Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA

“GANGGUAN PEMENUHAN ELIMINASI URIN”

Laporan pendahuluan ini disusun untuk memenuhi tugas Pra-Klinik Semester III

Dosen Pengampu: Kustati Budi Lestari, M.Kep., Sp.Kep.An. dan Ners Mardiyanti,
S.Kep., M.Kep., M.D.S.
Dosen Pembimbing : Karyadi, M.Kep., Ph.D

Disusun Oleh :

Siska Rizki Asputri 11191040000065

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

JANUARI/2021
1. Definisi

Eleminasi atau pembuangan normal urine merupakan kebutuhan dasar manusia yang
harus terpenuhi yang sering dianggap penting oleh kebanyakan orang. Pada sistem perkemihan
yang tidak berfungsi dengan baik, hal ini bisa menggangu sistem organ yang lainnya. Seseorang
yang mengalami perubahan eleminasi dapat menderita secara fisik dan psikologis. Eleminasi
atau pembuangan urine normal adalah proses pengosongan kandung kemih bila kandung kemih
terisi (Kemenkes. 2016)

Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh yang bertujuan untuk
mengeluarkan bahan sisa dari tubuh. Eliminasi urin ini sangat tergantung kepada fungsi ginjal,
ureter, kandung kemih, dan uretra. Ginjal menyaring produk limbah dari darahuntuk membentuk
urin. Ureter bertugas mentranspot urin dari ginjal ke kandung kemih. Kandung kemih berguna
untuk menyimpan urin sampai timbul keinginan untuk berkemih. Kandung kemih dalam kondisi
normal dapat menampung urin sebanyak 600 ml. Akan tetapi, keinginan untuk berkemih dapat
dirasakan pada saat kandung kemih terisi urin dalam jumlah yang lebih kecil (150-200 ml pada
orang dewasa). Terjadinya peningkatan volume urin, dinding kandung kemih akan meregang dan
mengirim impuls-impuls sensorik ke pusat mikturisi di medulla spinalis pars sakralis. Impuls
saraf parasimpatis dari pusat mikturisi menstimulus otot detrusor untuk berkontraksi secara
teratur. Sfingter uretra interna juga akan berelaksasi sehingga urin dapat masuk ke dalam uretra.
Kandung kemih akan berkontraksi, impuls saraf naik ke medulla spinalis sampai ke pons dan
korteks serebral. Individu akan menyadari keinginanya untuk berkemih, urin akan keluar dari
tubuh melalui uretra(Smeltzer, 20013). Banyak faktor yang mempengaruhi volume serta kualitas
urin serta kemampuan klien untuk berkemih, yaitu diet dan asupan makanan, respon keinginan
awal untuk berkemih, gaya hidup, stress psikologis, tingkat aktivitas, tingkat perkembangan serta
kondisi penyakit. Hal ini juga dapat menyebabkan beberapa perubahan tersebut dapat terjadi
bersifat akut dan kembali pulih/reversible ataupun dapat pula terjadi perubahan yang bersifat
kronis serta tidak dapat sembuh kembali/ireversibel (Smeltzer, 2013).
2. Etiologi

A .Intake cairan

Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yangmempengaruhi output urine atau
defekasi. Seperti protein dan sodiummempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya outputurine lebih
banyak (Rotua. 2016).

B. Aktivitas

Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot,eliminasi urine membutuhkan


tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus sfinkter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
ototkandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu
yang lama.Karena urine secara terus menerusdialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah merenggangdan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas yang lebih berat
akanmempengaruhi jumlah urine yang diproduksi, hal ini disebabkankarena lebih
besarpeningkatanmetabolisme tubuh.

Berbagai macam penyebab gangguan eliminasi urine lainnya:

1. Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, struktur uretra.


