Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Periode postpartum adalah jangka waktu antara lahirnya
bayi dengan kembalinya organ reproduksi ke keadaan normal
sebelum hamil. Istilah postpartum merujuk pada masa enam
minggu antara terminasi persalinan dan kembalinya organ
reproduksi ke kondisi sebelum hamil. Periode ini sering kali disebut
masa nifas (puerperium), atau trimester keempat kehamilan.
Lamanya bervariasi pada tiap wanita. Postpartum meliputi
perubahan progresif payudara untuk laktasi dan involusi organ
reproduksi internal. Perubahan yang disebabkan oleh involusi
adalah proses fisiologis normal. Meskipun begitu, involusi jaringan
yang mencolok dan cepat tersebut kecuali selama postpartum
biasanya menandakan adanya penyakit. Karena perubahan
pascapartum sangat hebat, kualitas asuhan ibu pada masa ini
merupakan hal yang penting guna menjamin kesehatan dirinya
kini dan dimasa yang akan datang.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah definisi dari postpartum ?
2. Bagaimanakah fisiologis pada masa postpartum ?
3. Bagaimanakah perubahan sistem pada masa postpartum ?

C. TUJUAN
1. Untuk memahami definisi dari postpartum.
2. Untuk memahami fisiologis pada masa postpartum.
3. Untuk memahami perubahan sistem yang terjadi pada masa
postpartum.

1
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI POSTPARTUM
Periode postpatum atau pascapersalinan, sering juga
disebut trimester keempat kehamilan. Periode ini dikenal dengan
masa nifas (puerperium). Puerperium berasal dari bahasa Latin,
yaitu puer yang artinya bayi dan parous yang artinya melahirkan
atau masa sesudah melahirkan. Masa ini dimulai dari kelahiran
plasenta sampai 6 minggu. (Sarwono. 2010).
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga
disebut masa nifas (puerperium) yaitu masa sesudah persalinan
yang diperlukan untuk pulihnya kembali alat kandungan yang
lamanya 6 minggu. Post partum adalah masa 6 minggu sejak bayi
lahir sampai organ-organ reproduksi sampai kembali ke keadaan
normal sebelum hamil (Bobak, 2010).
Post partum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan
dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu
berikutnya,disertai dengan pulihnya organ-organ yang berkaitan
dengan kandungan,yang mengalami perubahan seperti perlukaan
dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan. (Saleha, 2009).
Periode postpartum dibagi menjadi tiga periode yaitu
sebagai berikut:
1. immediate puerperium yaitu 24 jam pertama setelah
melahirkan. Masa ini dimulai segera setelah plasenta lahir
sampai dengan 24 jam. Pada masa ini sering terdapat banyak
masalah, misalnya pendarahan karena atonia uteri. Oleh
karena itu, harus dipantau kontraksi uterus, pengeluaran lokia,
tekanan darah, dan suhu.
2. early puerperium yaitu setelah 24 jam hingga 1 minggu.
Pada fase ini harus dipastikan involusi uteri dalam keadaan

2
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak
demam, ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta
ibu dapat menyusui dengan baik.
3. late puerperium yaitu setelah 1 minggu sampai dengan 6
minggu pascapersalinan. Pada periode ini perawatan tetap
dilakukan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.
B. FISIOLOGI POSPARTUM PADA ORGAN REPRODUKSI
1. Uterus
a. Struktur
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan disebut involusi. Segera setelah
kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang
hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang
tebal saling menutup, yang menyebabkan rongga di bagian
tengah merata. Ukuran uterus akan tetap sama selama 2
hari pertama setelah melahirkan, tetapi kemudian secara
cepat ukurannya berkurang oleh involusi. Keadaan ini
disebabkan sebagian oleh kontraksi uterus dan
mengecilnya ukuran masing-masing sel-sel miometrium
dan sebagian lagi oleh proses otolisis, yaitu sebagian
material protein dinding uterus dipecah menjadi komponen
yang lebih sederhana yang kemudian diabsorbsi.
Regenerasi dari lapisan epitel uterus berlangsung
segera setelah kelahiran bayi. Bagian portio yang lebih luar
dari lapisan endometrium keluar bersama plasenta. Dalam
2-3 hari, sisa-sisa desidua berpisah menjadi dua lapisan,
yaitu:
1) Superficial Layer. Lokia merupakan lapisan superfisial
desidua endometrium yang terlepas karena terjadi
nekrosis. Lapisan ini keluar melalui vagina selama 3
minggu pertama pascapersalinan

3
2) Basal Layer (berbatasan dengan miometrium)
merupakan kelenjar endometrial residu. Lapisan ini
akan berubah menjadi endometrium yang baru.
Regenerasi dari endometrium, kecuali pada tempat
melekatnya plasenta akan membaik dalam waktu 16
hari setelah kelahiran bayi.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron
bertanggung jawab untuk pertumbuhan uterus selama
masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal tergantung pada
hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan hipertrofi,
pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa
pascapersalinan penurunan kadar hormon-hormon ini
menyebabkan terjadinya autolisis, perusakan secara
langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.
Inilah penyebab ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil. Intensitas kontraksi uterus meningkat secara
bermakna segera setelah bayi lahir, di duga terjadi sebagai
respon terhadap penurunan volume intrauterin yang
sangat besar.
Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum
intensitas kontraksi bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan
kontraksi uterus selama masa ini, biasanya suntikan
oksitosin secara intavena atau intramuskular diberikan
segera setelah plasenta lahir. Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada
payudara merangsang pelepasan oksitosin
b. Berat

4
Berat uterus sesaat setelah melahirkan, termasuk janin,
plasenta, membran, dan cairan amnion adalah sejumlah
1000 gram. Dalam 1 minggu, berat uterus menurun hingga
500 gram, dan dalam 6 minggu, berat uterus menjadi 50
gram, yaitu berat uterus pada keadaan tidak hamil. Uterus
pada seorang wanita multipara biasanya lebih berat dan
tidak ada akan pernah kembali ke proporsi nulipara.(1)(5)(6)(7)
Dalam 6 minggu setelah persalinan, uterus mulai menyusut
hingga 50-100 gram.
c. Ukuran
Lokasi dari fundus uteri membantu untuk menentukan
bahwa involusi uterus berlangsung secara normal. Fundus
dapat dipalpasi pada pertengahan antara simfisis os pubis
dan umbilikus. Dalam 12 jam, ukuran fundus meningkat
setinggi umbilikus atau di atas maupun di bawah umbilikus.
(7)

Pada hari kedua, fundus turun kira-kira 1 cm, atau 1 jari per
harinya. Biasanya fundus turun ke kavitas pelvis dalam 14
hari dan tidak dapat dipalpasi pada abdomen. Proses
normal ini akan lebih lambat ketika uterus mengalami
distended selama kehamilan dengan lebih dari satu janin,
janin yang besar, atau polihidramnion. Ketika proses
involusi tidak berjalan seperti semestinya, subinvolusi
dapat terjadi. Subinvolusi dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan postpartum.

5
Gambar 2.1 Involusi uterus. Tinggi fundus uterus
berkurang kira-kira 1 cm tiap hari dan tidak teraba lagi
Keterlambatan involusi uterus menandakan infeksi
uterus, retensi produk plasenta atau fibroid dalam dinding
uterus.(12) Gambaran karakteristik makroskopis anatomi dan
histologi dari proses involusi berdasarkan autopsi,
histerektomi dan spesimen biopsi endometrium. Penurunan
ukuran uterus selama masa puerperium digambarkan
dengan pemeriksaan MRI serial.

