Definisi
Neurogenic bladder adalah gangguan pada saluran kemih bagian bawah (ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra) yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf. Neurogenic bladder
biasanya mempengaruhi otot sfingter (otot yang mengatur dalam pengosongan kandung kemih).
Kandung kemih yang kurang aktif akan kehilangan kemampuannya untuk mengosongkan urin
sebagaimana mestinya dan mengisinya melewati kapasitas normal. Terkait dengan hal tersebut,
tekanan urin pada kandung kemih secara berlebihan akan membuat otot sfingter tidak bisa
menahannya dan urin akan merembes keluar. Sedangkan, kandung kemih yang terlalu aktif dapat
melakukan pengisian dan pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa
disadari, sehingga seseorang bisa merasakan keinginan untuk buang air secara tiba-tiba atau
pergi ke kamar kecil lebih sering dari biasanya (Ginsberg, 2013)
Etiologi
Beberapa penyebab dari neurogenic bladder ini antara lain penyakit infeksius yang akut
seperti myelitis transversal, kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, demensia), alkoholisme kronis, penyakit kolagen seperti SLE, keracunan logam berat,
herpes zoster, gangguan metabolik, penyakit atau trauma pada medulla spinalis dan penyakit
vaskuler. Dari beberapa penyebab tersebut, yang tersering adalah penyakit infeksius yang akut,
kelainan serebral, gangguan metabolik, dan penyakit atau trauma pada medula spinalis
Distensi kandung kemih oleh urin dengan jumlah kurang lebih 250 cc akan merangsang
reseptor tekanan yang terdapat pada dinding kandung kemih. Akibatnya akan terjadi refleks
kontraksi dinding kandung kemih oleh otot detrusor, pada saat yang sama terjadi relaksasi
sfingter internus, diikuti oleh relaksasi sfingter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan
kandung kemih. 7 Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
sfingter interus dihantarkan melalui serabut-serabut parasimpatik. Kontraksi sfingter eksternus
secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak
masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan). Persarafan dan
peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan
otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna
Patofisiologi
Pada disfungsi uninhibited neurogenic bladder, terjadi lesi otak di atas pusat mikturisi
pontin sehingga terjadi penurunan kesadaran dari penuhnya kandung kemih dan kapasitas
kandung kemih yang rendah. Karena pusat mikturisi pontin intak, tonus detrusor dan sfingter
tetap terjaga sehingga tidak ada tekanan kandung kemih tinggi yang dapat memicu kerusakan
saluran urin bagian atas.
Disfungsi upper motor neuron neurogenic bladder ditandai dengan adanya dissinergi
detrusor-sfingter, dimana kontraksi destrusor dan sfingter menimbulkan tekanan tinggi pada
kandung kemih. Tekanan ini dapat mengakibatkan refluks vesikoureteral yang dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Lesi pada medula Kontraksi detrusor Relaksasi sfingter 8
spinalis dapat mengakibatkan spastik pada kandung kemih dan sfingter, terutama jika lesi berada
di atas T10 (di atas system saraf simpatetik untuk kandung kemih). Kapasitas kandung kemih
biasanya berkurang karena tingginya tonus detrusor (overaktivitas detrusor).
Studi pada hewan menunjukkan overaktivitas detrusor pada neurogenic bladder dapat
terjadi karena aktivasi reseptor prejunction M1 yang memfasilitasi pelepasan asetilkolin,
sehingga terjadi pelepasan neutrotransmiter berlebih.. Ketika tekanan detrusor melebihi tekanan
sfingter internal/eksternal pada uretra proksimal, inkontinensia urin akan terjadi.
Pada mixed type A neurogenic, kerusakan pada nukleus detrusor akan mengakibatkan
flaccid detrusor (detrusor areflexia), sedangkan nukleus pudendal yang masih intak akan
menyebabkan hipertoni dari externar sfingter. Kandung kemih menjadi besar dan memiliki
tekanan yang rendah, sehingga akan terjadi retensi urin.
Karena tekanan detrusor rendah, maka tidak terjadi kerusakan saluran urin bagian atas
dan inkontinensia jarang terjadi. Mixed type B neurogenic bladder ditandai oleh sfingter
eksternal yang flaccid karena lesi nucleus pudendal, sedangkan kandung kemih akan menjadi
spastik karena nucleus detrusor yang tidak terhambat. Kapasitas kandung kemih akan menjadi
rendah, tetapi tekanan vesikuler tidak meningkat, sehingga karena ada sedikit tahanan
pengeluaran urin akan menyebabkan inkontinensi.
Pada lower motor neuron neurogenic bladder, kerusakan terjadi pada pusat mikturisi
maupun saraf tepi sedangkan sistem saraf simpatetik pada sistem urin masih intak. Kapasitas
kandung kemih besar sedangkan tonus detrusor rendah (detrusor areflexia) dan inervasi sfingter
internal intak. Meskipun tekanan detrusor rendah, inkontinesia urin dan infeksi saluran urin
jarang terjadi
Beberapa klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan jenis-jenis dari neurogenic
bladder, masing-masing tipe memiliki potensi kegunaan klinis tersendiri. Klasifikasi dapat
berdasarkan penemuan urodinamik, kriteria neurologi atau fungsi saluran kemih bawah
(Ginsberg, 2013).
A. Neurogenic Bladder
Tipe Flaksid Kerusakan terjadi pada saraf tepi atau medula spinalis yaitu pada
level S2- S4 yang mengakibatkan hilangnya kontraksi otot detrusor. Hal ini menyebabkan
tekanan menjadi rendah walaupun volume urin banyak. Setelah kerusakan akut, flaksid
inisial dapat diikuti dengan flaksid berkepanjangan atau spastik.
B. Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Kerusakan terjadi pada otak dan medula spinalis diatas level T12. Hal ini
menyebabkan kontraksi involunter kandung kemih yang diikuti dengan 10 kehilangan
koordinasi akibat dissinergi sfingter-detrusor. Kontraksi kandung kemih akan memicu
pengeluaran urin walaupun volume urin masih sedikit.
C. Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Disebabkan oleh banyak gangguan seperti sifilis, diabetes militus, tumor otak
atau medulla spinalis, stroke, intervertebral disc rupture, dan gangguan degeneratif
(multiple sclerosis, amytrophic lateral sclerosis).
Manifestasi Klinis
Diagnosis
Dalam mendiagnosis neurogenic bladder dapat dilakukan dengan tiga tahap seperti
mendiagnosis penyakit yang lain yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Walaupun sebagian besar pemeriksaan yang dilakukan pada ketiga jenis
neurogenic bladder sama, akan tetapi perlu dilakukan pemeriksaan khusus agar dapat
menegakkan diagnosis sehingga dapat diberikan terapi yang tepat.
Tatalaksana
Secara umum, terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien neurogenic
bladder adalah perubahan gaya hidup. Perawatan ini adalah suatu perubahan yang pasien dapat
lakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengontrol gejala.
1. Bladder diary : rekomendasi total asupan cairan dan formasi urin per hari sekitar
1.800 ml dan 1.600 ml. Hal ini dapat dilakukan dengan cara minum 400 ml pada
setiap makan dan tambahan 200 ml pada pukul 10.00 pagi, 02.00 siang, dan 04.00
sore (Dorsher & McIntosh 2012; Li & Oh 2012).
2. Diet : mempertahankan berat badan ideal dan membatasi asupan makanan
maupun minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih dapat membantu (Liao,
2015).
Terapi neurogenic bladder dapat diterapkan berdasarkan klasikifasi tipe kerusakan dan
gejala yang ditimbulkan yaitu :
Prognosis Neurogenic Bladder Prognosis dari pasien neurogenic bladder cenderung baik
karena adanya alat medis yang modern, staff medis terlatih, dan kemajuan dalam pengetahuan
medis.
Jika tidak ditangani dengan baik, neurogenic bladder dapat menimbulkan (Clarck & Welk
2016) :
1. Disfungsi Permanen Dengan adanya dari disfungsi secara permanen maka prognosis dari
pasien cenderung buruk.
2. Kerusakan Ginjal Pasien dengan neurogenic bladder yang sudah mengalami kerusakan
pada kedua ginjal memiliki prognosis yang cenderung buruk.
3. Kerusakan pada Dinding Uretra Pasien dengan neurogenic bladder namun mengalami
kerusakan pada dinding uretra memiliki prognosis yang cenderung buruk.