif pada lantai pelvis berangsur angsur kembali pada tonus semula.
f. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya Ibu mengalami obstipasi setelah persalinan. Hal ini terjadi karena pada
waktu melahirkan sistem pencernaan mendapat tekanan menyebabkan kolon menjadi
kosong, kurang makan, dan laserasi jalan lahir. (Dessy, T., dkk. 2009)
g. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah kelahiran, terjadi peningkatan resistensi yang nyata pada pembuluh
darah perifer akibat pembuangan sirkulasi uteroplasenta yang bertekanan rendah. Kerja
jantung dan volume plasma secara berangsur angsur kembali normal selama 2 minggu
masa nifas.
h. Perubahan Sistem Perkemihan
Diuresis postpartum normal terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan sebagai
respon terhadap penurunan estrogen. Kemungkinan terdapat spasme sfingter dan
edema leher buli-buli sesudah bagian ini mengalami tekanan kepalajanin selama
persalinan. Protein dapat muncul di dalam urine akibat perubahan otolitik di dalam
uterus (Rukiyah, 2010).
i. Perubahan psikososial
Wanita cukup sering menunjukan sedikit depresi beberapa hari setelah kelahiran.
“perasaan sedih pada masa nifas” mungkin akibat faktor faktor emosional dan
hormonal. Dengan rasa pengertian dan penentraman dari keluarga dan dokter, perasaan
ini biasanya membaik tanpa akibat lanjut.
j. Kembalinya haid dan ovulasi
Pada wanita yang tidak menyusui bayi, aliran haid biasanya akan kembali pada 6
sampai 8 minggu setelah kelahiran, meskipun ini sangat bervariasi. Meskipun ovulasi
mungkin tidak terjadi selama beberapa bulan, terutama ibu ibu yang menyusui bayi,
penyuluan dan penggunaan kontrasepsi harus ditekankan selama masa nifas untuk
menghindari kehamilan yang tak dikehendaki.
k. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu persalinan,
setelah bayi lahir berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali (Mansyur, 2014)
l. Perubahan Tanda-tanda
Vital Pada Ibu masa nifas terjadi peerubahan tanda-tanda vital, meliputi:
1) Suhu tubuh : Pada 24 jam setelah melahirkan subu badan naik sedikit (37,50C-
380C) sebagai dampak dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan yang
berlebihan, dan kelelahan (Trisnawati, 2012)
2) Nadi : Sehabis melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat dari denyut nadi
normal orang dewasa (60-80x/menit).
3) Tekanan darah, biasanya tidak berubah, kemungkinan bila tekanan darah tinggi
atau rendah karena terjadi kelainan seperti perdarahan dan preeklamsia.
4) Pernafasan, frekuensi pernafasan normal orang dewasa adalah 16-24 kali per menit.
Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Bila pernafasan
pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok
(Rukiyah, 2010)
m. Proses penyembuhan luka Dalam keadaan normal, proses penyembuhan luka
mengalami 3 tahap atau 3 fase yaitu:
1) Fase inflamasi, fase ini terjadi sejak terjadinya injuri hingga sekitar hari kelima.
2) Fase proliferasi, fase ini berlangsung sejak akhir fase inflamasi sampai sekitar 3
minggu. Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia.
3) Fase maturasi atau remodeling, fase ini terjadi sejak akhir fase proliferasi dan dapat
berlangsung berbulan- bulan. Pada fase ini terjadi pembentukan kolagen lebih
lanjut, penyerapan kembali sel-sel radang, penutupan dan penyerapan kembali
kapiler baru serta pemecahan kolagen yang berlebih.

5. Perubahan Psikologi Masa Nifas


periode ini dibagi menjadi 3 bagian, antara lain:
a. Taking In (istirahat/penghargaan), sebagai suatu masa keter-gantungan dengan ciri-ciri
ibu membutuhkan tidur yang cukup, nafsu makan meningkat, menceritakan
pengalaman partusnya berulang-ulang dan bersikap sebagai penerima, menunggu apa
yang disarankan dan apa yang diberikan. Disebut fase taking in, karena selama waktu
ini, ibu yang baru melahirkan memerlukan perlindungan dan perawatan, fokus
perhatian ibu terutama pada dirinya sendiri. Pada fase ini ibu lebih mudah tersinggung
dan cenderung pasif terhadap lingkungannya disebabkan kare-na faktor kelelahan.
Oleh karena itu, ibu perlu cukup istirahat untuk mencegah gejala kurang tidur. Di
samping itu, kondisi tersebut perlu dipahami dengan menjaga komunikasi yang baik.
b. Fase Taking On/Taking Hold (dibantu tetapi dilatih), terjadi hari ke 3 - 10 post
partum. Terlihat sebagai suatu usaha ter-hadap pelepasan diri dengan ciri-ciri bertindak
sebagai pengatur penggerak untuk bekerja, kecemasan makin menguat, perubah-an
mood mulai terjadi dan sudah mengerjakan tugas keibuan. Pada fase ini timbul
kebutuhan ibu untuk mendapatkan perawatan dan penerimaan dari orang lain dan
keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ibu mulai terbuka
untuk menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan juga bagi bayinya. Pada fase
ini ibu berespon dengan penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan
berlatih tentang cara perawatan bayi dan ibu memi-liki keinginan untuk merawat bay-
inya secara langsung.
c. Fase Letting Go (berjalan sendiri dilingkungannya), fase ini merupakan fase menerima
tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung setelah 10 hari postpartum.
Periode ini biasanya setelah pulang kerumah dan sangat dipengaruhi oleh waktu dan
perha-tian yang diberikan oleh keluarga. Pada saat ini ibu mengambil tugas dan
tanggung jawab terhadap per-awatan bayi sehingga ia harus beradaptasi terhadap
kebutuhan bayi yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan
sosial.