2. Infeksi.
3. Kehamilan.
4. Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat.
5. Trauma sumsum tulang belakang.
6. Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih,urethra.
7. Umur .
8. Penggunaan obat-obatan (Rotua. 2016)
3. Fisiologi

Fisiologi berkemih secara umum menurut Gibson (2003) dapat dilihat pada grafik
tersebut.

Proses kejadian eleminasi urine ada dua langkah utama: Pertama, bila kandung kemih
saudara secara progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai
ambang dikirim ke medulla spinalis diteruskan ke pusat miksi pada susunan saraf pusat.
Kedua, pusat miksi mengirim sinyal ke otot kandung kemih (destrusor), maka spinter
ekterna relaksasi berusaha mengosongkan kandung kemih, sebaliknya bila memilih tidak
berkemih spinter eksterna berkontraksi. Kerusakan pada medulla spinalis menyebabkan
hilangnya kontrol volunter berkemih, tetapi jalur refleks berkemih dapat tetap sehingga
terjadinya berkemih secara tetap, maka kondisi ini disebut refleks kandung kemih
(Kemenkes. 2016)

4. Patofisiologi

Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah dijelaskan


diatas.Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda. Pada
pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cederamedulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urine/inkontinensia urine.Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis.Lesi
traumatik padamedullaspinalis tidak selalu terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur
ataudislokasi.Tanpa kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa
mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis.Cedera Medulla Spinalis (CMS)
merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan
berkemih dan defekasi. (Rotua. 2016)

Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan


cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagaisyok spinal.Syok spinal
merupakan depresi tiba-tiba aktivitas refleks padamedulla spinalis (areflexia) di bawah
tingkat cedera.Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian segmen medulla
yang ada di bawah tingkatlesi menjadi paralisis komplet dan fleksid, dan refleks-
refleksnya tidak ada.Hal ini mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih
dan defekasi.Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi refleks yang
dapatdiatasi dengan dekompresi usus. (Brunner & Suddarth, 2002) Hal
senadadisampaikan Sjamsuhidajat (2004), pada komplikasi syok spinal terdapat tanda
gangguan fungsi autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringatdan hipotensi
ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguandefekasi.Proses berkemih
melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan penyimpanan urine dan
pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan bergantian secara
normal.Aktivitas otot-otot kandung kemihdalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin
dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik.Selama fase pengisian, pengaruh sistem
saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan menigkatkan
resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatansistem
simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan
tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.Pengeluaran urine secara
normal timbul akibat dari kontraksi yangsimultan otot detrusor dan relaksasi saluran
kemih. Hal ini dipengaruhi olehsistem saraf parasimpatis yang mempunyai
neurotransmitter utama asetilkolin,suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian impuls
afferent ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen
2-4 dan informasikan ke batang otak.Impuls saraf dari batang (Rotua. 2016).

5. Manifestasi Klinis

Menurut Putri dan Wijaya (2013), tanda dan gejala penyakit batu saluran kemih sangat
ditentukan oleh letaknya, besarnya, dan morfologinya. Walaupun demikian penyakit ini
mempunyai tanda dan gejala umum yaitu hematuria, dan bila disertai infeksi saluran kemih dapat
juga ditemukan kelainan endapan urin bahkan mungkin demam atau tanda sistemik lainnya. Batu
pada pelvis ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat, umumnya gejala
batu saluran kemih merupakan akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Tanda dan gejala yang
ditemui antara lain:

- Nyeri didaerah pinggang (sisi atau sudut kostevertebral), dapat dalam bentuk pegal
hingga kolik atau nyeri yang terus menerus dan hebat karena adanya pionefrosis.
- Pada pemeriksaan fisik mungkin kelainan sama sekali tidak ada, sampai mungkin
terabanya ginjal yang membesar akibat adanya hidronefrosis.
- Nyeri dapat berubah nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang
terkena.
- Batu nampak pada pemeriksaan pencitraan.
- Gangguan fungsi ginjal 22
- Pernah mengeluarkan batu kecil ketika kencing
6. Masalah-Masalah Eliminasi Urine

Ada beberapa masalah yang terjadi pada pasien dengan gangguan pemenuhan kebutuhan
eleminasi urine. Masalah tersebut antara lain:

1. Retensi urine

Retensi urine adalah kondisi seseorang terjadi karena penumpukan urine dalam bladder
dan ketidakmampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder
adalah urine yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250 - 400 ml.
Kondisi ini bisa disebabkan oleh hipertropi prostat, pembedahan, otot destrusor lemah dan lain-
lain.

