Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN POST PARTUM


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Maternitas

Dosen pembimbing :
Tri Nur Jayanti, S.Kep., Ners., M.Kep

Di susun oleh :
KHOFI INDAKA
221FK04073

FAKULTAS KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2021
I. Konsep Post Partum
A. Definisi
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa
nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk
pemulihan kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post partum
adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi sampai
kembali keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali pada keadaan sebelum hamil, masa post partum
berlangsung selama 6 minggu (Wahyuningsih, 2019).
Primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu
kali. Multipara (pleuripara) adalah wanita yang telah melahirkan anak hidup
beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan janin aterm lebih dari
lima kali (Manuaba, 2012).

B. Tahap-tahapan post partum


Masa post partum dibagi dalam tiga tahap sebagai berikut (Wahyuningsih,
2019) :
1. Immediate Post Partum (setelah plasenta lahir 24 jam)
Masa segera setelah plasenta lahir sampai 24 jam, adapun masalah yang
sering terjadi misalnya atonia uteri oleh karena itu perlu melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah ibu dan
suhu
2. Early Post Partum (24 jam – 1 minggu)
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.
3. Late Post Partum ( 1 minggu – 6 minggu)
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi, waktu untuk
sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
C. Perubahan Fisiologis Post partum
Pada perubahan fisiologis masa nifas ini, terdiri atas beberapa sistem menurut
(Bobak, 2005) & (Ambarwati E,R,Diah,W ,2010) yaitu
1. Perubahan pada sistem Reproduksi
a) Involusi uteri
Involusi atau pengurutan uterus merupakan suatu proses dimana
uetus kembali ke kondisi sebelum hamil dengan berat sekitar 60
gram. Proses ini dimulai segera setelah plasenta lahir ekibat kontraksi
otot-otot polos uterus. Perubahan- perubahan normal pada uterus
selama post partum.
Tabel 2.1 Perubahan perubahan normal pada uterus selama post partum