6. Penatalaksanaan
Menurut Masriroh (2013) penatalaksanan yang diperlukan untuk klien dengan post partum
adalah sebagai berikut:
a. Meperhatikan kondisi fisik ibu dan bayi
b. Mendorong penggunaan metode-metode yang tepat dalam memberikan makanan pada
bayi dan mempromosikan perkembangan hubungan baik antara ibu dan anak
c. Mendukung dan memperkuat kepercayaan diri si Ibu dan memungkinkannya mingisi
peran barunya sebagai seorang Ibu, baik dengan orang, keluarga baru, maupun budaya
tertentu.

B. Konsep Dasar Ruptur Perinium


1. Pengertian Perinium
Perineum adalah daerah yang terletak diantara vagina dan anus beserta otot yang
terdapat di dalamnya, membentuk jaringan pemisah berbentuk piramida antara vagina
dengan ujung usus besar/kolon. Perineum merupakan bagian permukaan dari pintu bawah
panggul, terletak antara vulva dan anus. Perineum merupakan bagian dari pintu bawah
panggul yang terletak di antara komisura posterior dan anus. Perineum merupakan bagian
yang sangat penting dalam fisiologi, oleh karena itu kerusakan atau jejas pada perineum
harus dihindarkan.

2. Peran Perinium yang Utuh


Keutuhan mempunyai berbagai peranan pada seorang wanita, antara lain :
a. Perineum yang utuh berperan atau menjadi bagian penting dari proses persalinan.
b. Keutuhan perineum diperlukan untuk mengontrol proses buang air besar dan buang air
kecil.
c. Perineum yang utuh menjaga aktivitas peristaltik normal (dengan menjaga tekanan
intra abdomen).
d. Keutuhan perineum berperan dalam fungsi seksual yang sehat.

