Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

ELIMINASI URINE DAN FEKAL DI RUMAH SAKIT


PASIRIAN LUMAJANG DI RUANGAN SAPHIRE

Disusun Oleh :

Wulandari Suciwati
14201.09.17053

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HAFSHAWATY


ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ELIMINASI URINE DAN FEKAL


DI RUMAH SAKITPASIRIAN LUMAJANG
DI RUANGAN SAPHIRE

Lumajang,

Mahasiswa

(.............................)

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(..................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(...............................)
LAPORAN PENDAHULUAN

1. Definisi Gangguan Eliminasi Urine


Elimmasi merupakan sebuah proses pembuangan hasil dari sisa-sisa
metabolisme dalam tubuh yang dapat melalui urine maupun bowel (Tarwoto &
Wartonah, 2006). Kebutuhan eliminasi manusia dibagi menjadi dua yaitu,
kebutuhan eliminasi urine (buang air kecil) dan kebutuhan eliminasi fekal
(buang air besar).
Eliminasi urine (buang air kecil) merupakan proses pemenuhan kandung
kemih. Dan sistem yang berperan dalam sistem ini yaitu ginjal, ureter, kandung
kemih, dan uretra. Gangguan eliminasi uirne dapat diartikan sebagai adanya
disfungsi pada eliminasi urine (NANDA, 2015).

2. Epidemiologi
Inkontinensia urin (UI) merupakan keluhan subjektif individu yang tidak
mampu menahan rasa berkemih sehingga memberikan dampak gangguan
kebersihan dan hubungan sosial individu (NIH, 1988 dalam Ismail, 2013). Dari
kondisi tersebut menyebabkan ketidaknyamanan serta distress pada individu.
Masalah UI tidak hanya dialami oleh lanisa, tetapi juga pada anak, remaja dan
orang dewasa. Prevalensi uneresis nocturnal pada anak usia 7 tahun sebesar 10%
dan 28% atlet wanita mengalami UI pada saat melakukan aktivitas olahraganya
(Bradway & Hernly, 1988 dalam Ismail, 2013). Data lain juga menunjukkan
bahwa UI paling sering dialami pada usia pertengahan (middle age) dan juga
lansia. Peningkatan jumlah UI pada usia dewasa muda sebesar 10-20%
sedangkan pada usia dewasa lanjut sebesar 20-30%. Dan peningkatan prevalensi
terbesar adalah terjadi pada lansia yaitu sekitar 30-50% (Chan & Wong, 1999
dalam Ismail, 2013).
3. Etiologi
Etiologi gangguan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine yaitu
sebagai berikut:
a. Ketidakseimbangan intake cairan

b. Adanya obstruksi
c. Adanya infeksi pada saluran perkemihan
d. Pertumbuhan jaringan yang abnormal
e. Adanya masalah sistemik

4. Tanda dan Gejala


1) Inkontinensia Urine
a. Tidak dapat menahan atau mengontrol rasa ingin buang air kecil sebelum
sampai di WC
b. Sering mengompol
2) Retensi Urine
a. Distensi serta ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Urine yang keluar tidak seimbang dengan intake
c. Meningkatnya keinginan untuk berkemih
d. Ketidaknyamanan pada daerah pubis