Menurut Reeder, (2012) tinggi fundus uteri (TFU) pada hari pertama
setinggi pusat, pada hari kedua 1 jari di bawah pusat, pada hari ke
tiga 2 jari di bawah pusat, pada hari ke empat 2 jari di atas simpisis,
pada hari ke tujuh 1 jari d atas simpisis, pada hari kesepuluh setinggi
simpisis.
Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi
kecil (involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:
1) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000
gr.
2) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah
pusat dengan berat uterus 750 gr.
3) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan
pusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr.
4) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas
simpisis dengan berat uterus 350 gr.
5) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan
berat uterus 50 gr
b) Tempaat plasenta
Segera setelah plasenta keluar dan ketuban dikeluarkan, kontriksi
vasikuler dan thrombosis menurunkan tempat plasenta kesuatu area
yang meninggi dan bernodul tidak teratur.
c) Serviks (mulut rahim)
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan 18 jam setelah
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi padat
dan kembali ke bentuk semula. Warna serviks sendiri berwarna
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah, bentuknya seperti
corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada
perbatasan antara korpus uteri dan servik terbentuk cincin
d) Lochea
Lochea adalah eksresi cairan rahim selama masa nifas. Lochea
mengandung darah dan sisa jaringan desidua yang nekrotik dari
dalam uterus. Mikroorganisme ditemukan pada lochea yang
menumpuk di vagina dan pada sebagian besar kasus juga ditemukan
bahwa bila discharge diambil dari rongga uterus (menurut
Chunningham, Gary, et all 2006). Karakteristik lochea:
6) Lochea Rubra atau Merah (Kruenta)
Lochea ini muncul pada hari 1 sampai hari ke 3 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna marah karena berisih darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi) dan mekonium.
7) Lochea Serosa
Lochea ini muncul pada hari ke 4 sampai hari ke 7 masa post
partum. Lochea serosa ini berwarna merah muda sampai cokelat,
tidak berbau tidak ada bekuan.
8) Lochea Alba
Lochea ini muncul pada minggu ke pertama sampai pada minggu
ke 3 post partum. Lochea ini krem sampai kekuningan mungkin
kecoklatan, tidak berbau.
e) Vulva, Vagina dan Perineum
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang besar
selama proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8
minggu post partum. Segera setelah melahirkan, perineum menjadi
kendur karena sebelumnya terenggang oleh tekanan kepala bayi yang
bergerak maju. Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi
pada saat perineum mengalami robekan, pada post natal hari ke 5,
perineum sudah mendapatkan kembali sebagian besar tonusnya
sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
(Ambarwati E,R,Diah,W, 2010).
2. Perubahan pada sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah melahirkan anak. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan colon menjadi kosong, pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan. Dehidrasi, kurang makan,
haemoroid, laserasi jalan lahir. Supaya buang air besar kembali teratur
dapat diberikan diit atau makanan yang mengandung serat dan pemberian
cairan yang cukup. (Ambarwati E,R,Diah,W, 2010).
3. Perubahan pada sistem Perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama post melahirkan.
Kadangkadang puerperium mengalami sulit buang air kecil, karena
sfingter ditekan oleh kepala janin dan spasme oleh iritasi muskulus
sphinter ani selama persalinan. Kadang-kadang edema dari triogonium
menimbulkan obstruksi dari uretra sehingga sering terjadi retensio urine,
kandung kemih dalam puerperium sangat kurang sensitive dan
kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kemih penuh atau sesudah
buang air kecil masih tertinggal urine residual. ( normal kuang lebih
150cc ). (Ambarwati E,R,Diah,W. 2010).
4. Perubahan pada sistem Musculoskeletal
Ligamen, fasia, dan diafragma pelvis yang meregang pada waktu
persalinan, setelah bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan
pulih kembali sehingga tidak jarang uterus jatuh kebelakang dan menjadi
retrofleksi, karena rotundum menjadi kendor.Stabilisasi secara sempurna
terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan. Sebagai akibat putusnya
serat-serat elastik kulit dan distensi yang berlangsung lama akibat
besarnya uterus pada saat hamil, dinding abdomen masih lunak dan
kendur untuk sementara waktu. Pemulihan dibantu dengan latihan.
Perubahan endokrin, menurut (Ambarwati E,R,Diah,W, 2010) yaitu :
a) Hormon plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-
hormon yang diproduksi oleh plasenta.ahormon plasenta menurun
dengan cepat setelah persalinan.
b) Hormon pituitary
Prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase
konsentrasi folikuler pada minggu ke 3, dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.
c) Hormon oksitosin
Oksitosin dikeluarkan dari kelenjar bawah otak bagian belakang
(posterior), bekerja terhadap otot uterus dan jaringan payudara.
Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan
plasenta. Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menahan
kontraksi, mengurangi tempat plasenta dan mencegah perdarahan.
Pada wanita yang memilih menyusui bayinya, isapan sang bayi
merangsang keluarnya oksitosin lagi dan ini membantu uterus
kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
d) Hipotalamik pituitary ovarium
Untuk wanita yang menyusui dan tidak menyusui akan
mempengaruhi lamanya ia mendapatkan menstruasi. Sering kali
menstruasi pertama itu bersifat anovulasi yang dikarenakannya
rendah kadar estrogen dan progesteron.
5. Perubahan Tanda-tanda Vital
Perubahan tanda-tanda vital menurut (Ambarwati E,R,Diah,W, 2010)
yaitu :
a) Suhu badan
Dalam 24 jam post partum suhu badan akan naik sedikit (37,5oc –
38oc ) sebagai akibat kerja keras waktu melahirkan kehilangan
cairan dan kelelahan apabila keadaan normal suhu badan akan biasa
lagi. Pada hari ketiga suhu badan akan naik lagi karena ada
pembendungan asi, buah dada akan menjadi bengkak berwarna
merah karena ada banyak asi bila suhu tidak turun kemungkinan
adanya infeksi endometrium, mastitis, traktus urognitalis atau
sistem lain.
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80x/menit. Sehabis
melahirkan biasanya denyut nadi akan lebih cepat. Setiap denyut
nadi yang melebihi 100 adalah abnormal dan hal ini mungkin
disebabkan oleh infeksi atau perdarahan postpartum tertunda.
c) Tekanan darah
Biasanya tidak berubah kemungkina tekanan darah akan rendah
setelah melahirkan karena adanya perdarahan. Tekanan darah tinggi
pada post partum menandakan terjadinya prekeklamsi post partum
d) Pernapasan
Keadaan pernapasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu
dan denyut nadi. Apabila suhu dan denyut nadi tidak normal maka
pernapasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan kusus di
saluran pernapasan . Perubahan pada sistem kardiovaskuler pada
persalian pervagina akan kehilangan darah sekitar 300-400 cc. Bila
kelahiran melalui Section Caesaria (SC) kehilangan darah akan dua
kali lipat. Perubahan terdiri dari volume darah dan
haemokonsentrasi. Apabila persalinan pervagina haemokonsentrasi
akan naik dan pada SC haemokonsentrasi cenderung stabil dan
kembali normal setelah 4 – 6 minggu. (Ambarwati E,R,Diah, 2010).
Faktor-faktor pembekuan darah meningkat pada hari pertama
post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun
tetapi darah akan lebih mengental dengan peningkatan fiskositas
sehingga menigkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis yang
meningkat dimana jumlah sel darah putih dapat mencapai 15.000
selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama
dari masa post partum. Kira-kira selama kehamilan dan masa terjadi
kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan
peningkatan sel darah pada kehamilan di asosiasikan dengan
peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7
postpartum dan akan kembali normal dalam 4-5 minggu
postpartum.(Ambarwati E,R,Diah, W, 2010)
Menurut Kumalasari (2015), perubahan fisiologis dan psikologis post partum
Perubahan Psikologis
a) Perubahan Taking In Merupakan periode terjadi setelah 1 sampai 2
hari dari persalinan, masa terjadi interaksi dan kontak yang lama
antara ayah, ibu dan bayi.
b) Periode Taking Hold Merupakan berlangsung pada hari ke 3 sampai
hari ke 4 post partum, ibu berusaha bertanggung jawab terhadap
bayinya dengan berusaha untuk menguasai perawatan bayi.
c) Periode Letting Go Merupakan terjadi setelah ibu pulang ke rumah,
pada masa ibu hamil mengambil tanggung jawab terhadap bayi

