Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA IBU POST PARTUM

DISUSUN OLEH :
STEFANUS KRISMO TABERI

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AN NUUR
PURWODADI
2021
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri,
tanpa bantuan alat  – alat serta tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya
berlangsung kurang dari 24 jam.(Abdul Bari Saifuddin, 2008).
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan
plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya disertai
dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan
yang mengalami perubahan seperti perlukaan, keluarnya cairan berupa
lochea dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut
masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Post
partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil
(Bobak, 2010).
Masa nifas atau puerperium adalah dimulai sejak 1 jam setelah
lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu.
(Hadijono,2008). Selama masa nifas perlu mendapat perhatian lebih
dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi pada masa nifas. Dalam
angka kematian ibu (AKI) adalah penyebab banyaknya wanita meninggal
dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada wanita post partum
(Maritalia, 2012).
B. Etiologi
Penyebab persalinan belum pasti diketahui, namun beberapa teori
menghubungkan dengan faktor hormonal, struktur rahim, sirkulasi rahim,
pengaruh tekanan pada saraf dan nutrisi (Pitriani, 2014).
a. Teori penurunan hormon
1-2 minggu sebelum partus mulai, terjadi penurunan hormon
progesteron dan estrogen. Fungsi progesteron sebagai penenang otot-
otot polos Rahim dan akan menyebabkan kekejangan pembuluh darah
sehingga timbul his bila progesteron turun.
b. Teori plasenta menjadi tua
Turunnya kadar hormon estrogen dan progesteron menyebabkan
kekejangan pembuluh darah yang menimbulkan kontraksi rahim.
c. Teori distensi rahim
Rahim yang menjadi besar dan merenggang menyebabkan iskemik
otot-otot rahim sehingga mengganggu sirkulasi utero-plasenta.
d. Induksi partus
Dapat pula ditimbulkan dengan jalan gagang laminaria yang
dimasukan dalam kanalis servikalis dengan tujuan merangsang plekus
frankenhauser, amniotomi (pemecahan ketuban), oksitosin drip yaitu
pemberian oksitosin menurut tetesan perinfus.
C. Manifestasi Klinis
Sebelum terjadi persalinan sebenarnya beberapa minggu sebelumnya
wanita memasuki “bulannya atau minggunya atau harinya” yang disebut
kala pendahuluan (preparatory stage of labor) ini memberikan tanda-tanda
sebagai berikut :
1. Lightening atau setting atau droping yaitu kepala turun memasuki
pintu atas panggul terutama pada primigravida pada multipara
tidak begitu kentara.
2. Perut kelihatan lebih melebar, fundus uteri turun.
3. Perasaan sering atau susah kencing (potakisurla) karena kandung
kemih tertekan oleh bagian terbawa janin.
4. Perasaan sakit perut dan dipinggang oleh adanya kontraksi lemah
dari uterus, kadang disebut “false labor pains”.
5. Serviks menjadi lembek, mulai melebar dan sekresinya bertambah
dan bisa bercampur darah (bloody shoe).
D. Komplikasi