5. Patofisiologi dan Clinical Pathway


Gangguan eliminasi urine yang dialami oleh individu berbeda-beda.
Gangguan eliminasi urine pada lanjut usia dapat disebabkan karena adanya
trauma pada cedera medula spinalis (CMS). Cedera medula spinalis (CMS)
merupakan salah satu gangguan yang terjadi pada fungsi syaraf yaitu syaraf
berkemih dan defekasi. Komplikasi yang terjadi pada cedera spinal dapat
menyebabkan syok neurogenik yang dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal
merupakan depresi yang terjadi secara tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla
spinalis (areflexia) di bawah tingkat cedera. Otot-otot yang dipersyarafi oleh
bagian segmen medulla spinalis yang ada di bawah tingkat cedera tersebut
menjadi paralisis komplet dan fleksid, sehingga mempengaruhi refleks yang
merangsang fungsi berkemih serta defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yaitu, pengisian dan penyimpanan
urine serta pengosongan kandung kemih. Selama fase pengisian, pengaruh sistem
saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah dengan
meningkatkan resistensi pada saluran kemh. Penyimpanan urine dikoordinasikan
oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang
dikaitkan dengan peningkatan pada tekanan otot dari otot leher kandung
kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal dapat terjadi karena akibat dari kontraksi
yang simultan antara otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal tersebut
dipengaruhi oleh saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmitter utama
seperti asetilkolin yaitu suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian, impuls
afferen ditransmisikan ke saraf simpatis pada ujung ganglion dorsal spinal sakral
segmen 2-4 dan diinformasikan ke batang otot. Kemudian selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral
dihentikan dan kemudian timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran
simpatis pada kandung kemih menimbulkan relaksasi pada otot uretra trigonal
dan proksimal. Impuls berjalan sepanjang dari nervus pudendus untuk
merelaksasikan otot halus dan skelet dari spingter eksterna.
PATHWAY
Degeneratif

Ketidakseimbangan hormon testosteron dan hormon estrogen

Pembesaran bagian periuretra

BPH Penyempitan lumen posterior

Kerusakan otot spingter Obstruksi VU dan Uretra


Eksterna

Retensi Urine
1. Inkontensia urinarius
fungsional
2. Inkontensia urine aliran
berlebih
3. Inkontensia urine refleks
4. Inkontensia urine stres
5. Inkontensia urine dorongan

Peningkatan tekanan pada daerah obstruksi

Gangguan Eliminasi Urine


6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan urine (Urinalisis)
Pada pemeriksaan ini hal yang dikaji adalah:
1) Warna: umumnya normal yaitu jernih
2) pH: normal yaitu 4,6-8,0
3) glokosa dalam kedaan normal negatif
4) Ukuran protein normal sampai 10 mg/100ml
5) Keton dalam kondisi normal yaitu negatif
6) Berat jenis yang normal 1,010-1,030
7) Bakteri dalam keadaan normal negatif
b. Tes darah
Pada pemeriksaan tes darah hal yang dikaji adalah BUN, bersih
kreatinin, nitrogen non protein, pencitraan radionulida, klorida, fosfat dan
magnesium meningkat.
c. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Alat yang digunakan untuk melihat adanya gangguan pada
perkemihan, yang menggunakan gelombang suara yang tidak dapat didengar,
frekuensi tinggi, dan memantul dari struktur jaringan.
d. Pielogram Intravena
Dilakukan dengan cara memvisualisasi duktus dan pelvis renalis serta
memperlihatkan ureter, kandung kemih dan uretra. Tindakan ini tidak
bersifat invasif.
e. Pengosongan Sitoureterogram (Volding Cystoureterpgram)
Tindakan yang dilakukan yaitu dengan mengambil foto saluran kemih
bagian bawah sebelum, selama, dan setelah mengosongkan kandung kemih.
Manfaatnya yaitu untuk mencari adanya kelainan pada uretra serta untuk
menentukan apakah terdapat refleks fesikoreta.
f. Arteriogram Ginjal
Tindakannya yaitu dengan cara memasukkan kateter melalui arteri
femonilis dan aorta abdominus sampai melalui arteri renalis. Zat kontras
kemudian disuntikkan ditempat ini, yang kemudian akan mengalir dalam
arteri renalis dan ke dalam cabang-cabangnya.
Indikasinya yaitu:
1) Melihat stenosis renalis yang menyebabkan kasus hipertensi
2) Mendapatkan gambaran dan suplai dari pengaliran darah ke daerah korteks
3) Menetapkan struktur suplai darah giinjal dari donro sebelum melakukan
transplantasi ginjal.
4) Mendapatkan gambaran pembuluh darah dari suatu neoplasma

7. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Diagnosa Keperawatan yang sering muncul
1) Gangguan eliminasi urine
a) Definisi: disfungsi eliminasi urin
b) Batasan Karakteristik
1. Disuria
2. Inkontinensia urin
3. Sering berkemih
4. Retensi urin
5. Anyang-anyangan
6. Dorongan berkemih
7. Nokturia
c) Faktor yang Berhubungan
Penyebab multipel
2) Inkontinensia urinarius fungsional
a) Definisi: ketidakmampuan individu yang biasanya kontinen untuk mencapai
toilet tepat waktu untuk berkemih, sehingga mengalami pengeluaran urine
yang tidak disengaja.
b) Batasan Karakteristik
1. Mengosongkan kandung kemih dengan tuntas
2. Inkontinensia urine dini hari
3. Sensasi ingin berkemih
4. Berkemih sebelum mencapai toilet
c) Faktor yang Berhubungan
1. Faktor perubahan lingkungan
2. Kelemahan struktur panggul
3) Retensi urine
a) Definisi: pengoosngan kandung kemih tidak tuntas
b) Batasan Karakteristik
1. Tidak ada haluaran urine
2. Menetes
3. Berkemih sedikit
4. Inkontinensia aliran berlebih
5. Distensi kandung kemih
6. Residu urine
7. Sering berkemih
8. Sensasi kandung kemih penuh
c) Faktor yang Berhubungan
1. Akan dikembangkan
b. Perencanaan / Nursing Care Plan
Diagnosa Tujuan SIKI
Keperawatan
Gangguan elminasi Setelah dilakukan 1. Manajemen Cairan
urin perawatan selama 1x24 a. Jaga intake yang masuk
jam, hambatan eliminasi dan catat output
urin dapat teratasi dengan b. Masukkan kateter urin
kriteria hasil: c. Monitor hasil laboratorium
1. Pola eliminasi urine dengan retensi cairan
normal 4x dalam 24 jam (peningkatan BUN,
2. Bau urin normal penurunan hematokrit)
3. Warna urine normal d. Monitor TTV
(jernih) e. Monitor makanan/cairan
f. yang dikonsumsi dan
hitung asupan kalori harian
Inkontinensia Setelah dilakukan 1. Bantuan perawatan diri:
urinarius fungsional perawatan selama 1x24 eliminasi
jam, hambatan eliminasi a. Bantu pasien ke toilet
urin dapat teratasi dengan untuk eliminasi pada
kriteria hasil: interval waktu tertentu
1. Pola berkemih teratur b. Buat jadwal aktivitas
6x dalam 24 jam terkait eliminasi
2. Berkemih >150 ml tiap c. Sediakan alat bantu
kalinya (kateter)
3. Mengkonsumsi cairan d. Monitor integritas kulit
4. dalam jumlah yang pasien
cukup
Retensi urin Setelah dilakukan 1. Monitor cairan
perawatan selama 1x24 a. Tentukan apakah pasien
jam, hambatan eliminasi mengalami kehausan atau
urin dapat teratasi dengan gejala perubahan cairan
kriteria hasil: b. Monitor asupan dan
1. Pola eliminasi urine pengeluaran
normal 5x dalam 24 jam c. Monitor kadar serum
2. Bau urin normal albumin dan protein total
3. Warna urine normal d. Monitor tanda dan gejala
(jernih) asites
4. Jumlah urin 250ml e. Periksa turgor kulit dengan
5. Intake cairan terpenuhi f. memegang jaringan sekitar
dalam 24 jam tulang, misalnya tangan
1. Definisi Eliminasi Fekal
Eliminasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang esensial dan berperan
penting untuk kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk
mempertahankan keseimbangan fisiologis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme.
Sisa metabolisme terbagi menjadi dua jenis yaitu berupa feses yang berasal dari
saluran cerna dan urin melalui saluran perkemihan (Kasiati & Rosmalawati, 2016)
Eliminasi fekal atau defekasi merupakan proses pembuangan sisa metabolism
tubuh yang tidak terpakai. Perubahan pada defekasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh lain, karena sisa- sisa produk usus adalah racun
(Saryono & Widianti, 2010).
2. Etiologi
Faktor yang mempengaruhi defekasi (Saryono & Widianti, 2010):