D. Tanda dan gejala


Menurut Masriroh (2013) tanda dan gejala masa post partum adalah sebagai
berikut:
1. Organ-organ reproduksi kembali normal pada posisi sebelum kehamilan.
2. Perubahan-perubahan psikologis lain yang terjadi selama kehamilan
berbalik (kerumitan).
3. Masa menyusui anak dimulai
4. Penyembuhan ibu dari stress kehamilan dan persalinan di asumsikan
sebagai tanggung jawab untuk menjaga dan mengasuh bayinya.

E. Klasifikasi
Menurut Anggraini (2010), tahap masa nifas di bagi menjadi 3 :
1. Purperium dini, Waktu 0-24 jam post partum. Purperium dini yaitu
kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dianggap telah bersih dan boleh melakukan hubungan suami istri apabila
setelah 40 hari.
2. Purperium intermedial, Waktu 1-7 hari post partum. Purperium
intermedial yaitu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
6 minggu
3. Remote purperium ,Waktu 1-6 minggu post partum. Adalah waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutam bila selama hamil dan
waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu untuk pulih sempurna
bias berminggu-minggu, bulanan bahkan tahunan. (Yetti Anggraini,2010).
F. Perjalanan penyakit (Patofisiologi)
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot
polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis
tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar
pada promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai
kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm
setiap 24 jam. Pada hari pasca partum keenam fundus normal akan berada di
pertengahan antara umbilikus dan simpisis pubis Uterus pada waktu hamil
penuh baratnya 11 kali beratsebelum hamil.
Uterus akan mengalami proses involusiyangdimulai segera setelah
plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos. Proses involusi yang terjadi
mempengaruhi perubahan dari berat uterus pasca melahirkan menjadi kira-
kira 500 gram setelah 1 minggu pasca melahirkan dan menjadi 350 gram
setelah 2 minggu pasca melahirkan. Satu minggusetelah melahirkan uterus
berada di dalam panggul. Pada minggu keenam, beratnya menjadi 50-60 gr.
Peningkatan esterogen danprogesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan
kadar hormon menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara
langsungjaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk
selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih
besar setelah hamil. Intesitas kontraksi otot otot polos uterus meningkat
secara bermakna segera setelah bayi lahir, kondsi tersebut sebagai respon
terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar.
Pada endometrium timbul trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat
implantasi plasenta. Pada hari pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-
5 mm mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan
selaput janin. Regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakaiwaktu 2 sampai 3 minggu.
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan.
Sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada masa puerperium.
Kadar esterogen dan progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta
keluar, penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara
dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama masa
hamil.
Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui berperan dalam
menekan ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama
pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat.
G. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut Kumalasari I (2015), antara lain:
pemeriksaan urine, Hemoglobin dan Hematokrit 12-24 jam post partum (jika
Hb <10 gr% dibutuhkan suplemen Fe), eritrosit, leukosit dan trombosit.