Menurut Reeder, (2011) berikut ini merupakan komplikasi yang terjadi


pada ibu saat post partum, yaitu:
a. Penurunan berat badan
Untuk sebagian besar pada wanita memiliki berat badan lebih dalam 2
tahun setelah wanita hamil disbanding wanita yang belum pernah
hamil, dan penurunan berat badan biasanya bisa terjadi pada dalam
beberapa waktu sesudah hamil dan melahirkan.
b. Demam nifas
Demam nifas merupakan demam yang terjadi setelah melahirkan atau
saat ibu berada di masa nifas. Demam ini bisa terjadi setelah
melahirkan hingga kurang lebih dari 6 minggu setelah masa
persalinan, demam nifas biasanya yang disebabkan oleh perubahan
hormon karena sebagian besar demam nifas ini disebabkan oleh
infeksi setelah masa persalinan atau melahirkan.
c. Nyeri pada simfisis pubis
Nyeri ini biasanya disebabkan oleh ibu pasca bersalin atau masa
nifas,dan nyeri tersebut aka nada setelah kondisi ibu melahirkan bayi
melalui vagina, nyeri ini diakibatkan karena adanya lecet pada sekitar
area vagina dan bekas luka jahitan pasca melahirkan.
d. Kesulitan berjalan atau kesulitan dalam hubungan seksual
Kesulitan ketika berjalan biasanya dikarenakan adanya latihan duduk
dan berjalan pasca bersalin pada ibu post partum, sedangkan kesulitan
dalam hubungan seksual pada ibu post partum kemungkinan
diakibatkan karena timbulnya rasa sakit disekitar jalan lahir setelah
pasca melahirkan.
e. Payudara membengkak disertai kemerahan
Pada persalinan setelah dua atau tiga hari terkadang seorang ibu nifas
atau post partum akan merasakan payudaranya mulai membengkak
yang disebabkan oleh adanya bakteri Staphylococcus atau
Streptococus yang berasal dari saluran air susu yang tersumbat, selain
itu dengan adanya penyumbatan pada sekitar area payudara akan
membuat terlihat payudara menjadi bengkak dan kemerahan.
E. Klasifikasi
Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut (Saleha, 2009) adalah
sebagai berikut:
a. Priode immediate postpartum
Masa segera setelah plasenta lahir 24 jam. Pada masa ini sering
terdapat masalah, misalnya perdarahan pada atonia uteri. Oleh karena
itu, bidan harus teratur melakukan pemeriksaan kontraksi uterus,
Pengeluaran lokhea, tekanan darah dan suhu.
b. Priode early postpartum antara 24 jam sampai 1 minggu
Pada fase ini bisa memastikan involusi uteri dalam keadaan normal,
Tidak ada perdarahan, lokhea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
c. Priode late postpartum antara 1 minggu sampai 5 minggu
Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan
sehari-hari serta konseling keluarga berencana.

F. PATOFISIOLOGI/PATHWAY
1. Adaptasi Fisiologi
a. Infolusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap
ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus. Fundus turun kira-
kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pasca partum keenam
fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilikus dan
simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu
setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu
keenam, beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan
progesteron bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus
selama hamil. Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon
menyebapkan terjadinya autolisis, perusakan secara langsung
jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran
uterus sedikit lebih besar setelah hamil.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap
penurunan volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis
pasca partum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah
intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan
pembentukan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar
hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam
pertama pasca partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang
dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler
diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara
segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang
pelepasan oksitosin.
2. Adaptasi psikologis
Menurut (Gerry morgan & Hamilton, 2010) adaptasi psikologis ibu
post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
a. Fase taking in / ketergantungan Fase ini dimuai hari pertama dan
hari kedua setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan
perlindungandan pelayanan.
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini
dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan berakhir pada
minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu siap untuk
menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal baru.
Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu
muda yang membutuhkan sumber informasi dan penyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
c. Fase letting go / saling ketergantungan Dimulai sekitar minggu
kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah
menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian
telah sembuh, perasan rutinnya telah kembali dan kegiatan
hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
Pada kasus post partum spontan akan terjadi perubahan fisiologis
dan psikologis pada perubahan fisiologis terjadi proses involusi
menyebabkan terjadi peningkatan kadar ocytosis, peningkatan
kontraks uterus sehingga muncul masalah keperawatan nyeri akut,
dan perubahan pada vagina dan perineum terjadi rupture jaringan
terjadi trauma mekanis, personal hygine yang kurang baik,
pembuluh darah rusak menyebabkan genetalia menjadi kotor dan
terjadi juga perdarahan sehingga muncul masalah keperawatan
resiko infeksi. Pada perubahan psikologis akan muncul taking in
(ketergantungan) taking hold (ketergantungan kemandirian), letting
go (kemandirian) pada perubahan taking in pasien akan
membutuhkan perlindungan dan pelayanan ibu akan cenderung
berfokus pada diri sendiri dan lemas, sehingga muncul masalah
keperawatan gangguan pola tidur. Taking hold pasien akan belajar
mengenai perawatan diri dan bayi, akan cenderung butuh informasi
karena mengalami perubahan kondisi tubuh sehingga muncul
masalah keperawatan kurang pengetahuan. Letting go ibu akan
mulai mengalami perubahan peran, sehingga akan muncul masalah
keperawatan resiko perubahan peran menjadi orang tua.

