Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

MASALAH KEPERAWATAN PADA GANGGUAN ELIMINASI


URINE
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Keperawatan Medikal
Bedah I

Disusu oleh Kelompok II :

Adhis Gurita Langgeng 15.002


Eka Chandra Lestari 15.008
Nafisatul Ida 15.014
Titri Dwi Bidayani 15.019
Vendyta Allan B.R. 15.022
Wika Purwina 15.023
Yuni Mistiani 15.024

PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJENMALANG
TAHUN AKADEMIK 2015/2016

BAB I

1|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Eliminasi urin merupakan salah dari proses metabolik tubuh. Zat yang tidak
dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan. Paru-paru
secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang dibentuk
selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida dibawa keparu-
paru oleh sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit mengeluarkan air
dan natrium / keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer yang utama untuk
mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion hidrogen, dan asam

Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan
menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit
ginjal, yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah
didalam urin. Usus mengeluarkan feses dan beberapa cairan dari tubuh.
Pengeluaran feses melalui evakuasi usus besar biasanya menjadi sebuah pola
pada usia 30 sampai 36 bulan

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian tentang eliminasi urine ?


2. Apa saja gangguan yang terjadi pada eliminasi urine ?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada eliminasi urine ?

1.3 Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui pengertian tentang eliminasi urine, gangguan eliminasi


urine dan asuhan keperawatan eliminasi urine

BAB II

2|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
PEMBAHASAN

2.1 Eliminasi Urine

A. Struktur Sistem Eliminasi Urine


Struktur yang berperan dalam eliminasi urine adalah ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra dan meatus.
 Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (pada bagian posterior
abdomen), terdiri atas ginjal sebelah kanan dan kiri tulang punggung.
Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam
tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine
sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya
agar tidak bercampur dengan zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh.
Pada bagian ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih satu juta)
yang merupakan unit dari struktur ginjal. Melalui nefron, urine
disalurkan kedalam bagian pelvis ginjal, kemudian disalurkan melalui
ureter ke kandung kemih.
 Ureter
Uretra membentuk cekungan di medial pelvis renalis pada hilus
ginjal. Biasanya sepanjang 25-35 cm di orang dewasa. Terdapat tiga
tempat yang mungkin mengalami obstruksi, yaitu : sudut
ureteropelvis, pelvis brim (tempat ureter bersilang dengan arteri
iliaka) dan sudut ureteropelvis. Pada ketiga lokasi ini, ureter jauh lebih
sempit. Susunan anatomis ini biasanya berfungsi sebagai katup yang
mencegah aliran balik dari urine (refluks) ke ginjal. Oleh karena itu
sulit bagi batu untuk melewati saluran yang sempit ini, batu ginjal
biasanya tertahan di sudut-sudut tersebut.
Ureter memiliki karakter elastis dan terbuat dari tiga lapisan, yaitu:
mukosa bagian dalam (membran epitel transisional) melapisi ruang,
lapisan muskular, dan lapisan luar fibrosa. Darah dialirkan ke ureter
melalui satu atau beberapa pembuluh darah yang terletak secara
longitudinal sepanjang saluran.
 Kandung Kemih
Kandung kemih (buli-buli bladder) merupakan sebuah kantong
yang terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urine. Dalam