H. Komplikasi
1. Perdarahan Perdarahan adalah penyebap kematian terbanyak pada wanita
selama periode post partum. Perdarahan post partum adalah: kehilangan
darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan
pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
a) Kehilangan darah lebih dai 500 cc.
b) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg.
c) Hb turun sampai 3 gram %.

Tiga penyebap utama perdarahan antara lain :

• Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi


dengan baik dan ini merupakan sebab utama dari perdarahan post
partum.
• laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan
segera.
• Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan
plasenta disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.
d) Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka.
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan
parut pada uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri (Wiknjosastro, 2009).
2. Infeksi puerperalis Didefinisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi
selama masa post partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1%-8%, ditandai
adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari selama 10 hari pertama post
partum
3. Endometritis Adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh
infeksi puerperalis. Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran
memiliki resiko tinggi terjadinya endometritis.
4. Mastitis Yaitu infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau
pecahnya puting susu akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan
pembengkakan, mastitis umumnya di awali pada bulan pertama post
partum
5. Infeksi saluran kemih Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum,
pembedahan meningkatkan resiko infeksi saluran kemih. Organisme
terbanyak adalah Entamoba coli dan bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan thrombosis Semasa hamil dan masa awal post partum,
faktor koagulasi dan meningkatnya status vena menyebapkan relaksasi
sistem vaskuler, akibatnya terjadi tromboplebitis (pembentukan trombus
di pembuluh darah dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan
thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis superfisial terjadi 1
kasus dari 500-750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum
I. Pathway
I. Konsep Ketuban Pecah Dini (KPD)
A. Definisi

Letak lintang adalah Bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu


memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 derajat (Mochtar, 1998 :
366). Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi
yang lain (Wiknjosastro, 2006 : 622).
Letak lintang adalah bila sumbu janin melintang dan biasanya bahu
merupakan bagian terendah janin (Buku Acuan Nasional). Dari beberapa
pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa letak lintang adalah keadaan
dimana posisi janin melintang.
B. Etiologi
Sebab terpenting dari letak lintang adalah multiparitas disertai dinding
uterus dan perut yang lembek. Pada kehamilan prematur, hidramnion dan
kehamilan kembar, janin sering dijumpai dalam letak lintang. Keadaan ini yang
dapat menghalangi turunnya kepala ke dalam rongga panggul seperti misalnya
panggul sempit, tumor di daerah panggul dan plasenta previa. Demikian pula
kelainan bentuk rahim seperti uterus arkutus atau uterus subseptus
(Wiknjosastro, 2006 : 624)
C. Perjalanan penyakit (Patofisiologi)