6
Gambar 2.2 Pemeriksaan MRI serial, tampak perubahan
uterus
(A) 30 jam setelah melahirkan
(B) 1 minggu (C) 2 minggu (D) 6 minggu (E) 6 bulan
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat
Uterus
Bayi baru lahir Setinggi tali pusat 1000 gr
Uri lahir Dua jari dibawah 750 gr
pusat
Satu minggu Pertengahan pusat- 500 gr
sympisis
Dua minggu Bertambah kecil 350 gr
Enam minggu Sebesar normal 50 gr
Delapan minggu 30 gr
Tabel 2.1 Involusi
2. Tempat Plasenta
Terjadi kontraksi uterus yang meningkat setelah bayi keluar
Segera setelah plasenta dan membrane plasenta dikeluarkan,
tempat plasenta menjadi area yang menojol, nodular, dan tidak
beraturan. Kecuali pada tempat plasenta, yang proses
involusinya belum komplit sampai 6 hingga 7 minggu setelah
melahirkan, proses involusi di rongga uterus yang lain komplit
pada akhir minggu ketiga pascapartum.
Diameter rata-rata dari plasenta 18 cm, dengan cepat
uterus menurun diameternya menjadi 9 cm dari tempat
melekatnya plasenta. Plasental site, yang berukuran diameter

7
8-10 cm (3-4 inci), mengalami penyembuhan melalui proses
exfoliation (pelepasan jaringan yang mati). Dalam 3 hari
pertama, placental site diinfiltrasi oleh granulosit dan sel
mononuclear, sebuah reaksi yang sampai pada endometrium
dan =ucleus=ial myometrium. Pada hari ketujuh, ada bukti dari
regenerasi kelenjar endometrium, seting tampak atipikal,
dengan bentuk kromatin yang ireguler, bentuk yang berbeda-
beda, dan pembesaran =ucleus, pleomorfik, dan peningkatan
sitoplasma. Endometrium baru biasanya dihasilkan pada tempat
dari sisi-sisi dan dari kelenjar-kelenjar dan jaringan yang tersisa
pada lapisan dalam dari desidua setelah pemisahan dari
plasenta. Proses ini meninggalkan lapisan halus dan spongi
endometrium, seperti saat sebelum kehamilan dan biasanya
meninggalkan lapisan uterus yang bebas dari jaringan skar.
Skar pada lapisan uterus mungkin berhubungan dengan
implantasi pada kehamilan selanjutnya. Sesudah 2 minggu
diameternya berkurang menjadi 3,5 cm. Biasanya jaringan
mengalami nekrosis dan lepas dalam waktu 6 minggu setelah
melahirkan.

Gambar 2.3 Cross section uterus. Gambar ini menunjukkan involusi


placental site pada waktu yang bervariasi setelah persalinan
Kegagalan atau kelambatan penyembuhan dari tempat
menempelnya placenta disebut sub involusi tempat

8
menempelnya plasenta dapat menyebabkan pengeluaran lokia
terus menerus, perdarahan pervagina tanpa nyeri.
3. Afterpains
Afterpains merupakan kontraksi uterus yang intermiten setelah
melahirkan dengan berbagai intensitas yang merupakan
sumber ketidaknyamanan bagi banyak wanita setelah
melahirkan. Keadaan ini lebih akut terjadi pada multipara
karena regangan berulang dari muscle fibers hingga kehilangan
tonus otot yang dapat mengakibatkan kontraksi dan relaksasi
berulang pada uterus. Jika uterus sangat besar, seperti pada
kasus kehamilan multiple atau polihidroamnion maka akan
terjadi kontraksi intermiten yang menyebabkan afterpains.
Afterpains sering kali terjadi bersamaan dengan menyusui, saat
kelenjar hipofisis posterior melepaskan oksitosin yang
disebabkan oleh isapan bayi.
Uterus pada wanita primipara berkontraksi, tetapi
mungkin juga mengalami severe afterpains jika uterusnya
mengalami overdistended oleh karena kehamilan ganda atau
lebih, kehamilan besar, atau polihidramnion, atau jika adanya
bekuan darah. Aterpains biasanya memberat ketika menyusui.
Oxytocin, yang dikeluarkan dari pituitary posterior menstimulasi
rekfleks pengeluaran air susu, dan juga menstimulasi kontraksi
kuat pada otot-otot uterus.(7)
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang
periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri
yang bertahan sepanjang awal postpartum. Rasa nyeri setelah
melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di tempat
uterus terlalu teregang (misalnya, pada bayi besar, kembar),
menyusui dan oksitosin tembahan biasanya meningkatkan nyeri
ini karena keduanya merangsang kontraksi uterus.

9
Ada beberapa hal yang dapat dianjurkan kepada ibu yang
mengalami afterpains yaitu sebagai berikut:
a. Memposisikan pada poisi prone
b. Meletakkan botol air hangat di atas perut
c. Memastikan kandung kemih selalu dikosongkan
d. Meminum air hangat
e. Mengkonsumsi analgetik
4. Proses Involusi
Proses involusi terjadi berawal pada pelepasan plasenta dan
membrannya dari dinding uterus yang berlangsung dibagian
luar lapisan spons desidua. Setelah involusi, uterus kembali
keukuran normal, walaupun ukurannya tidak akan sekecil
ukuran selama masa nulipara. Segera setelah melahirkan
plasenta, uterus masuk ke dalam rongga panggul dan fundus
uterus teraba di pertengahan tengah antara umbilicus dan
simfsis.
5. Lokia
Rabas uterus pascamelahirkan disebut lokia dan terjadi dalam
tiga tahap:
a. Lokia rubraRabas berwarna merah terang ini berlangsung
selama 3 hari dan terutama terdiri atas darah dengan
sejumlah kecil lendir, partikel desidua, dan sisa sel dari
tempat plasenta.
b. Lokia serosaRabas cair berwarna merah muda terjadi
seiring dengan perdarahan dari endrometrium berkurang;
kondisi ini berlangsung sampai 10 hari setelah melahirkan
dan terdiri atas darah yang sudah lama, serum, lekosit, dan
sisa jaringan.
c. Lokia albaRabas cokelat keputih-putihan yang lebih encer
dan lebih transparan ini terjadi seteah hari ke-10 dan berisi
leukosit, sel-sel epitel, lender, serum, dan desidua.
Jika keluar cairan seperti nanah dan berbau busuk
disebut sebagai lokia parulenta, Hal ini dapat terjadi karena
infeksi. Jika lokia tidak lancar keluarnya disebut lokiaotosis. Usia

10
reproduksi, paritas, berat bayi, dan menyusui tidak
mempengaruhi durasi dan jumlah lokia. Lokia memiliki bau
yang khas namun seharusnya tidak berbau busuk.
Volume total lokia kira-kira 250 ml dan biasanya ibu
dianjurkan untuk menggunakan external pad. Ini mungkin dapat
meminimalisir resiko terjadinya infeksi. Selama dua jam
pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus
tidak boleh lebih dari jumlah maksimal yang keluar selama
menstruasi. Setelah waktu tersebut, aliran lokia yang keluar
harus semakin berkurang.

Gambar 2.4 Panduan untuk


menilai jumlah lokia pada perineal
pad
Aliran lokia sering menjadi
lebih banyak ketika ibu bangun dari tempat tidur untuk pertama
kalinya atau setelah tidur karena gravitasi menyebabkan darah
berkumpul di vagina selama beberapa jam dan akan segera
mengalir bila ibu berdiri.(7)
Lokia yang tetap berwarna merah dan masih dalam
jumlah yang banyak mengindikasikan keterlambatan involusi
dari uterus. Hal ini dapat diasosiasikan dengan retensi dari
sebagian jaringan plasenta dalam uterus atau dengan infeksi.
Jika jaringan plasenta mengalami retensi, uterus mungkin

11
membesar dan serviks akan tetap membuka. Bahan-bahan
yang mengalami retensi dapat ditemukan melalui pemeriksaan
USG. Kuretase kadang diperlukan, terutama jika terdapat
peningkatan jumlah kehilangan darah dan pengeluaran
gumpalan darah.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa
memandang cara pemberiannya, lokia yang mengalir biasanya
sedikit sampai efek obat hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah
lokia yang keluar biasanya lebih sedikit. Cairan lokia biasanya
meningkat, jika klien melakukan ambulasi dan menyusui.
Lokia rubra yang menetap pada awal periode
pascapartum menunjukkan perdarahan berlanjut sebagai akibat
fragmen plasenta atau membran yang tertinggal. Terjadinya
perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum menandakan
adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai
memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan
mungkin disebabkan oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa
atau lokia alba yang berlanjut bisa menandakan endometritis.
Setelah minggu 5-6, sekresi lokia menghilang yang
menunjukkan bahwa proses penyembuhan endometrium sudah
hampir sempurna. Lokia yang sangat berbau tidak sedap
apalagi bila disertai dengan gejala sistemik berupa tanda tanda
infeksi menandakan adanya endometritis.
6. Serviks

