Kelompok 19 C
STEP 1 : TERMINOLOGI
Test Wartenberg : memandang objek di atas bidang antara kedua
bola mata > 30 detik, lama-kelamaan akan terjadi ptosis (tes positif).
Counting test : penderita disuruh menghitung 1-100, maka suara akan
menghilang secara bertahap (positif).
EMG : Elektromiografi (EMG) adalah teknik yang digunakan untuk
mengevaluasi fungsi saraf dan otot dengan cara merekam aktivitas
listrik yang dihasilkan oleh otot skeletal. Ini merupakan tes penting
yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan otot dan saraf. Ini
sering digunakan untuk mengevaluasi kelainan sistem saraf periferal.
CT Thorax : CT Scan Thorax merupkan teknik pemeriksaan secara
radiologi untuk mendapatkan informasi anatomis irisan atau
penampang melintang thorax.
Rasa baal : Mati rasa alias baal adalah kondisi di mana tidak dapat
merasakan apapun. Kondisi ini terjadi, karena tidak tersalurkannya
rangsangan pada saraf, yang bertujuan dalam mengirimkan sinyal
rasa pada tubuh. Mati rasa disertai dengan timbulnya rasa kesemutan
dan sensasi rasa terbakar. Pada sebagian besar kasus, mati rasa
sering terasa pada jari, tangan, kaki, lengan, maupun telapak kaki.
Mengapa Ani mengeluh melihat ganda dan kelopak mata sulit
untuk dibuka terutama setelah pulang sekolah, dan keluhan
membaik setelah beristirahat?
Melihat ganda
Diplopia adalah suatu gangguan penglihatan di mana
pasien akan melihat dua gambar dari satu objek yang
berdekatan (penglihatan ganda). Kondisi ini harus dianggap
sebagai kondisi yang serius, karena beberapa penyebab
memerlukan diagnosis serta pengobatan segera.
Dalam beberapa kasus, penglihatan pasien dapat membaik
apabila pasien mengarahkan objek mendekati atau menjauhi
wajahnya, menyipitkan mata, atau menambah cahaya di dalam
ruangan. Namun, ada juga beberapa orang yang tidak dapat
memperbaiki penglihatan mereka.
Kerusakan pada saraf yang mengendalikan otot ekstraokular –
beberapa kodisi medis akibat penyakit saraf otak atau sumsum tulang
belakang seperti multiple sclerosis, stroke,dan tumor otak.
Diabetes – Penyakit ini bisa menimbulkan masalah pada saraf yang
mengendalikan gerakan otot mata. Terkadang hal ini bisa terjadi
sebelum orang tersebut sadar bahwa ia menderita diabetes.
Myasthenia gravis – Ini adalah penyakit neuromuskular kronis yang
menyebabkan otot-otot tubuh mudah lelah dan menjadi lemah. Hal ini
terjadi karena sistem kekebalan tubuh seseorang mengalami kelainan
sehingga menyerang jaringan dan saraf yang sehat pada tubuh.
Penyakit Graves – Kondisi ini adalah salah satu jenis gangguan pada
sistem imun tubuh yang menjadi penyebab paling umum
hipertiroidisme – kelebahan hormon tidroid. Tiroid adalah kelenjar
endokrin yang memiliki peran penting dan terletak di leher di mana
hormon tiroid diproduksi untuk mengontrol aktivitas tubuh.
Trauma pada otot mata – Otot rongga mata bisa terluka akibat karena
trauma akibat cedera atau patah tulang di sekitar rongga mata.
Ptosis congenital dan acquired memiliki penyebab yang berbeda.
Ptosis yang ditemukan sejak kelahiran sering kali disebabkan
oleh kelainan perkembangan otot levator palpebra superior,
yang berfungsi untuk mengangkat kelopak mata atas.
Acquired ptosis memiliki banyak kemungkinan penyebab, namun
sering kali disebabkan masalah pada saraf dan/ atau otot pada
mata. Contohnya myasthenia gravis, progressive external
opthalmoplegia, Horner syndrome, dan masalah pada saraf
kranial III (yang mempersarafi otot levator palpebra superior).
Proses penuaan atau trauma pada mata juga bisa menyebabkan
regangan atau pemisahan otot levator palpebra superior dari
kelopak mata, yang berpotensi menyebabkan ptosis.
Bagaimana interpretasi pemeriksaan
fisik Ani?
Penurunan keberadaan
jumlah reseptor ACh
kelemahan otot
Manifestasi klinis
1. Myasthenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai kelemahan dan
kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata dan berlanjut keseluruh
tubuh hingga ke otot pernapasan.
2. Myasthenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada hubungan
neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama Myasthenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan tenaga
yang sembuh kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis Myasthenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan gambaran
klinis, serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor asetilkolin, antibodi
anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg, dan tes prostigmin.