1). Usia dan perkembangan


Gerakan peristaltik usus menurun dan melambatnya pengosongan usus
seiring bertambahnya usia.
2). Diet
Asupan makanan yang bergizi dan teratur tiap hari membantu dalam defekasi
secara normal, terutama dalah serat. Selulosa, serat dalam diet memberikan
volume feses. Makanan pedas dapat menyebabkan diare dan flatus karena dapat
mengiritasi saluran cerna.
3). Cairan
Kehilangan cairan mempengaruhi karakteristik feses. Asupan cairan yang
tidak adekuat, misalnya muntah berlebih sehingga tubuh mengabsorpsi cairan dari
chymus dan menyebabkan feses keras serta eliminasinya terhambat. Adanya
gerak peristaltik yang meningkat, waktu untuk mengabsorbsi menjadi berkurang
yang menyebabkan feses encer dan lunak.

4). Aktivitas

Imobilisasi akan menekan motilitas usus seperti otot pelvis dan otot abdomen
yang lemah. Aktivitas fisik meningkatkan peristaltik usus.

5). Faktor psikologis

Adanya stress emosional menurunkan rangsangan defekasi. Penyakit


mempengaruhi defekasi. Penyakit mempengaruhi defekasi. Adanya colitis
ulceraktif mengakibatkan diare berat. Aktivitas peristaltic meningkat pada orang
yang cemas, stress atau marah.

6). Gaya hidup

Kebiasaan individu yang lebih senang bila melakukan defekasi di toiletnya


sendiri.

7). Medikasi

Beberapa obat memiliki efek samping yang mengganggu eliminasi normal


seperti diare, morfin dan kokain yang menyebabkan konstipasi.Obat juga
mengubah warna feses seperti hitam oleh zat besi, hijau oleh antibiotik dan putih
oleh antacid.

8). Prosedur diagnostik

Prosedur diagnostik tertentu, seperti sigmoidoscopy, membutuhkan agar tidak


ada makanan dan cairan setelah tengah malam sebagai persiapan pada
pemeriksaan, dan sering melibatkan enema sebelum pemeriksaan. Barium
(digunakan pada pemeriksaan radiologi) menghasilkan masalah yagn lebih jauh.
Barium mengeraskan feses jika tetap berada di colon, akan mengakibatkan
konstipasi dan kadang-kadang suatu impaksi.

9). Anestesi dan pembedahan

Anastesi menyebabkan penurunan atau memberhentikan gerakan peristaltik.


Pembedahan yang melibatkan penanganan usus secara langsung dapat
menyebabkan terhentinya pergerakan usus sementara yang disebut ileus peralitik
berlangsung selama 24-48 jam.

10).Kondisi patologis

Adanya cedera kepala dan medulla spinalis akan menurunkan sensori untuk
defekasi

11).Iritan

Zat seperti makanan pedas, toxin baklteri dan racun dapat mengiritasi saluran
intestinal dan menyebabkan diare dan sering menyebabkan flatus

12). Nyeri

Pada keadaan nyeri, klien mensupresi keinginannya untuk berdefekasi.


13). Gangguan saraf sensori motorik

Cedera pada sumsum tulang belakan dan kepala dapat menurunkan stimulus
sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas bisamembatasi kemampuan klien
untuk merespon terhadap keinginan defekasi ketika dia tidak dapat menemukan
toilet atau mendapat bantuan. Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau
seorang klien bisa mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnya
fungsi dari spinkter ani.
3. Pathway
4. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis (Wahyudi & Wahid, 2016) :

1. Tidak mampu mengontrol pengeluaran feses

2. Tidak mampu menunda defekasi

3. Feses keluar sedikit-sedikit dan sering

4. Kulit perianal kemerahan

5. Komplikasi

Komplikasi eliminasi fekal (Saryono & Widianti, 2010):

1). Konstipasi

Yaitu menurunnya frekuensi BAB disertai dengan pengeluaran feses


yang sulit, keras dan mengejan. Kondisi ini terjadi karena feses berada di
intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap. Penyebabnya kebiasaan
BAB tidak teratur, diet tidak adekuat, meningkatnya stress psikologi,
kurang aktivitas, bat-obatan (kodein, morfin, anti kolinergik, zat besi),
penggunaan obat pencahar/laksatif, usia, peristaltic menurun dan otot-otot
elastisitas perut menurun sehingga menimbulkan konstipasi.