3|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
kandung kemih terdapat beberapa lapisan jaringan otot yang paling
dalam, memanjang ditengah, dan melingkar yang disebut sebagai
detrusor, berfungsi untuk mengeluarkan urine bila terjadi kontraksi.
Pada dasar kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot
berbentuk lingkaran bagian dalam atau disebut sebagai otot lingkar
yang berfungsi menjaga saluran antara kandung kemih dan uretra,
sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung kemih keluar
tubuh.
Penyalur rangsangan ke kandung kemih dan rangsangan motorik
ke otot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari
rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi konsentrasi
sfingter bagian dalam sehingga urine tetap tinggal dalam kandung
kemih. Sistem parasimpatis menyalurkan rangsangan motorik
kandung kemih dan rangsangan penghalang ke bagian dalam otot
lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya konsentrasi
otot detrusor dan kendurnya sfingter.
 Uretra dan Meatus
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine ke
bagian luar. Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat
pada pria. Pada pria, uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine
dan sistem reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri
atas tiga bagian, yaitu : prostat, selaput (membran), dan bagian yang
berongga (ruang).
Pada wanita, uretra memiliki panjang 3,7-6,2 cm dan hanya
berfungsi sebagai tempat penyaluran urine ke bagian luar tubuh.
Saluran perkemihan dilapisi oleh membran mukosa, dimulai dari
meatus uretra hingga ginjal. Meskipun organisme secara normal tidak
ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, membran mukosa ini,
pada keadaan patologis, yang terus-menerus akan menjadikannya
media yang baik untuk pertumbuhan beberapa patogen.

B. Proses Berkemih
Berkemih (mictio, mycturition, voiding atau urination) adalah proses
pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urine dalam vesika urinaria yang merangsang saraf-saraf

4|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
sensorik dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Vesika urinaria
dapat menimbulkan rangsangan saraf bila berisi kurang lebih 250-450 cc
(pada orang dewasa) dan 200-250 cc (pada anak-anak).
Mekanisme berkemih terjadi karena vesika urinaria berisi urine yang
dapat menimbulkan rangsangan, melalui medula spinalis dihantarkan ke
pusat pengontrol berkemih yang terjadi di korteks serebral, kemudian otak
memberikan impuls atau rangsangan melalui medulla spinalis ke
neuromotoris di daerah sakral, serta terjadi koneksasi otot detrusor dan
relaksasi otot sfingter internal.
 Komposisi Urine
1. Air (96%)
2. Larutan (4%)
a. Larutan organik
Urea, ammonia, kreatin, dan uric acid.
b. Larutan Anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat,
magnesium, dan fosfor. Natrium klorida merupakan garam
organik yang paling banyak.

C. Faktor yang Mempengaruhi Eliminasi Urine


 Diet dan Asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi
output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan
jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat meningkatkan
pembentukan urine.
 Respon Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak tertahan di dalam vesika urinaria sehingga
memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
 Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan kesediaan fasilitas toilet.
 Stres Psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
 Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan otot vesika urinaria yang baik untuk
fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan

5|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus
otot didapatkan dengan beraktifitas.
 Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat memengaruhi pola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang lebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol
buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil meningkat.
 Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus dapat
memengaruhi produksi urine.

 Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine,
seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di
tempat tertentu.
 Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet dapat
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal bag atau
pispot pada saat sakit.
 Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
 Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari
pemberian obat anastesi.
 Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urine. Misalnya, pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine,
sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine.
 Pemberian Diagnostik
Prosedur diagnostik yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti intravenous pyelogram (IVP), dengan
membatasi jumlah asupan dapat mempengaruhi produksi urine.

6|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
Kemudian, tindakan sistokopi dapat menimbulkan edema lokal pada
uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

2.2 Gangguan Pada Eliminasi Urine


Masalah Kebutuhan Eliminasi Urine
A. Retensi Urine
Merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria. Atau, retensi urine dapat pula
merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengosongan kandung
kemih yang tidak lengkap. Kandungan urine normal dalam vesika
urinaria adalah sebesar 250-450 ml, dan sampai batas jumlah tersebut
urine merangsang refleks unruk berkemih. Dalam keadaan distensi,
vesika urinaria dapat menampung sebanyak 3000-4000 ml urine.