G. Pathway

Post Partum Normal

Perubahan fisiologi Perubahan Psikologi

VAGINA DAN PERINIUM Taking in


Taking hold Letting go

Belajar mengenai Resiko perubahan


RUPTUR JARINGAN Butuh perlindungan dan perawatan diri dan peran menjadi
pelayanan bayi orang tua

TRAUMA MEKANIS Personal hygine Pembuluh darah rusak


kurang baik
Butuh informasi
Berfokus pada diri
sendiri dan lemas
NYERI AKUT Perdarahan
Genetalia kotor Kurang pengetahuan

Gangguan pola tidur


Kekurangan volume
Resiko infeksi cairan
A.

B.

C.

D.

E.

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah lengkap ( Hb, Ht, Leukosit, trombosit )
b. Urine lengkap
I. Penatalaksanaan
Perawatan pasca persalinan antara lain :
a. Mobilisasi
Karena lelah sehabis bersalin, ibu harus istirahat, tidur
terlentang selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh
miring-miring ke kanan dan kiri untuk mencegah terjadinya
thrombosis dan tromboemboli. Pada hari ke-2 diperbolehkan
duduk, hari ke-3 jalan-jalan dan hari 4-5 sudah diperbolehkan
pulang.
b. Diet
Makanan harus bermutu, beergizi dan cukup kalori, sebaiknya
makan-makanan yang mengandung protein, banyak cairan,
sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi
Hendaknya kencing dilakukan sendiri akan secepatnya. Bila
kandung kemih penuh dan sulit tenang, sebaiknya dilakukan
kateterisasi. Dengan melakukan mobilisasi secepatnya tak
jarang kesulitan miksi dapat diatasi.
d. Defekasi
Buang air besar, harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila
terjadi obstipasi dan timbul koprostase hingga skibala tertimbun
di rectum, mungkin terjadi febris. Lakukan klisma atau berikan
laksan peroral ataupu perektal. Dengan melakukan mobilasasi
sedini mungkin tidak jarang kesulitan defekasi dapat diatasi.
e. Perawatan payudara
1) Dimulai sejak wanita hamil supaya putting susu lemas,
tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui.
2) Jika putting rata. Sejak hamil ibu dapat menarik-narik
puting susu. Ibu harus tetap menyusui agar putting selalu
sering tertarik
3) Payudara bengkak. Payudara bengkak disebabkan
pengeluaran ASI yang tidak lancar karena bayi tidak
cukup sering menyusui atau terlalu cepat disapih.
Penatalaksanaanya dengan menyusui lebih sering, kompres
hangat. Susu dikeluarkan dengan pompa dan pemberian
analgesic oral atau per rectal. Bila masih belum bisa dilakukan
klisma.
f. Defekasi
Dorong air besar harus dilakukan 3-4 hari pasca persalinan. Bila
masih sulit buang air besar dan terjadi obstipasi apalagi berak
merah dapat diberikan obat laksans per oral atau per rectal. Bila
masih belum bisa dilakukan klisma.
BAB II
Konsep Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian
1. Identitas pasien (nama, umur, alamat, agama, pekerjaan, suku,bangsa
suami/istri).
2. Riwayat kehamilan
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil laboratorium;
USG,Darah, Urine, keluhan selama kehamilan termasuk situasi,
emosional dan impresi, upaya mengatasi keluhan, tindakan dan
pengobaatan yang diperoleh.
3. Riwayat Persalinan
a. Riwayat persalinan lalu : Jumlah Gravida, jumlah partal, dan
jumlah abortus, umur kehamilan, saat bersalin, jenis persalinan ,
penolong persalinan, BB bayi, kelaianan fisik, kondisi anak saat
ini.
b. Riwayaat nifas pada persalinan lau (masalah nifas dan laktasi
yang pernah dialami, masalah bayi yang pernah dialami.
c. Riwayat KB : Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan setelah
persalinan, jumlah anak yang direncanakaan.
4. Riwayat penyakit dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara
pengobatan yang dijalani, dimana mendapat pertolongan. Apakah
penyakit tersebut pernah diderita sampai saat ini.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Apakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan
secara genetic, menular, kelaianan, congenital atau gangguan kejiwaan
yang pernah diderita oleh keluarga.
6. Pengkajian Pola Fungsional
a. Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Menggambarkan persepsi,pemeliharaan, dan penanganan kesehatan
b. Pola Eliminasi
Eliminasi (BAB) dan eliminasi uri (BAK), menggambarkan
keadaan eliminasi klien sebelum sakit dengan saat sakit (saat ini)
yang meliputi frekuensi, konsistensi, warna, bau, adanya darah dan
lain–lain. Bila ditemukan adanya keluhan pada eliminasi
hendaknya dibuatkan deskripsi singkat dan jelas tentang keluhan
yang dimaksud.
c. Pola aktivitas
Menggambarkan aktivitas rutin yang dilakukan klien sebelum sakit
sampai saat sakit mulai dari bangun tidur sampai tidur kembali
termasuk penggunaaan waktu senggang. Mobilitas selama sakit
dilihat dan aktivitas perawatan diri seperti makan, minum, toileting,
berpakaian, berhias, dan penggunaan instrumen
d. Pola istirahat dan Tidur
Jumlah dan kualitas tidur klien, apakah ada gangguan seperti
(sering terjaga/terbagun, sulit memulai tidur, bangun tidur terlalu
dini dan sulit tidur lagi).
e. Pola kognitif dan persepsi sensori
Menggambarkan kemampuan klien berkomunikasi (berbicara dan
mengerti pembicaraan) status mental dan orientasi, kemampuan
pengindraan, penciuman, perabaan dan pengecapan
f. Pola Konsep Diri
Menggambarkan perasaan yang berhubungan dengan kesadaran
akan dirinya sendiri meliputi : gambaran diri, ideal diri, harga diri,
peran diri, identitas diri.
g. Pola peran – hubungan
Diisi dengan hubungan klien dengan anggota keluarga, masyarakat
pada umumnya, perawat, dan tim kesehatan yang lain. Termasuk
juga pola komunikasi yang digunakan klien dalam berhubungan
dengan orang lain.

