Anda di halaman 1dari 7

NEUROGENIC BLADDER

Definisi

Neurogenic bladder adalah gangguan pada saluran kemih bagian bawah (ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra) yang disebabkan oleh kerusakan sistem saraf. Neurogenic bladder
biasanya mempengaruhi otot sfingter (otot yang mengatur dalam pengosongan kandung kemih).
Kandung kemih yang kurang aktif akan kehilangan kemampuannya untuk mengosongkan urin
sebagaimana mestinya dan mengisinya melewati kapasitas normal. Terkait dengan hal tersebut,
tekanan urin pada kandung kemih secara berlebihan akan membuat otot sfingter tidak bisa
menahannya dan urin akan merembes keluar. Sedangkan, kandung kemih yang terlalu aktif dapat
melakukan pengisian dan pengosongan tanpa kendali karena berkontraksi dan mengendur tanpa
disadari, sehingga seseorang bisa merasakan keinginan untuk buang air secara tiba-tiba atau
pergi ke kamar kecil lebih sering dari biasanya (Ginsberg, 2013)

Etiologi

Beberapa penyebab dari neurogenic bladder ini antara lain penyakit infeksius yang akut
seperti myelitis transversal, kelainan serebral (stroke, tumor otak, penyakit Parkinson, multiple
sclerosis, demensia), alkoholisme kronis, penyakit kolagen seperti SLE, keracunan logam berat,
herpes zoster, gangguan metabolik, penyakit atau trauma pada medulla spinalis dan penyakit
vaskuler. Dari beberapa penyebab tersebut, yang tersering adalah penyakit infeksius yang akut,
kelainan serebral, gangguan metabolik, dan penyakit atau trauma pada medula spinalis

Penelitian yang dilakukan oleh European Association of Urology (EAU) melaporkan


bahwa neurogenic bladder terjadi pada 24% pasien tumor otak, 28- 48% pasien demensia, 12-
65% pasien retardasi mental, dan 30-40% cerebral palsy. Pada cerebrovascular pathology disertai
hemiplegia dengan remnant incontinence, neurogenic bladder dilaporkan terjadi pada 20-50%
pasien. Penyakit pada diskus dilaporkan menyebabkan neurogenic bladder pada 28-87% pasien.
Pada SLE, prevalensi dari neurogenic bladder termasuk jarang, 5 sedangkan insidennya 1%.
Neurogenic bladder terjadi pada 12% yang terinfeksi HIV. Sedangkan reseksi abdominoperineal
dari rektum menyebabkan neurogenic bladder pada lebih dari 50% pasien (Pannek, et al., 2013).

Fisiologi Proses Miksi

Distensi kandung kemih oleh urin dengan jumlah kurang lebih 250 cc akan merangsang
reseptor tekanan yang terdapat pada dinding kandung kemih. Akibatnya akan terjadi refleks
kontraksi dinding kandung kemih oleh otot detrusor, pada saat yang sama terjadi relaksasi
sfingter internus, diikuti oleh relaksasi sfingter eksternus, dan akhirnya terjadi pengosongan
kandung kemih. 7 Rangsangan yang menyebabkan kontraksi kandung kemih dan relaksasi
sfingter interus dihantarkan melalui serabut-serabut parasimpatik. Kontraksi sfingter eksternus
secara volunter bertujuan untuk mencegah atau menghentikan miksi. Kontrol volunter ini hanya
dapat terjadi bila saraf-saraf yang menangani kandung kemih uretra medula spinalis dan otak
masih utuh. Bila terjadi kerusakan pada saraf-saraf tersebut maka akan terjadi inkontinensia urin
(kencing keluar terus-menerus tanpa disadari) dan retensi urin (kencing tertahan). Persarafan dan
peredaran darah vesika urinaria, diatur oleh torako lumbar dan kranial dari sistem persarafan
otonom. Torako lumbar berfungsi untuk relaksasi lapisan otot dan kontraksi spinter interna

Patofisiologi

Pada disfungsi uninhibited neurogenic bladder, terjadi lesi otak di atas pusat mikturisi
pontin sehingga terjadi penurunan kesadaran dari penuhnya kandung kemih dan kapasitas
kandung kemih yang rendah. Karena pusat mikturisi pontin intak, tonus detrusor dan sfingter
tetap terjaga sehingga tidak ada tekanan kandung kemih tinggi yang dapat memicu kerusakan
saluran urin bagian atas.