Menurut Mochtar (1998) anak normal dan cukup bulan tidak mungkin
lahir secara spontan dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila
kecil atau premature, sudah mati dan menjadi lembek atau panggul luas. Pada
cara Denman bahu tertahan pada simpisis dan dengan fleksi kuat di Bagian
bawah tulang belakang, badan bagian bawah, bokong dan kaki turun di
rongga panggul dan lahir, kemudian disusul badan bagian atas dan kepala.
Pada cara Douglas bahu masuk ke dalam rongga panggul, kemudian
dilewati oleh bokong dan kaki, sehingga bahu, bokong dan kaki lahir,
selanjunya disusul oleh lahirnya kepala. Dua cara tersebut merupakan variasi
suatu mekanisme lahirnya janin dalam letak lintang, akibat fleksi lateral yang
maksimal dari tubuh janin (Wiknjosastro, 2006 : 625).
D. Penatalaksanaan
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan mengubah menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada tidaknya panggul
sempit, tumor dalam pnggul, atau plasenta previa, sebab dapat
membahayakan janin meskipun versi luar berhasil, janin mungkin akan
memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali ibu dianjurkan
menggunakan korset, dan dilakukan pemeriksaan antenatalulangan untuk
menilai letak janin.
Pada seorang primigravida bila versi luar tidak berhasil, sebaiknya segera
dilakukan seksio sesarea. Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara
bergantung pada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetric wanita yang
bersangkutan baik, tidak didapatkan kesempitan panggul, dan janin tidak
seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai pembukaan serviks
lengkap untuk kemudian melakukan versi ekstrasi. Selama menunggu
ketuban harus diusahakan supayua utuh dan melarang untuk meneran dan
bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat prolaps
funikuli, harus dilakukan seksio sesarea. Dan apabila ketuban pecah, tetapi
tidak terjadi prolaps funikuli, maka bergantung kepada tekanan, dapat
ditunggu sampai pembukaan lengkap kemudian dilakukan versi ekstrasi atau
dengan seksio sesarea. Pada letak lintang ksep atau persalinan lama, versi
ekstrasi akan mengakibatkan rupture uteri, sehingga bila janin masih hidup,
hendaknya dilakukan seksio sesarea dengan segera, sedangkan pada janin
mati dilahirkan secara pervaginam dengan dekapitasi (Wiknjosastro, 2006 :
627).
E. Pemeriksaan penunjang
a. Tes pranatal : dapat memastikan polihidramnion, janin besar atau gestasi
multiple
b. Ultrasound atau pelvimetri sinar X : Mengevaluasi arsitektur
pelvis,presentasi janin ,posisi dan formasi.
F. PATHWAY
Asuhan Keperawatan

