(Miastenia Gravis)
Disusun oleh :
A. Latar Belakang
2. Tujuan Khusus
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-
ujung saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas
lelah. Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus
menjadi lelah dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis,
neuromuskular, autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas
reseptor Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction. Hipotesis
yang dibuat oleh para sarjana untuk menerangkan peristiwa ini ada
beberapa buah. Asetilkolin yang diperlukan sebagai mediator kimiawi
rangsang dari saraf ke otot, kurang pembentukannya. Hipotesis lainnya
mengatakan pelepasan asetilkolin, terganggu. Yang banyak dianut ialah
asetilkolin lekas terurai oleh enzim kolinesterase. Pada permulaan
penyakit, otot-otot yang lekas lelah ini dapat pulih kembali sesudah
istirahat. Otot-otot yang terserang biasanya otot-otot kelopak mata, otot-
otot penggerak mata, otot-otot untuk mengunyah dan menelan. Otot-otot
tubuh lainnya dapat pula dihinggapi penyakit ini. Miastenias gravis
berakhir dengan kematian bila otot-otot pernapasan menjadi lumpuh sama
sekali.
B. Etiologi
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari
sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Menurut hipotesis bahwa sel-sel myoid
(sel-sel thymus yang menyerupai sel-sel otot sketel) sebagai tempat yang
paling terjangkit penyakit. Virus bertanggung jawab terhadap cidera sel-sel
ini, yang mana menyebabkan pembentukan antibodi. Penelitian lain
mengemukakan bahwa lymphocytic thymic dari orang yang mengidap MG
(Miastenia Gravis) dapat mensintesa Ach Reseptor Antibody (Achrab) ke
dalam vitro dan vivo yang menimbulkan perbedaan mode thymic yang
dipengaruhi.
D. Patofisiologi
Pada keadaan normal, neurotransmiter Ach dilepaskan
neuromuscular junction, menyebar melalui celap sinap dan bergabung
dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap dari serabut otot. Hal ini
merubah permeabilitas membran terhadap kalium dan natrium, sehingga
terjadi depolarisasi. Bila sudah mencapai depolarisasi maka potensial aksi
anak terjadi bersamaan dengan terpencarnya sarkolema yang menimbulkan
kontraksi serabut otot. ACH dihancurkan oleh enzim
Acethylcolinesterease setelah terjadi pengiriman menuju neuromuscular
junction.
Patologi utama kelainan miastenia gravis adalah ketidakmampuan
menyebarkan rangsang saraf ke otot sketel pada neuromuscular junction,
kelainan terlihat akibat kekurangan Ach yang dilepaskan dari terminal
membran sebelum sinap atau karena adanya penurunan jumlah normal
reseptor Ach. Kemungkinan diakibatkan adanya cidera pada autoimmune.
Pada sekitar 60-90 % orang menderita MG dan bayi dengan neonatal
myasthenia pada protein reseptor Ach terdapat antibodi. Antibodi ini tidak
bertambah dengan reseptor Ach pada membran pasca sinap.
Tidak ada petunjuk yang jelas apakah MG termasuk dalam
penyakit saraf pusat atau perifer. Penampilan otot secara mikroskopis biasa
tanpa adanya atropi. Secara mikroskopis infiltrasi limposit dapat terlihat
dalam otot-otot dan organ lain dengan menggunakan mikroskop, tetapi
penemuan ini tidak tetap.
Kelenjar timus sering abnormal. Tumor kelenjar timus atau
timoma, diperkirakan telah terajdi sekitar 15% kasus dan yang
menunjukkan hiperplasia pada timus sekitar 80 % kasus. Belum diketahui
secara pasti apa yang sebenarnya peranan thymus. Tetapi diperkirakan
sebagai stimulus sntigenik yang memproduksi Anti Ach reseptor antibosi,
dan ada juga hubungan yang sangat erat antara MG dengan hipertiroidism.
E. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
A. Anti-acetylcholine receptor antibody
- 85% pada miastenia umum
- 60% pada pasien dengan miastenia okuler
B. Anti-striated muscle
- Pada 84% pasien dengan timoma dengan usia kurang dari
40 tahun
C. Interleukin-2 receptor
- Meningkat pada MG
- Peningkatan berhubungan dengan progresifitas penyakit
2. Imaging
A. X-ray thoraks
- Foto polos posisi AP dan Lateral dapat mengidentifikasi
timoma sebagai massa mediatinum anterior
B. CT scan thoraks
- Identifikasi timoma
C. MRI otak dan orbita
- Menyingkirkan penyebab lain defisit Nn. Craniales, tidak
digunakan secara rutin
3. Pemeriksaan klinis
Menatap tanpa kedip pada suatu benda yg terletak diatas
bidang kedua mata selama 30 dtk, akan terjadi ptosis
Melirik ke samping terus menerus akan tjd diplopia
Menghitung atau membaca keras2 selama 3 menit akan tjd
kelemahan pita suara à suara hilang
Tes untuk otot leher dg mengangkat kepala selama 1 menit dalam
posisi berbaring
Tes exercise untuk otot ekstremitas, dg mempertahankan posisi
saat mengangkat kaki dg sudut 45° pd posisi tidur telentang 3
menit, atau duduk-berdiri 20-30 kali. Jalan diatas tumit atau jari 30
langkah, tes tidur-bangkit 5-10 kali
Tes tensilon (edrophonium chloride)
Suntikkan tensilon 10 mg (1 ml) i.v, secara bertahap. Mula-mula 2
mg à bila perbaikan (-) dlm 45 dtk, berikan 3 mg lagi à bila
perbaikan (-), berikan 5 mg lagi. Efek tensilon akan berakhir 4-5
menit
Efek samping : ventrikel fibrilasi dan henti jantung
5. Pemeriksaan EMNG
Pada stimulasi berulang 3 Hz terdapat penurunan amplitudo
(decrement respons) > 10% antara stimulasi I dan V. MG ringan
penurunan mencapai 50%, MG sedang sampai berat dapat sampai
80%
7. Evaluasi Timus
Sekitar 75% penderita MG didapatkan timus yg abnormal,terbanyak
berupa hiperplasia,sedangkan15% timoma. Adanya timoma dapat
dilihat dg CT scan mediastinum, tetapi pd timus hiperplasia hasil CT
sering normal.
8. Diagnosis Banding
A. Sindroma Eaton-Lambert
- Sering tjd bersamaan dg small cell Ca dari paru
- Lesi terjadi di membran pre sinaptik dimana ‘release’ Ach
tidak dpt berlangsung dg baik
B. Botulism
- Penyebab : neurotoksin dari Clostridium botulinum, yg dpt
masuk mll makanan yg terkontaminasi
- Dg cara menghambat/menghalang-halangi pelepasan Ach
dari ujung terminal akson persinaptik
9. Pengobatan
- Antikolinesterase : menghambat destruksi Ach
- Piridostigmin bromide (Mestinon, Regonol). Dosis awal 30-60
mg tiap 6-8 jam atau setiap 3-4 jam. Dosis optimal bervariasi
tgt kebutuhan mulai 30-120 mg setiap 4 jam. Bila > 120 mg
tiap 3 jam dpt menimbulkan à Krisis Kolinergik (G/ : dispneu,
miosis, lakrimasi, hipersalivasi, emesis, diare
- Neostigmin Bromide (Prostigmin). Kerja lebih pendek. Dosis
15 mg tiap 3-4 jam
- Kortikosteroid : Mulai dosis rendah (12-50 mg prednison) kmd
dinaikkan pelan-pelan sampai respon optimal (maksimal 50-60
mg prednison). Dosis dipertahankan sampai perbaikan
mencapai plateau (biasanya 6-12 bulan). urunkan dosis sgt
pelan-pelan sampai dosis pemeliharaan minimal. Awasi efek
samping obat
- Obat : azathiprine 1-2,5 mg/minggu Biasanya dipakai bersama
prednison
- Obat lain : Cyclosporine,Cyclophosphamide, Mycophenolate
mofetil
- Intravenous Imunoglobulin
- Dosis : 0,4 gr/kg BB/hari selama 5 hari berturut2
- Pada MG berat
- Plasmapharesis
- Pada MG berat untuk menghilangkan atau menurunkan
antibodi yang beredar dalam serum penderita.
F. Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medis klien myasthenia gravis meliputi :
a. Medikamentosa
Piridostigmin ( tablet 60 mg) Dosis awal 4 x 15 mg ( ¼ tablet )
stelah 2 haridtingkatkan menjadi 4 x 30 mg jika perlu dapat
ditingkatkan menjadi 4 x 60 mg.Dosis maksimum 6 table / hari
( 360 mg /hari) Jika tidak berespons dapat diberi kortikosteroid
maupun Azathioprine. Bila Pasien usia <45 tahun dengan
AChR + ,dapat dipertimbangkan timektomi dini.
Kortikosteroid ( Prednison) dapat diberikan selang beberapa
hari. Dosis mencapai 1,5mg / kg/selang sehari atau ,misalnya
100 mg /hari.Dosis ini dipertahankan sampaipasien
menagalami remisi ( beberapa bulan ). Dosis dapat dikurangi
per 10 mg setiap3-4 mgg sampai 20 mg / selang sehari. Dosis
kemudian dikurangi 1 mg setiap bulandan diberikan kembali
dengan dosis tinggi bila relaps.
Azathiropin, dapat diberikan dengan dosis awal 2 x 25mg .
Dosis dapat ditingkatkanmenjadi 25 /hari sampai mencapai
2,5 mg /kg/hari. Sebelum dilakukan terapidilakukan evaluasi
darah rutin ( hitung jenis dan fungsi hati).Evaluasi dilakukan
setiap 3 minggu selama 8 minggu kemudian setiap 3 bulan.
(Dewanto dkk,2009:64).
b. Timektomi
Kelenjar Timus Memproduksi T- Limfosit yang berperan
dalam system imun. Ada penderita Miastenia Gravis,kelenjar
tymus dapat mengalami peningkatan jumlah sel (hyperplasia
timus) atau tumor ( Tinoma ), sehingga merangsang, pembentukan
antibody berlebihan. Tindakan Timektomi terbukti meperbaiki
kondisi klinis paseien MG.
(Dewanto dkk,2009:64)
c. Plasmaferesis ( Plasma Exchange)
Efektif sebagai terapi jangka pendek pada pasien MG dengan
exaserasi akut. Pada Plasma ferensis dilakukan pengantian darah
dengan sel darah merah merah, sehingga plasma darah dibuang dan
diganti dengan suplemen yaitu human albumin dan arutan normal
salin
d. Intavenous Imunoglobulin ( IV ig)
e. Mekanisme kerja adalah mengurangi kemotaksis atau aktivasi
makrofag.
f. Pembedahan
g. Plasmapharesis
h. Thymectomy
i. Ventilasi mekanik/terapi oksigen
j. Terapi fisik
k. Terapi okupasi
l. Obat-obatan : anticholinesterase, kortikosteroid, hormon pituitary
m. Dukungan nutrisi
(Dewantodkk,2009:63)
G. Komplikasi
Gagal nafas
Disfagia
Krisis miastenik
Krisis cholinergic
Komplikasi sekunder dari terapi
obat Penggunaan steroid yang lama :
Osteoporosis, katarak, hiperglikemi
Gastritis, penyakit peptic ulcer
Pneumocystis carini
Prognosis :
Tanpa pengobatan angka kematian MG 25-31%
MG yang mendapat pengobatan, angka kematian 4%
40% hanya gejala okuler
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
a. Identitas klien yang meliputi nama,alamat,umur,jenis
kelamin(wanita),dan status
b. Keluhan utama : kelemahan otot
c. Riwayat kesehatan : diagnosa miastenia gravis didasarkan pada
riwayat dan presentasi klinis. Riwayat kelemahan otot setelah
aktivitas dan pemulihan kekuatan parsial setelah istirahat
sangatlah menunjukkan miastenia gravis, pasien mungkin
mengeluh kelemahan setelah melakukan pekerjaan fisik yang
sederhana. Riwayat adanya jatuhnya kelopak mata pada
pandangan atas dapat menjadi signifikan, juga bukti tentang
kelemahan otot.
