Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN TEORI
“POST SC DENGAN RIWAYAT KETUBAN PECAH
DINI”
DI RUANG MERPATI RSUD DR SOETOMO SURABAYA

Disusun Oleh :

SAFIRA QIBTIYA

P27820821046

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

JURUSAN KEPERAWATAN

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Post Partum


1.1 Pengertian
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga disebut masa nifas (puerperium)
yaitu masa sesudah persalinan yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi sampai kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2010) .
Partus di anggap spontan atau normal jika wanita berada dalam masa aterm, tidak terjadi
komplikasi, terdapat satu janin presentasi puncak kepala dan persalinana selesai dalam 24
jam (Bobak, 2005).
1.2 Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah cukup bulan atau dapat
hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain, dengan bantuan.
a) Partus dibagi menjadi 4 kala :
1) kala I, kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol sampai pembukaan
lengkap.
2) Kala II, gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2 sampai 3 menit,
dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai
dengan
pengeluaran cairan secara mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap
diikuti keinginan mengejan.
3) Kala III, setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit. Dengan lahirnya bayi,
sudah dimulai pelepasan plasenta
4) Kala IV, dimaksudkan untuk melakukan observasi
b) Faktor penyebab ruptur perineum diantaranya adalah faktor ibu, faktor janin, dan
faktor persalinan pervaginam.
c) Faktor Ibu
(1) Paritas : Jumlah kehamilan yang mampu menghasilkan janin hidup di luar rahim
(lebih dari 28 minggu).
(2) Meneran : Proses persalinan normal berlangsung, ibu akan mengejan dan mendorong
bayi keluar dari rahim, vagina dan perineumnya akan mengalami tekanan yang
sangat kuat. Hal ini berisiko tinggi menyebabkan luka robekan pada vagina dan
perineum yang dapat menyebabkan perdarahan pascapersalinan. Oleh karena itu,
untuk memperbaiki bagian yang robek tersebut, dengan melakukan penjahitan.
Selain robekan alami akibat proses mengejan, jahitan pasca melahirkan normal
(Kevin Andrian, 2020).