2. Inkontinensia Urine

Bila seseorang mengalami ketidak mampuan otot spinter eksternal sementara atau
menetap untuk mengontrol pengeluaran urine. Ada dua jenis inkontinensia: Pertama, stres
inkontinensia yaitu stres yang terjadi pada saat tekanan intra-abdomen meningkat dan
menyebabkan kompresi kandung kemih. Contoh sebagian orang saat batuk atau tertawa akan
mengalami terkencing-kencing, hal tersebut bisa dikatakan normal atau bisa terjadi pada lansia.
Kedua, urge inkontinensia yaitu inkontinensia yang terjadi saat klien terdesak ingin berkemih
atau tiba-tiba berkemih, hal ini terjadi akibat infeksi saluran kemih bagian bawah atau spasme
bladder, overdistensi, peningkatan konsumsi kafein atau alkohol (Taylor,1989).

3. Enurisis

Enuresis adalah ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang tidak disadari


yang diakibatkan ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada
anak-anak atau orang jompo. Faktor penyebab takut keluar malam, kapasitas kandung kemih
kurang normal, infeksi dan lain-lain. (Kemenkes. 2016)

7. Jenis-jenis Eliminasi Urine


1. Urine sewaktu

Untuk bermacam-macam pemeriksaan dapat digunakan urine sewaktu, yaitu urine yang
dikeluarkan pada satu waktu yang tidak ditentukan dengan khusus. Urine sewaktu biasanya
cukup baik untuk pemeriksaan rutin.
2. Urine pagi

Urine pagi ialan urine yang pertama-tama dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur. Urine
ini lebih pekat dari urine yang dikeluarkan siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan sedimen,
berat jenis, protein, dll.

3. Urine postprandial

Sampel urine ini berguna untuk pemeriksaan terhadap glukosariak. Urine ini merupakan urine
pertama kali dilepaskan 1 setengah- 3 jam habis makan. Urine pagi tidak baik untuk pemeriksaan
penyaringan terhadap adalnya glukosariak.

4. Urine 24 jam

Apabila diperlukan penetapan kuantitatif sesuatu zat dalam urine, urine sewaktu tidak bermakna
dalam menafsirkan proses-proses metabolik dalam badan. Hanya jika urine itu dikumpulkan
selama waktu yang diketahui dapat diberikan suatu kesimpulan agar analisa dapat di andali
khususnya dipakai urine 24 jam (Ferdhyanti, 2019)

8. Faktor Yang Mempengaruhi Eliminasi Urine

Faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan eliminasi urine menurut nanda yaitu:

1. Gangguan sensori motorik


2. Infeksi saluran kemih
3. Obstruksi anatomik
4. Penyebab multiple (Mawadah. 2018)

Factor-faktor yang mempengaruhi kebiasaan berkemih menurut Kemenkes 2016 yaitu:

1. Pertumbuhan dan Perkembangan

Usia seseorang dan berat badan dapat mempengaruhi jumlah pengeluaran urine.
Normalnya bayi-anak ekskresi urine 400-500 ml/hari, orang dewasa 1500-1600ml.