Tanda-tanda Klinis pada Retensi :

 Ketidaknyamanan daerah pubis


 Distensi vesika urinaria
 Ketidaksanggupan untuk berkemih
 Sering berkemih saat vesika urinaria berisi sedikit urine (25-50 ml)
 Ketidakseimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan
asupannya.
 Meningkatnya keresahan dan keinginan berkemih
 Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih

Penyebab Retensi :

 Operasi pada daerah abdomen bawah, pelvis vesika urinaria


 Trauma sumsum tulang belakang
 Tekanan uretra yang tinggi disebabkan oleh otot detrusor yang
lemah
 Sfingter yang kuat
 Sumbatan (struktur uretra dan pembesaran kelenjar prostat).

B. Inkontinensia Urine
Inkontinensia urine adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine. Secara umum,
penyebab dari inkontinensia, yaitu : proses penuaan, pembesaran kelenjar

7|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
prostat, penurunan kesadaran, dan penggunaan obat narkotik atau sedatif,
inkontinensia urine terdiri atas :
1. Inkontinensia Dorongan
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
tanpa sadar, terjadi segera setelah merasa dorongan yang kuat untuk
berkemih.
Kemungkinan Penyebab Inkontinensia Dorongan :
 Penurunan kapasitas kandung kemih
 Iritasi pada reseptor regangan kandung kemih yang
menyebabkan spasme (infeksi saluran kemih)
 Minum alkohol atau kafein
 Peningkatan cairan
 Peningkatan konsentrasi urine
 Distensi kandung kemih yang berlebihan

Tanda-tanda Inkontinensia Dorongan :

 Sering miksi (miksi lebih dari 2 jam sekali)


 Spasme kandung kemih

2. Inkontinensia Total
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
Kemungkinan Penyeban Inkontinensia Total :
 Disfungsi neurologis
 Kontraksi independen dan reflek detrusor karena pembedahan
 Trauma atau penyakit yang memengaruhi saraf medula spinalis
 Fistula
 Neuropati

Tanda-tanda Inkontinensia Total :

 Aliran konstan yang terjadi pada saat tidak diperkirakan


 Tidak ada distensi kandung kemih
 Nokturia
 Pengobatan inkontinensia tidak berhasil

3. Inkontinensia Stress
Merupakan keadaan seseorang yang mengalami kehilangan urine
kurang dari 50 ml, terjadi dengan peningkatan abdomen.
Kemungkinan Penyebab Inkontinensia Stress :
 Perubahan degeneratif pada otot pelvis dan struktur penunjang
yang berhubungan dengan penuaan.

8|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
 Tekanan intra abdominal tinggi (obesitas)
 Distensi kandung kemih
 Otot pelvis dan struktur penunjang lemah

Tanda-tanda Inkontinensia Stress :

 Adanya urine menetes dengan peningkatan tekanan abdomen


 Adanya dorongan berkemih
 Sering miksi (lebih dari 2 jam sekali)

4. Inkontinensia Refleks
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urine
yang tidak dirasakan, terjadi pada interval yang dapat diperkirakan
bila volume kandung kemih mencapai jumlah tertentu.

Kemungkinan Penyebab Inkontinensia Refleks :


 Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda Inkontinensia Refleks

 Tidak ada dorongan untuk berkemih


 Merasa bahwa kandung kemih penuh
 Kontraksi atau spasme kandung kemih tidak dihambat pada
interval teratur.

5. Inkontinensia Fungsional
Merupakan keadaan seseorang yang mengalami pengeluaran urine
secara tanpa disadari dan tidak dapat diperkirakan.

Kemungkinan Penyeban Inkontinensia Refleks :

 Kerusakan neurologis (lesi medula spinalis)

Tanda-tanda Inkontinensia Refleks :

 Adanya dorongan untuk berkemih


 Kontraksi kandung kemih cukup kuat untuk mengeluarkan
urine.

C. Enuresia

9|K E P E R AWATA N M E D I K A L B E D A H
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang
diakibatkan tidak mau mengontrol sfingter eksterna. Enuresia biasanya
terjadi pada anak atau orang jompo, umumnya pada malam hari.

Faktor Penyebab Enuresia :


 Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari kondisi normal
 Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi
keinginan berkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan
terlambatnya bangun tidur untuk kekamar mandi.
 Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat
menampung urine dalam jumlah besar.
 Orang tua yang memiliki pendapat bahwa anaknya akan
mengatasi kebiasaannya tanpa dibantu untuk mendidiknya.
 Infeksi saluran kemih atau perubahan fisik atau neurologis
sistem perkemihan.
 Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral, atau
makanan pemedas.
 Anak yang takut jalan gelap untuk kekamar mandi.

D. Ureterotomi
Adalah tindakan operasi dengan jalan membuat stoma pada dinding
perut untuk drainase urine. Operasi ini dilaksanakan karena adanya
penyakit atau disfungsi pada kandung kemih.

E. Efek dari Nutrisi dan Penuaan

Penuaan menyebabkan pengerutan ginjal dan berkurangnya fungsi


ginjal secara progresif. Kerusakan atau hilangnya sebuah ginjal, dapat
menyebabkan perubahan akibat usia secara signifikan yang memengaruhi
fungsi keseluruhan dari ginjal yang tersisa. Peningkatan tekanan
hidrostatis kapiler yang disebabkan oleh hipertensi, hipotensi, atau
konsumsi protein menyebabkan kerusakan progresif terhadap glomerulus
dan mempercepat penurunan fungsi ginjal akibat usia. Diet rendah
protein memperlambat penurunan fungsi ginjal karena usia, selain itu diet
tersebut juga direkomendasikan untuk klien dengan kerusakan ginjal.

Proses penuaan juga memengaruhi mikturisi. Bentuk kandung kemih


menjadi seperti saluran sebagai akibat dari perubahan jaringan

10 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
penghubung danpelemahan otot-otot dasar panggung. Oleh karena
perubahan-perubahan tersebut, orang dewasa tua sering kali memiliki
masalah dengan inkontinensia. Frekuensi, retensi urine, atau disuria.
Komponen makanan juga dapat mengubah fungsi ginjal pada level
glomerulus dan tubulus. Konsumsi makanan tinggi protein mendilatasi
arteriol aferen, dan meningkatkan aliran darah ginjal.

BAB III

KASUS
3.1 Rencana Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian pada kebutuhan eliminasi urine meliputi :

1. Kebiasaan Berkemih

Pengkajian ini meliputi bagaimana kebiasaan berkemih serta


hambatannya. Frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan dan
kesempatan. Banyak orang berkemih setiap hari pada bangun tidur dan
tidak memerlukan waktu untuk berkemih pada malam hari.

11 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
2. Pola Berkemih meliputi :

 Frekuensi berkemih

Frekuensi berkemih menentukan berapa kali individu berkemih


dalam waktu 24 jam.

 Urgensi

Perasaan seseorang untuk berkemih seperti seseorang sering ke


toilet karena takut mengalami inkontinensia jika tidak berkemih.

 Disuria

Keadaan rasa sakit atau kesulitan saat berkemih. Keadaan


demikian dapat ditemukan pada struktur uretra, infeksi saluran
kemih, trauma pada vesika urinaria, dan uretra.

 Poliuria

Keadaan produksi urine yang abnormal dalam jumlah besar tanpa


adanya peningkatan asupan cairan. Keadaan demikian dapat
terjadi pada penyakit diabetes melitus, defisiensi ADH, dan
penyakit ginjal kronis.

 Urinaria Supresi

Keadaan produksi urine yang berhenti secara mendadak. Bila


produksi kurang dari 100 ml/hari dapat dikatakan sebagai anuria,
tetapi bila produksinya antara 100-500 ml/hari dapat dikatakan
sebagai oligouria. Kondisi demikian dapat ditemukan pada
penyakit ginjal, kegagalan jantung, luka bakar, dan renjatan
(syok).