12
Gambar 2.5 Penampang serviks
Segera setelah melahirkan, serviks mendatar dan sedikit
tonus; tampak lunak dan edema serta mengalami banyak
laserasi kecil. Dalam 24 jam, serviks dengan cepat memendek
dan menjadi lebih keras dan lebih tebal kelenjar serviks
menunjukkan hyperplasia dan hipertofi. Epitel endoserviks
secara umum masih dalam kondisi utuh, dengan sesekali
diselingi area yang setengah terkelupas.. Perubahan ini diikuti
dengan peningkatan substansi dalam vaskularisasi serviks.
Pemeriksaan kolposkopik dapat dilakukan setelah persalinan
untuk melihat ulserasi, laserasi atau ekimosis dari serviks.
Serviks bengangsur-angsur melunak selama masa postpartum.
Regresi epitel serviks berlangsung dalam 4 hari setelah
persalinan dan pada akhir minggu pertama, edema dan
perdarahan pada serviks mulai berkurang. Hipertrofi dan
hiperplasia vaskuler menetap pada minggu pertama. Seminggu
setelah persalinan, serviks memendek dan konsistensinya
menjadi lebih padat. Serviks tidak pernah kembali ke keadaan
awal meskipun telah mengalami penyembuhan karena akan
meninggalkan dilatasi dari 10 cm menjadi 2-3.
7. Vulva dan Vagina
Segera setelah melahirkan dinding vagina tampak edema,
memar serta tidak ada rugae (lipatan-lipatan halus). Vagina dan
vulva tampak meregang selama persalinan. Rugae vagina
(lipatan-lipatan atau kerutan) muncul kembali pada
pascapartum minggu keempat, tetapi banyak dari rugae
tersebut secara permanen masih merata.

13
Gambar 2.6 Gambaran vagina wanita postpartum
Segera setelah melahirkan introitus vagina mengalami
edema eritematosa. Jika terdapat laserasi atau episiotomy,
kondisi edema dan eritematosa pada introitus vagina makin
parah pada area perbaikan. Kebanyakan wanita terbebas dari
nyeri perineal setelah satu bulan pascapartum, walaupun pada
beberapa wanita, ketidaknyamanan mungkin dapat
berlangsung sampai lebih dari 6 bulan.

Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam


penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae. Vagina yang
semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil enam samapi 8 minggu setelah bayi
lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada
umunya rugae akan memipih secara permanen. Mukosa tetap
atrofik pada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai
menstruasi dimulai kembali. Penebalan mukosa vagina terjadi
seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan estrogen
menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat

14
koitus (dispareunia) menetap samapi fungsi ovarium kembali
normal dan menstruasi dimulai lagi.
8. Perineum
Area diantara vagina dan rektum disebut perineum. Terjadinya
robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada daerah
perineum akan tampak goresan akibat regangan pada saat
melahirkan. Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi
agak bengkak/ edema/ memar dan mungkin ada luka jahitan
bekas robekan atau episiotomi.
Bila dilakukan episiotomi akan menyebabkan rasa tidak
nyaman dan pemulihan lebih lambat. Namun tanpa atau
dengan dilakukannya episiotomi, perineum akan tetap
mengalami edema dan kelihatan memar. Proses penyembuhan
luka episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan
tanda-tanda infeksi pada luka episiotomi seperti nyeri, merah,
panas, bengkak atau keluar cairan tidak lazim. Penyembuhan
luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan.
a. Tuba Falopii dan Ligamen
Perubahan histologik pada tuba falopii menunjukkan
pengurangan ukuran sel-sel sekretorik, penurunan ukuran
dan jumlah sel-sel silia, dan atropi epithelium tuba.
Ligament yang menyokong uterus, ovarium, dan tuba
falopii, yang telah mengalami ketegangan dan tarikan yang
kuat, relaksasi setelah proses melahirkan.
b. Otot Penyokong Panggul
Struktur penyokong otot dan fasia uterus dan vagina dapat
mengalami cedera selama kelahiran anak. Cedera ini dapat
menyebabkan relaksasi panggul, yang melemahkan dan
memanjangkan struktur penyokong uterus, dinding vagina,
rectum, uretra, dan kandung kemih.

15
Tanda dan gejala relaksasi panggul biasanya mulai
muncul sekitar menopause, ketika terjadi perubahan atropik
pada fasia dan penurunan efek tonik estrogen pada jaringan
panggul. Tipe relaksasi panggul yang paling sering terjadi
adalah rektokel, enterokel, prolaps uterus, uretrokel,dan
sistokel. Otot-otot panggul sangat diperlukan untuk
mempertahankan kontinensi urine saat terjadi peningkatan
tekanan intraabdomen secara tiba-tiba, seperti pada saat
batuk atau bersin.
Persalinan berulang meningkatkan risiko terjadinya
relaksasi otot panggul pada wanita. Para wanita yang
memiliki kekuatan otot panggul anterpartum yang lebih
besar cenderung menunjukkan kekuatan yang lebih besar
setelah melahirkan per vagina.
c. Dinding Abdomen
Dinding abdomen pulih sebagian dari peregangan yang
berlebihan, tetapi tetap lunak dan kendur selama beberapa
waktu. Proses involusi pada struktur abdomen
membutuhkan waktu minimal enam minggu. Jika otot
abdomen mengalami regangan yang berlebihan atau jika
otot tersebut kehilangan tonusnya, maka dapat terjadi suatu
pemisahan yangjelas atau diastasis otot rektus sehingga
organ abdomen tidak tersokong sebagaimana mestinya.
9. Payudara
Perubahan progresif terjadi pada payudara selama kehamilan
sebagai persiapan laktasi. Payudara dapat membengkak karena
sistem vaskularisasi dan limfatik disekitar payudara dan
mengakibatkan perasaan tegang dan sakit. ASI tidak dihasilkan
hingga 3-4 hari pertama setelah melahirkan.

16
Colostrum disekresikan dalam beberapa hari pertama
setelah melahirkan. Karakteristik colostrum adalah sebagai
berikut.
a. Cairan berwarna kuning
b. Mengandung tinggi protein dan garam anorganik dibanding
ASI
c. Rendah lemak dan karbohidrat dibanding ASI
d. Mengandung antibodi dalam kadar yang tinggi, yang dapat
melindungi bayi dari infeksi
e. Mengandung nutrisi yang lebih rendah dibanding ASI
f. Berperan sebagai laxative untuk bayi yang baru lahir

Gambar 2.7 Struktur dari payudara pada ibu yang menyusui


Cairan ini juga mengandung mineral, protein, lemak,
antibodi, komplemen, makrofag, limfosit, lisosim, laktoferin, dan
laktoperoksidase. Colostrum disekresikan oleh payudara ibu
dalam 3 hari pertama pascapersalinan. Dengan adanya sekresi
air susu ibu, payudara menjadi lebih besar, terasa sakit
terutama pada saat bayi menghisap. Hal ini disebut breast
engorgement. Engorgement adalah suatu pembengkakan
payudara akibat peningkatan aliran darah, edema dan air susu.
Hal ini sering menimbulkan ketidaknyamanan pada ibu karena

17
menimbulkan rasa nyeri, juga sering menyebabkan terjadinya
peningkatan suhu (puerperal fever).
Oksitosin dibutuhkan untuk pengeluaran air susu. Hormon
ini disekresikan oleh kelenjar hopofisis posterior dan
menyebabkan air susu dikeluarkan dari alveoli ke duktus
laktiferus selama proses menghisap. Pengeluaran air susu ke
duktus lactiferus terjadi karena kontraksi sel-sel mioepitel.
Proses ini bergantung pada sekresi oksitosin dan rangsangan
penghisapan puting susu oleh bayi
a. Fisiologi Laktasi
Minimal ada enam hormone hipofisis yang berperan dalam
perkembangan payudara dan laktasi: prolaktin, hormone
adrenokortikotropik, hormone pertumbuhan manusia, tyroid-
stimulating hormone, follicle-stimulating hormone (FSH), dan
luteinizing hormone (LH). Prolaktin mempersiapkan
payudara untuk laktasi dengan meningkatkan ukuran
payudara dan jumlah serta kompleksitas saluran dan alveoli
selama kehamilan.
Keluarnya air susu setelah melahirkan ditunjukkan
terjadi bertepatan dengan penurunan kadar esterogen dan
progesterone dan adanya peningkatan prolaktin.
Pengeluaran air susu atau let down, merupakan suatu
proses kontraksi sel mioepitel payudara mendorong air susu
melewati saluran lalu masuk ke dalam sinus laktiferus.
Manfaat pusat kortikal yang lebih tinggi pada otak
ditunjukkan oleh sensitivitas refleks let down terhadap
berbagai stimulus yang membahayakan. Kecemasan dan
ketegangan, rasa dingin yang sangat, dan nyeri
menghambat refleks let down dan mengurangi pengeluaran