2). Impaksi

Merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga tumpukan


feses yang keras di rectum tidak bias dikeluarkan, impaction berat,
tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid. Penyebabnya pasien dalam
keadaan lemah, bingung, tidak sadar, konstipasi berulang kali dan
pemeriksaan yang dapat menimbulkan konstipasi.

3). Diare

Seiring dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk.

4). Inkontinensia fekal

Keadaan tidak mampu menontrol BAB dan udara dari anus, BAB
encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai dengan gangguan fungsi
sprinkter anal, penyakit neuromuskuler, truma spinal cord dan tumor
springster anal eksternal.

5). Flatulens

Menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus meregang


dan distended, merasa penuh, nyeri dank ram. Biasanya gas keluar
melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang menyebabkan
peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh bakteri yang
menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang menghasilkan CO2.
6). Hemoroid
Yaitu dilatasi vena pada dinding rectum (bias internal atau
eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras, kehamilan, gagal
jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat terjadi dengan
mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi inflamasi dan
pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-kadang BAB
dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri. Akibatnya
pasien mengalami konstipasi.

6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang eliminasi fekal (Wahyudi & Wahid, 2016) :

a. Spesimen Feses Inspeksi warna, bentuk, bau, kandungan feses (ambil


sekitar 2,5 cm feses atau 20-30 ml feses jika feses cair).

b. Fecal Occult Blood Test/Guaiac Test

Untuk mendeteksi adanya darah dalam feses (skrining kanker kolorektal)


dengan reagen khusus untuk mendeteksi adanya peroxidase).

7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada eliminasi fekal (SLKI, 2018) :

1). Konstipasi
a. Periksa tanda dan gejala konstipasi
b. Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
c. Identifikasi factor risiko konstipasi
d. Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/atau peritonisis
e. Anjurkan diet tinggi serat
f. Lakukan massage abdomen
g. Lakukan evakuasi feses secara manual
h. Berikan enema atau irigasi
i. Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
j. Anjurkan peningkatan asupan cairan,
k. Latih buang air besar secara teratur
l. Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
m. Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/peningkatan frekuensi
suara usus

n. Kolaborasi penggunaan obat pencahar


2). Diare
a. Identifikasi penyebab diare
b. Identifikasi riwayat pemberian makanan
c. Identifikasi gejala invaginasi
d. Monitor warna, volume, frekuensi, dan konsistensi tinja.
e. Monitor tanda dan gejala hipovolemia
f. Monitor iritasi dan ulserasi kulit didaerah perineal
g. Monitor jumlah pengeluaran diare
h. Monitor keamanan penyiapan makanan
i. Berikan asupan cairan oral
j. Pasang jalur intravena
k. Berikan cairan intravena
l. Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit
m. Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
n. Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
o. Anjurkan menghindari makanan, pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa
p. Anjurkan melanjutkan pemberian ASI
q. Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
r. Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik
s. Kolaborasi pemberian obat pengeras feses