2. Sosiokultural

Budaya masyarakat di mana sebagian masyarakat hanya dapat miksi pada tempat tertutup
dan sebaliknya ada masyarakat yang dapat miksi pada lokasi terbuka.
3. Psikologis

Pada keadaan cemas dan stress akan meninggalkan stimulasi berkemih, sebagai upaya
kompensasi

4. Kebiasaan atau Gaya Hidup Seseorang

Gaya hidup ada kaitannya dengan kebiasaan seseorang berkemih

5. Aktivitas dan Tonus Otot

Eliminasi urine membutuhkan tonus otot blanded, otot bomen, dan pelvis untuk
berkontraksi. Jika ada gangguan tonus, otot dorongan untuk berkemih juga akan berkurang.
Aktivitas dapat meningkatkan kemampuan metabolism produksi urine secara optimal.

6. Intake Cairan dan Makanan

Kebiasaan minum dan makan tertentu seperti kopi, teh, coklat, (mengandung kafein) dan
alkohol akan menghambat Anti Diuretik Hormon (ADH), hal ini dapat meningkatkan
pembuangan dan ekresi urine.

7. Kondisi penyakit

Kondisi penyakit tertentu seperti pasien yang demam akan terjadi penurunan produksi
urine dan pola miksi, karena banyak cairan yang dikeluarkan melalui kulit. Peradangan dan
iritasi organ kemih meninggalkan retensi urine.

8. Pembedahan

Tindakan pembedaan memicu sindrom adaptasi, sehingga kelenjar hipofisis anterior


melepas hormone ADH, mengakibatkan meningkatkan reabsorsi air akhirnya pengeluaran urine
menurun. Penggunaan anastesi menurunkan filtrasi glomerulus sehingga produksi urine
menurun.

9. Pengobatan

Penggunaan terapi diuretik meningkatkan output urine, antikolinergik, dan antihipertensi,


sehingga menimbulkan seseorang akan mengalami retensi urine.

10. Pemeriksaan Dianogtik


Intravenous pylogram di mana pasien dibatasi intake sebelum prosedur untuk mengurangi
output urine. Cystocospy dapat menimbulkan edema local pada uretra, spasme pada spinter
bledder sehingga dapat menimbulkan urine tertahan ( retensia urine).

9. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urin dan menumpulkan data untuk rencana
perawatan lakukan anamnesis keperawatan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan urin klien,
dan tinjau informasi dari hasil pemeriksaan diagnostik.
a. Anamnesis Keperawatan
Anamnesis mencakup tinjauan pola eliminasi klien dan gejala perubahan perkemihan
serta pengkajian faktor lain yang dapat mempengaruhi kemampuan berkemih
normal. Gunakan pertanyaan untuk membantu mengarahkan klien berfokus pada
masalah perkemihan yang spesifik.
- Pola Berkemih. Tanyakan pola berkemih harian, frekuensi dan waktu, volume
normal tiap berkemih, dan perubahan yang timbul. Frekuensi bergantung pada
masing-masing individu, serta pada asupan dan kehilangan cairan yang dialami.
Waktu berkemih yang umum adalah saat bangun tidur, setelah makan, dan
sebelum tidur. Sebagian besar orang berkemih sebanyak 5 kali sehari atau lebih.
Klien yang sering berkemih di malam hari mungkin menderita penyakit seperti
ginjal, pembesaran prostat, atau penyakit jantung.
- Gejala Perubahan Perkemihan. Tanyakan klien tentang gejala yang berhubungan
dengan perkemihan. Perhatikan apakah klien menyadari faktor yang
memperburuk gejala. Selain itu, tanyakan tindakan klien saat ia mengalami
gejala tersebut.
b. Aspek Biologis
- Usia. Kebutuhan eliminasi, baik eliminasi urine, salah satunya dipengaruhi oleh
usia yang mengacu pada pertumbuahan dan perkembangan individu. Misalnya,
kemampuan untuk mengontrol mikturisi berbeda sesuai dengan tahap
perkembangan individu. Pada manusia lanjut usia,sering mengalami nokturia,
frekuensi berkemih meningkat,dan lain-lain.
- Aktivitas fisik. Immobilisasi dapat menyebabkan retensi urine, dan penurunan
tonus otot.
- Riwayat kesehatan dan diet. Kajian riwayat penyakit atau pembedahan yang
pernah dialami pasien yang dapat mempengaruhi eliminasi, seperti nefrolitiasis,
colostomi, dan lain-lain.Dikaji juga riwayat diet yang dijalani klien, seperti jenis
makanan yang dikonsumsi, jumlah, frekuensi, dan lamanya diet yang dijalani.
- Penggunaan obat-obatan. Pengkajian meliputi jenis obat, dosis, dan sudah berapa
lama mengonsumsi obat tersebut.Penggunaan obat-obatan ini perlu dikaji karena
beberapa jenis obat dapat mempengaruhi eliminsi urine dan fekal.
c. Pemeriksaan Fisik
Struktur primer yang perlu diperiksa adalah kulit dan membrane mukosa, ginjal,
kandung kemih, da meatus uretra.
- Kulit dan Membran Mukosa. Perhatikan turgor kulit dan mukosa mulut untuk
memperoleh status hidrasi klien. Inkontinensia urin meningkatkan resiko
kerusakan kulit. Periksa perineum untuk melihat adanya ruam, bengkak, iritasi,
dan gangguan integritas.
- Ginjal. Palpasi ginjal saat pemeriksaan abdomen. Posisi, bentuk, dan ukuran
ginjal akan memperlihatkan masalah tumor, sedangkan nyeri mengindikasikan
inflamasi. Auskultasi dapat dilakukan untuk mendeteksi brult arteri renalis (suara
yang timbul akibat aliran turbulensi darah melalui arteri yang menyempit).
- Kandung Kemih. Saat inspeksi dapat terlihat adanya pembengkakan atau
tampilan cembung abdomen bawah. Lakukan palpasi perlahan pada abdomen
bagian bawah. Kandung kemih yang terisi parsial biasanya terasa mulus dan
bulat. Palpasi perlahan pada kandung kemih membuat klien merasa ingin
berkemih bahkan nyeri. Perkusi pada kandung kemih menimbulkan bunyi yang
redup.
- Meatus Uretra. Perhatikan adanya secret, inflamasi, atau lesi pada meatus uretra.
Meatus uretra wanita yang normal tampak berwarna merah muda dengan lubang
kecil di bawah klitoris dan di atas orifisium vagina. Meatus yang normal tidak
memiliki sekret, jika ada, sekret diambil untuk diperiksa sebelum klien
berkemih. Meatus urerta pria yang normal berupa lubang kecil di ujung penis.
d. Pemeriksaan Urin
Melibatkan asupan dan keluaran cairan klien serta pengamatan karakteristik urin
klien.
- Asupan dan Keluaran. Perhatikan rata-rata asupan cairan harian klien. Jika klien
berada dirumah, minta untuk memperkirakannya sesuai dengan gelas atau
cangkir yang sering digunakan. Jika di pelayanan kesehatan, hanya dilakukan
jika terdapat instruksi pengukuran asupan dan keluaran atau saat membutuhkan
pengukuran yang lebih tepat. Perubahan volume urin merupakan indicator
penting adanya perubahan cairan atau ginjal. Laporkan setiap peningkatan atau
penurunan volume yang ekstrem. Keluaran tiap jam yang kurang dari 30 ml
selama lebih dari 2 jam harus menjadi perhatian serta laporkan setiap kejadian
poliura (volume urin sebesar 2000-2500 ml dalam sehari). Nilai normal urine,
hasil urinalisis antara lain : Ph 4,6-8,0 protein < 10 mg/100 ml; glukosa tidak ada
berat jenis 1,010-1,030, tidak ada keton, tidak ada bakteri, dan lain-lain.
- Karakteristik Urin. Perhatikan warna, kejernihan, dan bau urin. Urin romal
berwarna pucat sampai gelap tergantung konsentrasinya. Urin lebih pekat pada
pagi hari atau saat terjadi deficit volume cairan. Jika klien mengkonsumsi banyak
cairan, urin lebih encer. Urin yang normal tampak transparan dan akan keruh jika
ditampung. Semakin pekat urin, baunya akan semakin kuat (Potter & Perry,
2010).

2. Diagnosa Keperawatan
Beberapa diagnosis pada eliminasi urin adalah sebagai berikut :
a. Gangguan Pola Eliminasi: Inkotentinensia Urine
Ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai toilet tepat
waktu guna menghindari pengeluaran urine yang tidak disengaja.
Faktor yang Berhubungan :
- Perubahan faktor lingkungan
- Gangguan Kognisi
- Gangguan Penglihatan
- Keterbatasan neuromaskular
- Faktor psikologis
- Kelemahan struktur penyokong panggul
b. Resiko Cedera Beresiko mengalami cedera sebagai akibat dari kondisi lingkungan
yang berinteraksi dengan sumber-sumber adaptif dan pertahanan individu. Faktor
yang berhubungan :
Internal :
- Profil darah yang tidak normal (mis; leukositosis atau leukopenia)
- Gangguan faktor pembekuan- Disfungsi biokimia (mis; disfungsi sensori)
- Penurunan kadar hemoglobin
- Usia perkembangan (fisiologis, psikososial)
- Disfungsi efektor
- Penyakit imun atau autoimun
- Disfungsi integrative
- Malnutrisi
- Fisik (mis;kulit rusak,hambatan)
- Psikologis (orientasi afektif)
- Sel sabit
- Talasemia
- Hipoksia jaringan
Eksternal
-Biologis : tingkat imunisasi komunitas dan mikroorganisme.
-Kimia : obat-obatan (misalnya,agen farmasi, alcohol, kafein, nikotin, bahan
pengawet, kosmetik, dan pewarna), zat gizi (misalnya,vitamin,dan jenis
makanan), racun, dan polutan
- Fisik : rancangan,struktur dan penataan komunitas,bangunan,atau peralatan, jenis
kendaraan atau transportasi, dan individu atau penyedia layanan kesehatan
(agens nosokomial;pola pengaturan staf,pola kognitif,dan psikomotor.
c. Nyeri (akut, kronis)
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan
aktual atau potensial atau digambarkan dengan istilah kerusakan (International
Association for the Study of Pain); awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan atau berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya lebih dari enam bulan.
Faktor yang berhubungan :
- Ketunadayaan fisik atau psikososial kronis (misalnya,kanker metastasis,cedera
neurologis dan arthritis
d. Gangguan citra tubuh
e. Risiko infeksi
f. Deficit perawatan diri
g. Gangguan integritas kulit
h. Gangguan eliminasi urin
i. Retensi urin (Potter & Perry, 2010).

3. Perencanaan
Rencana perawatan harus meliputi tujuan yang realistis dan terindividualisasi begitu
juga dengan hasilnya. Perawat dank lien harus bekerjasama dalam menetapkan tujuan da
hasil akhirnya memilih intervensi keperawatan. Jika klien memiliki lebih dari satu
diagnosis keperawatan, perawat harus mengenali masalah kesehatan utama dan
pengaruhnya terhadap masalah lain. Rencana perawatan harus menyertakan aktivitas
promosi kesehatan dan intervensi terapeutik yang disesuaikan dengan kebutuhan klien
(Potter & Perry, 2010).
Tujuan :
- Memahami arti eliminasi urine
- Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh
- Mencegah infeksi
- Mempertahankan integritas kulit
- Memberikan rasa nyaman
- Mengembalikan fungsi kandung kemih
- Memberikan asupan secara tepat
- Mencegah kerusakan kulit
- Memulihkan self sistem atau mencegah tekanan emosional