d) Faktor Janin
(1) Berat Badan Bayi Baru lahir : Berat janin pada waktu lahir lebih dari 4000 gram.
Makrosomia disertai dengan meningkatnya resiko trauma persalinan melalui vagina
seperti distosia bahu, kerusakan fleksus brakialis, patah tulang klavikula, dan
kerusakan jaringan lunak pada ibu seperti laserasi jalan lahir dan robekan pada
perineum.
(2) Presentasi : Letak hubungan sumbu memanjang janin dengan sumbu memanjang
panggul ibu.
(a) Presentasi Muka : Letak janin memanjang, sikap extensi sempurna dengan
diameter pada waktu masuk panggul atau diameter submentobregmatika sebesar
9,5 cm.
(b) Presentasi Dahi : Sikap ekstensi sebagian (pertengahan), hal ini berlawanan
dengan presentasi muka yang ekstensinya sempurna.
e) Faktor Persalinan Pervaginam
(1) Vakum ekstrasi : Tindakan bantuan persalinan, janin dilahirkan dengan ekstrasi
menggunakan tekanan negatif dengan alat vacum yang dipasang di kepalanya.
(2) Ekstrasi Cunam/Forsep : Suatu persalinan buatan, janin dilahirkan dengan cunam
yang dipasang di kepala janin.
(3) Embriotomi : Prosedur penyelesaian persalinan dengan jalan melakukan
pengurangan volume dengan tujuan untuk memberi peluang yang lebih besar untuk
melahirkan keseluruhan tubuh bayi tersebut (Syaifuddin, 2009).
(4) Persalinan Presipitatus : Persalinan yang berlangsung sangat cepat, berlangsung
kurang dari 3 jam, dapat disebabkan oleh abnormalitas kontraksi uterus dan rahim
yang terlau kuat. (Cunningham, 2009).
1.3 Patofisiologi
a. Adaptasi Fisiologi
1) Infolusi uterus adalah Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di
bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang
terbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar
setelah hamil.
2) Kontraksi intensitas meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi
sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterin yang sangat besar. Hormon oksigen
yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi
pembuluh darah dan membantu hemostasis. Salama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus, suntikan oksitosin secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah
plasenta lahir. Ibu yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan
oksitosin.
b. Adaptasi psikologis
Menurut Hamilton, 1995 adaptasi psikologis ibu post partum dibagi menjadi 3 fase yaitu :
1) Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan dimana ibu membutuhkan
perlindungan dan pelayanan.
2) Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan Fase ini dimulai pada hari ketiga
setelah melahirkan dan berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu
siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua halhal baru. Selama fase ini
sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi ibu muda yang membutuhkan sumber
informasi dan penyembuhan fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik
3) Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah kelahiran. Sistem keluarga telah
menyesuaiakan diri dengan anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan
rutinnya telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan kembali.
1.4 Manifestasi Klinis
Periode post partum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode ini kadang-kadang disebut
puerperium atau trimester keempat kehamilan.
a. Sistem reproduksi
1) Proses involusi : Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan,
proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
2) Kontraksi :Kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengopresi pembuluh darah dan membantu hemostasis.
3) Tempat plasenta : Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi vaskular
dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur
4) Lochea : Lochea rubra terutama mengandung darah dan debris trofoblastik. Lochea serosa
terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus jaringan. Lochea alba mengandung
leukosit,
desidua, sel epitel, mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2-6 minggu setelah
bayi lahir.
5) Serviks : Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama
beberapa hari setelah ibu melahirkan.
6) Vagina : Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
b. Sistem endokrin
1) Hormon plasenta : Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan kortisol,
serta placental enzyme insulinase membalik efek diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar
gula
darah menurun secara yang bermakna pada masa puerperium.
2) Hormon hipofisis : Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan
tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya
berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar follikelstimulating hormone terbukti sama
pada wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak berespon terhadap
stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
3) Abdomen : Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomenya akan
menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Diperlukan sekitar 6
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil.
4) Sistem urinarius : Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan.
5) Sistem cerna : Nafsu makan, Mortilitas, Defekasi
6) Payudara : Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payudara selama
wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik gonadotropin, prolaktin, krotison,
dan insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
a. Ibu tidak menyusui : Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang
tidak menyusui
b. Ibu yang menyusui : Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum.
7) Sistem kardiovaskuler
a. Volume darah : Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor misalnya
Kehilangan darah merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi
terbatas. Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebapkan volume
darah menurun dengan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir,
volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah jantung : denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil.
c. Tanda-tanda vital : Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal
8) Sistem neurologi : Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma yang dialami
wanita saat
bersalin dan melahirkan.
9) Sistem muskuluskeletal : Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa
hamil Adaptasi ini mencakup hal-halyang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi
dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim.
10) Sistem integument : Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir.

1.5 Komplikasi
a. Perdarahan : Kehilangan darah lebih dari 500 cc setelah kelahiran kriteria perdarahan
didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kehilangan darah lebih dari 500 cc
2) Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
3) Hb turun sampai 3 gram %.
tiga penyebab utama perdarahan antara lain :
a) Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik dan ini
merupakan sebab utama dari perdarahan post partum.
b) laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat menimbulkan
perdarahan banyak bila tidak direparasi dengan segera dan terasa nyeri.
c) Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oleh
gangguan kontraksi uterus.
d) Lain-lain
(1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus sehingga masih ada
pembuluh darah yang tetap terbuka
(2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada uterus
setelah jalan lahir hidup.
(3) Inversio uteri (Wiknjosastro, 2009).
b. Infeksi puerperalis di definisikan sebagai; inveksi saluran reproduksi selama masa post
partum. Insiden infeksi puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2
hari selama 10 hari pertama post partum.
c. Endometritis adalah infeksi dalam uterus paling banyak disebabkan oleh infeksi puerperalis.
Bakteri vagina, pembedahan caesaria, ruptur membran memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis
d. Mastitis Yaitu infeksi pada payudara.
e. Infeksi saluran kemih Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
f. Tromboplebitis dan thrombosis Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi
dan meningkatnya status vena tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah
dihasilkan dari dinding pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superfisial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post partum.
menyebabkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi.
g. Emboli yaitu : partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil
h. Post partum depresi : ibu bingung dan merasa takut pada dirinya. Tandanya antara lain, kurang
konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya.
i. Tanda – Tanda Bahaya Post Partum
Perdarahan dalam keadaan dimana plasenta telah lahir lengkap dan kontraksi rahim baik, dapat
dipastikan bahwa perdarahan tersebut berasal dari perlukaan jalan lahir. Tanda-tanda yang
mengancam terjadinya robekan perineum antara lain :
1) Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2) Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3) Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan pada mukosa vagina.