18
air susu. Hal ini menyokong kebutuhan akan tempat yang
nyaman dan santai untuk menyusui.
b. Kolostrum
Setelah melahirkan, terjadi peningkatan sejumlah produksi
pengeluaran kolostrum selama 3 sampai 4 hari pertama.
Kolostrum mengandung lebih banyak protein dan garam-
garam anorganik, tetapi sedikit lemak dan karbohidrat
dibandingkan ASI. Kolostrum juga memberikan kandungan
immunoglobulin A, suatu antibody gastrointestinal penting
yang dibutuhkan bayi baru lahir. Walaupun nilai gizi
kolostrum lebih rendah dibanding ASI, kandungan gizi pada
kolostrum sangat tepat khususnya untuk sistem pencernaan
bayi baru lahir dan memberikan perlindungan imunologik
yang penting.
c. Laktasi
Pada hari ketiga dan keempat pascapartum, ASI biasanya
keluar. Terdapat suatu perubahan warna sekresi yang jelas
dari puting. Sekresi menjadi berwarna putih kebiruan, warna
lazim ASI yang normal. Pada saat ini, payudara secara tiba-
tiba menjadi lebih besar, lebih keras, dan lebih peka saat
sekresi lacteal terjadi, yang menyebabkan ibu mengalami
rasa nyeri yang berdenyut-denyut pada kedua payudaranya
yang dapat meluas sampai ke daerah aksila.
Efisiensi dan pemeliharaan produksi air susu dikontrol
oleh stimulasi menyusui yang berulang. Oksitosin yang
dilepaskan oleh pengaruh isapan juga menstimulasi
kontraksi uterus, yang menjelaskan kram abdomen ringan
yang sering kali dihubungkan dengan permulaan menyusui.
ASI mengndung protein, mineral, vitamin, lemak, dan
gula yang di butuhkan untuk gizi bayi baru lahir. ASI
mengandung sejumlah hormone, neuropeptida, dan opioid

19
alamiah yang dapat tidak kentara membentuk otak dan
prilaku bayi baru lahir. Payudara mengekstrak hormon kuat
dari darah ibu dan menyalurkannya dalam air susu. Bekerja
sebagai suatu kelenjar endokrin, payudara juga
menghasilkan beberapa hormon, seperti gonadotropin-
releasing hormone dan mammotrope-differentiating peptide.
d. Pasokan ASI
Kualitas dan kuantitas ASI sangat beragam, tidak hanya
pada individu yang sama pada waktu yang berbeda, tetapi
juga pada individu yang sama pada yang berbeda. Secara
umum, jumlah ASI meningkat seiring dengan meningkatnya
kebutuhan bayi baru lahir akan ASI. Walaupun sekresi ASI
akan terjadi secara alami, tidak adanya isapan dan tidak
sempurnanya pengosongan payudara membuat laktasi tidak
akan berlanjut selama lebih dari beberapa hari.
Jika bayi baru lahir diletakkan pada payudara secara
konsisten, sampai akhir minggu pertama seorang, seorang
ibu yang sehat pada umumnya menghasilkan 200 sampai
300 mL ASI dalam sehari. Seiring dengan pertumbuhan bayi,
ibu dapat menghasilkan sekitar 900 Ml ASI per hari.
Pasokan ASI bergantung pada beberapa faktor seperti
diet ibu, jumlah istirahat dan latihan yang dilakukannya, dan
tingkat kepuasannya. Kekhawatiran, ketegangan emosi, dan
terlalu banyak aktivitas (aktivitas yang berlebihan dan
kelelahan) berpengaruh buruk terhadap laktasi. Untuk
laktasi, ukuran payudara tidak sepenting jumlah jaringan
glandular, karena jaringan sekresi kelenjar mamae, bukan
jaringan lemak, yang menghasilkan ASI.
e. Hambatan Laktasi
Produksi dan pengeluaran air susu dapat dihambat pada
tingkat payudara, kelenjar hipofisis, atau hipotalamus. Yang

20
paling sederhana, metode alamiahnya adalah dengan
menghindari stimulasi payudara, yang mengurangi refleks
pengeluaran air susu dan mengurangi stimulasi prolaktin
yang dibutuhkan untuk kontinuitas produksi air susu.
Beberapa wanita mengalami pembengkakan payudara
bersamaan dengan awitan laktasi, yang menyebabkan
ketidaknyamanan.
C. PERUBAHAN SISTEM PADA POSTPARTUM
1. Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Setelah kelahiran anak, kadar plasma hormone yang
diproduksi oleh plasenta menurun secara cepat hPL tidak
dapat dideteksi dalam 24 jam dan kadar hormone
gonadotropin korionik turun dengan cepat. Kadar
progesterone turun sampai di bawah kadar fase luteal pada
3 hari pascapartum dan tidak dapat dideteksi pada hari ke-
7. Setelah ovulasi pertama, produksi progesterone mulai
kembali.
b. Hormone Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium
Hormone gonadotropin masih tetap rendah setelah
melahirkan, sampai persiapan untuk ovulasi pertama
setelah melahirkan dimulai dengan reaktivasi siklus
hipotalamus-hipofisis-ovarium. Kadar FSH dan LH rendah
pada wanita pascapartum selama 10 sampai 12 hari.
Menstruasi yang terjadi dalam 6 minggu pertama
pascapartum jarang melepaskan ovum. Menstruasi
pertama pada umumnya hasil dari suatu siklus dengan
fungsi korpus luteum yang tidak adekuat, yaitu kadar LH
dan progesterone rendah atau bahkan tidak ada. Ketika
menstruasi dimulai, presentase menstruasi yang ovulatorik
meningkat dengan cepat.

21
TABEL 2.2
Perubahan Endokrin Pascapartum
Hormon Perubahan Setelah Melahirkan:
Jangka Waktu
Human placental lactogen Menurunkan dengan cepat sampai
kadar yang tidak dapat terdeteksi
dalam 24 jam
Human chorionic
gonadotropin Menurunkan dengan cepat setelah
melahirkan; tetap rendah sampai
terjadi ovulasi
Esterogen
Menurunkan sebanyak 90% dalam 3
jam, kadar terendah pada hari ke-7;
kembali ke kadar folikular dalam 3
Progesteron minggu

Menurunkan dalam 3 hari dibawah


kadar fase luteal, tidak dapat
Foliicle stimulating terdeteksi pada hari ke-7; meningkat
hormone kadarnya setelah ovulasi

Rendah selama 10-12 hari; mencapai


Luteinizing hormone kadar folikular dalam 3 minggu

Rendah selama 10-12 hari; meningkat


Prolaktin setelah ovulasi

Pada wanita yang tidak menyusui:


menurun ke kadar sebelum hamil
dalam 2 minggu
Pada wanita yang menyusui:
Hormon pertumbuhan meningkat saat ada isapan; tetap
tinggi selama 6 sampai 12 bula;
Hormon tiroid bergantung pada frekuensi menyusui

Kortikosteroid Tetap rendah selama beberapa hari

22
Tetap tidak berubah
Renin, angiotensin II
Menurun ke kadar sebelum hamil
Oksitosin pada 1 minggu

Menurun ke kadar sebelum hamil


pada 2 jam

meningkat selama fase ekspulsi dari


masa persalinan, mempertahankan
kontraksi uterus dengan berkontraksi
selama sesi menyusui dan sampai 20
menit setelah menyusui.

c. Pengembalian Kesuburan
Kembalinya menstruasi setelah melahirkan mengikuti suatu
pola linear. Pada wanita yang tidak menyusui, pola tersebut
adalah sebagai berikut.
1) Pada 6 minggu pascapartum, 40% mengalami
menstruasi.
2) Pada 12 minggu pascapartum, 65% sampai 70%
mengalami menstruasi.
3) Pada 24 minggu pascapartum, 80% samapai 90%
mengalami menstruasi.
Pada wanita yang menyusui, polanya adalah sebagai
berikut.
1) Pada 6 minggu pascapartum, 15% mengalami
menstruasi.
2) Pada 12 minggu pascapartum, 45% mengalami
menstruasi.
3) Pada 36 minggu pascapartum, 55% sampai 75%
mengalami menstruasi.