3. Ruptur Perinium (Robekan Jalan Lahir)


Proses persalinan kebanyakan terjadi trauma, ruptur baik pada uterus, vagina maupun
perineum dan cedera ini bila tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan masalah
genekologi di kemudian hari. Kerusakan seperti ini akan lebih nyata pada wanita
primipara. Setiap wanita mempunyai kecenderungan yang berbeda akibat jaringan lunak
tidak mampu menahan regangan. Wanita yang jaringannya cenderung tidak tahan menahan
regangan biasanya me ngalami varises dan diastasis rektus abdominis.
Robekan perineum terjadi akibat dilaluinya jalan lahir yang terlalu cepat. Menghindari
kejadian ini, ketika kepala janin sudah keluar pintu, minta ibu supaya jangan mengejan
terlalu kuat dengan irama yang pendek– pendek. Sebaiknya kepala janin yang akan lahir
jangan ditahan terlampau kuat dan lama, karena akan menyebabkan asfiksia dan
pendarahan dalam tengkorak janin dan melemahkan otot–otot serta fasia pada dasar
panggul karena direnggangkan terlalu lama.
Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengah dan bisa menjadi luas apabila
kepala janin terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil dari biasa sehingga memaksa
kepala janin lahir lebih ke belakang, kepala janin melewati pintu bawah panggul dengan
ukuran yang lebih besar dari sirkumferensia suboksipitobregmatik atau anak dilahirkan
dengan pembedahan vaginal.
Persalinan sulit di samping robekan perineum dapat dilihat, dapat pula terjadi kerusakan
dan keregangan muskulus puborektalis kanan dan kiri serta berhubungan di tengah.
Kejadian ini melemahkan diafragma pelvis dan menimbulkan predosposisi untuk terjadi
prolapsus uteri di kemudian hari.
Ruptur perineum biasanya terjadi pada saat kepala melakukan defleksi, luas robekan
diidentifikasi berdasarkan kedalaman dan jaringan yang ikut rusak, berdasarkan hal
tersebut maka ruptur perineum dibagi menjadi empat macam tingkat laserasi/ robekan
perineum :
a. Empat macam tingkat ruptur perineum.
Robekan perineum dapat dibagi menjadi 4 tingkat, berikut ini :
a) Tingkat I atau derajat I :
1) Ciri- cirinya :
Apabila hanya kulit perineum dan mukosa vagina yang robek. Jaringan yang
mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak
dan sedikit otot.
2) Langkah- langkah tindakannya :
Robekan ini tidak perlu dijahit dan dengan menjaga kebersihan perineum
(segera ganti pembalut bila terasa penuh, cebok dengan air bersih, berpegang
pada prinsip perawatan luka terkini, yaitu konsep lembab, gizi yang
bagus/banyak konsumsi protein, robekan/perlukaan akan dapat segera sembuh).
b) Tingkat 2/Derajat 2 :
1) Ciri-cirinya :
Dinding belakang vagina dan jaringan ikat yang menghubungkan otot – otot
diafragma uregonitalis pada garis tengah terluka. Jaringan yang mengalami
kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan supervisial atau lemak dan otot-
otot perineum.
2) Langkah – langkah tindakannya:
Penyembuhan luka akan lebih baik bila dilakukan penjahitan dan tingkatkan
kebersihan dan asupan gizi dengan protein tinggi.
c) Tingkat 3/Derajat 3:
1) Ciri- cirinya :
Bila jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan
supervisial atau lemak dan otot-otot perineum dan berlanjut ke otot sfingter ani.
2) Langkah-langkah tindakannya:
Jangan mencoba melakukan penjahitan pada laserasi tingkat tiga (pada
pelayanan kesehatan tingkat dasar).
d) Tingkat 4/derajat 4:
1) Ciri-cirinya :
Bila jaringan yang mengalami kerusakan terdiri dari lapisan kulit, jaringan
supervisial atau lemak dan dan otot-otot perineum dan berlanjut ke otot sfingter
ani dan dinding rektum anterior (sering disebut ruptur totalis).
2) Langkah-langkah tindakannya:
i. Pada ruptur grade empat rekonstruksi yang pertama dimulai dari repaire
rektum dan spingter ani terlebih dahulu dan harus benar-benar rapat jangan
sampai terjadi fistel di kemudian hari.
ii. Jangan mencoba melakukan penjahitan pada laserasi tingkat empat (pada
pelayanan kesehatan tingkat dasar).
iii. Untuk menghasilkan jahitan yang baik, terapi pada robekan perineum total,
perlu diadakan penanganan pasca pembedahan yang sempurna. Penderita
tidak diperbolehkan memakan makanan yang mengandung selulosa dan
mulai hari kedua diberi paraffinum liquidum sesendok 2 kali sehari dan jika
perlu pada hari ke 6 diberi klisma minyak.
iv. Rujuk ibu segera.

Gambar 2 Ruptur Perinium (Babycenter, 2022)


Gambar 3 Jahitan Perinium (Nocte, 2022)

4. Etiologi Ruptur Perinium


Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa sebab, yaitu:
a. Ruptur perineum yang terjadi oleh karena tindakan yang tidak disengaja antara lain:
1) Kesalahan sewaktu memimpin suatu persalinan
2) Pada waktu persalinan operatif melalui vagina, seperti ekstraksi cunam, ekstraksi
vakum, embriotomi atau trauma akibat alat-alat yang dipakai.
b. Ruptur perineum dapat pula terjadi oleh karena memang disengaja, yaitu tindakan
episiotomi.
1) Tindakan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya robekan perineum yang luas dan
dalam disertai pinggir yang tidak rata, dengan demikian penyembuhan lukanya
akan lambat dan terganggu.
2) Oleh karena itu, pada asuhan persalinan normal, tindakan episiotomi saat ini tidak
lagi digunakan sebagai tindakan rutin pada setiap pertolongan persalinan per
vaginam.

5. Patofisiologi
Ruptur perineum dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah faktor maternal,
faktor janin, dan faktor penolong. Dalam proses melahirkan menyebabkan adanya ruptur
perineum yang menyebabkan jaringan terputus sehingga klien akan merasa nyeri. Sensasi
nyeri akan berpengaruh besar bagi klien. Beberapa klien akan mengalami nyeri ketika akan
tidur atau selama tidur. Nyeri tersebut membuat klien terjaga sepanjang malam dan
mengakibatkan kesulitan ketika akan tidur kembali tergantung dari lokasi nyeri, beberapa
klien memiliki kesulitan untuk melakukan aktivitas latihan harian secara mandiri. Semakin
banyak aktivitas fisik yang dibutuhkan ketika bekerja, maka semakin banyak besar risiko
ketidaknyamanan ketika nyeri dihubungkan dengan pergerakan tubuh.