B. Konsep Sectio Caesaria


2.1 Definisi Sectio Caesaria

Seksio sesaria didefinisikan sebagai suatu persalinan yang dilakukan ketika proses
persalinan normal melalui vagina tidak memungkinkan karena beresiko kepada komplikasi
medis lainnya (Purwoastuti, 2015)
Seksio sesarea merupakan suatu pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding
abdomen dan uterus,tindakan ini dipertimbangkan sebagai pembedahan abdomen mayor
(Reeder,dkk 2014)
2.2 Klasifikasi Sectio Caesaria
Menurut Reeder,dkk (2014),klasifikasi sectio caesaria ada dua,diantaranya :
a. Persalinan Cesaria Melintang
Pelahiran caesaria melintang atau segmen-bawah, merupakan pelahiran sesarea yang
pada umumnya dipilih karena berbagai alasan. Insisi dibuat pada segmen bawah
uterus, yang merupakan bagian paling tipis dengan aktivitas uterus yang paling
sedikit, maka pada tipe insisi secara segmen-bawah ini kehilangan darah dapat
diminimalkan. Area ini lebih mudah mengalami pemulihan, dan mengurangi
kemungkinan terjadinya ruptur jaringan parut pada kehamilan berikutnya. Selain itu,
juga insidensi peritonitis, ileus paralisis, dan perlekatan usus lebih rendah.
b. Persalinan Caesaria Klasik
Sebuah insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus uterus. Janin dan
plasenta dikeluarkan, dan insisi ditutup dengan tiga lapisan jahitan. Tindakan ini
dilakukan dengan menembus lapisan uterus yang paling tebal pada korpus uterus.
Hal ini terutama bermanfaat ketika kandung kemih dan segmen bawah mengalami
perlekatan yang ekstensif akibat sectio caecarea sebelumnya. kadangkala, tindakan
ini dipilih saat janin dalam posisi melintang atau pada kasus plasenta previa
anterior.
2.3 Indikasi Sectio Caesaria
Menurut Reeder, dkk (2014), indikasi persalinan caesaria yang dibenarkan dapat terjadi
secara tunggal atau secara kombinasi, merupakan suatu hal yang sifatnya relatif dari pada
mutlak.
a.Ibu dan janin
Distosia, hal ini mungkin berhubungan dengan ketidaksesuaian antara ukuran panggul
dengan ukuran kepala janin (disproporsi sefalopelvik), kegagalan induksi, dan aksi
kontraksi uterus yang abnormal.
b. Ibu
Penyakit ibu yang berat, seperti penyakit jantung, diabetes melitus, preeklamsia berat
atau eklampsia dan kanker serviks. Pembedahan uterus sebelumnya,
sepertimiomektomi, pelahiran sesarea sebelumnya dengan insisi klasik, atau
rekontruksi uterus. Obstruksi jalan lahir karena adanya fibroid atau tumor ovarium.
c. Janin
Gawat janin, seperti janin dengan kasus prolaps tali pusat, insufiensi uteroplasenta
berat, malpresentasi seperti janin letak lintang.
d. Plasenta
Plasenta previa,pemisahan plasenta sebelum waktunya (solusio).
Menurut Purwoastuti (2015),indikasi yang dapat dilakukan sectio caesaria diantaranya :
a. Fetal distress
b. Komplikasi preeklampsia
c. Kegagalan persalinan dengan alat bantu
d. Bayi besar (makrosomia)
e. Masalah plasenta seperti plasenta previa
f. Riwayat persalinan sectio caesaria sebelumnya
g. CPD (Cephalo Pelvic Disproportion) yaitu proporsi panggul dan kepala bayi tidak pas,
sehingga persalinan terhambat.
1.4 Komplikasi Sectio Caesaria
Menurut Sofian (2012), komplikasi yang dapat terjadi post sectio caesaria diantaranya :
a. Pada Ibu
1) Infeksi Puerperalis
Infeksi puerperalis adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang muncul
setelah persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta.Tanda dan
gejalanya seperti suhu tubuh 39oC sampai40oC, pada palpasi uterus teraba
membesar, lembek dan klien mengeluh nyeri, lokia banyak dan berbau.
Penanganannya dengan pemberian antibiotik, pemberian cairan dan tindakan
lainnya seperti untuk kelancaran pengaliran lokea, pasiendianjurkan untuk posisi
fowler (Maryunani, 2013).
2) Perdarahan
Biasanya didefinisikan sebagai kehilangandarah lebih dari 1000 ml post sectio
caesarea. Perdarahan disebabkan karena adanya laserasisehingga banyaknya
pembuluh darah yang terbuka, retensio plasenta, atonia uterus yang di sebabkan oleh
distensi kandung kemih.Perdarahan atau hemoragic dapat menyebabkan syok
(Medforth, dkk, 2011).
3) Komplikasi-komplikasi lain seperti kerusakan organ-organ vesika urinaria dan uterus
4) Aspirasi atau komplikasi lain yang berhubungan dengan anestesi
5) Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
b. Pada Bayi
1) Kelahiran bayi prematur
Kelahiran prematur adalah bayi yang lahir sebelum memasuki usia kehamilan 37
minggu.Kebanyakan bayi prematur akan menderita beberapa komplikasi karena
perkembangan organ mereka belum sempurna (Purwoastuti, 2015).
2) Kematian bayi
Kematian bayi pasca sectio caesaria bergantung pada keadaan janin sebelum operasi,
angka kematian bayi sekitar 4-7%.