Waktu ovulasi pertama setelah melahirkan sangat


bervariasi di kalangan wanita yang menyusui dan wanita
yang tidak menyusui. Wanita yang hanya menyusui

23
bayinya kurang dari 1 bulan memiliki waktu menstruasi dan
ovulasi yang sama dengan para wanita yang tidak
menyusui bayinya.

Walaupun gonadotropin kembali ke kadar normal baik


wanita menyusui atau tidak menyusui, kembalinya kadar
estrogen normal dihambat oleh laktasi. Keadaan ini
menjelaskan bahwa laktasi menyebabkan kondisi
refraktorik sementara ovarium terhadap gonadotropin
hipofisis.

TABEL 2.3
Kembalinya Menstruasi

Rata-Rata Rata-Rata Waktu


Waktu Menstruasi Pertama
Ovulasi (dalam Minggu)
Pertama
(dalam
Minggu)

WANITA TIDAK MENYUSUI 10,2 7-9

WANITA MENYUSUI 30-36


17,0*

28,0 +

* Menyusui selama 3 bulan


+ Menyusui selama 6 bulan
Menstruasi pertama biasanya
anovulatorik
Bergantung pada durasi menyusui

24
d. Perubahan Endokrin Lainnya
Kadar prolaktin (hormone hipofisis) meningkat selama
kehamilan. Setelah melahirkan, prolaktin menurun pada
wanita yang tidak menyusui dan mencapai kadar seperti
sebelum hamil dalam 2 minggu. Pada wanita yang
menyusui prolaktin meningkat dengan tajam bersamaan
dengan isapan dan tetap naik selama berbulan-bulan.
Kadar serum prolaktin dipengaruhi oleh banyakya stimulus
isapan. Pada wanita yang menyusui satu sampai tiga kali
per hari, prolaktin kembali ke kadar normalnya setelah
enam bulan. Jika menyusui lebih dari 6 kali sehari, kadar
prolaktin yang tinggi akan terus ada sampai lebih dari 1
tahun.
Kadar hormone pertumbuhan adalah rendah pada
kehamilan lanjut dan pascapartum awal (sekitar 3 hari).
Bersama dengan hormone lainnya (Hpl, esterogen, kortisol)
dan insulinase enzim plasenta, yang kadarnya turun
setelah melahirkan, kadar hormone pertumbuhan yang
rendah membatu meningkatkan ketersediaan insulin pada
awal masa pascapartum.
Hormon tiroid biasanya tetap tidak berubah dari
masa akhir kehamilan. Nilainya seharusnya tidak berbeda
jauh dari nilai normal. Wanita yang tidak dapat
memberikan laktasi atau yang mengalami keterlambatan
pemulihan setelah melahirkan dapat mengalami defisiensi
tiroid. Keletihan yang berkelanjutan selama beberapa
minggu pascapartum dapat di hubungkan dengan
gangguan tidur karena pola tidur dan terjaganya bayi dan
pola menyusu bayi. Hormone kortikosteroid menurun

25
setelah melahirkan menuju kadar sebelum hamil pada
akhir minggu pertama.
2. Sistem Kardiovaskuler
Kebanyakan perubahan signifikan yang disebabkan oleh
kehamilan akan kembali pada keadaan sebelum hamil dalam
kurun waktu 2 minggu pascapersalinan.(4) Dalam beberapa hari
setelah melahirkan, tekanan darah, frekuensi jantung,
konsumsi oksigen, dan jumlah cairan total umumnya kembali
ke kondisi sebelum hamil. Perubahan lainnya membutuhkan
waktu beberapa minggu untuk kembali ke keadaan sebelum
hamil.
a. Volume Darah
Selama kehamilan, volume darah meningkat sebanyak 40%
(samapai sekitar 1000Ml), yang mencapai volume total 5
sampai 6L. Perubahan volume darahsetelah melahirkan
berhubungan dengan kehilangan darah dan dieresis pasca
melahirkan.
Perubahan volume darah pascapartum terjadi dengan
cepat. Terjadi peningkatan sementara sebesar 15% sampai
30% pada sirkulasi volume darah antara 12 dan 48 jam
setelah melahirkan karena perpindahan cairan
ekstravaskuler dan dieresis. Hal ini menimbulkan efek
hemodilusi, dengan penurunan kadar hematokrit dan
peningkatan curah jantung.
b. Curah Jantung
Curah jantung yang meningkat selama persalinan,
memuncak secara tiba-tiba setelah pelepasan plasenta
seiring dengan kontraksi uterus yang memaksa volume
darah dalam jumlah besar masuk kedalam sirkulasi.
Diuresis pascapartum menyebabkan penigkatan volume
darah sementara. Kombinasi efek peningkatan aliran balik

26
vena dan dieresis menyebabkan curah jantung 35% lebih
besar pada masa awal pascapartum.
Dalam dua minggu setelah melahirkan, curah jantung
menurun sampai sekitar 30%. Penurunan volume darah
yang bertahap terjadi selama minggu kedua sampai
minggu keempat pascapartum, yang memungkinkan curah
jantung kembali ke kondisi sebelum hamil pada sekitar
minggu ketiga pascapartum.
c. Tekanan Darah dan Frekuensi Jantung
Tekanan darah mengalami sedikit perubahan di bawah
keadaan normal. Hipotensi ortostatik dapat terjadi dalam
48 jam pertama setelah melahirkan karena pembengkakan
kelenjar limpa. Setelah melahirkan, sering kali terjadi
bradikardi fisiologik sementara, yang berlangsung selama
24 sampai 48 jam, dengan frekuensi jantung 40 sampai 50
kali per menit. Hal ini dihasilkan dari perubahan
hemodinamik, mencakup peningkatan isi sekuncup dan
curah jantung, dan respons vagus untuk meningkatkan
aktivitas system saraf simpatik selama persalinan.
Bradikardi ringan 50-70 kali/menit dapat terus berlangsung
selama1 minggu. Frekuensi jantung kembalike kondisi
sebelum hamil sekitar 3 bulan pascapartum.

Early Puerperium Late


Puerperium
Cardiovascular
Heart Rate Fall 14% by 48 h Normal by 2
weeks
Stroke Volume Rise over 48 h Normal by 2
weeks
Cardiac Output Remains elevated and Normal by 24
then falls over 48 h weeks
Blood Pressure Rises over 4 days Normal by 6

27
weeks
Plasma Volume Initial increase and then Progressive
fall decline in first
week
Coagulation
Fibrinogen Rise in first week Normal by 6
weeks
Clotting Factors Most remain elevated Normal by 3
weeks
Platelet Count Fall and then rise Normal by 6
weeks
Fibrinolysis Rapid reversal of Normal by 3
pregnancy inhibition of weeks
tissue plasminogen
activator
Tabel 2.4 Perubahan sistem kardiovaskuler pada
postpartum

3. Sistem Hematologi
a. Sel Darah Merah, Hematokrit, dan Hemoglobin
Setelah terjadi hemodilusi awal yang disebabkan oleh
perpindahan cairan interstisial, hemotokrit dan hemoglobin
meningkat dalam 3 sampai 7 hari karena hemokonsentrasi
yang menyertai dieresis (kehilangan lebih banyak cairan
plasma darah dibanding kehilangan sel-sel darah).
Peningkatan massa sel-sel darah merah (SDM) selama
kehamilan juga berkontribusi terhadap peningkatan
hematokrit dan hemoglobin. Tidak terjadi penghancuran
SDM selama masa pascapartum, tetapi jumlah SDM secara
bertahap kembali ke kadar normal saat SDM kehamilan
yang meningkat tersebut berakhir masa hidupnya. Nilai
hematokrit kembali ke kadar sebelum hamil pada minggu
keempat atau kelima pascapartum.
b. Sel Darah Putih