h. Pola seksual dan reproduksi


Menggambarkan kepuasan atau masalah yang dirasakan dengan
seksualitas
i. Pola mekanisme koping
Menggambarkan mekanisme koping yang biasa digunakan klien
menghadapi masalah/konflik/stress/kecemasa. Bagaimana klien
mengambil keputusan (sendiri atau dibantu)
j. Pola Nilai Kepercayaan
Menggambarkan nilai – nilai dan menyakinkan klien terhadap
sesuatu dan menjadi sugesti yang amat kuat sehingga
mempengaruhi gaya hidup klien dan berdampak pada kesehatan
klien. Termasuk juga praktik ibadah yang dijalankan klien sebelum
sakit sampai saat sakit. Untuk mengkaji pola ini sebaiknya perawat
yang melakukan pengkajian seagama dengan klien sehingga
mampu mendapatkan data yang lengkap.
7. Pemeriksaan Fisik
Kepala
a. Rambut : Warna , bersih atau tidak, rontok atau tidak
b. Alis : Mudah dicabut atau tidak
c. Mata : Keadaan konjungtiva, sklera
d. Muka : Oedema atau tidak.
e. Hidung : Kebersihan, ada polip atau tidak.
f. Mulut : Warna bibir, ada stomatitis atau tidak.
g. Gigi : Kebersihan, ada karies atau tidak, ada ginggivitas
atau tidak.
h. Telinga : Kesimetrisan, kebersihan, ada serumen atau tidak
i. Leher : Dikaji adakah pembesaran kelenjar thyroid, dan
vena jugularis.
j. Dada dan axilla: ada pembesaran kelenjar limfe atau tidak
k. Mamae : masih teraba lunak pada hari I dan II post partum,
mulai keluar Kolustrum, hari III hangat dan berisi , hari IV keras
dan produksi ASI meningkat.
l. Putting : penonjolan putting ,kondisi puting, monthgomeri,
pengeluaran olostrums.
m. Abdomem : ada bekas luka Operasi atau tidak, adakah
pembesaran hati dan lien serta keadaan kandung kemih, adanya
linea nigra, striae gravidarum, TFU, kontur kulit, palpasi supra
pubik untuk mendeteksi bladder distensi, kontraksi uterus.
Ekstermitas
a. Superior : Kesimetrisan, keadaan kuku (bersih atau tidak,
panjang atau pendek, pucat atau tidak).
b. Inferior : Keseimetrisan , keadaan kuku (bersih atau tidak,
panjang atau tidak, pucat atau tidak, ada varices atau tidak ada
tromboplebitis atau tidak).
c. Perinium : Intack, ruptur, episiotomi, tanda–tanda (REEDA),
jenis episiotomi.
d. Lochea : warna, bau, jumlah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
C. Intervensi Keperawatan
1. Nyeri akut (D.0077)
Definisi
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat
dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3
bulan.
Tujuan
Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri ibu berkurang.
Intervensi
Manajemen Nyeri (I.08238)
Observasi:
a. Kaji karakteristik nyeri klien
b. Kaji faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi klien terhadap nyeri
c. Berikan posisi yang nyaman, tidak bising, terang dan tenang
d. Kolaborasi pemberian analgetik
Rasional:
a. Untuk menentukan jenis skala, dan tempat nyeri
b. Sebagai salah satu dasar untuk memberikan tindakan atau asuhan
keperawatan sesuai dengan respon klien.
c. Membantu klien rileks dan mengurang nyeri
d. Untuk menekan atau mengurangi nyeri
D. Implementasi
1. Tingkat Nyeri L.08066
Definisi :
Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan
jaringan actual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat
dan beintensitas ringan hingga berat dan konstan.
Kriteria hasil :
Keluhan nyeri menurun (5)
Meringis menurun (5)
Gelisah menurun (5)
Kesulitan tidur menurun (5)
Perasaan depresi menurun (5)
Perasaan takut mengalami cedera ulang menurun (5)
Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat (5)
E. Evaluasi
Menurut Budiono & Sumirah (2016), evaluasi adalah penilaian dengan

cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan


tujuan kriteria hasil yang dibuat oleh perawat pada tahap perencanaan.

Evaluasi bertujuan untuk mengakhiri rencana tindakan keperawatan,

memodifikasi rencana tindakan keperawatan, serta meneruskan rencana

tindakan keperawatan. Untuk mempermudah dalam kegiatan evaluasi,

digunakan komponen SOAP.

Pengertian SOAP yaitu:

1. S artinya data subjektif. Perawat dapat menuliskan keluhan pasien yang

masih dirasakan setelah dilakukan tindakan keperawatan.

2. O artinya data objektif. Data objektif adalah data yang berdasarkan hasil

pengukuran atau hasil observasi perawat secara langsung kepada klien,

dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

3. A artinya analisis. Interpretasi dari data subjektif dan objektif. Analisis

merupakan suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi

atau juga dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam

data subjektif dan objektif.

4. P artinya planing. Perencanaan keperawatan yang akan perawat

lanjutkan, perawat hentikan, perawat modifikasi, atau perawat tambahkan

dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya.

Tindakan yang telah menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak

memerlukan tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang

perlu dilakukan adalah tindakan kompeten untuk menyelesaikan masalah

klien dan membutuhkan waktu untuk mencapai keberhasilannnya.


Tindakan yang perlu dimodifikasi adalah tindakan yang dirasa dapat

membantu menyelesaikan masalah klien, tetapi perlu ditingkatkan

kualitasnya atau mempunyai akternatif pilihan lain yang diduga dapat

membantu mempercepat proses penyembuhan. Sedangkan, rencana

tindakan yang baru atau sebelumnya tidak ada dapat dilakukan bila

timbul masalah baru, atau rencana tindakan yang ada sudah tidak tidak

kompeten lagi untuk menyelesaikan masalah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

A.,Fadiyana, E, 2008. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: EGC

Bobak, L. J. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta: EGC.

Geri, Morgan dan Carol Hamilton. 2009. Obstetri dan Ginekoligi Panduan
Praktik. Jakarta: EGC

https://www.academia.edu/41203016/LP_POST_PARTUM_NORMAL

Saifuddin, Abdul Bari, 2002. Pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta.
Saleha, Siti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika
Suherni, 2009. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya
Winkjosastro, G.H., Madjid, O.A., Hadijono, R.S., Adjie, J.S., Primadi,

Anda mungkin juga menyukai