Anda di halaman 1dari 13

ASUHAN KEPERAWATAN

KLIEN PADA PENYAKIT


MIASTERNIA GRAFIS
Kelompok 5
NUR RACHMA HIDAYATI 1150015026
CHIKITA DWI LARASATI 1150015060
PENGERTIAN
Miastenia gravis merupakan sindroma klinis
akibat kegagalan transmisi neuromuskuler yang
disebabkan oleh hambatan dan destruksi reseptor
asetilkolin oleh auto antibodi. Sehingga dalam hal
ini, miastenia gravis merupakan penyakit autoimun
yang spesifik organ. Antibodi reseptor asetilkolin
terdapat didalam serum.
(Chandrasoma dan Taylor, 2005).
ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan
gangguan transmisi pada neuromuscular junction, yaitu
penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson
motor neuron terdapat partikel-partikel globuler yang merupakan
penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada
ujung akson, partikel globuler pecah dan Ach dibebaskan yang
dapat memindahkan gaya saraf yang kemudian bereaksi dengan
ACh Reseptor (AChR) pada membran post sinaptik. Reaksi ini
membuka saluran ion pada membran serat otot dan
menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan
demikian terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan
transmisi neromuskuler pada Miasteniagravis tidak diketahui. Dulu
dikatakan, pada Miastenia gravis terdapat kekurangan ACh atau
kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor
imunologiklah yang berperanan (Qittun, 2008).
PATOFISIOLOGI
Dasar ketidaknormalan pada Miastenia Gravis adalah adanya
kerusakan pada transmisi impuls syaraf menuju sel otot karena
kehilangan kemampuan atau hilangnya reseptor normal membran
post sinaps pada sambungan neuromuskular. Pada orang normal,
jumlah asetilkolin yang dilepaskan sudah lebih dari cukup
untuk menghasilkan potensial aksi.
Pada Miastenia Gravis, konduksi neuromuskular terganggu, Jumlah
asetilkolin berkurang, mungkin akibat cedera autoimun. Antibodi
terhadap protein neuro reseptor asetilkolin ditemukan pada
penderita Miastenia Gravis. Pada Klien Miastenia Gravis secara
makroskopis otot-ototnya tampak normal. Jika ada Atropi, akibat
otot yang tidak dipakai. Secara Mikroskopis pada beberapa kasus
dapat ditemukan infiltrasi limfosit dalam otot dan organ organ lain,
tetapi pada otot rangka tidak dapat ditemukan kelainan yang
konsisten. (Muttaqin, 2000; 229)
MANIFESTASI KLINIS
1. Kelemahan otot mata dan wajah
2. Kelemahan otot bulbar
a. Otot-otot lidah
b. Otot-otot leher
3. Kelemahan otot anggota gerak
4. Kelemahan otot pernapasan
KLASIFIKASI
Menurut Myasthenia Gravis Foundation of America
(MGFA), miastenia gravis dapat diklasifikasikan sebagai
Menurut
berikut: Myasthenia Gravis Foundation of
America
KELAS I (MGFA),
-V miastenia gravis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Klasifikasi menurut osserman ada 4 tipe :
1. Ocular miastenia
2. Generalized myiasthenia
a) Mild generalized myiasthenia
b) Moderate generalized myasthenia
3. Severe generalized myasthenia
a) Acute fulmating myasthenia
b) Late severe myasthenia

4. Myasthenia crisis
KOMPLIKASI
Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk :
1. Tersedak
2. Aspirasi makanan
3. Pneumonia.

Faktor - faktor yang dapat memicu komplikasi pada pasien


termasuk :
Riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada
pernapasan), pemakaian kortikosteroid yang di tappering
secara cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang
panas), dan stress emosional.
PENCEGAHAN
a. Pencegahan Primer
b. Pencegahan Sekunder
c. Pencegahan Tersier
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Laboratorium
2. Imaging
a) X-ray thoraks
b) CT scan thoraks
c) MRI otak dan orbita
3. Pemeriksaan klinis
4. Tes tensilon (edrophonium chloride)
5. Pemeriksaan EMNG
6. Tes Prostigmin (Neostigmin)
7. Pemeriksaan antibodi AchRss
8. Evaluasi Timus
9. Pengobatan
PENATALAKSANAAN
a. Medikamentosa
b. Timektomi
c. Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
d. Intavenous Imunoglobulin ( IV ig)
PROGNOSIS
Pada anak, prognosis sangat bervariasi tetapi relatif
lebih baik daripada orang dewasa. Dalam perjalanan
penyakit, semua otot serat lintang dapat diserang, terutama
otot-otot tubuh bagian atas, 10% Miastenia gravis tetap
terbatas pada otot-otot mata, 20% mengalami insufisiensi
pernapasan yang dapat fatal, 10% cepat atau lambat akan
mengalami atrofi otot. (Endang Thamrin dan P. Nara,
1986).

Anda mungkin juga menyukai