C. Konsep Ketuban Pecah Dini


2.1 Definisi Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini atau premature rupture of the membrane (PROM) adalah pecahnya
ketuban sebelum inpartu yaitu apabila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan pada
multi para kurang dari 5 cm (Mochtar. Rustam , 1998).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban sebelum waktunya
melahirkan .Hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan maupun jauh sebelum waktunya
melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD yang
memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktu melahirkan
(Depkes,FKUI 2008).
Ketuban pecah dini (KPD) merupakan masalah penting dalam obstetri berkaitan dengan
penyulit kelahiran prematur dan terjadinya infeksi korioamnionitis sampai sepsis, yang
meningkatkan morbiditas dan mortalitas perinatal dan menyebabkan infeksi ibu (Sarwono,
2008). Dalam keadaan normal 8-10% perempuan hamil aterm akan mengalami ketuban
pecah dini (Sarwono, 2008)
2.2 Faktor Resiko Ketuban Pecah Dini
Faktor yang menyebabkan terjadinya KPD antara lain paritas, usia ibu, kelainan selaput
ketuban, serviks yang pendek, indeksi, serviks inkompeten, trauma, gemeli, hidramnion,
kelainan letak, alkohol dan merokok, kelainan selaput ketuban, CPD, usia, faktor golongan
darah,defisiensi gizi. Paritas adalah banyaknya anak yang dimiliki oleh ibu dari anak
pertama sampai anak terakhir. Paritas meliputi primipara yaitu ibu yang melahirkan pertama
kali, multipara yaitu ibu yang telah melahirkan beberapa kali, dan grandemultipara yaitu ibu
yang melahirkan lebih dari 5 kali (Dorland, 2002).
Umur individu adalah terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat berulang tahun terakhir
(Pariani, Nursalam, 2001). Menurut Hanafi H (2004), usia reproduksi terbagi dalam masa
menunda kehamilan yakni umur 20-30 tahun, masa menjarangkan kehamilan yakni umur
20-30 tahun, masa mengakhiri kehamilan yakni usia >30 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian (Rohmawati, N., & Wijayanti, Y. (2018) , bahwa faktor
risiko ketuban pecah dini adalah malposisi atau malpresentasi janin, umur ibu, paritas
ibu, riwayat KPD, status pekerjaan ibu, status anemia, paparan asap dan perilaku
merokok ibu.
2.3 Manifestasi Klinis Ketuban Pecah Dini
Manifestasi klinis dari ketuban pecah dini ialah merembesnya cairan air ketuban melalui
vagina, aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti bau amoniak, berwarna pucat,
cairan ini tidak akan berhenti atau kering karena uterus diproduksi sampai kelahiran
mendatang. Tetapi, bila duduk atau berdiri, kepala janin yang sudah terletak di bawah
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara. Sementara itu, demam,
berak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung janin bertambah cepat merupakan
tanda-tanda infeksi. (Sunarti, 2017).
2.4 Patofisiologi Ketuban Pecah Dini
Menurut (Manuaba, 2009) mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dimulai dengan
terjadinya pembukaan premature serviks, lalu kulit ketuban mengalami devaskularisasi.
Setelah kulit ketuban mengalami devaskularisasi selanjutnya kulit ketuban mengalami
nekrosis sehingga jaringan ikat yang menyangga ketuban makin berkurang. Melemahnya
daya tahan tubuh dipercepat dengan adanya infeksi yang mengeluarkan enxim yaitu enzim
proteolotik dan kolagenase yang diikuti oleh ketuban pecah spontan
Pecahnya ketuban pada saat persalinan secara umum disebabkan oleh adanya kontraksi
uterus dan juga peregangan yang berulang. Selaput ketuban pecah pada bagian tertentu
dikarenakan adanya perubahan biokimia, yang mengakibatkan berkurangnya keelastisan
selaput ketuban, sehingga menjadi rapuh. Biasanya terjadi pada daerah inferior
(Prawirohardjo, 2010)
Selaput ketuban yang tadinya sangat kuat pada kehamilan muda akan semakin menurun
seiring bertambahnya usia kehamilan, dan puncaknya pada trimester ketiga. Selain yang
telah disebutkan di atas, melemahnya kekuatan selaput ketuban juga sering dihubungkan
dengan gerakan janin yang berlebihan. Pecahnya ketuban pada kehamilan aterm merupakan
hal yang fisiologis (Prawirohardjo, 2010). Setelah ketuban pecah maka kuman yang berada
di dalam serviks mengadakan invasi ke dalam saccus amnion dalam waktu 24 jam cairan
amnion akan terinfeksi. Akibat dari infeksi cairan amnion maka akan dapat terjadi infeksi
pada ibu. Infeksi yang dapat ditimbulkan yaitu infeksi puerpuralis (nifas), peritonitis,
septicemia dan dry-labor.
2.5 Komplikasi Ketuban Pecah Dini
a) Komplikasi pada janin Menurut Sujiyatini, Muflidah, dan Hidayat (2009) komplikasi
yang sering terjadi pada janin karena KPDadalah sindrom distres pernapasan dan
prematuritas. Sindrom distres penapasan terjadi karena pada ibu dengan KPD
mengalami oligohidramnion.
b) Komplikasi pada ibu Menurut (Achadiat, 2010) komplikasi yang sering terjadi adalah
infeksi sampai dengan sepsis. membran janin berfungsi sebagai penghalang untuk
menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu dan janin beresiko
infeksi hal ini terjadi karena setelah ketuban pecah maka akan ada jalan masuk
mikroorganisme dari luar uterus apalagi jika sering dilakukan pemeriksaan dalam.
Komplikasi yang kedua adalah peritonitis khususnya jika dilakukan pembedahan, dan
komplikasi yang ketiga adalah ruptur uteri karena air ketuban habis, sehingga tidak ada
pelindung antara janin dan uterus jika ada kontraksi sehingga uterus mudah mengalami
kerusakan.