Disfungsi upper motor neuron neurogenic bladder ditandai dengan adanya dissinergi
detrusor-sfingter, dimana kontraksi destrusor dan sfingter menimbulkan tekanan tinggi pada
kandung kemih. Tekanan ini dapat mengakibatkan refluks vesikoureteral yang dapat
mengakibatkan kerusakan ginjal. Lesi pada medula Kontraksi detrusor Relaksasi sfingter 8
spinalis dapat mengakibatkan spastik pada kandung kemih dan sfingter, terutama jika lesi berada
di atas T10 (di atas system saraf simpatetik untuk kandung kemih). Kapasitas kandung kemih
biasanya berkurang karena tingginya tonus detrusor (overaktivitas detrusor).

Studi pada hewan menunjukkan overaktivitas detrusor pada neurogenic bladder dapat
terjadi karena aktivasi reseptor prejunction M1 yang memfasilitasi pelepasan asetilkolin,
sehingga terjadi pelepasan neutrotransmiter berlebih.. Ketika tekanan detrusor melebihi tekanan
sfingter internal/eksternal pada uretra proksimal, inkontinensia urin akan terjadi.

Pada mixed type A neurogenic, kerusakan pada nukleus detrusor akan mengakibatkan
flaccid detrusor (detrusor areflexia), sedangkan nukleus pudendal yang masih intak akan
menyebabkan hipertoni dari externar sfingter. Kandung kemih menjadi besar dan memiliki
tekanan yang rendah, sehingga akan terjadi retensi urin.

Karena tekanan detrusor rendah, maka tidak terjadi kerusakan saluran urin bagian atas
dan inkontinensia jarang terjadi. Mixed type B neurogenic bladder ditandai oleh sfingter
eksternal yang flaccid karena lesi nucleus pudendal, sedangkan kandung kemih akan menjadi
spastik karena nucleus detrusor yang tidak terhambat. Kapasitas kandung kemih akan menjadi
rendah, tetapi tekanan vesikuler tidak meningkat, sehingga karena ada sedikit tahanan
pengeluaran urin akan menyebabkan inkontinensi.

Pada lower motor neuron neurogenic bladder, kerusakan terjadi pada pusat mikturisi
maupun saraf tepi sedangkan sistem saraf simpatetik pada sistem urin masih intak. Kapasitas
kandung kemih besar sedangkan tonus detrusor rendah (detrusor areflexia) dan inervasi sfingter
internal intak. Meskipun tekanan detrusor rendah, inkontinesia urin dan infeksi saluran urin
jarang terjadi
Beberapa klasifikasi digunakan untuk mengelompokkan jenis-jenis dari neurogenic
bladder, masing-masing tipe memiliki potensi kegunaan klinis tersendiri. Klasifikasi dapat
berdasarkan penemuan urodinamik, kriteria neurologi atau fungsi saluran kemih bawah
(Ginsberg, 2013).