Rencanakan Tindakan :
- Monitor/obervasi perubahan faktor, tanda dan gejala terhadap masalah perubahan
eliminasi urine, retensi dan urgensia
- Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah
- Monitor terus perubahan retensi urine
- Lakukan kateterisasi urine
Contoh rencana tindakan yang dapat dilakukan :
1) Inkontinensia dorongan
- Pertahankan hidrasi secara optimal
- Ajarkan untuk meningkatkan kapasitas kandung kemih
- Ajarkan pola berkemih terencana (untuk mengatasi kontraksi kandung kemih
yang tidak biasa)
- Anjurkan berkemih pada saat terjaga seperti setelah makan, latihan fisik, mandi
- Anjurkan untuk menahan sampai waktu berkemih
- Lakukan kolaborasi dengan tim dokter dalam mengatasi iritasi kandung kemih
2) Inkontinensia total
- Pertahankan jumlah cairan dan berkemih
- Rencanakan program kateterisasi intermiten apabila ada indikasi
- Apabila terjadi kegagalan pada latihan kandung kemih pertimbangan untuk
pemasangan kateter indweeling
3) Inkontinensia stress
Kurangi faktor penyebab seperti :
- Kehilangan jaringan atau tonus otot, dengan cara :
 Ajarkan untuk mengidentifikasi otot dasar pelviks dan kekuatan dan
kelemahannya saat melakukan latihan
 Untuk otot dasar pelviks anterior bayangkan anda mencoba menghentikan
aliran urine, kencangkan otot-otot belakang dan depan dalam waktu 10
detik, kemudian lepaskan atau rileks, ulangi hingga 10 kalidan lakukan 4
kali sehari
- Meningkatkan tekanan abdomen dengan cara :
 Latih untuk menghindari duduk lama
 Latih untk sering berkemih sedikitnya tiap 2 jam.
4) Inkontinensia fungsional
Ajarkan teknik merangsang refleks berkemih, dengan berkemih seperti: mekanisme
supra pubis kutaneus
- Ketuk supra pubis secara dalam, tajam dan berulang
- Anjurkan pasien untuk :
 Posisi setengah duduk
 Mengetuk kandung kemih secara langsug denga rata-rata 7-8 kali / detik
 Gunakan sarung tangan
 Pindahkan sisi rangsangan di atas kandung kemih untuk menentukan posisi
saling berhasil
 Lakukan hingga aliran baik
 Tunggu kurang lebih 1 menit dan ulangi hingga kandung kemih kosong
 Apabila rangsangan dua kali lebih dan tidak ada respon, berarti sudah tidak
ada lagi yang dikeluarkan.
- Apabila belum berhasil, lakukan hal berikut ini selama 2- 3 menit dan berikan
jeda waktu 1menit di antara setiap kegiatan
 Tekan gland penis
 Pukul perut di atas ligamen inguinalis
 Tekan paha bagian dalam
- Catat jumlah asupan dan pengeluaran
- Jadwalkan program kateterisasi pada saat tertentu
Daftar Pustaka

Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). Missouri : Elsevier.


Bulechek, Gloria M. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC). Missouri : Elsevier

Ferdhiyanti, Ulfa. 2019. Teknik Hitung Leukosit dan Eritrosit Urine. Sidoarjo : Uwais Inspirasi
Indonesia.

Impitahul, Mawadah. 2018. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN INFEKSI SALURAN


KEMIH (ISK) DENGAN MASALAH GANGGUAN ELIMINASI URINE. Diakses
pada 04 Januari 2021 pukul 20.21 WIB

http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1755/2/KTI%20HASIL%20selesai.pdf

Kemenkes. 2016. Kebutuhan Dasar Manusia 1.

Potter, Perry. (2010). Fundamental Of Nursing: Consep, Proses and Practice.Edisi 7. Vol. 3.
Jakarta : EGC.

Wijayaningsi. S. K. 2013. Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: CV. Trans Info Media

Anda mungkin juga menyukai