28
Jumlah sel-sel darah putih (SDP) normalnya meningkat
sampai 12.000/mm3 selama kehamilan. Leukositosis
mencolok terjadi selama 10 sampai 12 hari pertama
setelah melahirkan dengan nilai 20.000 sampai
30.000/mm3. Leukositosis ini ditandai dengan
meningkatnya jumlah neutrofil dan eosinofil dan
menurunnya jumlah limfosit. Pergeseran kea rah kiri jumalh
SDP juga merupakan tanda khas infeksi dan bersamaan
dengan meningkatnya laju endap darah khas setelah
melahirkan, kondisi ini membuat infeksi pascapartum sulit
untuk diidentifikasi.
c. Faktor Koagulasi
Peningkatan factor-faktor koagulasi yang terjadi selama
kehamilan berlanjut sampai masa pascapartum. Factor-
faktor pembekuan I, II, VII, IX, dan X secara ekstensif
teraktivasi setelah melahirkan. Faktor-faktor tersebut
menurun dalam beberapa hari kembali ke kondisi sebelum
hamil, tetapi fibronogen dan tromboplastin masih tetap
meningkat sampai akhir minggu ketiga pascapartum.
Interaksi antara peningkatan factor-faktor pembekuan ini
dengan imobilisasi, sepsis, atau tauma bias menyebabkan
tromboembolisme pascapartum pada wanita.
d. Komponen lainnya
Efek kadar estrogen yang tinggi selama kehamilan
terhadap sintesis protein dan lemak mnyebabkan
peningkatan produksi asam lemak, kolesterol, trigiserida,
lipoprotein, dan factor-faktor pembekuan darah.
Komponen-komponen ini kembali ke kadar sebelum hamil
pada minggu ke-2 hingga minggu ke-3 pascapartum.
Elektrolit serum berubah setelah melahirkan, dengan
keseimbangan klorida negative akibat ekskresi cairan

29
ekstraseluler yang cepat selama dieresis. Natrium serum
meningkat sebagian karena penurunan hormone steroid
dan kehilangan air yang relative lebih besar daripada
kehilangan natrium. Peningkatan kadar kalium serum
kemungkinan disebabkan oleh katabolisme jaringan selama
involusi. Perubahan ini kembali ke keadaan semula sekitar
2 minggu pascapartum.
4. Sistem Respirasi
Perubahan tekanan abdomen dan kapasitas rongga torks
setelah melahirkan menghasilkan perubahan yang sangat
cepat pada fungsi pulmonal. Peningkatan terjadi pada volume
residu, ventilasi istirahat, dan konsumsi oksigen. Terdapat
penurunan pada kapasitas inspirasi, kapasitas vital, dan
kapasitas pernapasan maksimum. Dalam 6 bulan
pascapartum, fungsi pulmonal kembali ke kondisi sebelum
hamil. Namun, selama waktu tersebut para wanita memiliki
respon yang kurang efisien terhadap olahraga.
a. Keseimbangan Asam-Basa
Keseimbangan asam-basa mengalami perubahan selama
persalinan dan pada masa awal pascapartum. Progesterone
selama kehamilan menciptakan suatu kondisi hiperventilasi
pada tingkat alveolus, yang meningkatkan kadar saturasi
oksigen tanpa mengubah frekuensi pernapasan. Kehamilan
dicirikan dengan alkalosis respiratorik (disebabkan oleh
penurunan konsentrasi karbondioksida dalam alveoli) dan
asidosis metabolic terkompensasi. Penurunan kadar
progesterone memengaruhi hiperkapnia pascapartum ini,
yang disertai dengan peningkatan kelebihan basa dan
bikarbonat plasma.
b. Saturasi Oksigen

30
Saturasi oksigen dan nilai PO2 lebih tinggi selama
kehamilan. Pada saat persalinan, wanita dapat mengalami
penurunan saturasi oksigen, terutama sekali saat berbaring
terlentang. Hal ini dapat disebabkan oleh penurunan curah
jantung pada posisi tersebut. Kebutuhan oksigen selama
masa pascapartum dapat terjadi, tampaknya berhubungan
dengan lamanya dan sulitnya kala II persalinan. Terjadi
peningkatan konsumsi oksigen istirahat selama masa ini,
yang juga mungkin akibat laktasi, anemia, dan factor
emosional dan psikologis.
5. Sistem Urinarius
Ginjal kembali ke keadaan normal dalam waktu 2-3 bulan
setelah persalinan. Dilatasi dari renal pelvis, calyx, dan ureter
berakhir pada minggu keenam dan kedelapan untuk sebagian
besar wanita meskipun itu dapat berlanjut sampai 16 minggu
untuk beberapa wanita.
a. Fungsi Ginjal
Selama kehamilan, kadar hormone steroid yang tinggi
berkontribusi terhadap peningkatan fungsi ginjal. Setelah
kelahiran anak, fungsi ginjal berkurang sebagian akibat
penurunan kadar hormone steroid. Ureter dan pila ginjal
tetap berdilatasi setelah melahirkan, yang akan kembali ke
kondisi normal dalam 3 sampai 5 minggu,walaupun
kadang-kadang dapat berlangsung selama 8 sampai 12
minggu.
b. Kandung Kemih dan Uretra
Pengeluaran janin melewati jalan lahir menyebabkan
trauma pada uretra dan kandung kemih. Mukosa kandung
kemih setelah pelahiran menunjukkan berbagai derajat
edema dan hyperemia, dengan penurunan tonus kandung
kemih. Kondisi ini menyebabkan penurunan sensasi

31
terhadap tekanan dan kapasitas kandung kemih yang lebih
besar. Edema jaringan dan hyperemia, dikombinasikan
dengan efek analgesik, menekan keinginan untuk
berkemih. Nyeri panggul menambah berkurangnya reflex
untuk berkemih. Diuresis pascapartum dapat menyebabkan
cepatnya pengisian kandung kemih. Pembesaran kandung
kemih yang berkepanjangan dapat menyebabkan atonia
dinding kandung kemih. Dengan pengosongan kandung
kemih yang adekuat, tonus biasanya pulih dalam 5 sampai
7 hari.

Gambar 2.8 Kandung kemih yang penuh dan fundus

c. Metabolisme Air
Kembalinya metabolism air dari kondisi hamil merupakan
hasil dari penurunan kadar hormone steroid dan involusi
pascapartum. Proses metabolism menyebabkan
peningkatan kadar nitrogen urea darah (BUN, blood, area
nitrogen) proteinuria dan kadang kala asetonuria.
Perubahan volume darah dan kadar hormone memengaruhi
diluresis pascapartum, DFR, dan elektrolit serum.
d. Diuresis

32
Diuresis hebat terjadi pada 2-3 hari pertama pascapartum.
Keadaan ini menghilangkan sejumlah besar cairan yang
tertahan selama kehamilan. Aliran plasma ginjal dan GFR
masih tinggi pada minggu pertama pascapartum dan
dikombinasikan dengan peningkatan volume darah
menyebabkan dieresis sampai lebih dari 3000ml/hari yang
di mulai dalam 12 jam kelahiran. Perspirasi juga meningkat
selama periode ini. Cairan hilang dari jaringan tubuh, jika
dikombinasikan dengan perubahan involusi, hal ini
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 4,5 kg
selama puerperium.
e. Komponen Urin
Glikosuria terjadi pada awal masa pascapartum pada 20%
wanita namun segera menghilang. Laktosuria normal
terjadi pada wanita yang menyusui. Proteinuria ringan (+1)
terjadi selama 1 sampai 2 hari pada 50% wanita yang
berhubungan dengan katalisis pascapartum. Kadar BUN
meningkat karena otolisis otot uterus (pemecahan sel-sel
otot yang berlebihan). Asetonuria dapat terjadi akibat
perubahan metabolism lemak atau dehidrasi.
6. Sistem Gastrointestinal
Motilitas dan tonus sistem gastrointestinal kembali normal
dalam 2 minggu setlah melahirkan. Kebanyakan wanita sangat
haus pada 2 sampai 3 hari pertama karena perpindahan cairan
antara ruang interstisal dan sirkulasi akibat dieresis. Retriksi
cairan selama persalinan juga menyebabkan rasa haus.
Kebanyakan wanita merasakan lapar tepat setelah melahirkan
dan dapat menikmati kudapan dan minuman. Setelah pulih
dari rasa letih setelah melahirkan dan pengaruh analgesia dan
anesthesia, kebanyakan ibu meningkat nafsu makannya
dengan pesat dan akan mengonsumsi makanan dalam porsi

33
besar. Perubahan metabolism karbohidrat dan pengeluaran
energy selama persalinan meningkatkan nafsu makan.
a. Eleminasi Feses
Konstipasi merupakan suatu hal yang umum terjadi selama
masa pascapartum awal. Hal ini akibat relaksasi usus yang
disebabkan oleh kehamilan (ileus adinamik) dan distensi
otot abdomen yang menyebabkan kurangnya bantuan
dalam proses eliminasi.
Defekasi mungkin tertunda selama 2 sampai 3 hari
setelah melahirkan. Nyeri akibat hemoroid, episiotomy,
atau laserasi perineum, yang umumnya terjadi, makin
menghambat defekasi. Kebanyakan wanita pascapartum
diberikan pelunak feses atau laksatif, seperti natrium
dokusat (DSS), bisacodil (Dulcolax), atau susu magnesium,
untukmelancarkan eliminasi. Ibu-ibu tersebut harus
melakukan kembali kebiasaan defekasi teratur setelah
tonus usus kembali pulih.
b. Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan segera setelah melahirkan rata-
rata sebanyak 6 kg dan mencakup berat janin, plasenta,
cairan amnion dan kehilangan darah. Sekitar 4,5 sampai 5
kg lainnya turun selama minggu pertama pascapartum
akibat involusi uterus, pengeluaran lokia, proses perspirasi,
dan dieresis. Kenaikan berat badan yang menetap dan
redistribusi jaringan adipose merupakan hal yang umum
terjadi setelah kehamilan pertama.

TABEL 2.5
Sumber dan Jumlah Penurunan Badan Selama Masa
Pascapartum
Sumber Penurunan Berat Jumlah Penurunan Berat Setelah
Badan Pon Kilogram
Janin dan plasenta ; cairan 12-13 5,5-6

34
amnion dan kehilangan darah
pada pelahiran
Perspirasi dan diuresis selama
5-8 2,5-4
minggu pertama pascapartum
Involusi uterus dan lokia 2-3 1
Penurunan berat badan total 19-24 9-10

Segera setelah melahirkan, sistem pencernaan menjadi


sangat aktif. Ibu akan segera merasa lapar karena kehilangan
energi selama persalinan. Ibu akan merasa haus karena
kurangnya intake oral selama persalinan dan kehilangan cairan
dari usaha ibu saat persalinan, pernapasan mulut, dan
diaforesis dini. Jadi sebaiknya segera diberikan makan dan
minum setelah ibu melahirkan.
Motilitas dari gastrointestinal yang menurun terjadi
karena nyeri pada perineum dan mobilisasi cairan, sehingga
mengakibatkan terjadinya konstipasi. Penyebab lain terjadinya
konstipasi adalah dehidrasi yang terjadi selama proses
persalinan, otot abdomen yang kendur, dan luka pada
perineum. Hal ini dapat menyebabkan nyeri saat berdefekasi.
Konstipasi sementara tidak berbahaya. Meskipun begitu,
hal ini dapat menyebabkan perasaan penuh pada abdomen
dan flatus. Defekasi biasanya 2-3 hari post partum dan mulai
normal kembali pada hari ke-8 sampai hari ke 14 postpartum.
7. Sistem Integumen
Peningkatan aktivitas melanin pada kehamilan yang
menyebabkan hiperpigmentasi putting, areola, dan linea nigra
secara bertahap berkurang setelah melahirkan. Pengaruh
vascular selama kehamilan yang menyebabkan terbentuknya
spider angiomas, nevus lebih gelap, eritema palmaris, dan
membesarnya daerah gusi berkurang seiring dengan
penurunan kadar estrogen yang cepat setelah melahirkan.
Banyaknya penyebaran rambut halus yang terlihat selama

35
kehamilan pada umumnya menghilang, namun, bulu-bulu
kasar dan tebal biasanya tetap ada.

a. Perspirasi
Eliminasi cairan dan produksi melalui kulit makin cepat
pada puerperium awal, sering kali sampai ibu basah kuyup
oleh pengeluaran keringatnya. Episode diaphoresis
(berkeringat banyak) ini yang sering kali terjadi pada
malam hari, secara bertahap berkurang. Diaphoresis
merupakan bagian dari proses kembalinya metabolism
cairan, yaitu pembuangan kelebihan cairan yang
terakumulasi selama kehamilan.
b. Suhu
Kenaikan suhu ringan dapat terjadi selama 24 jam pertama
setelah melahirkan, tetapi suhu ibu seharusnya masih
dalam batas normal selama puerperium (di bawah 38 oC per
oral). Ketika kenaikan suhu melebihi batas ini dalam dua
kali 24 jam berturut-turut masa puerperium, ibu mengalami
demam. Kadangkala, demam selama lebih dari 12 jam
dapat disebabkan oleh pembengkakan vascular dan
limfatik payudara yang sangat hebat.
Peningkatan frekuensi jantung menyertai demam
yang signfikan. Meningkatnya sedikit suhu tubuh dengan
frekuensi jantung yang normal pada umumnya tidak
menunjukkan adanya kmplikasi. Peningkatan suhu yang
menetap pada pascapartum disertai peningkatan frekuensi
jantung dapat mengindikasikan adanya endometritis atau
komplikasi lain.
8. Sistem Muskuloskeletal
a. Otot dan Sendi
Selama beberapa hari pertama, kadar hormon relaksasi
berangsur-angsur berkurang, ligamen dan kartilago dari

36
pelvis kembali pada posisi sebelum kehamilan. Perubahan
ini dapat menyebabkan banyak wanita mengalami
kelemahan dan nyeri otot, terutama pada bahu, leher, dan
lengan. Hal ini terjadi akibat penggunaan tenaga selama
proses persalinan. Masase akan meningkatkan sirkulasi
pada area tersebut dan memberikan rasa nyaman dan
relaksasi. Otot panggul juga mengalami perubahan.
Struktur dan penopang otot uterus dan vagina dapat
mengalami cedera selama waktu melahirkan. Hal ini dapat
meyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan dan
pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan
struktur panggul yang menopang uterus, dinding vagina,
rektum, uretra dan kandung kemih. Jaringan penopang
dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan
kembali ke tonus semula setelah enam bulan.
Ibu seharusnya diberitahu mengenai
ketidaknyamanan yang bersifat sementara dan bukan
merupakan masalah medis yang berarti. Mekanika tubuh
yang baik dan postur tubuh yang benar sangat penting
pada masa ini untuk membantu mencegah terjadinya low
back pain dan injury pada sendi.
b. Dinding abdomen
Selama hamil, dinding abdomen meregang untuk
menyediakan tempat pertumbuhan janin, tonus otot juga
menurun. Banyak wanita mengharapkan otot-otot
abdomen kembali ke keadaan sebelum kehamilan segera
setelah bayi lahir. Hal yang ditakutkan adalah menemukan
dinding abdomen lemah, halus, dan kendur. Dinding
abdomen menjadi kendur karena distensi yang
berlangsung lama akibat pembesaran uterus selama hamil

37
dan ruptur serat-serat elastis kulit. Hal ini akan kembali ke
keadaan sebelum hamil dalam beberapa minggu, kecuali
stria mungkin membutuhkan waktu lebih lama.

Gambar 2.9 a) Lokasi normal m.rectus pada abdomen.


b)Diastasis recti: pemisahan dari m.rectus

Otot-otot longitudinal dari abdomen mungkin


mengalami pemisahan (diastasis recti) selama hamil.
Pemisahan yang terjadi bisa minimal atau ekstensif. Pada
keadaan ini, dinding tengah abdomen dibentuk oleh
peritonium, fasia yang tipis, lemak subkutaneus, dan kulit.
Ibu dapat menentukan jumlah pemisahan dengan
meletakkan ujung jari pada umbilikus dan mengangkat
kepala serta bahu dalam posisi supine. Dia mungkin
mengalami keuntungan dari latihan memperkuat dinding
abdomen, yang biasanya kembali normal dalam waktu 6
minggu setelah kelahiran bayi. Seberapa diatesis terpisah
ini tergantung dan beberapa faktor termasuk kondisi umum
dan tonus otot. Sebagian besar wanita melakukan ambulasi
(ambulation = bisa berjalan) 4-8 jam post partum.
Ambulasi dini dianjurkan untuk menghindari komplikasi,

38
meningkatkan involusi dan meningkatkan cara pandang
emosional.
Latihan diperlukan untuk mengembalikan tonus otot
dan mempertahankan aliran vena pada tungkai dan pelvis.
Latihan ini bertujuan pada: (2)
1) Latihan pernapasan
2) Kaki untuk mencegah stagnansi aliran darah vena
3) Dinding abdomen untuk mengembalikan tonus dari
m.rectus
4) Lantai pelvis untuk mengembalikan fungsi levator ani.