3. Frekuensi Berkemih

a. 5 kali/hari, tergantung kebiasaan seseorang.

12 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
b. 70% miksi pada siang hari, sedangkan sisanya dilakukan pada
malam hari, menjelang dan sesudah bangun tidur.

c. Berkemih dilakukan saat bangun tidur dan sebelum tidur.

4. Gejala Berkemih

Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan


dapat timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian
perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala klien. Perawat juga
mengkaji pengetahuan klien tentang gejala-gejala klien. Perawat juga
mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang
mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.

5. Volume Berkemih

Kaji perubahan volume berkemih untuk mengetahui adanya


ketidakseimbangan cairan dengan membandingkannya dengan volume
berkemih normal pada tabel berikut :

Tabel Volume Berkemih Normal Berdasarkan Usia :

Usia Volume Berkemih (ml/hari)

1-2 hari 15-60

3-10 hari 100-300

10-12 bulan 250-400

12 bulan-1 tahun 400-500

1-3 tahun 500-600

3-5 tahun 600-700

5-8 tahun 700-1.000

8-14 tahun 800-1.400

13 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
14 tahun- dewasa 1.500

Dewasa tua <1.500

6. Gejala Berkemih

Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan


dapat timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian
perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala klien. Perawat juga
mengkaji pengetahuan klien tentang gejala-gejala klien. Perawat juga
mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor yang
mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.

7. Faktor yang mempengaruhi kebiasaan buang air kecil adalah :

 Diet dan asupan (diet tinggi protein dan natrium) dapat


mempengaruhi jumlah urine yang dibentuk, sedangkan minum
kopi dapat meningkatkan jumlah urine

 Gaya hidup

 Stress psikologis dapat meningkatkan frekuensi keinginan


berkemih

 Tingkat aktivitas

B. Diagnosis Keperawatan

Pengkajian fungsi eliminasi urine klien yang dilakukan terus-


menerus yang memungkinkan perawat membuat diagnosis keperawatan
yang relevan dan akurat. Diagnosis keperawatan dapat berfokus pada
perubahan eliminasi urine atau masalah-masalah terkait, seperti kerusakan
integritas kulit yang berhubungan dengan inkontinensia urine. Identifikasi
karakteristik penentu mengarahkan perawat dalam memilih diagnosis yang
tepat. Menurut NANDA (2003), masalah keperawatan untuk eliminasi
urine meliputi satu masalah umum dan beberapa masalah khusus. Masalah

14 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
umumnya adalah gangguan eliminasi urine, sedangkan masalah khususnya
meliputi sebagai berikut :

 Inkontinensia Urine Fungsional

 Inkontinensia Urine Refleks

 Inkontinensia Urine Stress

 Inkontinensia Urine Total

 Inkontinensia Urine Urgensi

 Retensi Urine

Masalah-masalah diatas juga dapat menjadi etiologi untuk masalah

keperawatan lain seperti resiko infeksi, harga diri rendah, resiko gangguan
integritas kulit, resiko devisit volume cairan, dll.

C. Intervensi atau Rencana Tindakan Keperawatan

Tujuan :

 Memahami arti eliminasi urine

 Membantu mengosongkan kandung kemih secara penuh

 Mencegah infeksi

 Mempertahankan integritas kulit

 Memberi rasa nyaman

 Mengendalikan fungsi kandung kemih

 Memberikan asupan cairan secara tepat

 Mencegah kerusakan kulit

 Memuluhkan self esteem atau mencegah tekanan emosional.

15 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
Rencana Tindakan :

 Monitor atau observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap


masalah perubahan eliminasi urine, retensi dan inkontinensia

 Kurangi faktor yang memengaruhi atau penyebab masalah

 Monitor terus peubahan retensi urine

 Lakukan kateterisasi urine (lihat pelaksanaan)

D. Implementasi (Pelaksanaan Tindakan Keperawatan)


Pengumpulan Urine untuk Bahan Pemeriksaan

Mengingat tujuan pemeriksaan dengan bahan urine berbeda-beda, maka


pengambilan atau pengumpulan urine juga dibedakan sesuai dengan
tujuannya. Cara pengambilan urine tersebut antara lain : pengambilan
urine biasa, pengambilan urine steril, dan pengumpulan selama 24 jam.