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
1). Identitas klien.
2). Riwayat keperawatan.
a. Awalan serangan: Awalnya anak cengeng, gelisah, suhu tubuh
meningkat, nafsu makan kurang kemudian timbul diare.
b. Keluhan utama: Feces semakin cair, muntah, bila kehilangan banyak
air dan elektrolit terjadi gejala dehidrasi, berat badan menurun. Pada
bayi ubun-ubun besar cekung, tonus dan turgor kulit berkurang,
selaput lendir mulut dan bibir kering, frekwensi BAB lebih dari 4 kali
dengan konsistensi encer.
3). Riwayat kesehatan masa lalu.
Riwayat penyakit yang diderita, riwayat pemberian imunisasi.
4). Riwayat psikososial keluarga.
Hospitalisasi akan menjadi stressor bagi anak itu sendiri maupun bagi
keluarga, kecemasan meningkat jika orang tua tidak mengetahui prosedur
dan pengobatan anak, setelah menyadari penyakit anaknya, mereka akan
bereaksi dengan marah dan merasa bersalah.
5). Kebutuhan dasar.
a. Pola eliminasi: akan mengalami perubahan yaitu BAB lebih dari 4 kali
sehari, BAK sedikit atau jarang.
b. Pola nutrisi: diawali dengan mual, muntah, anopreksia, menyebabkan
penurunan berat badan pasien.
c. Pola tidur dan istirahat akan terganggu karena adanya distensi
abdomen yang akan menimbulkan rasa tidak nyaman.
d. Pola hygiene: kebiasaan mandi setiap harinya.
e. Aktivitas: akan terganggu karena kondisi tubuh yang lemah dan
adanya nyeri akibat distensi abdomen.
6). Pemerikasaan fisik.
a. Pemeriksaan psikologis: keadaan umum tampak lemah,
kesadaran composmentis sampai koma, suhu tubuh tinggi, nadi cepat
dan lemah, pernapasan agak cepat.
b. Pemeriksaan sistematik :
1. Inspeksi : mata cekung, ubun-ubun besar, selaput lendir, mulut
dan bibir kering, berat badan menurun, anus kemerahan.
2. Perkusi : adanya distensi abdomen.
3. Palpasi : Turgor kulit kurang elastic.
4. Auskultasi : terdengarnya bising usus.
c. Pemeriksaan tingkat tumbuh kembang.
d. Pada anak diare akan mengalami gangguan karena anak dehidrasi
sehingga berat badan menurun.
e. Pemeriksaan penunjang.
f. Pemeriksaan tinja, darah lengkap dan duodenum intubation yaitu
untuk mengetahui penyebab secara kuantitatip dan kualitatif.
2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul
1). Hipovolemia berhubungan dengan cairan yang keluar banyak.
2). Inkontinensia fekal berhubungan dengan frekuensi defekasi meningkat.
3). Defisit nutrisi berhubungan dengan anoreksia.
4). Hipertermia berhubungan dengan agen pirogen.
5). Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kemerahan dan gatal.
3. Intervensi
No. Tujuan dan
SIKI Implementasi
Dx Kriteria Hasil
1 Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Periksa tanda dan 1. Mengetahui tanda
3x24 jam diharapkan gejala hypovolemia dan gejala
hipovolemia teratasi hypovolemia
dengan kriteria hasil: 2. Monitor intake dan 2. Mengetahui jumlah
1. Mempertahankan output cairan input dan output
urin output sesuai cairan
dengan usia dan BB, Nursing
BJ urin normal, HT 1. Hitung kebutuhan 1. Menentukan jumlah
normal cairan pemberian cairan
2. Tekanan darah, nadi, pada pasien
suhu tubuh dalam 2. Berikan posisi modified 2. Melancarkan
batas normal Trendelenburg peredaran darah ke
3. Tidak ada tanda- otak
tanda dehidrasi, 3. Berikan asupan cairan 3. Memenuhi
elastisitas turgor oral kebutuhan cairan
kulit baik, pasien
membrane mukosa
lembab, tidak ada
rasa haus yang Edukasi
berlebihan 1. Anjurkan 1. Membantu
memperbanyak asupan memenuhi
cairan oral kebutuhan cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Mengatasi
cairan IV kekurangan cairan
2 Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui
3x24 jam diharapkan inkontinensia fekal penyebab
inkontinensia fekal baik fisik maupun inkontinensia fekal
teratasi dengan kriteria psikologis 2. Mengetahui
hasil: 2. Identifikasi perubahan perubahan frekuensi
frekuensi defekasi dan defekasi dan
konstensi feses konstensi feses
3. Memantau kondisi
3. Monitor kondisi kulit kulit perineal
perienal 4. Mengetahui diet dan
4. Monitor diet dan kebutuhan cairan
kebutuhan cairan pada pasien
5. Mengetahui adanya
5. Monitor efek samping reaksi alergi atau
pemberian obat efek samping pada
obat
Nursing
1. Bersihkan daerah 1. Mencegah terjadinya
perineal dengan sabun infeksi dan menjaga
dan air kebersihan perineal
2. Laksanakan program 2. Membantu pasien
latihan usus (bowel mendapatkan
training) defekasi normal
3. Hindari makanan yang 3. Mencegah terjadinya
menyebabkan diare iritasi pada usus
Edukasi
1. Jelaskan definisi, jenis 1. Membantu pasien
inkontinensia, dan keluarga
penyebab memahami terkait
inkontinensia fekal inkontinensia fekal
2. Anjurkan mencatat 2. Membantu dalam
karakteristik feses pengkajian
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Membantu
obat diare mengurangi defekasi
3 Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi status 1. Mengetahui status
selama 3x24 jam nutrisi nutrisi pasien
diharapkan defisit 2. Identifikasi alergi dan 2. Mengetahui alergi
nutrisi teratasi dengan intoleransi makanan dan intoleransi
kriteria hasil: makanan pada
1. Adanya peningkatan pasien
berat badan sesuai 3. Identifikasi makanan 3. Membantu
dengan tujuan yang disukai memilih makanan
2. Berat badan ideal yang disukai
sesuai dengan tinggi 4. Identifikasi kebutuhan pasien
badan kalori dan jenis nutrien 4. Menentukan
3. Mampu jumlah dan jenis
mengidentifikasi nutrien yang akan
kebutuhan nutrisi 5. Identifikasi perlunya diberikan
4. Tidak ada tanda- penggunaan selang 5. Menentukan
tanda nutrisi nasogastrik penggunaan selang
5. Menunjukkan nasogastrik untuk
peningkatan fungsi membantu
dari pengecapan dan memberikan
menelan 6. Monitor asupan nutrien
6. Tidak terjadi makanan 6. Memantau asupan
penurunan berat makanan pada
badan yang berarti 7. Monitor berat badan pasien
7. Mengetahui berat
8. Monitor hasil badan pasien
pemeriksaan 8. Membantu
laboratorium menentukan
tindakan
Nursing keperawatan
1. Lakukan oral hygiene
sebelum makan, jika 1. Memberi rasa
perlu nyaman sebelum
2. Fasilitasi menentukan makan pada pasien
pedoman diet 2. Membantu pasien
dalam melakukan
3. Sajikan makanan secara diet
menarik dan suhu yang 3. Penyajian makanan
sesuai secara menarik dan
suhu yang sesuai
membantu pasien
untuk
mengkonsumsi
makanan
4. Berikan makanan 4. Membantu
tinggi serat untuk mengurangi
mencegah konstipasi konstipasi pada
pasien
5. Berikan makanan 5. Membantu
tinggi kalori dan tinggi kecukupan nutrisi
protein pasa pasien
6. Membantu
6. Berikan suplemen memenuhi
makanan kebutuhan nutrisi
pada pasien
7. Pemberian makan
7. Hentikan pemberian melalui selang
makan melalui selang nasogastrik
nasogastrik jika asupan diberikan kepada
oral dapat ditoleransi pasien yang tidak
mampu mendapat
asupan oral