Klasifikasi berdasarkan tipe kerusakan membagi neurogenic baldder menjadi (Merk


Sharp & Dohme Corporation 2016) :

A. Neurogenic Bladder
Tipe Flaksid Kerusakan terjadi pada saraf tepi atau medula spinalis yaitu pada
level S2- S4 yang mengakibatkan hilangnya kontraksi otot detrusor. Hal ini menyebabkan
tekanan menjadi rendah walaupun volume urin banyak. Setelah kerusakan akut, flaksid
inisial dapat diikuti dengan flaksid berkepanjangan atau spastik.
B. Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Kerusakan terjadi pada otak dan medula spinalis diatas level T12. Hal ini
menyebabkan kontraksi involunter kandung kemih yang diikuti dengan 10 kehilangan
koordinasi akibat dissinergi sfingter-detrusor. Kontraksi kandung kemih akan memicu
pengeluaran urin walaupun volume urin masih sedikit.
C. Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Disebabkan oleh banyak gangguan seperti sifilis, diabetes militus, tumor otak
atau medulla spinalis, stroke, intervertebral disc rupture, dan gangguan degeneratif
(multiple sclerosis, amytrophic lateral sclerosis).

Manifestasi Klinis

Berdasarkan tipenya kerusakannya, neurogenic bladder memiliki manifestasi klinis yang


bervariasi. Berikut perbedaan manifestasi klinis pada masing-masing tipe dari neurogenic
bladder (Saputra, 2012) :

A. Neurogenic Bladder Tipe Flaksid


Pada tipe ini, manifestasi yang akan muncul diantaranya :
1. Inkontinensia overflow
2. Berkurangnya tonus sfingter ani
3. Distensi hebat kandung kemih yang disertai rasa penuh pada kandung kemih
B. Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Manifestasi klinis yang akan muncul pada tipe ini adalah sebagai berikut :
1. Urinasi involunter atau urinasi yang kerapkali hanya sedikit tanpa rasa penuh
pada kandung kemih
2. Kemungkinan spasme spontan lengan dan tungkai
3. Peningkatan tonus sfingter ani
C. Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Manifestasi klinis yang akan muncul pada tipe ini adalah sebagai berikut
1. Tumpulnya persepsi akan kandung kemih yang penuh
2. Berkurangnya kemampuan untuk mengosongkan kandung kemih
3. Gejala urgensi yang tidak dapat dikembalikan

Diagnosis

Dalam mendiagnosis neurogenic bladder dapat dilakukan dengan tiga tahap seperti
mendiagnosis penyakit yang lain yaitu anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
laboratorium. Walaupun sebagian besar pemeriksaan yang dilakukan pada ketiga jenis
neurogenic bladder sama, akan tetapi perlu dilakukan pemeriksaan khusus agar dapat
menegakkan diagnosis sehingga dapat diberikan terapi yang tepat.

A. Diagnosis Neurogenic Bladder Tipe Flaksid


Anamnesis yang dilakukan mengacu pada Sacred Seven dan Basic Four.
Beberapa hal penting yang perlu ditanyakan kepada pasien antara lain mengenai kondisi
genitourinary, riwayat berkemih, dan riwayat pengobatan (Ginsberg, 2013). Pada pasien
yang mengalami neurogenic bladder tipe flaksid akan mengalami gejala sulit berkemih.
Sehingga saat anamnesis dapat ditanyakan apakah terdapat kesulitan saat berkemih atau
mengenai jumlah berkemih dalam sehari serta volume saat berkemih (Merk Sharp &
Dohme Corporation 2016).
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah pemeriksaan neurologis yang
meliputi status mental, kekuatan, sensasi, dan refleks pada area urogenital (Pannek, et al.,
2013; Ginsberg, 2013).
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan urinalisis,
serum Blood Urea Nitrogen (BUN), serum kreatinin, Postvoid Residual Urine (PVR),
Uroflow Rate, Filling Cystometrogram (CMG), Voiding Cystometrogram (PressureFlow
Study), Cystogram, Electromyography (EMG), dan Cystoscopy (Pannek, et al., 2013).
Pemeriksaan CT scan pada bagian sakral sangat penting dilakukan karena pasien
neurogenic bladder tipe flaksid mengalami kerusakan pada saraf tepi atau sumsum tulang
belakang, yaitu pada bagian S2-S4 (Merk Sharp & Dohme Corporation 2016).

B. Diagnosis Neurogenic Bladder Tipe Spastik


Anamnesis spesifik yang perlu dilakukan adalah menanyakan apakah terdapat
riwayat sering berkemih dalam satu hari atau mengalami 12 inkontinensia karena
penderita penyakit ini mengalami kontraksi kandung kemih yang diikuti dengan tidak
adanya koordinasi otot sfingter yang memicu pengeluaran urin walaupun urin masih
sedikit. Selain menanyakan adanya inkontinensia, ditanyakan pula berapa volume urin
saat berkemih (Ginsberg, 2013).
Pemeriksaan neurologik yang dilakukan meliputi status mental, kekuatan, sensasi
dan refleks pada area yang dipersarafi oleh saraf spinal diatas T12 karena kerusakan
terjadi pada medula spinalis diatas level T12 (Patrick J, 2014).
Untuk pemeriksaan laboratorium dapat dilakukan Postvoid Residual Urine (PVR),
Uroflow Rate, Filling Cystometrogram (CMG), Voiding Cystometrogram (Pressure-Flow
Study), Cystogram, Electromyography (EMG), dan Cystoscopy (Pannek, et al., 2013).
Pemeriksaan CT scan yang dapat dilakukan selain CT scan servikal dan torakal
juga dilakukan CT scan kepala karena spastik juga bisa terjadi akibat kerusakan pada
otak (Merk Sharp & Dohme Corporation 2016).
C. Diagnosis Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Anamnesis tentang riwayat berkemih tiap hari pada pasien dapat memberikan
informasi mengenai pola berkemih dari pasien itu sendiri (waktu berkemih, volume
berkemih, jumlah berkemih, dan inkontinensia) (Ginsberg, 2013)
Pemeriksaan fisik yang dilakukan harus berfokus pada status neurologi dan
anatomi pelvis pasien (Pannek, et al., 2013; Ginsberg, 2013).
Pemeriksaan laboratorium umum yang dilakukan yaitu Postvoid Residual Urine
(PVR), Uroflow Rate, Filling Cystometrogram (CMG), Voiding Cystometrogram
(Pressure-Flow Study), Cystogram, Electromyography (EMG), dan Cystoscopy.
Sedangkan untuk CT scan kepala dan badan juga dapat dilakukan (Pannek, et al., 2013).

Tatalaksana

Secara umum, terapi non farmakologi yang dapat diberikan pada pasien neurogenic
bladder adalah perubahan gaya hidup. Perawatan ini adalah suatu perubahan yang pasien dapat
lakukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mengontrol gejala.

Perubahan gaya hidup meliputi :

1. Bladder diary : rekomendasi total asupan cairan dan formasi urin per hari sekitar
1.800 ml dan 1.600 ml. Hal ini dapat dilakukan dengan cara minum 400 ml pada
setiap makan dan tambahan 200 ml pada pukul 10.00 pagi, 02.00 siang, dan 04.00
sore (Dorsher & McIntosh 2012; Li & Oh 2012).
2. Diet : mempertahankan berat badan ideal dan membatasi asupan makanan
maupun minuman yang dapat mengiritasi kandung kemih dapat membantu (Liao,
2015).

Terapi neurogenic bladder dapat diterapkan berdasarkan klasikifasi tipe kerusakan dan
gejala yang ditimbulkan yaitu :