6. Pathway

7. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Ruptur Perinium :


a. Episiotomi
Episiotomi adalah insisi pada perineum untuk memperlebar mulut vagina sehingga
dapat mempercepat proses kelahiran dan menghindari ruptur totalis. Episiotomi pada
waktu dahulu banyak disebut sebagai cara utama untuk mengurangi ruptur perineum
pada persalinan. Namun, beberapa studi dan pendapat telah membuktikan bahwa
episiotomi bukan cara utama dalam mengurangi ruptur perineum dalam persalinan.
Oleh karena itu, pada asuhan persalinan normal (APN), tindakan episiotomi hanya
boleh dilakukan oleh indikasi. Episiotomi dilakukan karena beberapa pertimbangan,
antara lain :
1) Mencegah robekan perineum yang tidak teratur
Insisi yang bersih dan dilakukan pada posisi yang benar akan mempercepat
penyembuhan ruptur perinium yang tidak teratur. Perineum dapat ruptur karena
beberapa keadaan yang dapat dijadikan indikasi untuk dilakukan episiotomi, yaitu
bayi besar, persalinan cepat di mana tidak cukup waktu untuk menunggu delatasi
perinium sesuai tahap–tahapnya karena kondisi bayi, lengkung pubis sempit
dengan pintu keluar yang sempit pula, dan malposisi presentasi misal dagu kiri
belakang.
2) Mengurangi Regangan Otot
Dinding inferior rongga panggul salah satunya adalah otot penyangga rektum
yang bila ruptur dapat terjadi inkontinensia urin dan rusaknya spingter ani.
3) Mengurangi atau Mempercepat Kala II
Lama kala II sangat menentukan tanda – tanda stres dengan bradikardia yang
menetap.
4) Memperluas Jalan Lahir
Bila diperlukan, vagina dapat diperluas untuk manipulasi, contohnya pada
presentasi bokong atau kelahiran dengan pertolongan forcep atau vacum ekstraksi.
b. Posisi tubuh :
1) Trauma perineum dalam persalinan dapat dikurangi dengan posisi ibu saat
persalinan.
2) Posisi yang dianggap baik/anjurkan untuk persalinan: Telah dilakukan beberapa
penelitian berkaitan dengan posisi yang baik untuk persalinan, yaitu posisi ibu
bersalin pada kala II terbukti mempengaruhi persalinan, yaitu posisi ibu yang lebih
tegak, misalnya posisi jongkok/ berdiri, duduk/setengah duduk/tegak, dan
merangkak
3) Posisi yang tidak dianjurkan untuk persalinan, yakni posisi terlentang pada
punggung dikarenakan :
a) Akan mengakibatkan aliran darah dari ibu ke janin sehingga mengakibatkan
hipoksia/kekurangan oksigen pada janin.
b) Melahirkan dalam posisi ini akan lebih sulit bagi ibu.
8. Hal-hal yang berkaitan dengan Luka Perinium :
Beberapa informasi yang perlu ibu ketahui dan perlu disampaikan pada ibu dan
keluarga berkaitan dengan luka perineum antara lain:
a. Luka jahitan memang akan terasa sedikit nyeri:
Rasa nyeri ini akibat terputusnya jaringan syaraf dan jaringan otot, namun semakin
digerakkan, maka nyeri akan berkurang. Bila ibu hanya berbaring terus - menerus dan
takut bergerak karena nyeri, malah akan menghambat proses penyembuhan luka dan
sirkulasi darah pada luka pun menjadi tidak lancar.
b. Luka terlihat sedikit bengkak dan merah :
Pada proses penyembuhan luka, tubuh secara alami akan memproduksi zat-zat yang
merupakan reaksi perlawanan terhadap kuman. Dengan demikian, dalam proses
penyembuhan luka, kadang terjadi sedikit pembengkakan dan kemerahan. Asalkan luka
perineum bersih, maka ibu tidak perlu cemas. (karena bengkak dan merah tersebut
bersifat sementara, dan merupakan bagian awal dari proses penyembuhan luka, yaitu
pada tahap eksudasi/peradangan untuk mengeluarkan zat-zat yang tidak diperlukan).
c. Anjuran tentang minum air putih:
Ibu harus minum yang banyak minimal 8 gelas sehari. Tujuannya adalah untuk
memperlancar buang air kecil, mengganti cairan tubuh yang hilang dan memperlancar
proses pengeluaran ASI.
d. Lamanya luka jahitan akan mengering:
Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu sekitar satu minggu, bila tidak
ada infeksi.
e. Keluhan yang perlu dilaporkan kepada petugas kesehatan (dokter / bidan / perawat /
maternitas) : bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu panas, dan luka
jahitan bengkak kemerahan, terasa sangat nyeri atau luka jahitan bernanah.
f. Ibu boleh jongkok pelan-pelan :
1) Beritahukan kepada ibu untuk tidak mengkuatirkan jahitan akan lepas, karena
jahitan sangat kuat.
2) Lepasnya jahitan seringkali karena ibu tidak rajin membersihkan luka jahitan
sehingga terjadi infeksi.
3) Atau lepasnya jahitan juga bisa disebabkan karena pada beberapa kasus (namun
sangat jarang terjadi) ibu mengalami alergi terhadap benang jahitan tersebut.
C. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas meliputi biodata pasien, seperti nama, umur, jenis kelamin, alamat, agma,
pendidikan, pekerjaan, nomor rekam medik, dan diagnosa medis.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat Kesehatan saat ini
3) Riwayat Kesehatan masa lalu
4) Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga yang ditanyakan adalah tentang adanya penyakit keturunan baik
menular atau tidak.
5) Riwayat Reproduksi
Hal yang ditanyakan pada klien atau keluarga adalah siklus haid, durasi haid,
riwayat haid : kapan pertama haid dan terakhir haid, ini dilakukan untuk
mengetahui kelahiran sesuai bulan atau tidak. Hal yang perlu ditanyakan adalah
riwayat obstetric yang terdiri atas apakah pernah hamil dan melakukan persalinan
pada masa lalu, jumlah anak, keadaan ibu dan anak, dan bagaimana jenis