Edukasi 1. Membantu
1. Anjurkan posisi duduk memberikan rasa
nyaman pada
pasien
2. Membantu pasien
2. Ajarkan diet yang memahami diet
diprogramkan yang akan
diberikan

Kolaborasi 1. Membantu pasien


1. Kolaborasi pemberian untuk memahami
medikasi sebelum nutrien ang akan
makan diberikan sebelum
makan
2. Menentukan diet
2. Kolaborasi ahli gizi dan jenis nutrien
untuk menentukan yang akan
jumlah kalori dan jenis diberikan
nutrien yang
dibutuhkan
4 Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui
3x24 jam diharapkan hipertermia penyebab
hipertermia teratasi hipertermia
dengan kriteria hasil: 2. Monitor suhu tubuh 2. Memantau
1. Suhu tubuh dalam perubahan suhu
rentang normal tubuh
2. Nadi dan RR dalam 3. Monitor komplikasi 3. Mengetahui adanya
rentang normal akibat hipertermia komplikasi
3. Tidak ada perubahan Nursing
warna kulit dan 1. Sediakan lingkungan 1. Membantu pasien
tidak ada pusing yang nyaman beristirahat
2. Basahi dan kipasi 2. Membantu
permurkaan tubuh mengurangi rasa
panas pada pasien
Edukasi
1. Anjurkan tirah baring 1. Meminimalkan
fungsi semua system
organ pasien
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian 1. Membantu
cairan dan elektrolit memulihkan kondisi
intravena tubuh
5 Setelah dilakukan Observasi
asuhan keperawatan 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui
3x24 jam diharapkan kerusakan integritas penyebab kerusakan
kerusakan integritas kulit integritas kulit
kulit teratasi dengan Terapeutik
kriteria hasil: 1. Ubah posisi tiap 2 jam 1. Mengurangi tekanan
1. Integritas kulit yang tirah baring pada daerah
baik bisa gangguan integritas
dipertahankan. kulit
2. Tidak ada luka/lesi 2. Lakukan pemijatan 2. Membantu
pada kulit. pada area penonjolan memperbaiki
3. Perfusi jaringan tulang sirkulasi,
baik. metabolism dan
4. Menunjukkan memperlancar
pemahaman dalam peredaran darah
proses perbaikan 3. Bersihkan perineal 3. Menjaga kebersihan
kulit dan mencegah dengan air hangat, area perineal
terjadinya cedera terutama selama
berulang. periode diare
5. Mampu melindungi 4. Gunakan produk 4. Mencegah infeksi
kulit dan berbahan petroleum kulit dan mengobati
mempertahankan atau minyak pada kulit kulit rusak
kelembaban kulit kering
dan perawatan Edukasi
alami. 1. Anjurkan gunakan 1. Menjaga
pelembab kelembapan kulit
2. Anjurkan minum air 2. Menjaga kadar
yang cukup cairan tubuh dan
kesegaran kulit
3. Anjurkan mandi dan 3. Menjaga kebersihan
menggunakan sabun kulit
secukupnya
4. Implementasi
Melaksanakan tindakan keperawatan sesuai dengan rencana tindakan yang
telah direncanakan sebelumnya.
5. Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan yang
dilakukan dengan format SOAP.
DAFTAR PUSTAKA

Ata, Hatta. 2017. Asuhan Keperawatan pada Pasien Gangguan Eliminasi Urine dan
Fekal. [serial online] website: https://kupdf.net/download/asuhan- keperawatan-
pada-pasien-dengan-gangguan-eliminasi-urine-dan-
fekal_599502abdc0d608d5b300d1a_pdf diakses pada 02 Maret 2019.

Bulechek, G. M. et al. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC), Edisi 6. United


Kingdom: Elsevier. Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Intansari Nurjannah &
Rossana Devi T.

Hartono, S. 2017. Laporan Pendahuluan Eliminasi Urine dan Fekal. [serial online]
website: https://docplayer.info/72152393-A-definisi-laporan-pendahuluan-
eliminasi-urine-dan-fekal.html diakses pada 02 Maret 2019.

Ismail, Dewi D. S. L. 2013. Aspek Keperawatan pada Inkontinensia Urine. Jurnal Ilmu
Keperawatan, No. 1 Vol. 1: 3-11.

Kasiati, D. W., & Rosmalawati. (2016). Kebutuhan dasar manusia 1. Jakarta:


Pusdik SDM Kesehatan.

Moorhead, S., et al. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), Edisi 5. United
Kingdom: Elsevier. Terjemahan Bahasa Indonesia oleh Intansari Nurjannah &
Rossana Devi T.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Potter & Perry. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Volume 2. Jakarta: EGC.

Perry, Potter. 2005. Fundamental Keperawatan, edisi 4, volume 1. Jakarta: EGC

Saryono, & Widianti, A. T. (2010). Catatan Kuliah Kebutuhan Dasar Manusia (KDM).
Yogyakarta: Nuha Medika.
Wahyudi, A. S., & Wahid, A. (2016). Buku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Mitra
Wacana Media

Anda mungkin juga menyukai