A. Neurogenic Bladder Tipe Flaksid


Gejala yang di timbulkan pada kerusakan tipe flaksid ialah kehilangan kontraksi
otot detrusor. Pengobatan yang dapat diberikan yaitu kateterisasi interminten. Intervensi
ini diberikan pada pasien jika hasil USG menunjukan adanya volume residu urine
sebanyak 100 ml, atau lebih dari sepertiga kapasitas kandung kemih pasien. Jadwal
kateterisasi dimulai segera sesaat bangun di pagi hari, setiap 3-4 jam sepanjang hari, dan
saat sebelum tidur (Liao, 2015).
B. Neurogenic Bladder Tipe Spastik
Tipe kerusakan yang ditimbulkan dapat menyebabkan kontraksi involunter
kandung kemih yang diikuti dengan kehilangan koordinasi akibat dissinergi sfingter-
detrusor.
Pengobatan dengan antimuskarinik dapat menurunkan reflex involunter aktivitas
detrusor. Antimuscarinik : oxybutynin merupakan pilihan obat pertama untuk pengobatan
bladder detrusor overactivity. Sediaan berupa oral, transdermal, dan topikal gel (Dorsher
& McIntosh 2012). Untuk lansia, dosis awal 2,5-5 mg, 2x/hari dapat ditingkatkan sampai
5 mg. Anak-anak di atas 5 tahun, adanya ketidakstabilan kandung kemih neurogenik, 2,5
mg 2x/hari dapat ditingkatkan sampai 5 mg 2x/hari, maksimal 5 mg, 3x/hari. (Cameron,
2016). Efek samping yang ditimbulkan seperti mulut kering, bingung, dan mata kering.
Terapi lain seperti alpha-2 adrenergic agonis dapat digunakan pada disfungsi
kandung kemih neurogenik ketika sfingter 14 mengalami spastik dan terjadi dissinergi
pada saraf motorik atas (Dorsher & McIntosh 2012).
Selain pengobatan diatas, adapula pengobatan non farmakologis yaitu bladder
retraining. Pasien dapat memulai dengan menetapkan interval waktu selama 15 menit
lebih lama dari interval waktu yang telah ditetapkan sebelumnya. Jika pasien merasakan
dorongan untuk berkemih sebelum tambahan 15 menit maka alihkan perhatian dengan
cara kontraksikan otot panggul. Kontaksi ini dikenal sebagai latihan Kegel (Liao, 2015).
C. Neurogenic Bladder Tipe Campuran
Tipe kerusakan campuran dapat disebabkan oleh banyak gangguan, salah satunya
trauma pada medula spinalis.
Terapi yang dapat digunakan ialah clonidine dan tizanidine yang termasuk
golongan alpha-2 agonis. Efek samping yang ditimbulkan seperti kelelahan, pusing, dan
mulut kering (Dorsher & McIntosh 2012).
Terapi obat lainnya seperti urecholine dapat mendorong kontraksi detrusor pada
tipe campuran atau pada saraf motorik bawah. Urecholine dapat diberikan pada pasien
dengan asma, penyakit paru kronik obstruktif, hipertiroid, obstruksi jalur kemih, dan
penyakit arteri koronari atau Parkinson. Efek samping yang di timbulkan seperti
hipotensi, bradikardi, bronkokontraksi, mual/muntal, serta diare.
Pembedahan merupakan alternatif terakhir. Terapi pembedahan yang dapat
dilakukan adalah sistoplasti augmentasi, miomektomi detrusor/ autoaugmentasi, dan
diversi urin

Prognosis dan Komplikasi

Prognosis Neurogenic Bladder Prognosis dari pasien neurogenic bladder cenderung baik
karena adanya alat medis yang modern, staff medis terlatih, dan kemajuan dalam pengetahuan
medis.

Jika tidak ditangani dengan baik, neurogenic bladder dapat menimbulkan (Clarck & Welk
2016) :
1. Disfungsi Permanen Dengan adanya dari disfungsi secara permanen maka prognosis dari
pasien cenderung buruk.
2. Kerusakan Ginjal Pasien dengan neurogenic bladder yang sudah mengalami kerusakan
pada kedua ginjal memiliki prognosis yang cenderung buruk.
3. Kerusakan pada Dinding Uretra Pasien dengan neurogenic bladder namun mengalami
kerusakan pada dinding uretra memiliki prognosis yang cenderung buruk.

Anda mungkin juga menyukai