2.6 Penatalaksanaan Pasien Post SC atas Indikasi Ketuban Pecah Dini


a. Penatalaksanaan Medis
Menurut Ratnawati (2017), penatalaksanaan ketuban pecah dini, yaitu :
1) Ketuban pecah dini pada kehamilan aterm atau preterm dengan atau tanpa komplikasi
harus dirujuk ke rumah sakit.
2) Bila janin hidup dan terdapat prolaps di tali pusat, ibu dirujuk dengan posisi panggul
lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
3) Jika perlu kepala janin didorong ke atas dengan dua jari agar tali pusat tidak tertekan
kepala janin
4) Jika Tali pusat di vulva maka di bungkus kain hangat yang dilapisi plastik
5) Jika ada demam atau di khawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau KPD lebih dari 6
jam, berikan antibiotik.
6) Bila keluarga ibu menolak dirujuk, ibu diharuskan beristirahat dengan posisi berbaring
miring, berikan antibiotik.
7) Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan konservatif, yaitu tirah
baring dan berikan sedatif, antibiotik dan tokolisis.
8) Pada kehamilan 33-35 minggu dilakukan terapi konservatif selama 24 jam lalu induksi
persalinan
9) Pada kehamilan lebih 36 minggu, bila ada his, pimpin meneran dan akselerasi bila ada
inersia uteri.
10) Bila tidak ada his, lakukan tindakan induksi persalinan bila ketuban pecah kurang dari
6 jam dan skor pelvik kurang dari 5 atau ketuban pecah dini lebih dari 6 jam dan skor
pelvik lebih dari 5.
11) Bila terjadi infeksi, akhiri kehamilan. Mengakhiri kehamilan dapat dilakukan dengan 3
cara, yaitu:
1) Induksi
Induksi adalah proses stimulasi untuk merangsang kontraksi rahim sebelum kontraksi
alami terjadi, dengan tujuan untuk mempercepat proses persalinan. (Alodokter, 2018).
2) Persalinan secara normal/pervaginam
Persalinan normal adalah proses persalinan melalui kejadian secara alami dengan
adanya kontraksi rahim ibu dan dilalui dengan pembukaan untuk mengeluarkan bayi
(Wikipedia, 2018).
3) Sectio caesarea.
Menurut (Heldayani, 2009), sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut untuk melahirkan
janin dari dalam rahim.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Manajemen terapi pada ketuban pecah dini menurut Manuaba (2013):
a. Konservatif
1) Rawat rumah sakit dengan tirah baring.
2) Tidak ada tanda-tanda infeksi dan gawat janin.
3) Umur kehamilan kurang 37 minggu.
4) Antibiotik profilaksis dengan amoksisilin 3 x 500 mg selama 5 hari.
5) Memberikan tokolitik bila ada kontraksi uterus dan memberikan kortikosteroid untuk
mematangkan fungsi paru janin.
6) Jangan melakukan periksan dalam vagina kecuali ada tanda-tanda persalinan.
7) Melakukan terminasi kehamilan bila ada tanda-tanda infeksi atau gawat janin.
8) Bila dalam 3 x 24 jam tidak ada pelepasan air dan tidak ada kontraksi uterus maka
lakukan mobilisasi bertahap. Apabila pelepasan air berlangsung terus, lakukan terminasi
kehamilan.
b. Aktif
Bila didapatkan infeksi berat maka berikan antibiotik dosis tinggi. Bila ditemukan tanda
tanda inpartu, infeksi dan gawat janin maka lakukan terminasi kehamilan.
1) Induksi atau akselerasi persalinan.
2) Lakukan seksiosesaria bila induksi atau akselerasi persalinan mengalami kegagalan.
3) Lakukan seksio histerektomi bila tanda-tanda infeksi uterus berat ditemukan. Hal-hal
yang harus diperhatikan saat terjadi pecah ketuban Yang harus segera dilakukan:
1) Pakai pembalut tipe keluar banyak atau handuk yang bersih.
2) Tenangkan diri Jangan bergerak terlalu banyak pada saat ini. Ambil nafas dan tenangkan
diri. Yang tidak boleh dilakukan:
1) Tidak boleh berendam dalam bath tub, karena bayi ada resiko terinfeksi kuman.
2) Jangan bergerak mondar-mandir atau berlari ke sana kemari, karena air ketuban akan
terus keluar. Berbaringlah dengan pinggang diganjal supaya lebih tinggi.
Konsep Asuhan Keperawatan Post Sectio Caesaria atas indikasi Ketuban Pecah Dini