d. Pemeriksaan fisik :
1) B1 (Breathing)
Inspeksi apakah klien mengalami kemampuan atau
penurunan batuk efektif, produksi sputum, sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas, dan peningkatan frekuensi
pernapasan yang sering didapatkan pada klien yang disertai
adanya kelemahan otot-otot pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi atau stridor pada klien,
menunjukkan adanya akumulasi secret pada jalan napas
dan penurunan kemampuan otot-otot pernapasan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakukan
untuk memantau perkembangan dari status kardiovaskular,
terutama denyut nadi dan tekanan darah yang secara
progresif akan berubah sesuai dengan kondisi tidak
membaiknya status pernapasan.
3) B3 (Brain)
Pengkajian Saraf Kranial
1) Saraf I (olfaktorius)
Biasanya pada klien tidak ada kelainan, terutama
fungsi penciuman
2) Saraf II (optikus)
Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien
sering mengeluh adanya penglihatan ganda
3) Saraf III, IV dan VI
(okulomotoris,troklearis,abdusens)
Sering didapatkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoplegia, mimic dari pseudointernuklear
oftalmoplegia akibat gangguan motorik pada
nervus VI.
4) Saraf V (trigeminus)
Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
5) Saraf VII (fasialis)
Persepsi pengecapan terganggu akibat adanya
gangguan motorik lidah.
6) Saraf VIII (akustikus)
Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
7) Saraf IX dan X
(glosofaringeus,vagus)
Ketidakmampuan dalam menelan.
8) Saraf XI (aksesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII (hipoglosus)
Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi
akibat kelemahan otot motorik pada lidah.
Pengkajian Sistem Motorik
Karakteristik utama miestania gravis adalah kelemahan dari
system motorik. Adanya kelemahan umum pada oto-otot
rangka memberikan manifestasi pada hambatan mobilitas
dan intoleransi aktivitas.
Pengkajian Refleks
Pemeriksaan reflex profunda, pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat reflex pada respons
normal.
Pengkajian Sistem Sensorik
Pemeriksaan sensorik pada penyakit ini biasanya
didapatkan sensasi raba dan suhu normal, tidak ada
perasaan abnormal di permukaan tubuh.
4) B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada system perkemihan biasanya
menunjukkan berkurangnya volume pengeluaran urin,
yang berhubungan dengan penurunan perfusi dan
penurunan curah jantung ke ginjal.
5) B5(Bowel)
Mual sampai muntah akibat peningkatan produksi asam
lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien miestania gravis
menurun karena ketidakmampuan menelan makanan
sekunder dari kelemahan otot-otot menelan.
6) B6 (Bone)
Adanya kelemahan otot-otot volunter memberikan
hambatan pada mobilitas dan mengganggu aktivitas
perawatan diri.(Arif Muttaqin, 2008).
e. Riwayat keperawatan : kelemahan otot (meningkat dengan
pengerahan tenaga, membaik bila istirahat, tiba-tiba cepat lelah);
kesulitan menelan dan mengunyah; diplobia; tumor kelenjar timus.
f. Psikososial : usia; jenis kelamin; pekerjaan; peran dan tanggung
jawab yang biasa dilakukan; penerimaan terhadap kondisi; koping
yang biasa digunakan; status ekonomi dan penghasilan.
g. Pengetahuan klien dan keluarga : pemahaman tentang penyakit,
komplikasi, prognosa dan pengobatan; kemampuan membaca dan
belajar.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan
2. Resiko tinggi cedera bd fungsi indra penglihatan yang tidak
optimal
3. Gangguan aktivitas hidup sehari-hari yang berhubungan dengan
kelemahan fisik umum, keletihan
4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan
disfonia,gangguan pengucapan kata, gangguan neuromuskular,
kehilangankontrol tonus otot fasial atau oral
C. Intervensi
1. Ketidakefektifanpola nafas yang berhubungan dengan kelemahan
otot pernafasan
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi
polapernapasan klien kembali efektif
Kriteria hasil :
- Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam batas
normal
- Bunyi nafas terdengar jelas
- Respirator terpasang dengan optimal
Intervensi Rasional
Kaji Kemampuan ventilasi untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat
mengkaji
frekuensipernapasan,
kedalaman, dna bunyi
nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi),dengan
interval yang sering
dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan
kadar gas darah arteri
dansebelum tampak gejala
klinik.
Kaji kualitas, frekuensi,Dan Dengan mengkaji kualitas,
kedalaman frekuensi, dankedalaman
pernapasan,laporkansetiap pernapasan, kita
perubahan yang terjadi. dapatmengetahui sejauh mana
perubahan kondisiklien.
Baringkan klien dalamposisi yang Penurunan diafragma
nyamandalam posisi duduk memperluas daerah dada
sehingga ekspansi paru bisa
maksimal
Observasi tanda-tanda vital Peningkatan RR dan takikardi
(nadi,RR) merupakan indikasi adanya
penurunan fungsi paru
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Identitas klien :
Nama : Tn. X
Alamat : Cimahi, Bandung
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 60 Th
Status : Menikah
Agama : Islam
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Tingkat kesadaran : compos mentis
b. Tekanan Darah : 110/70 mmHg
c. Nadi : 92 x/menit
d. Suhu : 37,8 o
C
e. RR : 65 x/menit
C. Pengkajian persistem
a. Sistem integument
Kaji warna kulit, turgor kulit, kelembaban kulit, akral, kebersihan
rambut dan kuku.
b. Sistem penginderaan
Kaji bentuk mata, hidung, telinga, mukosa bibir, ada atau tidaknya lesi.
c. Sistem pernafasan
Kaji bentuk dada, irama dan frekuensi nafas.
d. Sistem cardiovaskuler
Kaji irama dan frekuensi denyut nadi
e. Sistem pencernaan
Biasanya klien mengalami kesulitan mengunyah dan menelan
f. Sistem perkemihan
Biasanya mengalami inkontinensia urine
g. Sistem muskuluskeletal
Biasanya klien mengalami kelemahan otot pada bagian tertentu.
h. Sistem persarafan
1) Saraf I : Biasanya pada klien epilepsi tidak ada kelainan dan
fungsi penciuman tidak ada kelainan
2) Saraf II : Penurunan pada tes ketajaman penglihatan, klien sering
mengeluh adanya penglihatan ganda
3) Saraf III, IV dan VI : Sering didaptkan adanya ptosis. Adanya
oftalmoglegia (dapat dilihat pada gambar 8-5), mimik dari
pseudointernuklear oftalmoglegia akibat gangguan motorik pada
saraf VI
4) Saraf V : Didapatkan adanya paralisis pada otot wajah akibat
kelumpuhan pada otot-otot wajah.
5) SarafVII : Persepsi pengecapan teganggu akibat adanya gangguan
motorik lidah/triple-furrowed lidah
6) Saraf VIII : Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
persepsi
7) Saraf IX dan X : Ketidakmampuan dalam menelan
8) Saraf XI : Tidak ada atrofi otot sternoklidomastoideus dan
trapezius
9) Saraf XII : Lidah tidak simetris, adanya deviasi pada satu sisi
akibat kelemahan otot motorik pada lidah/triple-furrowed lidah
D. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan data pengkajian, diagnosa keperawatan meliputi hal berikut :
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelemahan
ototpernapasan.
2. Gangguan aktivitas sehari-hari berhubungan dengan kelemahanfisik
umum, keletihan.
3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan disfonia,gangguan
pengucapan kata, gangguan neuromuskular, kehilangankontrol tonus
otot fasial atau oral.
4. Gangguan citra diri berhubungan dengan ptosis, ketidakmampuan
komunikasi verbal.
E. Analisa Data
F. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas b.d kelemahan
otot pernapasan.
Tujuan : Dalam waktu 1 x 24 jam setelah diberikan intervensi pola
pernapasan klien kembali efektif
Kriteria Hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernapasan dalam
batas normal, bunyi nafas terdengar jelas, respirator terpasang dengan
optimal.
Intervensi Rasional
Kaji kemampuan ventilasi Untuk klien dengan penurunan
kapasitasventilasi, perawat mengkaji
frekuensipernapasan, kedalaman, dna
bunyi nafas,pantau hasil tes fungsi
paru-paru (volume tidal, kapasitas vital,
kekuatan inspirasi),dengan interval
yang sering dalammendeteksi masalah
pau-paru, sebelumperubahan kadar gas
darah arteri dansebelum tampak gejala
klinik.
G. Implementasi Keperawatan
Tgl / No. Dx Tindakan Keperawatan
Jam Kep
1 a. Mengkaji kemampuan ventilasi
b. Mengkaji kualitas, frekuensi, dan kedalaman
pernapasan dan melaporkan setiap perubahan yang
terjadi.
c. Membantu membaringkan klien dalam posisi yang
nyaman dalam posisi duduk
d. Mengobservasi tanda-tanda vital (nadi, RR).
H. Evaluasi Keperawatan
Tgl / No Dx. Kep Catatan Perkembangan Pasien Paraf
Jam
1 S : Klien mengatakan masih sesak napas.
O:
- RR : 70x/menit
- Pernapasan cuping hidung
- Menggunakan otot bantu pernapasan
A : Masalah ketidakefektifan pola napas belum
teratasi.
P : Lanjutkan intervensi.
A. Kesimpulan
Miastenia gravis ialah penyakit dengan gangguan pada ujung-ujung
saraf motorik di dalam otot yang mengakibatkan otot menjadi lekas lelah.
Otot-otot pada pergerakan berulang-ulang atau terus-menerus menjadi lelah
dan ampuh. Miastenia gravis merupakan penyakit kronis, neuromuskular,
autoimun yang bisa menurunkan jumlah dan aktifitas reseptor
Acethylcholaline (ACH) pada Neuromuscular junction.
Meskipun faktor persipitasi masih belum jelas, tetapi menurut
penelitian menunjukkan bahwa kelemahan myasthenic diakibatkan dari
sirkulasi antibodi ke reseptor Ach. Tanda dan gejala klien myasthenia gravis
meliputi : Kelelahan, Wajah tanpa ekspresi, Kelemahan secara umum,
khususnya pada wajah, rahang, leher, lengan, tangan dan atau tungkai.
Kelemahan meningkat pada saat pergerakan, Kesulitan dalam menyangkut
lengan diatas kepala atau meluruskan jari, Kesulitan mengunyah, Kelemahan,
nada tinggi, suara lembut, Ptosis dari satu atau kedua kelopak mata,
Kelumpuhan okular, Diplopia, Ketidakseimbangan berjalan dengan tumit ;
namun berjalan dengan jari kaki, Kekuatan makin menurun sesuai dengan
perkembangan , Inkontinensia stress, Kelemahan pada sphincter anal,
Pernapasan dalam, menurun kapsitas vital, penggunaan otot-otot aksesori.
B. Saran
1. Mahasiswa
setelah membaca makalah ini diharapkan mahasiswa dapat
memahami dan mempelajari asuhan keperawatan yang tepat untuk pasien
dengan Miastenia Gravis.
2. Tenaga kesehatan
Setelah membaca makalah ini diharapkan tenaga kesehatan baik
primer maupum spesialis dapat memberikan asuhan keperawatan yang
tepat untuk pasien dengan Miastenia Gravis.
3. Masyarakat
Setelah membaca makalah ini diharapkan masyarakat dapat
memahami dan mengetahui pengertian, tanda dan gejala, komplikasi dan
penatalaksanaan apa saja yang harus dilakukan secara mandiri terkait
dengan Miastenia Gravis.
DAFTAR PUSTAKA