I. Pengkajian
Pengkajian menurut Margaretha (2017) antara lain:
1. Identitas pasien Biodata pasien terdiri dari nama, umur, agama,
pendidikan, suku/bangsa, pekerjaan dan alamat.
2. Riwayat kesehatan Riwayat kesehatan terdiri dari tempat pemeriksaan
kehamilan, frekuensi, imunisasi, keluhan selama kehamilan,
pendidikan kesehatan yang diperoleh.
3. Riwayat persalinan Riwayat persalinan terdiri dari tempat persalinan,
penolong persalinan, jalannya persalinan.
4. Pemeriksaan fisik
a. Vital sign
Dalam vital sign yang perlu di cek yaitu: suhu, nadi,
pernapasan, dan juga tekanan darah. Suhu tubuh diukur setiap 4
sampai 8 jam selama beberapa hari pascapartum karena demam
biasanya merupakan gejala awal infeksi. Suhu tubuh 38⁰C
mungkin disebabkan oleh dehidrasi pada 24 jam pertama setelah
persalinan atau karena awitan laktasi dalam 2 sampai 4 hari.
Demam yang menetap atau berulang diatas 24 jam pertama dapat
menandakan adanya infeksi.
Bradikardi merupakan perubahan fisiologis normal selama 6
sampai 10 hari pascapartum dengan frekuensi nadi 40 sampai 70
kali/ menit. Frekuensi diatas 100 kali/ menit dapat menunjukan
adanyya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan, nadi yang
cepat dan dangkal yang dihubungkan dengan hipotensi,
menunjukan hemoragi, syok atau emboli.
Tekanan darah umumnya dalam batasan normal selama
kehamilan. Wanita pascapartum dapat mengalami hipotensi
ortostatik karena dieresis dan diaphoresis, yang menyebabkan
pergeseran volume cairan kardiovasukuler, hipotensi menetap
atau berat dapat merupakan tanda syok atau emboli. Peningkatan
tekanan darah menunjukan hipertensi akibat kehamilan, yang
dapat muncul pertama kali pada masa pascapartum. Kejang
eklamsia dilaporkan terjadi sampai lebih dari 10 hari pascapartum
b. Kepala dan wajah
Inspeksi kebersihan dan kerontokan rambut (normal rambut
bersih, tidak terdapat lesi pada kulit kepala dan rambut tidak
rontok), cloasma gravidarum, keadaan sclera (normalnya sclera
berwarna putih), konjungtiva (normalnya konjungtiva berwarna
merah muda, kalau pucat berarti anemis), kebersihan gigi dan
mulut (normalnya mulut dan gigi bersih, tidak berbau, bibir
merah), caries.
Palpasi palpebra, odem pada mata dan wajah; palpasi pembesaran
getah bening (normalnya tidak ada pembengkakan), JVP, kelenjar
tiroid.
c. Dada
Inspeksi irama nafas, dengarkan bunyi nafas dan bunyi jantung,
hitung frekuensi. Payudara: pengkajian payudara pada ibu
postpartum meliputi inspeksi ukuran, bentuk, warna, dan
kesimetrisan dan palpasi konsisten dan apakah ada nyeri tekan
guna menentukan status laktasi. Normalnya puting susu
menonjol, areola berwarna kecoklatan, tidak ada nyeri tekan,
tidak ada bekas luka, payudara simetris dan tidak ada benjolan
atau masa pada saat di palpasi.
d. Abdomen
Menginspeksi adanya striae atau tidak, adanya luka/insisi, adanya
linea atau tidak. Involusi uteri: kemajuan involusi yaitu proses
uterus kembali ke ukuran dan kondisinya sebelum kehamilan, di
ukur dengan mengkaji tinggi dan konsistensi fundus uterus,
masase dan peremasan fundus dan karakter serta jumlah lokia 4
sampai 8 jam. TFU pada hari pertama setinggi pusat, pada hari
kedua 1 jari dibawah pusat, pada hari ketiga 2 jari dibawah pusat,
pada hari keempat 2 jari diatas simpisis, pada hari ketujuh 1 jari
diatas simpisis, pada hari kesepuluh setinggi simpisis. Konsistensi
fundus harus keras dengan bentuk bundar mulus. Fundus yang
lembek atau kendor menunjukan atonia atau subinvolusi.
Kandung kemih harus kosong agar pengukuran fundus akurat,
kandung kemih yang penuh menggeser uterus dan meningkatkan
tinggi fundus.
e. Vulva dan vagina
Melihat apakah vulva bersih atau tidak, adanya tandatanda
infeksi. Lochea: karakter dan jumlah lochea secara tidak langsung
menggambarkan kemajuan penyembuhan normal, jumlah lochea
perlahan-lahan berkurang dengan perubahan warna yang khas
yang menunjukan penurunan komponen darah dalam aliran
lochea. Jumlah lokia sangat sedikit noda darah berkurang 2,5-5
cm= 10 ml, sedang noda darah berukuran ≤ 10cm= 10,25 ml.
f. Perineum
Pengkajian daerah perineum dan perineal dengan sering untuk
mengidentifikasi karakteristik normal atau deviasi dari normal
seperti hematoma, memar, edema, kemerahan, dan nyeri tekan.
Jika ada jahitan luka, kaji keutuhan, hematoma, perdarahan dan
tanda-tanda infeksi (kemerahan, bengkak dan nyeri tekan).
Daerah anus dikaji apakah ada hemoroid dan fisura. Wanita
dengan persalinan spontan per vagina tanpa laserasi sering
mengalami nyeri perineum yang lebih ringan. Hemoroid tampak
seperti tonjolan buah anggur pada anus dan merupakan sumber
yang paling sering menimbulkan nyeri perineal. Hemoroid
disebabkan oleh tekanan otot-otot dasar panggul oleh bagian
terendah janin selama kehamilan akhir dan persalinan akibat
mengejan selama fase ekspulsi
g. Payudara dan tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan
kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada
nyeri tekan guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua
pasca melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang banyak.
Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk mengetahui ada
tidaknya tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam
sampai dengan 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap
empat jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan
h. Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi
dan palpasi adanya distensi abdomen. Ibu postpartum dianjurkan
untuk berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi
kandung kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi
setiap harinya.

II. Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisik (Post op SC)
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri (post op SC)
III. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Observasi :
berhubungan dengan tindakan a. Identifikasi,
terputusnya keperawatan 2 x 24 lokasi,
kontuinitas jaringan jam diharapkan karakteristik,
sekunder akibat tingkat nyeri durasi, frekuensi,
pembedahan menurun, dengan intensitas nyeri
kriteria hasil : b. Identifikasi skala
a. Kemampuan nyeri
menuntaskan c. Identifikasi
aktivitas respon nyeri non
meningkatkan verbal
b. Keluhan nyeri d. Identifikasi factor
menurun yang
c. Meringis memperberat dan
menurun memperingan
d. Sikap protektif nyeri
menurun e. Identifikasi
e. Frekuensi nadi pengetahuan
membaik tentang nyeri
f. Identifikasi
pengaruh budaya
terhadap respon
nyeri
g. Identifikasi
pengaruh nyeri
pada kualitas
hidup
h. Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang sudah
diberikan
i. Monitor efek
samping
penggunaan
analgetik
Terapeutik :
a. Berikan teknik
nonfarmakologis
untuk
mengurangi rasa
nyeri
b. Kontrol
lingkungan yang
memperberat rasa
nyeri
c. Fasilitasi istirahat
dan tidur
d. Pertimbangkan
jenis dan sumber
nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi :
a. Jelaskan
penyebab,
periode, dan
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan
memonitor nyeri
secara mandiri
d. Anjurkan
menggunakan
analgetik secara
tepat
e. Ajarkan teknik
nonfarmakologis
luntuk
mengurangi rasa
nyeri
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
analgetik, jika
perlu
2 Gangguan mobilitas Setelah dilakukan Observasi :
fisik berhubungan tindakan a. Identifikasi
dengan Nyeri (post op keperawatan 2 x 24 adnaya nyeri atau
SC) jam diharapkan keluhan fisik
kemampuan dalam lainnya
gerakan fisik dari b. Identifikasi
satu atau lebih toleransi fisik
ekstremitas secara melakukan
mandiri, dengan pergerakan
kriteria hasil : c. Monitor
a. Pergerakan frekuensi jantung
ekstremitas dan tekanan
meningkat darah sebelum
b. Kekuatan otot memulai
meningkat mobilisasi
c. Rentang gerak d. Monitor kondisi
(ROM) umum selama
meningkat melakukan
d. Nyeri menurun mobilisasi
e. Kecemasan Terapeutik :
menurun a. Fasilitasi
f. Kaku sendi aktivitas
menurun mobilisasi
g. Gerakan tidak dengan alat bantu
terkoordinasi b. Fasilitasi
menurun melakukan
h. Gerakan terbatas pergerakan, jika
menurun perlu
i. Kelemahan fisik c. Libatkan
menurun keluarga untuk
membantu pasien
dalam
meningkatkan
pergerakan
Edukasi :
a. Jelaskan tujuan
dan prosedur
mobilisasi
b. Anjurkan
melakukan
mobilisasi dini
c. Anjurkan
mobilisasi
sederhana yang
harus dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Aggraini, Yetti. 2010. Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Jogjakarta : Pustaka


Rihana

Bobak. (2010). Konsep Post Partum

Kumalasari, Intan. 2015. Panduan Praktek Laboratorium dan Klinik Perawatan


Antenatal, Intranatal, Postnatal, Bayi Baru Lahir dan Kontrasepsi. Jakarta :
Salemba Medika.

Manuaba, I. B. G. F. (2012). Pengantar Kuliah Obstetri. Kedokteran EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(Edisi 1). DPP PPNI.

Wahyuningsih, S. (2019). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Post Partum.


https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=cBKfDwAAQBAJ&oi=fnd
&pg=PR5&dq=asuhan+keperawatan+postpartum&ots=vKhhFotwZ-
&sig=lmN6U17mGyGTN0dkUGag6VtBcUQ&redir_esc=y#v=onepage&q=asuha
n keperawatan postpartum&f=false

Lampiran jurnal

Taviyanda, dian (2019). ADAPTASI PSIKOLOGIS PADA IBU POST PARTUM


PRIMIGRAVIDA (FASE TAKING HOLD) SECTIO CAESAREA DAN PARTUS
NORMAL. Jurnal Penelitian Keperawatan Vol 5 No 1 (2019).

Latifah & Wahid. (2015). Perbandingan Breast Care Dan Pijat Oksitosin Terhadap
Produksi ASI Pada Ibu Post Partum Normal. Jurnal Dunia Keperawatan.
Volume.3, Nomor 1, Maret 2015. (online). Tersedia dalam
http://ppjp.unlam.ac.id/ journal/ index.php/JDK/article/viewFile/1704/1477.pdf
Diakses tanggal 09 November 2021.
Emma L, Smith D, Wittkowski A. (2014). Women’s experience of their
pregnancy and post partum body image: a systematic review and
matasynthesis, BMC Pregnancy and Childbirth, pp. 14:330.

Anda mungkin juga menyukai