5. Pengobatan Myasthenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat
antikolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin, obat-obatan
imunomodulator, serta bisa tymectomy.
Brown-Sequard Syndrome
Definisi
Anatomi Medulla Spinalis
Traktus Medulla Spinalis
Fisiologi Sensorik
Fisiologi Motorik
Etiologi
Patofisiologi
Ipsilateral Hemiplagia
Flaccid Paralysis
Patofisiologi
Kerusakan Kolumna Dorsalis
Diagnosis
Pemeriksaan
• Gejala mungkin akut/bertahap fisik • Pemeriksaan Laboratorium
progresif • Pemeriksaan Radiologis
• . Keluhan terkait dengan • Parsial sindrom Brown • Pemeriksaan lain
hemiparesis atau hemiparalysis • Pure sindrom Brown-Sequard
dan perubahan sensorik,
parestesia, atau dysesthesias di
tungkai kontralateral
Pemeriksaan
Anamnesis
Penunjang
Tatalaksana
Evaluasi Medikamentosa Terapi Fisik
• Pasang kateter • Kortikosteroid • monitor perubahan
• Imobilisasi pada perbaikan
• Pasang NGT • perbaiki status
• Imobilisasi cervikal, keadaan pasien
vertebra dorsal • pertahankan
bawah, hard collar integritas dari kulit
• CT-Scan atau pasien
peritoneal lavage • perbaiki kekuatan
• stabbing wound, pasien.
tidak boleh • meningkatkan
pencabuatn alata control posisi tubuh
• operatif untuk pasien
dekompresi spinal • mendukung atau
dan menghindari memberi motivasi
kerusakan pada pasien ataupun
keluarga pasien.
Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini berbuhungan dengan cedera
spinal dapat terhadu akibat trauma atau karena masalah
dalam tubuh.
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi ada Brown sequard
syndrome antara lain sebagai berikut:
1. Osteoporosis
2. Hiperkalemia
3. Depresi
4. Hipotensi
5. Cedera medula spinalis
6. Diseksi arteri vertebra (Urrutia & Fadic, 2012).
Prognosis
Pasien dengan cedera medulla spinalis komplet hanya
mempunyai harapan untuk sembuh <5%. Jika kelumpuhan
total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang untuk
sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik
masih ada, maka pasien mempunyai kesempatan untuk
berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90% penderita
cedera medulla spinalis dapat sembuh dan mandiri.
Radikulopati
Atau gangguan pada radiks merupakan salah satu penyebab nyeri leher
dan punggung bawah dan merupakan rujukan terbanyak ke laboratorium
elektrodiagnosis
Anatomi
Radiks merupakan bagian SST yang keluar dari kornu anterior (ventral)
medulla spinalis yang terdiri atas saraf motoric dan kornu posterior
(dorsal) medulla spinalis yang terdiri aras saraf sensorik.
Masing masing radix melekat pada menula spinalis melalui filla radicularia
Radiks keluar melalui medula spinalis melalui kanalis spinalis lalu menuju
foramen neural yang berada diantara dua vertebra yang berdekatan.
Kanalis spinalis dibatasi oleh ligamentum flavum dan lamina pada sisi
posterior, diskus intervertebralis, dan korpus vertebra pada sisi anterior,
dan pedikel pada sisi anterolateral.
Didalam foramen neural melintas radiks, nervus meningeal rekuren, dan
pembuluh darah radikular
Radiks berjumlah 31 pasang, 8 radiks servikal, 12 radiks torakal, 5 radiks lumbal, 5
radiks sacral, dan 1 radiks koksigis.
Radiks servikal 1 hingga 7 keluar diatas vertebra servikal yg bersesuaian dan radiks
servikal 8 keluar diantara vertebra servikal 7 dan torakal 1. Hal ini disebabkan karena
jumlah vertebra servikal 7 tp radiksnya ada 8. Setelah itu, radiks keluar ibawah
vertebra yang bersesuaian.
MS pada dewasa berakhir pada L1 kemudian membentuk konus medularis. Kauda
ekuina keluar dari konus medularis dan berlanjut menjadi radiks lumbodskral.
Radiks bercabang menjadi ramus dorsalis dan ramus ventralis. Ramus dorsalis
meninversi otot paraspinal dan kulit di area paraspinalis
Ramus ventralis c5-8 th1= pleksus brakialis
Th2-6:nervus interkostalis
Th7-th12:inversi otot dinding abdominal
Medula spinalis, radiks, dan vetebra
mikroskopis
Traumatik
dapat direct atau indirect akibat trauma pada struktur
disekitarnya, sehingga terjadi disrupsi mekanik baik berupa
regangan atau pun kompresi radiks.
Non traumatic
dapat berupa lesi structural yang menyebabkan kompresi
dan lesi inflamasi atau infiltrative, sehingga terjadi kerusakan
radiks melalui mekanisme iskemia, perubahan metabolic,
dll.contohnya adalah lesi degenerative, infeksi, neoplasma,
metabolic, dan vascular.
Klasifikasi
ANAMNESIS
nyeri radicular sesuai dermatome, rasa kebas, dan kelemahan otot
PEMRIKSAAN FISIK
1. Manuver valsava
manuver valsa dapat mengekserbasi nyeri radicular dan
parestesia yang menjalar.Manuver ini menyebabkan peregangan
pada durameter pada titik kompresi interspinal.
Pasien diminta untuk menahan nafas dan selanjutnya berusaha
keluarkan nafas namun ditahan seperti ketika sedang mengangkat
beban berat. + apabila ditemukan rasa nyeri. Indikasi bahwa adanya
herniasi dan tumor.
2. Tes Lhermitte
Dilakukan dengan cara melakukan fleksi pada
leher. Respon positif berupa parestesia yang
menjalar sepanjang vertebra servikal atau
menjalar ke ekstrimitas atas yang sumtomatik.
Hal ini mengindikasikan disfungsi kolumna
posterior medulla spinalis yang dapat disebabkan
oleh kompresi karena spondylosis, massa dalam
kanal spinal, atau proses intramedular
3. Tes Spurling (manuver kompresi leher atau
tes kompresi foramen)
Mengekstensikan leher,merotasi leher ke arah
yang simtomatik, dan melakukan penekanan
ke bawah pada kepala.+ apanila nyeri atay
parestesis yang menjalar ke ekstrimitas atas.
Ketika muncul respon segera hentikan
manuver.
4. Tes Laseque ( straight leg raising)
Dilakukan ekstensi pada sendi panggul
dalam keadaan ekstensi lutut, sehingga
terjadi regangan radiks. Hasil tes dikatakan
positif jika terdapat nyeri paa ekstrimitas
bawah saat ekstensi <70 derajat
5. Crossed Straight Leg Raising Testv( tanda fajerstajn)
Positif ketika melakukan manuver laseque timbul nyeri
pada ekstrimitas kontralateral.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya kelainan struktural .
2. MRI
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi kelainan diskus
intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi kompresi medula spinalis dan radiks
saraf, juga dapat digunakan untuk mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada
diskus intervertebra. MRI merupakan prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan
diagnosa banding gangguan struktural pada medula spinalis dan radiks saraf
3. CT scan
CT Scan dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra dengan baik, dan
memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus intervertebra. Namun demikian
sensitivitas CT Scan tanpa myelography dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila
dibandingkan dengan MRI
3. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama elemen
osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif karena melibatkan
penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum myelogram dilakukan sebagai
test preoperatif, seringkali dilakukan bersama dengan CT Scan
4. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
CS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau untuk
menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf, atau saraf
tunggal. Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan lokasi kompresi
radiks saraf
5.Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer lengkap, laju endap darah, faktor rematoid,
fosfatase alkali/asam, kalsium.
2. Urin analisis, berguna untuk penyakit nonspesifik seperti infeksi.
Diagnosis banding
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik (nyeri radikular atau parestesis
sesuai dermatom)
Pemeriksaan Penunjang (pencitraan,
elektrodiagnosis)
Manuver Pemeriksaan Fisik
Manuver Valsava
Tes Lhermitte
Tes Spurling (Manuver Kompresi Leher atau tes Kompresi Foramen)
Upper Limb Tension Test
Shoulder Abduction Relief Sign (Tes Abduksi Bahu)
Tes Distraksi Leher
Tes Laseque (Straight Leg Raising Test/SLR)
Reversed SLR Test atau Ely’s Test atau Tes Tegangan Femoral
Crossed Straight Leg Raising Test (Tanda Fajersztajn)
Tanda Kernig
Diagnosis Banding
Lesi pleksus
Lesi saraf terminal (entrapment neuropathy)
Lesi medula spinalis
Tatalaksana
Dengan indikasi :
Kasus defisit neurologis yang jelas
Nyeri refrakter
Ada lesi struktural
Tanda mielopati
Herniasi Diskus Lumbosakral
Selama masa awal kehidupan, gambaran klinisnya berupa low back pain
yang biasanya menyebar ke paha bagian dalam dan bokong, terutama
selama aktivitas tinggi
Progresifitas listesis pada individu dewasa muda biasanya terjadi
bilateral dan berhubungan dengan gambaran klinis/fisik berupa :
- Terbatasnya pergerakan tulang belakang
- Tidak dapat memfleksikan panggul dengan lutut yang berekstensi penuh
- Hiperlordosis lumbal dan thorakolumbal
- Hiperkifosis lumbosacral junction
- Kesulitan berjalan
- Pemendekan badan jika terjadi pergeseran komplit (spondiloptosis)