Gambar 3 Abdominal exercises untuk diastasis recti.


9. Perubahan lainnya
a. Weight Loss
Salah satu perubahan yang terjadi pada ibu setelah
persalinan adalah kehilangan berat badan. Umumnya ibu
akan kehilangan berat badan selama kehamilan hingga
persalinan akibat kehilangan air dan hasil konsepsi.
Kehilangan berat badan dengan segera sekitar 4,5-5,8 kg
setelah kelahiran bayi, plasenta dan cairan amnion serta
kehilangan darah. Selain itu, 2,3-3,6 (5-8 lb) juga hilang
akibat diuresis yang dialami pada hari ketiga dan keempat
dan 0,9-1,4 kg (2-3 lb) hilang dari involusi dan lokia pada
akhir minggu pertama. Kehilangan cairan banyak terjadi

39
melalui urine dan keringat. Meskipun begitu, kebanyakan
wanita tidak mengalami hal ini sampai 1-2 minggu setelah
persalinan karena disebabkan oleh retensi cairan yang
tejadi. Wanita mungkin mengalami edema sekunder karena
retensi cairan. Dalam waktu 6 minggu pascapersalinan,
hanya 28% wanita yang kembali ke berat badan semula
ketika sebelum hamil, sebagian lagi mungkin
membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk kembali ke
berat badan semula. Menyusui memiliki sedikit efek pada
kehilangan berat badan setelah melahirkan.
b. Perubahan tanda vital
Tanda-tanda vital ibu harus dipantau selama masa nifas ini.
Adapun waktu-waktu pemantauannya adalah sebagai
berikut:
1) Setiap 15 menit dalam 1 jam pertama
2) Setiap 30 menit dalam 1 jam kedua
3) Setiap 4 jam dalam 24 jam pertama
4) Setiap 8 jam selanjutnya
Pada ibu postpartum, terdapat beberapa perubahan tanda-
tanda vital, yaitu perubahan suhu, nadi, tekanan darah,
dan pernapasan
a) Suhu
Selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkat
hingga 38C. Hal ini diduga terjadi akibat
meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan
hormonal.
Jika terjadi peningkatan suhu 38C yang menetap
selama 2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu
dipikirkan adanya suatu infeksi seperti sepsis
puerperalis (infeksi selama postpartum), infeksi
saluran kemih, endometritis (peradangan
endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.
b) Nadi

40
Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan,
sering ditemukan bradikardi 50-70 kali permenit dan
dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah
melahirkan. Keadaan ini berhubungan dengan
penurunan kerja jantung, penurunan volume darah
yang mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi
uterus, peningkatan stroke volume. Takikardi mungkin
dapat ditemukan apabila terjadi perdarahan atau
infeksi. Takikardi juga dapat timbul apabila terjadi
thrombosis.
c) Tekanan Darah
Biasanya bervariasi tergantung posisi ibu dan lengan
yang digunakan untuk penilaian. Untuk mendapatkan
hasil yang akurat, periksa pada lengan yang sama dan
dengan posisi ibu yang sama setiap waktunya.
Tekanan darah pascapersalinan harus dibandingkan
dengan tekanan darah sebelum persalinan.
Peningkaatan tekanan darah mungkin menandakan
adanya pre-eklamsia sewaktu hamil sehingga harus
dipantau terus tekanan darahnya.
Setelah melahirkan, terjadi penurunan tekanan
intraabdominal yang menyebabkan terjadinya dilatasi
dari pembuluh darah yang mensuplai organ viseral.
Hal ini yang menyebabkan penurunan tekanan darah
20 mmHg sistoliknya ketika ibu bergerak dari posisi
berbaring ke posisi duduk. Akibatnya, ibu merasa
pusing dan mungkin pingsan ketika ia berdiri. Hal ini
disebut hipotensi ortostatik.
Hipotensi megindikasikan suatu hipovolemia.
Penilaian perdarahan harus dilakukan dengan

41
memperhatikan lokasi perdarahan, jumlah lokia, dan
nadi yang takikardi.
d) Pernafasan
Pernapasan normal yaitu antara 12-20 kali per menit
seharusnya bisa dipertahankan setelah persalinan.
Penilaian suara napas tidak penting jika ibu melakukan
persalinan normal secara pervaginam, melakukan
ambulasi setelah melahirkan, dan tanpa tanda-tanda
distres napas. Suara napas harus diperiksa jika ibu
melahirkan anaknya dengan operasi sectio caesarian
atauibu yang meneriman terapi MgSO4, perokok, atau
ibu yang memiliki riwayat infeksi saluran napas,
ataupun asma
c. Hair Loss
Pertumbuhan rambut berubah pada masa kehamilan dan
pada masa pascapersalinan. Kehilangan rambut sering
menjadi kekhawatiran wanita setelah melahirkan. Hal ini
merupakan respon normal terhadap perubahan hormon
yang menyebabkan terjadinya penurunan kehilangan
rambut selama kehamilan. Setelah melahirkan, rambut
lebih cepat gugur hingga tiga bulan. Banyak rambut gugur
ketika ibu menyisir dan menyikat. Rambut yang gugur
menyebar, bukan botak. Fenomena sementara ini disebut
telogen effluvium. Rambut Kehilangan rambut berlangsung
4-20 minggu setelah persalinan dan akan mulai tumbuh
kembali dalam 4-6 bulan untuk 2/3 wanita dan dalam 15
bulan untuk sisanya.

42
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Post partum adalah masa sesudah persalinan dapat juga
disebut masa nifas (puerperium) yakni masa sejak ibu melahirkan
bayi (bayi lahir) sampai kurang lebih sekitar 6 minggu (42 hari).
Pada masa postpartum, terjadi perubahan-perubahan anatomi dan
fisiologis pada ibu.

43
Adapun perubahan yang terjadi meliputi:
1. Organ reproduksi
2. Sistem endokrin
3. Sistem kardiovaskular
4. Sistem hematologi
5. Sistem respirasi
6. Sistem urinarius
7. Sistem gastrointestinal
8. Sistem musculoskeletal
9. Sistem integument
Perubahan-perubahan tersebut ada yang bersifat fisiologis
dan patologis. Oleh karena itu, perawat sebagai tenaga kesehatan
harus memahami perubahan-perubahan tersebut.

B. SARAN
Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap
ibu, bayi dan keluarganya seorang perawat harus memahami dan
memiliki pengetahuan tentang perubahan-perubahan fisiologi
dalam masa postpartum (nifas).

44
DAFTAR PUSTAKA

Reeder, Sharon I. 2011. Keperawatan Maternitas Kesehatan


Wanita, Bayi, dan Keluarga Volume 2. Jakarta: EGC.
Bobak, Irene dkk. 2010. Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC.
Saleha. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurbaeti, Ima dkk. 2013. Asuhan Keperawatan pada Ibu
Postpartum dan Bayi Baru lahir. Jakarta: Penerbit Mitra Wacana Media.
El-Mowafi DM. 2010. The Puerperium Puerperal Sepsis. [online]
[cited December 29th 2014]. Available from:
http://www.gfmer.ch/Obstetrics_ simplified/puerperium.htm.
Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. 2007. Chapter 21 - Postpartum
Care. In: Obstetrics Normal and Problem Pregnancies. Fifth Edition.
Philadelphia: Mosby Elsevier.
Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina
Pustaka.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41265/4/Chapte
r%20II.pdf
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/126/jtptunimus-gdl-
norhimawat-6281-2-babii.pdf

45
46

Anda mungkin juga menyukai