persalinannya. Hal lain yang perlu ditanyakan adalah apakah ibu pernah ber – KB ,
apa jenisnya dan apa ada keluhan saat menggunakannya.
6) Riwayat Aktivitas sehari – hari (Rukiyah, 2010)
a) Kebutuhan nutrisi
Ibu biasanya lapar segera setelah melahirkan, sehingga ia boleh
mengkonsumsi makanan ringan.
b) Kebutuhan istirahat
Kegembiraan yang dialami setelah melahirkan seorang bayi bisa membuat
ibu sulit untuk beristirahat. Ibu baru biasa merasa cemas akan kemampuannya
dalam merawat bayinya atau sering merasa nyeri . Hal ini bisa membuatnya
sukar untuk tidur.
c) Personal Hygiene
Klien yang harus istirahat di tempat tidur ( misalnya: karena hipertensi,
pemberian infus, Sectio Cesarea ) harus dimandikan setiap hari dengan
pencucian daerah perineum pada waktu sesudah selesai membuang hajat.
Setelah ibu mampu mandi sendiri, biasanya daerah perineum dicuci sendiri
dengan menggunakan botol atau wadah lain. Penggantian tampon harus sering
dilakukan sedikitnya setelah pencucian perineum dan setiap kali habis ke
belakang.
d) Kebutuhan eliminasi
Kebutuhan eliminasi BAB :
Buang Air Besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari
setelah ibu melahirkan.
Kebutuhan eliminasi BAK :
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir, dan efek konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk
berkemih menurun
e) Pola Aktivitas dan Latihan
Kegiatan yang dilakukan setiap hari
c. Pemeriksaan Fisik
1) Pemeriksaan fisik umum
a) Pemeriksaan fisik terdiri atas penampilan ibu, kesadaran ibu, TB / BB ibu
b) Tanda – tanda vital
Beberapa perubahan tanda – tanda vital bisa terlihat jika wanita dalam keadaan
normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan darah sistole
maupun diastole dapat timbul dan dapat berlangsung selama sekitar 4 hari
setelah wanita melahirkan
c) Fungsi pernafasan kembali ke fungsinya saat wanita tidak hamil pada bulan ke
– 6 setelah melahirkan. Suhu badan ibu dikaji saat masuk ke ruang pemulihan
dan di ulang 1 jam kemudian.
d) Kulit
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya
setelah bayi lahir. Diaforesis ialah perubahan yang paling jelas terlihat pada
sistem integumen.
e) Inspeksi Wajah
Wajah pada umumnha tidak ada edema namun ekspresi wajah akan cemas dan
nyeri akan terlihat.
f) Inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi daerah perut:
- Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasi perkembangan payudara selama
hamil (estrogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin,
kortisol dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir
Denyut jantung dan curah jantung meningkat sepanjang masa hamil.
- Perut
Striae masih tampak. Dalam 2 minggu setelah melahirkan, dinding
abdomen wanita itu akan rileks. Kulit memperoleh elatisitasnya, tetapi
sejum menetap. Nyeri after pain biasa ditemukan pada multipara karena
uterus yang teregang penuh dua kali lipat jauh lebih kendur daripada uterus
primipara dan harus berkontraksi lebih kuat untuk menghasilkan involusi
(Rukiyah,2010)
Panggul / vagina/ serviks/ perineum/ anus :
- Serviks :
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam pasca partum,
serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan kembali ke
bentuk semula
- Topangan otot panggul :
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul di kemudian hari. Jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali ke tonus otot semula.
- Vagina dan perineum :
Vagina yang teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum
hamil, 6 – 8 minggu setelah bayi lahir. Pada awalnya, introitus mengalami
eritematosa dan edematosa, terutama pada daerah episiotomi atau jahitan
laserasi.
- Perineum di observasi untuk menemukan eritema, edema, memar,
pengeluaran sekret, atau tarikan pada bekas jahitan di daerah perineum.
- Anus : Hemoroid umumnya terlihat.
g). Inspeksi dan palpasi tungkai bawah
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu yang terjadi selama hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali
ke keadaan normal sebelum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan
setelah melahirkan.
d. Pemeriksaan Laboratorium : Hematokrit dan hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih besar
daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan epningkatan sel darah
merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit pada hari ke -3 sampai hari ke -7
pascapartum.
e. Pengobatan : Pemberian antibiotik dan analgetik.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respons individu, keluarga
dan komunitas terhadap masalah kesehatan / proses kehidupan yang aktual dan potensial.
(Marilynn E.Doenges, 2001) Diagnosa keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan
intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat.
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai berikut:
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek–efek hormonal.
b. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman
menyusui sebelumnya
c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit,
penurunan Hb, prosedur invasif, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
d. ansietas berhubungan dengan krisis situasional karena jauh dengan anaknya.
e. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) , mengenai perawatan diri dan perawatan
bayi.

3. Perencanaan
a. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan, trauma mekanis,
edema/pembesaran jaringan atau distensi, efek–efek hormonal.
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan berkurangnya nyeri

Intervensi Rasional
1. Tentukan adanya nyeri, lokasi, sifat nyeri. Tinjau 1. Mengidentifikasi kebutuhan – kebutuhan khusus dan
ulang persalinan dan catat kelahiran intervensi yang tepat
2. Inspeksi perbaikan perineum dan episiotomi. 2. Dapat menunjukkan perlekatan berlebihan pada
Perhatikan edema , nyeri tekan likal, eksudat jaringan perineal dan / atau terjadinya kompikasi
purulen, atau kehilangan perlekatan jaringan yang memerlukan evaluasi / intervensi lanjut.
3. Berikan kompres es pada perineum, khususnya 3. Menghilangkan rasa nyeri, meningkatkan
selama 24 jam pertama setelah kelahiran vasokonstriksi, mengurangi edema dan vasodilatasi.
4. Inspeksi hemoroid pada perineum , Anjurkan 4. Membantu untuk mengurangi hemoroid dan varises
penggunaan kommpres es selama 20 menit setiap vulva dengan meningkatkan vasokon-striksi lokal.
4 jam 5. Selama 12 jam pertama pasca partum, kontraksi
5. Kaji nyeri tekan uterus, tentukan adanya dan uterus kuat dan reguler dan ini berlanjut 2 -3 hari
frekuensi / intensitas afterpain. Perhatikan faktor – selanjutnya, meskipun frekuensi dan intensitasnya
faktor yang memperberat. berkurang. Faktor – faktor yang memperberat
6. Anjurkan klien berbaring tengkurap dengan bantal afterpain meliputi overdistensi uterus, pemberian
di bawah abdomen, dan ia melakukan tehnik preparat oksitosin dan ergometrin.
visualisasi atau aktivitas pengalihan 6. Meningkatkan kenyamanan, meningkatkan rasa
7. Inspeksi payudara dan jaringan puting, kaji adanya kontrol dan kembali memfokuskan perhatian.
pembesaran dan / atau puting pecah – pecah 7. Pada 24 jam pasca partum, payudara harus lunak dan
8. Anjurkan menggunakan bra penyokong tidak perih, dan puting harus bebas dari pecah – pecah
9. Anjurkan klien memulai menyusui pada puting atau area kemerahan.
yang tidak nyeri tekan untuk beberapa kali 8. Mengangkat payudara ke dalam dan kedepan,
pemberian susu secara berurutan, bila hanya satui menyebabkan posisi lebih nyaman.
puting yang sakit atau luka 9. Respon mengisap awal kuat dan mungkin
10. Berikan kompres es pada derah aksilla bila klien menimbulkan nyeri dengan mulai memberi susu pada
tidak merencanakan menyusui payudara yang tidak sakit dan kemudian melanjutkan
11. Kaji klien terhadap kepenuhan kandung kemih, untuk menggunakan payudara yang mungkin kurang
implementasikan tindakan untuk memudahkan menimbulkan nyeri dan dapat meningkatkan
berkemih. penyembuhan
12. Berikan analgesik sesuai ketentuan 10.Kompres es menekan laktasi
11.Ovar distensi kandung kemih dapat menciptakan
perasaan dorongan dan ketidaknyamanan.
12.Menghilangkan nyeri.

b. Menyusui Tidak Efektif berhubungan dengan tingkat pengetahuan, pengalaman


menyusui sebelumnya
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan pemahaman tentang proses menyususi dan
mendemonstrasikan teknik efektif dari menyusui
Intervensi Rasional
1. Kaji pengetahuan dan pengalaman klien 1. Membantu dalam mengidentifikasi kebutuhansaat ini
tentang menyusui sebelunya dan mengembangkan rencana keperawatan
2. Tentukan sistem pendukung yang tersedia 2. Mempunyai dukungan yang cukup meningkatkan
pada klien dan skap pasangan / keluarga kesempatan untuk pengalaman menyusui dengan
3. Berikan informasi verbal dan tertulis, berhasil. Sikap dan komentar negatif mempengaruhi
mengenai keuntungan menyusui, perawatan upaya – upaya dan dapat menyebabkan klien
puting dan payudara, kebutuhan diet khusus menolak mencoba untuk menyusui.
dan faktor – faktor yang memudahkan atau 3. Membantu menjamin suplai susu adekuat, mencegah
menganggu keberhasilan menyususi puting pecah dan luka, memberikan kenyamanan,
4. Demonstrasikan dan tinjau ulang teknik – dan membuat peran ibu menyusui .
teknik menyusui. Perhatikan posisi bayi 4. Posisi yang tepat biasanya mencegah luka puting,
selama menyusu. tanpa memperhatikan lamanya menyusu
5. Kaji puting klien; anjurkan klien melihat 5. Indentifikasi dan intervensi dini dapat mencegah /
puting setelah menyusui membatasi terjadinya luka atau pecah puting, yang
6. Anjurkan klien untuk menghindari dapat merusak proses menyusui.
penggunaan pelindung puting kecuali secara 6. Menambah kegagalan laktasi.
khusus diindikasikan

c. Resiko infeksi berhubungan dengan trauma jaringan dan/atau kerusakan kulit,


penurunan Hb, prosedur invasif, ruptur ketuban lama, malnutrisi.
Tujuan : Klien menunjukkn tidak adanya tanda – tanda infeksi yang ditandai dengan
luka yang bebas dari drainase purulent, bebas infeksi, tidak febris, dan mempunyai
aliran lokhia dengan karakter normal.
Intervensi Rasional
1. Kaji catatan prenatal dan intrapartal , perhatikan 1. Membantu mengidentifikasi faktor – faktor resiko
frekuensi pemeriksaan vagina dan komplikasi yang dapat menganggu penyembuhan dini dan atau
seperti ketuban pecah dini, persalinan lama, kemunduran pertmbuhan epitel jaringan
laserasi, hemoragi dan tertahannya plasenta endometrium dan memberi kecenderungan klien
2. Kaji lokasi dan kontraktilitas uterus; perhatikan terkena infeksi.
perubahan involusional atau adanya nyeri tekan 2. Kegagalan miometrium untuk involusi atau
uterus yang berlebihan terjadinya nyeri tekan yang berlebihan menandakan
3. Catat jumlah dan bau rabas lokhial atau tertahannya jaringan plasenta atau infeksi.
perubahan pada kemajuan normal dari rubra 3. Lokhia secara normal mempunyai bau amis ,
menjadi serosa namun pada endometritus, rabas mungkin purulent
4. Evaluasi kondisi puting, perhatikan adanya dan bau busuk, mungkin gagal untuk menunjukkan
pecah – pecah, kemerahan atau nyeri tekan kemajuan normal dari rubra menjadi serosa sampai
5. Kaji tanda – tanda infeksi saluran kemih alba.
6. Anjurkan perawatan perineal setelah berkemih 4. Terjadinya puting yang pecah – pecah
dan defekasi , dan anjurkan klien mandi setiap menimbulkan resiko mastitis.
hari dan ganti pembalut perineal sedikitnya 5. Gejala ISK dapat nampak pada hari ke -2 sampai
setiap 4 jam dengan tehnik pembersihan dari hari ke -3 pascapartum karena naiknya infeksi
depan ke belakang kandung kemih.
7. Anjurkan dan gunakan teknik mencuci tangan 6. membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki
cermat dan membuang pembalut yang kotor. vagina dan uretra dan meningkatkan pemulihan.
Diskusikan dengan klien petingnya dilakukan 7. Membantu mencegah atau menghalani penyebaran
tindakan ini juga setelah pulang infeksi.
8. Kaji status nutrisi klien 8. Nutrisi yang adekuat mencegah klien rentan
terhadap infeksi.

d. Ansietas berhubungan dengan Krisis Situasional


Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk 1. Memudahkan intervensi selanjutnya
istirahat 2. Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan
2. Kaji faktor – faktor bila ada yang relaksasi
mempengaruhi istirahat 3. Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan
3. Berikan lingkungan yang tenang relaksasi
4. Untuk membantu memenuhi kebutuhan tubuh serta
4. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk mengatasi kelelahan yang berlebihan
tidur ./ istirahat setelah kembali ke rumah 5. Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian
5. Berikan informasi tentang efek – efek psikologis , suplai ASI dan penurunan refleks
kelelahan dan ansietas pada suplai ASI secara psikologis
6. Multipara dengan anak di rumah memerlukan tidur
6. Kaji lingkungan rumah, bantuan di rumah dan lebih banyak di rumah sakit untuk mengatasi
adanya sibling dan anggota keluarga lain kekurangan tidur dan memenuhi kebutuhannya dan
kebutuhan keluarganya.

e. Kurang pengetahuan ( kebutuhan belajar ) , mengenai perawatan diri dan perawatan


bayi.
Tujuan : Klien dapat mengungkapkan pemahaman perubahan fisiologis, kebutuhan
individu, hasil yang diharapkan

Intervensi Rasional
1. Kaji kesiapan klien dan motivasi untuk belajar, 1. Kesiapan secara emosional dan secara fisik untuk
bantu klien / pasangan dalam mengidentifikasi belajar informasi baru sehingga memudahkan
kebutuhan – kebutuhan pelaksanaan peran barunya
2. Memberikan pengetahun kepada klien dan secar
2. Berikan informasi pada klien tentang perawatan umum meningkatkan perasaan sejahtera, membantu
diri, termasuk perawatan perineal dan higiene, mencegah infeksi, mempercepat pemulihan dan
perubahan fisiologis, termasuk kemajuan normal penyembuhan dan berperan pada adaptasi yang
dari rabas lokhia, kebutuhan tidur dan istirahat, positif dari perubahan fisik dan emosional.
perubahan peran dan perubahan emosional.
Biarkan klien mendemonstrasikan materi yang
dipelajari, bila diperlukan

4. Implementasi
Implementasi adalah realisasi rencana tindakan dalam proses keperawatan dan
sangat menuntut kemampuan intelektual, ketrampilan dan tehnik keperawatan.
Pelaksanaan keperawatan sesuai dengan rencana keperawatan yang didasari
kebutuhan klien untuk mengurangi atau mencegah masalah serta merupakan pengelolaan
atau perwujudan rencana keperawatan pada seorang klien. Ada 2 syarat hasil yang
diharapkan dalam pelaksanaan perawatan yaitu: adanya bukti bahwa klien dalam proses
menuju perawatan atau telah tercapai tujuan yang diinginkan dan adaya bukti bahwa
tindakan keperawatan dapat di terima klien.
Adapun prioritas keperawatan untuk klien setelah pascapartum adalah sebagai
berikut:
a. Meningkatkan kesatuan dan ikatan keluarga
b. Meningkatkan kenyamanan dan kesejahteraan umum
c. Mencegah/meminimalkan komplikasi pascaoperasi
d. Meningkatkan respons emosional positif pada pengalaman kelahiran dan peran orang
tua
e. Memberikan informasi mengenai kebutuhan pascapartum
5. Evaluasi
Evaluasi merupakan penilaian keberhasilan rencana keperawatan dalam memenuhi
kebutuhan klien dan dapat dilihat 4 kemungkinan yang menentukan tindakan perawatan
selanjutnya antara lain :
a. Apakah pelayanan keperawatan sudah tercapai atau belum
b. Apakah masalah yang ada telah terpecahkan / teratasi atau belum
c. Apakah masalah sebagian terpecahkan / tidak dapat dipecahkan
d. Apakah tindakan dilanjutkan atau perlu pengkajian ulang
Komponen evaluasi adalah :
a. Menginformasikan kondisi klien dan tujuan yang telah dicapai
b. Menyediakan informasi untuk memastikan tindakan selanjutnya
c. Memungkinkan revisi rencana.
Pada klien setelah pascapartum yang ingin dicapai adalah :
a. Dimulainya ikatan keluarga
b. Berkurangnya nyeri/ketidaknyamanan
c. Terpenuhinya kebutuhan fisik/psikologis
d. Komplikasi tercegah/teratasi
e. Diekspresikannya kebanggan diri positif berkenaan dengan kelahiran dan peran
menjadi orang tua
f. Dipahaminya kebutuhan pascapartum (Doenges, 2001).

Anda mungkin juga menyukai