 Pengambilan urine biasa merupakan pengambilan urine dengan cara


mengeluarkan urine secara biasa, yaitu buang air kecil. Pengambilan
urine biasa ini biasanya digunakan untuk memeriksa gula atau
kehamilan.

 Pengambilan urine steril merupakan pengambilan urine dengan


menggunakan alat steril, dilakukan dengan cara kateterisasi atau
fungsi supra pubis. Pengambilan urine streril bertujuan untuk
mengetahui adanya infeksi pada uretra, ginjal, atau saluran kemih
lainnya.

 Pengambilan urine selama 24 jam merupakan pengambilan urine


yang dikumpulkan dalam waktu 24 jam, bertujuan untuk mengetahui
jumlah urine selama 24 jam dan mengukur berat jenis, asupan dan
pengeluaran, serta mengetahui fungsi ginjal.

E. Evaluasi Keperawatan

16 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
Evaluasi keperawatan terhadap gangguan kebutuhan eliminasi urine secara
umum dapat dinilai dari adanya kemampuan dalam :

 Miksi secara normal, ditunjukkan dengan kemampuan pasien


berkemih tanpa menggunakan obat, kompresi pada kandung
kemih, atau kateter.

 Mengosongkan kandung kemih, ditunjukkan dengan berkurangnya


distensi, volume urine residu, dan lancarnya kepatenan drainase.

 Mencegah infeksi, ditunjukkan dengan tidak adanya tanda infeksi,


tidak ditemukan adanya disuria, urgensi, frekuensi, dan rasa
terbahar.

 Mempertahankan integritas kulit, ditunjukkan dengan adanya


perineal kering tanpa inflamasi dan kulit sekitar ureterostomi
kering.

 Memberikan rasa nyaman, ditunjukkan dengan berkurangnya


disuria, tidak ditemukan adanya distensi pada kandung kemih, dan
adanya ekspresi senang mengenai perasaan.

 Melakukan bladder training, ditunjukkan dengan berkurangnya


frekuensi inkontinensia dan mampu berkemih di saat ingin
berkemih.

17 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Eliminasi merupakan proses pembuangan dan terdiri dari eliminasi uri


dan eliminasi alvi. Organ yang berperan dalam proses eliminasi urin adalah
ginjal, kandung kemih, uretra. Gangguan eliminasi urin misalnya retensi urin,
inkontinensia urine dan enuresis . Sedangkan gangguan eliminasi fecal
misalnya konstipasi, impaction, diare, inkontinesia fecal, flatulens, dan
hemoroid. Gangguan eliminasi urine dan fecal dapat di bantu dgn
menggunakan pispot dan urinal, memasang kateter sementara dan memasang
kateter menetap. Faktor yang mempengaruhi eliminasi urine yaitu diet dan
asupan, respon keinginan awal untuk berkemih, gaya hidup, tingkat
psikologis dll.

18 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
4.2 Saran

Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang menjadi


pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini.
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan
penulisan makalah di kesempatan- kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para
pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M. Hawks, Jane Hokanson.2014.Keperawatan Medikal Bedah


Edisi 8 Buku 2. CV Pentasada Media Edukasi

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2012. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 2.


Jakarta : Salemba Medika

Mubarak, Wahit Iqbal.Indrawati, Lilis. Dan Susanto, Joko. 2015. Buku Ajar Ilmu
Keperawatan Dasar Edisi 2. Jakarta: Salemba.

19 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H
20 | K E P E R A W A T A N M E D I K A L B E D A H

Anda mungkin juga menyukai