3.1 Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu proses
kolaborasi melibatkan perawat, ibu, dan tim kesehatan lainnya. Pengkajian dilakukan
melalui wawancara dan pemeriksaan fisik (Mitayani, 2013)
2.1.1 Identitas Klien
biodata klien Meliputi, nama, umur, agama, jenis kelamin, alamat, suku bangsa, status
perkawinan, pekerjaan, pendidikan, tanggal masuk rumah sakit nomor register, dan
diagnosa keperawatan.
2.1.2 Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat pada saat sebelun inpartus didapatkan cairan ketuban yang keluar pervagina
secara spontan kemudian tidak diikuti tanda-tanda persalinan
b) Riwayat Kesehatan Dahulu
Penyakit kronis atau menular dan menurun seperti jantung, hipertensi, DM, TBC,
hepatitis, penyakit kelamin atau abortus.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah penyakit keturunan dalam keluarga keluarga seperti jantung, DM, HT, TBC,
penyakit kelamin, abortus,yang mungkin penyakit tersebut diturunkan kepada klien
2.1.3 Pola-Pola Fungsi Kesehatan
1) Pola Persepsi
Karena kurangnya pengetahuan klien tentang ketuban pecah dini, dan cara
pencegahan, penanganan, dan perawatan serta kurangnya menjaga kebersihan
tubuhnya akan menimbulkan masalah dalam perawatan dirinya.
2) Pola Nutrisi
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini
cenderung mengalami peningkatan nafsu makan karena ada keinginan untuk
menyusui bayinya.
3) Pola Eliminasi
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini
cenderung mengalami perasaan sering/susah kencing selama masa nifas yang
ditimbulkan karena terjadinya odema dari trigono, yang menimbulkan inveksi dari
uretra sehingga sering terjadi konstipasi karena penderita takut untuk melakukan
buang air besar (BAB)
4) Pola Istirahat dan Tidur
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini cenderung
mengalami perubahan pada pola istirahat dan tidur karena adanya kehadiran sang
bayi dan nyeri abdomen bagian bawah bekas operasi.
5) Pola Hubungan dan Peran
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini
cenderung mengalami perubahan peran pada klien, karena kehadiran bayi
sehingga menambah anggota baru dalam keluarga.
6) Pola Sensori dan Kognitif
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini cenderung
mengalami perubahan pola sensori,klien merasakan nyeri pada bekas luka di
bagian bawah abdomen, pada pola kognitif biasanya klien nifas primipara terjadi
kurangnya pengetahuan merawat bayinya.
7) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini cenderung
mengalami kecemasan terhadap keadaan kesehatannya dan bayinya.
8) Pola Reproduksi dan Sosial
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini cenderung
mengalami disfungsi seksual yaitu perubahan dalam hubungan seksual atau
fungsi dari seksual yang tidak adekuat karena adanya proses persalinan dan
nifas.
9) Pola tata nilai dan kepercayaan
Biasanya pada saat menjelang persalinan dan sesudah persalinan klien akan terganggu
dalam hal ibadahnya karena harus bedres total setelah partus sehingga aktifitas klien
dibantu oleh keluarganya (Asrining, dkk. 2003)
2.1.4 Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini biasanya tidak
ada masalah pada kepala, dikepala dapat dinilai kebersihan, serta pada rambut
apakah ada kerontokan
2) Wajah
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini cenderung
mengalami wajah pucat, dan biasanya terdapat cloasma gravidarum.
3) Mata
Pasien dengan post sectio caesarea atas indikasi ketuban pecah dini terkadang
terdapat pembengkakan pada kelopak mata, cenderung mengalami konjungtiva anemis
karena proses persalinan yang mengalami perdarahan, sklera sedikit ikterik.
4) Telinga
Telinga simetris, pada telinga dapat dinilai bagaimana kebersihannya, periksa
adakah cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Pada hidung tidak terdapat pernafasan cupping hidung dan polip
6) Leher
Biasanya ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid karena adanya proses
menerang yang salah, periksa apakah ada pembesaran kelenjar getah bening dan
vena jugularis
7) Payudara
Inspeksi : pada payudara biasanya tidak simetris, terdapat pembesaran
payudara,pada areola mamae terjadi hiperpigmentasi, papila mamae
menonjol/datar/ dan tampak bersih atau tidak
Palpasi : ASI/ kolostrum ada tetapi sedikit, payudara teraba membengkak dan keras.
8) Abdomen
Inspeksi : Akan tampak ada luka bekas operasi, biasanya posisi luka operasi
melintang atau tegak lurus, biasanya tampak ada strie, linea nigra atau alba
Palpasi : Pada hari pertama partum tinggi fundus uterisetinggi pusat, posisi
uterus medial atau lateral, kontraksi uterus bisa teraba keras atau lunak
9) Genitalia
Genitalia:Pada hari pertama partum kien terpasang kateter
a.Lochea :Pada fase immediet yang terjadi pada 24 jam pertama, jenis lochea rubra
yang pada umumnya berwarna merah muda. Selanjutnya pada fase early yang
dimulai 24 Jam pertama sampai satu minggu, jenis lochea sangunolenta dimulai
hari ke 3 –7 hari post partum, dan lochea serosa yang dimulai dari hari 7 –14 hari
pasca persalinan, dan lochea alba setelah 2 minggu post partum.
b.Haemorhoid : Biasanya tidak ada haemoroid
10) Anus
Kadang-kadang pada klien nifas ada luka pada anus karena ruptur.
11) Ekstremitas
Atas:Klien terpasang infus,tampakada edema, biasanya teraba dingin, dan tanpak
sedikit pucat.
Bawah:Biasanya ada edema, biasanya tidak terdapat varises, biasanya teraba sedikit
dingin, dan tanpak sedikit pucat
12) Muskuloskeletal
Pada klien post partum biasanya terjadi keterbatasan gerak karena adanya luka episiotomi
2.2 Kemungkinan Diagnosa Keperawatan
Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada kasus post sectio caesaria atas indikasi
ketuban pecah dini (NANDA International, 2015)
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (D.0077)
2. Risiko Infeksi ditandai dengan ketuban pecah dini (D.0142)
3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi (D.0111)
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan faktor mekanik (D.0129)
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
(D.0056)
5. Ansietas berhubungan dengan persalinan prematur dan neonatus berpotensi lahir berprematur
(D.0080)

2.3 Intervensi Keperawatan


DIAGNOSA TUJUAN &
NO.
KEPERAWATAN KRITERIA RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
HASIL
1. Nyeri Akut Setelah 1. Identifikasi
berhubungan dilakukan lokasi,karakteristik,durasi,frekuensi,
dengan agen tindakan 2. kualitas,intensitas nyeri
pencedera fisik keperawatan 3. Identifikasi skala nyeri
(D.0077) diharapkan 4. Identifikasi respon nyeri non verbal
tingkat nyeri
5. Identifikasi faktor yang memperberat dan
menurun dengan memperingan nyeri
kriteria hasil :6. Berikan terapi nonfarmakologis untuk
- Keluhan nyeri mengurangi rasa nyeri (mis :
menurun TENS,hipnosis,akupresur,terapi
- Gelisah musik,aromaterapi dll)
menurun 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
- Kesulitan nyeri ( mis : suhu
tidur menurun ruangan,pencahayaan,kebisingan)
- Frekuensi 8. Fasilitasi istirahat dan tidur
nadi membaik9. Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu nyeri
10. Jelaskan strategi meredakan nyeri
SLKI HAL 11. Anjurkan memonitor rasa nyeri secara
145 mandiri
12. Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

SIKI HAL 201


2. Risiko Infeksi Setelah 1. Monitot tanda dan gejala infeksi lokal dan
ditandai dengan dilakukan sistemik
ketuban pecah tindakan 2. Batasi jumlah pengunjung
dini keperawatan 3. Berikan perawatan kulit pada area edema
(D.0142) diharapkan 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
tingkat infeksi dengan pasien dan lingkungan pasien
menurun dengan 5. Pertahankan teknik aseptik pada pasien
Kriteria Hasil : beresiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Demam
menurun 7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
- Kadar sel 8. Ajarkan etika batuk
darah putih 9. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
membaik 10. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
11. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
SLKI HAL
139 SIKI HAL 278
2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan bagian dari proses keperawatan. Tujuan
implementasi adalah mengatasi masalah yang terjadi pada manusia. Setelah rencana keperawatan
disusun, maka rencana tersebut diharapkan dalam tindakan nyata untuk mencapai tujuan yang
diharapkan, tindakan tersebut harus terperinci sehingga dapat diharapkan tenaga pelaksanaan
keperawatan dengan baik dan sesuai dengan waktu yang ditentukan Implementasi ini juga
dilakukan oleh perawat dan harus menjunjung tinggi harkat dan martabat sebagai manusia yang
unik (Hidayat, 2002).
2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tahapan akhir dari proses keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai
informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan
dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan (Hidayat,
2002). Menurut Rohman dan Walid (2009), evaluasi keperawatan ada 2 yaitu:
1. Evaluasi proses (formatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan. Berorientasi
pada etiologi dan dilakukan secara terus-menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.
2. Evaluasi hasil (sumatif) yaitu evaluasi yang dilakukan setelah akhir tindakan keperawatan
secara paripurna. Berorientasi pada masalah keperawatan dan menjelaskan keberhasilan atau
ketidakberhasilan. Rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka
waktu yang ditetapkan.
DAFTAR PUSTAKA

Dorland. 2002. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta : EGC


Manuaba, Ida Ayu C. 2009. Buku Ajar Patologi Obstetri. Jakarta : EGC
Maryunani, Anik. (2013). Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta : CV.
Trans Info Media
Medforth, Janet, dkk. (2011). Kebidanan Oxford dari Bidan Untuk Bidan. Jakarta:EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta : YBSP
Nursalam. 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Purwoastuti, dkk. (2015). Konsep dan Asuhan Kebidanan Maternal dan Neonatal.Yokyakarta :
Pustaka Baru Pres
Reeder, dkk. (2014). Keperawatan Maternitas: Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga, Edisi
18.Jakarta: EGC
Rohmawati, N., & Wijayanti, Y. (2018). Ketuban Pecah Dini di Rumah Sakit Umum Daerah
Ungaran. HIGEIA (Journal of Public Health Research and Development), 2(1), 23-32.
Retrieved from https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/higeia/article/view/17937
Sofian, Amru. (2012). Rustam Mochtar Sinopsis Obstetri : Obstetri Operatif. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai