Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH

(Miastenia Gravis)

Disusun oleh :

Selma Raikhana HP (M19010025


SintaLia Dewi Z (M19010027)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MADANI
YOGYAKARTA
2022 / 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang parah.


Penyakit ini merupakan penyakit neuromuscular yang merupakan
gabungan antara cepatnya terjadi kelelahan otot-otot volunter dan
lambatnyapemulihan. Pada masa lampau kematian akibat dari penyakit ini
bisa mencapai 90%, tetapi setelah ditemukannya obat-obatan dan
tersedianya unit-unit perawatan pernafasan, maka sejak itulah jumlah
kematian akibat penyakit ini bisa dikurangi. Sindrom klinis ini ditemukan
pertama kali pada tahun 1600, dan pada akhir tahun 1800 Miastenia gravis
dibedakan dari kelemahan ototakibat paralisis burbar. Pada tahun 1920
seorang dokter yang menderita penyakit Miastenia gravis merasa lebih
baik setelah minum obat efidrinyang sebenarnya obat ini ditujukan untuk
mengatasi kram menstruasi.
Dan pada tahun 1934 seorang dokter dari Inggris bernama Mary
Walker melihat adanya gejala-gejala yang serupa antara Miastenia gravis
dengan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan antagonis kurare
yaitu fisiotigmin untuk mengobati Miastenia gravis dan ternyata ada
kemajuan nyata dalam penyembuhan penyakit ini. Miastenia gravis
banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur dibawah 40 tahun
miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita. Sementara itu diatas
40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996). Insidens miastenia
gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1 dalam 10.000.
Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah karena
sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis
(Patofisiologi, 1995).
B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut :


1. Tujuan umum

Untuk mengetahui secara umum penyakit Miastenia Gravis dan


asuhan keperawatan tentang penyakit Miastenia Gravis.

2. Tujuan Khusus

a. Mampu mengetahui dan memahami definisi dari Miatenia gravis


b. Mampu mengetahui dan memahami etiologi dari Miastenia
gravis
c. Mampu mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
Miastenia gravis
d. Mampu mengetahui dan memahami patofisiologi dari Miastenia
gravis
e. Mampu mengetahui dan memahami pathway Miastenia gravis
f. Mampu mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
Miastenia gravis
g. Mampu mengetahui dan memahami penatalasanaan medik dari
Miastenia gravid
h. Mampu mengetahui dan memahami komplikasi dari Miastenia
gravis
i. Mampu mengetahui dan memahami asuhan keperawatan
Miastenia gravis
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-
ujung saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas
lelah. Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus
menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis,
neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas
reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction. Hipotesis
yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini ada
beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi
rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya
mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah
asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan
penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah
istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot kelopak mata, otot-
otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan. Otot-otot
tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini. Miastenias gravis
berakhir dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi lumpuh sama
sekali.

B. Etiologi
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari
sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Menurut hipotesis bahwa sel-sel myoid
(sel-sel thymus yang menyerupai sel-sel otot sketel) sebagai tempat yang
paling terjangkit penyakit. Virus bertanggung jawab terhadap cidera sel-sel
ini, yang mana menyebabkan pembentukan antibodi. Penelitian lain
mengemukakan bahwa lymphocytic thymic dari orang yang mengidap MG
(Miastenia Gravis) dapat mensintesa Ach Reseptor Antibody (Achrab) ke
dalam vitro dan vivo yang menimbulkan perbedaan mode thymic yang
dipengaruhi.

C. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala klien myasthenia gravis meliputi :
 Kelelahan
 Wajah tanpa ekspresi
 Kelemahan secara umum, khususnya pada wajah, rahang, leher,
lengan, tangan dan atau tungkai. Kelemahan meningkat pada saat
pergerakan.
 Kesulitan dalam menyangkut lengan diatas kepala atau meluruskan
jari.
 Kesulitan mengunyah
 Kelemahan, nada tinggi, suara lembut
 Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata
 Kelumpuhan okular
 Diplopia
 Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ; namun berjalan dengan
jari kaki
 Kekuatan makin menurun sesuai dengan perkembangan
 Inkontinensia stress
 Kelemahan pada sphincter anal
 Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot
aksesori.

D. Patofisiologi
Pada keadaan normal, neurotransmiter Ach dilepaskan
neuromuscular junction, menyebar melalui celap sinap dan bergabung
dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap dari serabut otot. Hal ini
merubah permeabilitas membran terhadap kalium dan natrium, sehingga
terjadi depolarisasi. Bila sudah mencapai depolarisasi maka potensial aksi
anak terjadi bersamaan dengan terpencarnya sarkolema yang menimbulkan
kontraksi serabut otot. ACH dihancurkan oleh enzim
Acethylcolinesterease setelah terjadi pengiriman menuju neuromuscular
junction.
Patologi utama kelainan miastenia gravis adalah ketidakmampuan
menyebarkan rangsang saraf ke otot sketel pada neuromuscular junction,
kelainan terlihat akibat kekurangan Ach yang dilepaskan dari terminal
membran sebelum sinap atau karena adanya penurunan jumlah normal
reseptor Ach. Kemungkinan diakibatkan adanya cidera pada autoimmune.
Pada sekitar 60-90 % orang menderita MG dan bayi dengan neonatal
myasthenia pada protein reseptor Ach terdapat antibodi. Antibodi ini tidak
bertambah dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap.
Tidak ada petunjuk yang jelas apakah MG termasuk dalam
penyakit saraf pusat atau perifer. Penampilan otot secara mikroskopis biasa
tanpa adanya atropi. Secara mikroskopis infiltrasi limposit dapat terlihat
dalam otot-otot dan organ lain dengan menggunakan mikroskop, tetapi
penemuan ini tidak tetap.
Kelenjar timus sering abnormal. Tumor kelenjar timus atau
timoma, diperkirakan telah terajdi sekitar 15% kasus dan yang
menunjukkan hiperplasia pada timus sekitar 80 % kasus. Belum diketahui
secara pasti apa yang sebenarnya peranan thymus. Tetapi diperkirakan
sebagai stimulus sntigenik yang memproduksi Anti Ach reseptor antibosi,
dan ada juga hubungan yang sangat erat antara MG dengan hipertiroidism.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
A. Anti-acetylcholine receptor antibody
- 85% pada miastenia umum
- 60% pada pasien dengan miastenia okuler
B. Anti-striated muscle
- Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari
40 tahun
C. Interleukin-2 receptor
- Meningkat pada MG
- Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit

2. Imaging
A. X-ray thoraks
- Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi
timoma sebagai massa mediatinum anterior
B. CT scan thoraks
- Identifikasi timoma
C. MRI otak dan orbita
- Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak
digunakan secara rutin

3. Pemeriksaan klinis
 Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas
bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
 Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia
 Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd
kelemahan pita suara à suara hilang
 Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam
posisi berbaring
 Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi
saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3
menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30
langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
 Tes tensilon (edrophonium chloride)
 Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2
mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila
perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5
menit
 Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung

4. Tes Prostigmin (neostigmin)


A. Injeksi prostigmin 1,5 mg im,
B. Dapat ditambahkan atropin untuk mengurangi efek muskariniknya
spt nausea, vomitus, berkeringat. Perbaikan tjd pd 10-15 menit,
mencapai puncak dlm 30 menit, berakhir dalam 2-3 jam

5. Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo
(decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan
penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai
80%

6. Pemeriksaan antibodi AchRss


Antibodi AChR ditemukan pd 85-90% penderita MG generalisata,
&0% MG okular. Kadar ini tdk berkorelasi dg beratnya penyakit

7. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak
berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat
dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT
sering normal.

8. Diagnosis Banding
A. Sindroma Eaton-Lambert
- Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru
- Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach
tidak dpt berlangsung dg baik
B. Botulism
- Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt
masuk mll makanan yg terkontaminasi
- Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach
dari ujung terminal akson persinaptik

9. Pengobatan
- Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
- Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60
mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi
tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg
tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu,
miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
- Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis
15 mg tiap 3-4 jam
- Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd
dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60
mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan
mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt
pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek
samping obat
- Obat : azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama
prednison
- Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate
mofetil
- Intravenous Imunoglobulin
- Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
- Pada MG berat
- Plasmapharesis
- Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan
antibodi yang beredar dalam serum penderita.

F. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medis klien myasthenia gravis meliputi :
a. Medikamentosa
 Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet )
stelah 2 haridtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat
ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.Dosis maksimum 6 table / hari
( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid
maupun Azathioprine. Bila Pasien usia <45 tahun dengan
AChR + ,dapat dipertimbangkan timektomi dini.
 Kortikosteroid ( Prednison) dapat diberikan selang beberapa
hari. Dosis mencapai 1,5mg / kg/selang sehari atau ,misalnya
100 mg /hari.Dosis ini dipertahankan sampaipasien
menagalami remisi ( beberapa bulan ). Dosis dapat dikurangi
per 10 mg setiap3-4 mgg sampai 20 mg / selang sehari. Dosis
kemudian dikurangi 1 mg setiap bulandan diberikan kembali
dengan dosis tinggi bila relaps.
 Azathiropin, dapat diberikan dengan dosis awal 2 x 25mg .
Dosis dapat ditingkatkanmenjadi 25 /hari sampai mencapai
2,5 mg /kg/hari. Sebelum dilakukan terapidilakukan evaluasi
darah rutin ( hitung jenis dan fungsi hati).Evaluasi dilakukan
setiap 3 minggu selama 8 minggu kemudian setiap 3 bulan.
(Dewanto dkk,2009:64).
b. Timektomi
Kelenjar Timus Memproduksi T- Limfosit yang berperan
dalam system imun. Ada penderita Miastenia Gravis,kelenjar
tymus dapat mengalami peningkatan jumlah sel (hyperplasia
timus) atau tumor ( Tinoma ), sehingga merangsang, pembentukan
antibody berlebihan. Tindakan Timektomi terbukti meperbaiki
kondisi klinis paseien MG.
(Dewanto dkk,2009:64)
c. Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
Efektif sebagai terapi jangka pendek pada pasien MG dengan
exaserasi akut. Pada Plasma ferensis dilakukan pengantian darah
dengan sel darah merah merah, sehingga plasma darah dibuang dan
diganti dengan suplemen yaitu human albumin dan arutan normal
salin
d. Intavenous Imunoglobulin ( IV ig)
e. Mekanisme kerja adalah mengurangi kemotaksis atau aktivasi
makrofag.
f. Pembedahan
g. Plasmapharesis
h. Thymectomy
i. Ventilasi mekanik/terapi oksigen
j. Terapi fisik
k. Terapi okupasi
l. Obat-obatan : anticholinesterase, kortikosteroid, hormon pituitary
m. Dukungan nutrisi
(Dewantodkk,2009:63)

G. Komplikasi
 Gagal nafas
 Disfagia
 Krisis miastenik
 Krisis cholinergic
 Komplikasi sekunder dari terapi
obat Penggunaan steroid yang lama :
 Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
 Gastritis, penyakit peptic ulcer
 Pneumocystis carini
Prognosis :
 Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
 MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
 40% hanya gejala okuler
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis
kelamin(wanita),dan status
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
d. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau
penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien,
menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas
dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan
untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular,
terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak
membaiknya status pernapasan.
3) B3 (Brain)
 Pengkajian Saraf Kranial
1) Saraf I (olfaktorius)
Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama
fungsi penciuman
2) Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda
3) Saraf III, IV dan VI
(okulomotoris,troklearis,abdusens)
Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoplegia, mimic dari pseudointernuklear
oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada
nervus VI.
4) Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
5) Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah.
6) Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
7) Saraf IX dan X
(glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan.
8) Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi
akibat kelemahan otot motorik pada lidah.
 Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari
system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot
rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas
dan intoleransi aktivitas.
 Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons
normal.
 Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya
didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada
perasaan abnormal di permukaan tubuh.
4) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya
menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran urin,
yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5(Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis
menurun karena ketidakmampuan menelan makanan
sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.
6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan
hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas
perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008).
e. Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan
pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah);
kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar timus.
f. Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung
jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi; koping
yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
g. Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit,
komplikasi, prognosa dan pengobatan; kemampuan membaca dan
belajar.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan
2. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak
optimal
3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular,
kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral

C. Intervensi
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi
polapernapasan klien kembali efektif
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas
normal
- Bunyi nafas terdengar jelas
- Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi Rasional
Kaji Kemampuan ventilasi untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat
mengkaji
frekuensipernapasan,
kedalaman, dna bunyi
nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi),dengan
interval yang sering
dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan
kadar gas darah arteri
dansebelum tampak gejala
klinik.
Kaji kualitas, frekuensi,Dan Dengan mengkaji kualitas,
kedalaman frekuensi, dankedalaman
pernapasan,laporkansetiap pernapasan, kita
perubahan yang terjadi. dapatmengetahui sejauh mana
perubahan kondisiklien.
Baringkan klien dalamposisi yang Penurunan diafragma
nyamandalam posisi duduk memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
Observasi tanda-tanda vital Peningkatan RR dan takikardi
(nadi,RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru

2. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan fungsi indra penglihatan


yang tidak optimal
Tujuan : Menyatakan pemahaman terhadap faktor yang terlibat
dalam kemungkinan cedera.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan faktor resiko dan melindungi diri dari cedera.
- Mengubah lingkungan sesuai dengan indikasi untuk
meningkatkan keamanan
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam
melakukan aktivitas melakukan intervensi selanjutnya
Atur cara beraktivitas klien Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfakta-faakta
dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaiandosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, danefek
toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan
tepat waktuadalah ketegasan.
Evaluasi Kemampuan Menilai singkat keberhasilan dari
aktivitas motorik terapi yang boleh diberikan

3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan


kelemahan fisik umum, keletihan
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan
aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak
memberikan dampak pada individu yang memiliki paru-paru
normal, dapat berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria hasil :
- Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-90x/menit
- Kemampuan batuk efektif dapat optimal
- Tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien dalam Menjadi data dasar dalam
melakukan aktivitas melakukan intervensi selanjutnya
Atur cara beraktivitas klien Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi
partisipan dalampengobatan, klien
harus belajar tentangfakta-faakta
dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja,
waktu, penyesuaiandosis, gejala-
gejala kelebihan dosis, danefek
toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan
tepat waktuadalah ketegasan.
Evaluasi Kemampuan Menilai singkat keberhasilan dari
aktivitas motorik terapi yang boleh diberikan

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan


disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular,
kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat
Kriteria hasil :
- Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien dapat
dipenuhi
- Klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara verbal
maupun isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji komunikasi verbal klien Kelemahan otot-otot bicara
klien krisis miastenia gravis
dapat berakibat pada
komunikasi
Lakukan metode komunikasi Teknik untuk meningkatkan
yang idealsesuai dengan komunikasimeliputi
kondisiklien mendengarkan klien,
mengulangiapa yang mereka
coba komunikasikan
dengan jelas dan membuktikan
yang diinformasikan,
berbicara dengan
klienterhadap kedipan mata
mereka dan
ataugoyangkan jari-jari tangan
atau kaki untukmenjawab
ya/tidak. Setelah periode krisis
klien selalu mampu mengenal
kebutuhan mereka.
Beri peringatan bahwaklien di Untuk kenyamanan yang
ruang inimengalami berhubungan dengan
gangguanberbicara, sediakan ketidakmampuan komunikasi
bel khusus bila perlu
Kolaborasi: konsultasi ke ahli Mengkaji kemampuan verbal
terapi bicara individual,sensorik, dan
motorik, serta fungsi kognitif
untuk mengidentifikasi defisit
dankebutuhan terapi
BAB IV
CONTOH KASUS DAN ASKEP

A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien :
Nama : Tn. X
Alamat : Cimahi, Bandung
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Th
Status : Menikah
Agama : Islam

2. Keluhan utama : Kelemahan otot


3. Riwayat kesehatan :
Diagnosa miasenia didasarkan pada riwayat dan pesentasi klinis.
Riwayat kelemahan otot setelah aktivitas dan pemulihan kekuatan
pasial setelah istirahat sangatlah menunukkan miastenia gravis, pasien
mungkin mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana . riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada pandangan
atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang kelemahan otot.

B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran : compos mentis
b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. Nadi : 92 x/menit
d. Suhu : 37,8 o
C
e. RR : 65 x/menit
C. Pengkajian persistem
a. Sistem integument
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral, kebersihan
rambut dan kuku.
b. Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau tidaknya lesi.
c. Sistem pernafasan
Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas.
d. Sistem cardiovaskuler
Kaji irama dan frekuensi denyut nadi
e. Sistem pencernaan
Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan
f. Sistem perkemihan
Biasanya mengalami inkontinensia urine
g. Sistem muskuluskeletal
Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian tertentu.
h. Sistem persarafan
1) Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan
2) Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering
mengeluh adanya penglihatan ganda
3) Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoglegia (dapat dilihat pada gambar 8-5), mimik dari
pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik pada
saraf VI
4) Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
5) SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan
motorik lidah/triple-furrowed lidah
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
7) Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan
trapezius
9) Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi
akibat kelemahan otot motorik pada lidah/triple-furrowed lidah

D. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan
ototpernapasan.
2. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahanfisik
umum, keletihan.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus
otot fasial atau oral.
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal.

E. Analisa Data

Do: - Otot Ketidakefektifan pola


- Perubahan pernapasan napas
gerakan dada - Kelemahan
- Penurunan otot-otot
tekanan ekspirasi pernapasan
/ inspirasi - Ketidak
- Napas dalam mampuan
- Pernapasan batuk efektif
cuping hidung.
Ds :
- Dispnea
- Napas pendek
Do: - Kelemahan Hambatan mobilitas fisik
- Penurunan waktu otot-otot
reaksi (Miasthenia
- Kesulitan Gravis)
bergerak - Otot
- Melambatnya volunteer
pergerakan - Kelemahan
- Pergerakan tak otot-otot
terkoordinasi rangka
- Keterbatasan
rentang gerak
Ds:
- Klien
mengatakan sulit
untuk melakukan
aktivitas sehari-
hari.
Do: - Kelemahan Kerusakan komunikasi
- Kesulitan otot-otot verbal
mengolah kata- (Miasthenia
kata atau kalimat Gravis)
- Tidak atau tidak - Otot wajah,
dapat berbicara laring,
- Dispnea faring
- Verbalisasi tidak - Regurgitasi
sesuai makanan ke
- Bicara pelo hidung pada
- Bicara gagap saat
- Keinginan menelan
menolak untuk - Suara
bicara abnormal
Ds: ketidak
- Klien mampuan
mengatakan sulit menutup
dalam rahang
menyampaikan
sesuatu.
Do : - Kelemahan Gangguan citra tubuh
- Depersonalisasi otot-otot
bagian tubuh (Miasthenia
- Takut atau Gravis)
penolakan reaksi - Otot-otot
dari orang lain ocular
- Preokupasi - Gangguan
perubahan atau otot levator
kehilangan palpebra
- Menolak untuk - Ptosis &
memverivikasi Diplopia
perubahan actual
Ds:
- Perubahan
actual pada
struktur atau
fungsi tubuh
- Perubahan pada
keterlibatan
social
- Kehilangan
bagian tubuh
- Tidak melihat
bagian tubuh
- Tidak
menyentuh
bagian tubuh

F. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan
otot pernapasan.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola
pernapasan klien kembali efektif
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam
batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan
optimal.

Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna
bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru (volume tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi),dengan interval
yang sering dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan kadar gas
darah arteri dansebelum tampak gejala
klinik.

Kaji kualitas, frekuensi,dan Dengan mengkaji kualitas, frekuensi,


kedalamanpernapasan, laporkansetiap dankedalaman pernapasan, kita
perubahan yangterjadi. dapatmengetahui sejauh mana
perubahan kondisiklien.
Baringkan klien dalam posisi yang Penurunan diafragma memperluas
nyaman dalam posisi duduk daerahdada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
Observasi tanda-tandavital (nadi,RR). Peningkatan RR dan takikardi
merupakanindikasi adanya penurunan
fungsi paru

2. Diagnosa Keperawatan : Hambatan mobilitas fisik berhubungan


dengan kelemahan fisik umum, keletihan.
Tujuan : Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan
aksi siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan
dampak pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat
berbahaya bagi klien dengan PPOM.
Kriteria Hasil : Frekuensi nafas 16-20 x/menit, frekuensi nadi 70-
90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat optimal,tidak ada tanda
peningkatan suhu tubuh.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan klien Menjadi data dasar dalam melakukan
dalam melakukan aktivitas intervensi selanjutnya.
Atur cara beraktivitas klien Sasaran klien adalah memperbaiki
sesuai kemampuan kekuatandan daya tahan. Menjadi partisipan
dalampengobatan, klien harus belajar
tentangfakta-faakta dasar mengenai agen-
agenantikolinesterase-kerja, waktu,
penyesuaiandosis, gejala-gejala kelebihan
dosis, danefek toksik. Dan yang penting
padapengguaan medikasi dengan tepat
waktuadalah ketegasan.
Evaluasi kemampuan Menilai singkat keberhasilan dari terapiyang
aktivitas motorik boleh diberikan

3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan komunikasi verbal berhubungan


dengan disfonia, gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular,
kehilangan kontrol tonus otot fasial atau oral.
Tujuan : Klien dapat menunjukkan pengertian terhadap masalah
komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat.
Kriteria Hasil : Terciptanya suatu komunikasi di mana kebutuhan klien
dapat dipenuhi, klien mampu merespons setiap berkomunikasi secara
verbal maupun isyarat.
Intervensi Rasional
Kaji komunikasi verbal klien. Kelemahan otot-otot bicara klien krisis
miastenia gravis dapat berakibat pada
komunikasi.
Lakukan metode komunikasi yang ideal Teknik untuk meningkatkan
sesuai dengan kondisi klien. komunikasi meliputi mendengarkan
klien, mengulangi apa yang mereka
coba komunikasi kandengan jelas dan
membuktikan yang diinformasikan,
berbicara dengan klien terhadap
kedipan mata mereka dan atau
goyangkan jari-jari tangan atau kaki
untuk menjawab ya/tidak. Setelah
periode krisis klien selalu mampu
mengenal kebutuhan mereka.
Beri peringatan bahwa klien di ruang Untuk kenyamanan yang berhubungan
ini mengalami gangguan berbicara, dengan ketidak mampuan komunikasi.
sediakan belkhusus bila perlu
Antisipasi dan bantu kebutuhan klien. Membantu menurunkan frustasi oleh
karena ketergantungan atau ketidak
mampuan berkomunikasi.
Ucapkan langsung kepada klien dengan Mengurangi kebingungan atau
berbicara pelan dan tenang, gunakan kecemasan terhadap banyaknya
pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau”tidak” informasi. Memajukan stimulasi
dan perhatikan respon klien komunikasi ingatan dan kata-kata.
Kolaborasi: konsultasi keahli terapi Mengkaji kemampuan verbal
bicara. individual, sensorik, dan motorik, serta
fungsi kognitif untuk mengidentifikasi
defisit dan kebutuhan terapi

4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan citra diri berhubungan dengan


ptosis,ketidak mampuan komunikasi verbal.
Tujuan : Citra diri klien meningkat.
Kriteria Hasil : Mampu menyatakan atau mengkomunikasikan
dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang
terjadi, mampu menyatakan penerimaan dir iterhadap situasi,
mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan persepsi Menentukan bantuan individual dalam
dan
menyusun rencana perawatan atau pemilihan
hubungan dengan derajat ketidak
intervensi.
mampuan.
Identifikasi arti dari kehilangan Beberapa klien dapat menerima dan
ataudisfungsi pada klien. mengatur beberapa fungsi secara
efektif dengan sedikit penyesuaian diri,
sedangkan yang lain mempunyai
kesulitan membandingkan mengenal
dan mengatur kekurangan.
Bantu dan anjurkan perawatan yang baik Membantu meningkatkan perasaan
dan memperbaiki kebiasaan. harga diri dan mengontrol lebih dari
satu areakehidupan.
Anjurkan orang yang terdekat untuk Menghidupkan kembali perasaan
mengizinkan klien melakukan hal untuk kemandirian dan membantu
dirinya sebanyak-banyaknya. perkembangan harga diri serta
mempengaruhi proses rehabilitasi.
Kolaborasi: rujuk pada ahli Dapat memfasilitasi perubahan peran
neuropsikologi dan konseling bila ada yang penting untuk perkembangan
indikasi. perasaan.

G. Implementasi Keperawatan
Tgl / No. Dx Tindakan Keperawatan
Jam Kep
1 a. Mengkaji kemampuan ventilasi
b. Mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan dan melaporkan setiap perubahan yang
terjadi.
c. Membantu membaringkan klien dalam posisi yang
nyaman dalam posisi duduk
d. Mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, RR).

2 a. Mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas


b. Mengatur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan
c. Mengevaluasi kemampuan aktivitas motorik

3 a. Mengkaji komunikasi verbal klien.


b. Melakukan metode komunikasi yang ideal sesuai
dengan kondisi klien.
c. Memberi peringatan bahwa klien di ruang ini
mengalami gangguan berbicara, sediakan belkhusus bila
perlu.
d. Membantu kebutuhan klien.
e. Berkolaborasi: konsultasi ke ahli terapi bicara.
4
a. Mengkaji perubahan dari gangguan persepsi dan
hubungan dengan derajat ketidak mampuan.
b. Mengidentifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada
klien.
c. Membantu memperbaiki kebiasaan.
d. Menganjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan
klien melakukan hal untuk dirinya sebanyak-banyaknya.
e. Berkolaborasi : merujuk pada ahli neuropsikologi dan
konseling bila ada indikasi.

H. Evaluasi Keperawatan
Tgl / No Dx. Kep Catatan Perkembangan Pasien Paraf
Jam
1 S : Klien mengatakan masih sesak napas.
O:
- RR : 70x/menit
- Pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot bantu pernapasan
A : Masalah ketidakefektifan pola napas belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.

2 S : Klien mengatakan kesulitan dalam melakukan


aktivitas sedikit berkurang.
O : Keluarga tampak membantu klien agar mandiri.
A : Masalah hambatan mobilitas fisik belum
teratasi.
P : lanjutkan intervensi.

3 S : Klien mengatakan kadang susah dalam


berbicara.
O : Klien tampak berbicara pelo.
A : Masalah gangguan komunikasi verbal belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.

4 S : klien mengatakan masih merasa malu dengan


kondisinya.
O : perubahan struktur atau fungsi tubuh.
A : Masalah gangguan citra diri belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
BAB V
PEMBAHASAN

Pada asuhan keperawatan Tn. X dengan miastenia gravis muncul beberapa


diagnosa keperawatan antara lain :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan otot pernapasan.
Menurut NANDA, ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi
dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat. Masalah tersebut
muncul pada Tn. X didukung dengan adanya data bahwa pasien mengeluh
sesak nafas. Pada pasien didapatkan perubahan gerakan dada, penurunan
tekanan ekspirasi / inspirasi, napas dalam dan pernapasan cuping hidung.
Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah ketidakefektifan
pola nafas adalah pernafasan pasien kembali efektif dengan kriteria hasil :
Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas normal, bunyi nafas
terdengar jelas, respirator terpasang dengan optimal.
Rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan adalah :
a. Kaji kemampuan ventilasi
b. Kaji kualitas, frekuensi,dan kedalaman pernapasan, laporkan setiap
perubahan yang terjadi.
c. Baringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam posisi duduk
d. Observasi tanda-tandavital (nadi, RR).
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan diantaranya adalah
mengkaji kemampuan ventilasi, mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan, membantu membaringkan klien dalam posisi yang nyaman dalam
posisi duduk, mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, RR). Setelah dilakukan
beberapa tindakan keperawatan ditemukan evaluasi pasien mengatakan masih
sesak napas dan pernapasan tampak menggunakan otot bantu pernapasan
sehingga masalah ketidakefektifan pola napas belum teratasi, maka lanjutkan
intervensi.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik umum,
keletihan.
Menurut NANDA, hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah. Masalah tersebut muncul pada Tn. X didukung dengan data
penurunan waktu reaksi, kesulitan bergerak, melambatnya pergerakan,
pergerakan tak terkoordinasi, keterbatasan rentang gerak.
Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah hambatan mobilitas
fisik adalah Infeksi bronkhopulmonal dapat dikendalikan untuk
menghilangkan edema inflamasi dan memungkinkan penyembuhan aksi
siliaris normal. Infeksi pernapasan minor yang tidak memberikan dampak
pada individu yang memiliki paru-paru normal, dapat berbahaya bagi klien
dengan PPOM dengan kriteria hasil : Frekuensi nafas 16-20 x/menit,
frekuensi nadi 70-90x/menit, dan kemampuan batuk efektif dapat
optimal,tidak ada tanda peningkatan suhu tubuh.
Rencana tindakan keperawatan yang telah ditetapkan adalah :
a. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
b. Evaluasi kemampuan aktivitas motorik
c. Atur cara beraktivitas klien sesuai kemampuan

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan diantaranya adalah


mengkaji kemampuan klien dalam melakukan aktivitas, mengevaluasi
kemampuan aktivitas motorik, dan mengatur cara beraktivitas klien sesuai
kemampuan. Setelah dilakukan beberapa tindakan keperawatan ditemukan
evaluasi pasien mengatakan kesulitan dalam beraktivitas sedikit berkurang.
Sehingga masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi, makan lanjutkan
intervensi.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus otot
fasial atau oral.
Menurut NANDA, gangguan komunikasi verbal adalah penurunan,
kelambatan, atau keadaan kemampuan untuk menerima, memproses,
mengirim dan/atau menggunakan sistem simbol. Masalah tersebut muncul
pada Tn. X didukung dengan data kesulitan mengolah kata-kata atau kalimat,
dispnea, verbalisasi tidak sesuai, bicara pelo, bicara gagap, keinginan
menolak untuk bicara.
.Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah gangguan
komunikasi verbal adalah klien dapat menunjukkan pengertian terhadap
masalah komunikasi, mampu mengekspresikan perasaannya, mampu
menggunakan bahasa isyarat dengan kriteria hasil : Terciptanya suatu
komunikasi di mana kebutuhan klien dapat dipenuhi, klien mampu merespons
setiap berkomunikasi secara verbal maupun isyarat.
Rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan adalah :
a. Kaji komunikasi verbal klien.
b. Lakukan metode komunikasi yang ideal sesuai dengan kondisi klien.
c. Beri peringatan bahwa klien di ruang ini mengalami gangguan berbicara,
sediakan belkhusus bila perlu
d. Ucapkan langsung kepada klien dengan berbicara pelan dan tenang,
gunakan pertanyaan dengan jawaban ”ya” atau”tidak” dan perhatikan
respon klien
e. Kolaborasi: konsultasi keahli terapi bicara.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah


gangguan komunikasi verbal diantaranya mengkaji komunikasi verbal klien,
melakukan metode komunikasi yang sesuai dengan klien, mengkolaborasikan
dengan ahli terapi bicara. Setelah dilakukan beberapa tindakan keperawatan
didapatkan evaluasi pasien mengatakan kadang-kadang susah dalam
mengatakan sesuatu dan masih tampak pelo dalam berbicara. Sehingga
masalah gangguan komunikasi verbal belum teratasi, maka lanjutkan
intervensi.

4. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan komunikasi


verbal.
Menurut NANDA, gangguan citra diri adalah konfusi dalam
gambaran mental fisik diri individu. Masalah gangguan citra diri muncul pada
Tn. X didukung dengan data depersonalisasi bagian tubuh, takut atau
penolakan reaksi dari orang lain, preokupasi perubahan atau kehilangan,
menolak untuk memverivikasi perubahan actual. Pada pasien didapatkan
kehilangan bagian tubuh, tidak melihat bagian tubuh, tidak menyentuh bagian
tubuh.
Tujuan yang diharapkan untuk mengatasi masalah gangguan citra diri
adalah citra diri klien meningkat dengan kriteria hasil : mampu menyatakan
atau mengkomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan
perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap
situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam kosep diri dengan
cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.
Rencana tindakan keperawatan yang ditetapkan adalah :
a. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidak mampuan.
b. Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.
c. Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
d. Anjurkan orang yang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan hal
untuk dirinya sebanyak-banyaknya.
e. Kolaborasi: rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasi.

Tindakan keperawatan yang telah dilakukan untuk mengatasi


masalah gangguan citra diri diantaranya mengkaji perubahan dari
gangguan persepsi dan hubungan dengan ketidakmampuan,
mengidentifikasi arti dari kehilangan, membantu memberikan perawatan
yang baik, dan mengkolaborasikan pada ahli neuropsikologi dan
konseling. Setelah dilakukan tindakan keperawatan didapatkan evaluasi
klien mengatakan masih merasa malu dengan kondisinya dan tampak
perubahan struktur dan fungsi tubuh. Sehingga masalah gangguan citra diri
belum teratasi, maka lanjutkan intervensi.
BAB VI
PENUTUP

A. Kesimpulan
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung
saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah.
Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah
dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular,
autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor
Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction.
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari
sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Tanda dan gejala klien myasthenia gravis
meliputi : Kelelahan, Wajah tanpa ekspresi, Kelemahan secara umum,
khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai.
Kelemahan meningkat pada saat pergerakan, Kesulitan dalam menyangkut
lengan diatas kepala atau meluruskan jari, Kesulitan mengunyah, Kelemahan,
nada tinggi, suara lembut, Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata,
Kelumpuhan okular, Diplopia, Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ;
namun berjalan dengan jari kaki, Kekuatan makin menurun sesuai dengan
perkembangan , Inkontinensia stress, Kelemahan pada sphincter anal,
Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.

B. Saran
1. Mahasiswa
setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
memahami dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien
dengan Miastenia Gravis.
2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik
primer maupum spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat untuk pasien dengan Miastenia Gravis.
3. Masyarakat
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat dapat
memahami dan mengetahui pengertian, tanda dan gejala, komplikasi dan
penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan secara mandiri terkait
dengan Miastenia Gravis.
DAFTAR PUSTAKA

Hudak & Gallo. (1996). Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol. 2.


EGC.jakarta.

Ramali, A.( 2000 ). Kamus Kedokteran. Djambatan, Jakarta.

Engel, A. G. MD. Myasthenia Gravis and Myasthenic Syndromes. Ann Neurol


16: Page: 519-534.1984.

Lewis, R.A, Selwa J.F, Lisak, R.P. Myasthenia Gravis: Immunological


Mechanisms and Immunotherapy. Ann Neurol. 37(S1):S51-S62. 1995.

Ngoerah, I. G. N. G, Dasar-dasar Ilmu Penyakit Saraf. Airlanga University Press.


Page: 301-305. 1991.

Nanda . 2009 - 2011 . Diagnosa Keperawatan . Jakarta : EGC

Judith, M. Wilkinson . 2007.Diagnosa Keperawatan NIC dan NOC . Jakarta :


EGC.

Lombardo,M.C., 1995, Penyakit Degeneratif dan Gangguan Lain Pada Sistem


Saraf, dalam S.A. Price, L.M. Wilson, (eds), Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit 4th ed., EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai