Anda di halaman 1dari 23

Myasthenia

Gravis
WILDAN IBNU ADRIAN - 2013020050
Definisi
Myastenia gravis adalah penyakit autoimun yang menyerang neuromuscular juction ditandai oleh suatu
kelemahan otot dan cepat lelah akibat adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin (AchR) sehingga jumlah
AchR di neuromuscular juction berkurang.
Epidemiologi
Prevalensi MG terus meningkat selama 50 tahun terakhir karena diagnosis yang lebih baik, modalitas
pengobatan yang lebih baik, dan peningkatan harapan hidup, MG tetap merupakan penyakit langka dengan
sekitar 60.000 kasus diperkirakan di Amerika Serikat. Prevalensi dilaporkan sekitar 20 dalam 100.000 dan
bervariasi di berbagai negara. Pada pasien yang lebih muda dari 40, wanita lebih sering terkena dengan rasio
7:3, sedangkan pria lebih sering terkena di antara pasien yang lebih tua dari 50, dengan rasio 3:2. Kasus
didistribusikan secara merata pada pasien berusia empat puluhan.
Etiologi
Serangan imunologik yang bergantung pada sel-T yang dimediasi oleh antibodi pada membran pascasinaps
menyebabkan kerusakan membran otot pascasinaps, penurunan jumlah dan densitas AChRs yang
mengakibatkan transmisi neuromuskular abnormal dan kelemahan otot yang dapat menyebabkan kelelahan
klinis.
Autoantibodi menyerang AChR yang mengikat daerah imunogenik utama dari subunit dari AChR adalah
penyebab yang paling umum dan menyebabkan kerusakan daerah endplate pascasinaps melalui aktivasi
komplemen. Produksi autoantibodi di MG adalah proses yang bergantung pada sel T, dan timus dianggap
memainkan peran penting dalam disregulasi ini.
Faktor risiko
Medikasi : Pembedahan

◆ Antibiotics Transplantasi sumsum tulang


◇ Aminoglycosides Infeksi virus
◇ Fluoroquinolones Stress
◇ Tetracyclines
◇ Sulfonamides
◇ Penicillins
◇ Nitrofurantoin
◇ Telithromycin
◆Magnesium and magnesium-containing medications (eg, laxatives,
antacids)
◆ Interferon alfa
◆ D-Penicillamine
◆ Cardiovascular medications
◇ Quinidine, quinine
◇ Beta-blockers
◇ Calcium channel blockers
◆ Anesthetics (eg, methoxyflurane)
◆Neuromuscular blockers (eg, succinylcholine)
Patofisiologi
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl Choline Receptor (AChR). Kondisi ini
mengakibatkan Acetyl Choline (ACh) yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat
mengantarkan potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan kehadiran ACh
yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh
impuls tertentu, inilah yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien. Pengurangan jumlah AChR ini
dipercaya disebabkan karena proses autoimun didalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang
dapat memblok AChR dan merusak membran post-synaptic.

Etiopatogenesis proses autoimun pada Myastenia gravis tidak sepenuhnya diketahui, walaupun demikian
diduga kelenjar timus turut berperan pada patogenesis Myastenia gravis. Sekitar 75% pasien Myastenia
gravis menunjukkan timus yang abnormal, 65% pasien menunjukkan hiperplasi timus yang menandakan
aktifnya respon imun dan 10% berhubungan dengan timoma.
Manifestasi klinis
Ptosis Pada Miastenia gravis Generalisata. A.
Kelopak mata tidak simetris, kiri lebih rendah dari
kanan. B. Setelah menatap 30 detik ptosis semakin
bertambah.
Penderita dengan hanya kelemahan disekitar mata disebut Myastenia gravis okular. Penyakit Myastenia
gravis dapat menjadi berat dan membahayakan jiwa. Myastenia gravis yang berat menyerang otot- otot
pernafasan sehingga menimbuilkan gejala sesak nafas.

Bila sampai diperlukan bantuan alat pernafasan, maka penyakit Myastenia gravis tersebut dikenal sebagai
krisis Myastenia gravis atau krisis miastenik. Beberapa gejala yang muncul pada penderita diantaranya:
kelemahan otot yang progresif pada penderita, kelemahan meningkat dengan cepat pada kontraksis otot
yang berulang.
Klasifikasi
Kelas Deskripsi

I Kelemahan otot otot okular


Kelemahan pada saat menutup mata
Kekuatan otot-otot lain dalam batas normal
II Kelemahan ringan yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot okular
Dapat juga mempunyai variasi bentuk kelemahan otot okular
IIa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial atau keduanya

Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring


IIb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot respiratorik atau keduanya

Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial atau keduanya
III Kelemahan sedang yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot okular
Dapat juga mempunyai kelemahan otot okular dengan tingkat keparahan apapun
IIIa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring
IIIb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot respiratorik atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial atau keduanya
IV Kelemahan berat yang berpengaruh pada otot lain lain selain otot okular
Dapat juga mempunyai kelemahan otot okular dengan tingkat keparahan apapun
IVa Secara predominan dapat mempengaruhi ekstremitas atau otot aksial atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada otot orofaring
IVb Secara predominan dapat mempengaruhi otot orofaring atau otot respiratorik atau keduanya
Dapat juga terdapat kelemahan ringan pada ekstremitas atau otot aksial atau keduanya
V Didefinisikan dengan intubasi, dengan atau tanpa ventilasi mekanis, kecuali jika digunakan selama
manajemen rutin pascaoperasi; penggunaan selang makanan tanpa intubasi menempatkan pasien di
kelas IVb
Penegakan diagnosis
Anamnesis
Anamnesis adanya kelemahan/ kelumpuhan otot yang berulang setelah aktivitas
dan membaik setelah istirahat. Tersering menyerang otot- otot mata (dengan
manifestasi : diplopia atau ptosis), dapat disertai kelumpuhan anggota badan
(terutama triceps dan ekstensor jari-jari), kelemahan/ kelumpuhan otot- otot yang
dipersarafi oleh nervus cranialis, dapat pula mengenai otot pernafasan yang
menyebabkan penderita bisa sesak.
Setelah anamnesis dilakukan tes klinis sederhana :

a) Tes watenberg/ simpson test : Memandang objek diatas bidang antara kedua
bola mata >30 detik, lama- kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).

b) Tes pita suara : Penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
menghilang secara bertahap (tes positif).
Tes serologis adalah langkah diagnostik pertama ketika MG dicurigai. Antibodi pengikat-AChR
positif sangat spesifik untuk MG autoimun dan ditemukan pada 80% pasien dengan MG general,
50% pasien dengan MG okular, dan pada sekitar 50% anak dengan MG autoimun.

Tes elektrodiagnostik sangat membantu pada pasien dengan seronegatif. Studi stimulasi saraf
berulang 2-5 Hz lebih sensitif pada MG general daripada MG okular. Penurunan CMAP lebih
besar dari 10% merupakan indikasi dari cacat transmisi neuromuskular. Penting untuk diketahui
bahwa faktor teknis seperti artefak gerakan, stimulasi submaksimal, dan suhu ekstremitas kurang
dari 35°C (95°F) selama pengujian stimulasi saraf berulang dapat memengaruhi validitas hasil.
Single Fiber EMG (electromyography) ketika dilakukan pada otot yang lemah, adalah tes diagnostik yang
paling sensitif untuk mengkonfirmasi gangguan transmisi neuromuskular (positif pada 97% pasien yang
terkena). Biasanya, otot ekstensor digitorum communis dipelajari terlebih dahulu, dan jika normal, otot
wajah (frontalis atau orbicularis oculi) harus diuji selanjutnya. Jika EMG serat tunggal normal pada otot
yang terkena secara klinis, diagnosis MG disingkirkan.
Tes Tensilon
Uji Tensilon juga dapat dilakukan menggunakan Endrofonium yang merupakan antikolinesterase kerja
pendek yang memperpanjang kerja asetilkolin pada neuromuscular junction dalam beberapa menit. Untuk
uji tensilon, disuntikkan 2 mg tensilon secara intravena selama 15 detik, bila dalam 30 detik tidak terdapat
reaksi maka disuntikkan lagi sebanyak 8-9 mg tensilon secara intravena.

Setelah tensilon disuntikkan, kita harus memperhatikan otot- otot yang lemah, misalnya kelopak mata yang
memperlihatkan adanya ptosis. Bila kelemahan tersebut disebabkan oleh Myastenia gravis, maka ptosis
tersebut akan segera lenyap. Pada uji ini kelopak mata yang lemah harus diperhatikan dengan seksama
karena efektivitas tensilon sangat singkat.
Radiologi
Pemeriksaan Radiologi dapat dilakukan dalam posisi anteroposterior dan lateral. Pada rontgen thorax,
timoma dapat diidentifikasi sebagai suatu massa pada bagian anterior mediastinum. Hasil ronsen yang
negatif belum tentu dapat menyingkirkan adanya timoma ukuran kecil, sehingga terkadang perlu dilakukan
chest Ct-scan untuk mengidentifikasi timoma pada semua kasus Myastenia gravis, terutama pada penderita
dengan usia tua. MRI pada otak dan orbita sebaiknya tidak digunakan sebagai pemeriksaan rutin. MRI dapat
digunakan apabila diagnosis Myastenia gravis tidak dapat ditegakkan dengan pemeriksaan penunjang
lainnya dan untuk mencari penyebab defisit pada saraf otak.
Tatalaksana
Tujuan penatalaksanaan MG adalah untuk mencapai remisi (tidak ada tanda atau gejala kelemahan
miastenia) atau manifestasi minimal (tidak ada gejala subjektif dan hanya ditemukan kelemahan ringan pada
pemeriksaan neurologis objektif yang tidak mengganggu fungsi normal). Tujuan ini harus dicapai dengan
efek samping obat yang seminimal mungkin.

Pemberian Immunoglobulin intravena dengan dosis total 1 g/kg sampai 2 g/kg dibagi dalam 2 sampai 5 hari
efektif dalam meningkatkan kekuatan pada pasien dengan MG dan digunakan untuk mengobati eksaserbasi
sedang sampai berat dan atau untuk pasien yang tidak merespon atau dapat mentoleransi. imunosupresan
oral.
Prognosis
Dengan ketersediaan ventilasi mekanis dan perawatan suportif intensif untuk krisis miastenia saat ini dan
peningkatan pilihan yang tersedia untuk terapi imunomodulasi, mortalitas akibat MG kurang dari 5%.
Pasien dengan timoma dan pasien dengan tipe MG umum yang lebih refrakter, serta pasien yang lebih tua
dengan komorbiditas kompleks, memiliki morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi.

Anda mungkin juga menyukai