TINJAUAN PUSTAKA
Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2 ginjal (untuk
menyekresi urine), 2 ureter (mengalirkan urine dari ginjal ke kandung kemih), kandung
kemih (tempat urine dikumpulkan dan disimpan sementara), dan uretra (mengalirkan
urine dari kandung kemih ke luar tubuh (Nurachmah & Angriani, 2011).
Sistem perkemihan merupakan organ vital yang berperan penting dalam melakukan
eksresi dan melakukan eliminasi sisa sisa hasil metabolisme tubuh, dan dalam
keseimbangan cairan dan elektrolit. Sistem ini secara kontinu membuang dan
mereabsorbsi air dan substansi terlarut dalam darah, serta mengeliminasi setiap
substansi yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. (Wylie, 2011)
Jadi menurut para ahli diatas dapat disimpulkan sistem perkemihan merupakan suatu
sistem organ tempat terjadinya proses penyaringan darah sehingga darah bebas dari zat-
zat yang tidak dipergunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan
oleh tubuh. Sistem perkemihan merupakan sistem ekskresi utama dan terdiri atas 2
ginjal , 2 ureter , kandung kemih , dan uretra mengalirkan urine dari kandung kemih ke
luar tubuh .
Sistem ini secara kontinu membuang dan mereabsorbsi air dan substansi terlarut dalam
darah, serta mengeliminasi setiap substansi yang tidak dibutuhkan oleh tubuh.
11
12
vagus. Rantai aferen dari nervus torakalis XI, XII, dan nervus lumbalis
(Syaifuddin, 2011).
2.1.2.3 Kandung kemih
Kadung kemih adalah organ kosong yang terletak pada separuh anterior dari
pelvis, di belakang simfisis pubis. Jarak antara kandung kemih dan simfisis pubis
diisi oleh jaringan penghubung yang longgar, yang memungkinkan 7 kandung
kemih untuk melebar ke arah kranial ketika terisi. Peritonium melapisi tepi atas
dari kandung kemih, dan bagian dasar ditahan secara longgar oleh ligamen sejati.
Kandung kemih juga dibungkus oleh sebuah fasia yang longgar (Black &
Hawks, 2014).
Dinding ureter mengandung otot polos yang tersusun dalam berkas spiral
longitudinal dan sirkuler. Kontraksi peristaltik teratur 1 – 5 kali/menit
menggerakan urine dari pelvis renalis ke vesika urinaria, disemprotkan setiap
gelombang peristaltik. Ureter berjalan miring melalui dinding vesika urinaria
untuk menjaga ureter tertutup kecuali selama gelombang peristaltik dan
mencegah urine tidak kembali ke ureter (Syaifuddin, 2011).
2.1.2.4 Uretra dan Meatus
Uretra adalah sebuah saluran yang keluar dari dasar kandung kemih ke
permukaan tubuh. Uretra pada laki – laki dan perempuan memiliki perbedaan
besar. Uretra perempuan memiliki panjang sekitar 4 cm dan sedikit melengkung
ke depan ketika mencapai bukaan keluar, atau meatus, yang terletak di antara
klitoris dan lubang vagina. Pada laki – laki, uretra merupakan saluran gabungan
untuk sistem reproduksi dan pengeluaran urine. Uretra pada lakui – laki memiliki
panjang sekitar 20 cm, dan terbagi dalam 3 bagian utama.
Uretra pars prostatika menjulur sampai 3 cm di bawah leher kandung kemih,
melalui kelenjar prostat, kedasar panggul. Uretra pars membranosa memiliki
panjang sekitar 1 – 2 cm dan berakhir di mana lapisan otot membentuk sfingter
eksterna. Bagian distal adalah kavernosa, atau penis uretra. Sepanjang sekitar 15
cm, bagian ini melintas melalui penis ke orifisum uretra pada ujung penis (Black
& Hawks, 2014).
14
Perawatan kateter urine indwelling harus diperhatikan agar dapat mencegah terjadinya
bakteriuria. Tindakan asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan
16
Perawatan kateter urine adalah perawatan yang dilakukan menggunakan teknik aseptik
dengan membersihkan permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar bersih dari
kotoran, smegma, dan krusta yang terbentuk dari garam urine. Berdasarkan rekomendasi
AACN (2009) bahwa bagian dari perawatan kateter urine indwelling adalah hygiene rutin
dua kali sehari di daerah perineal dan kateter urine. Pembersihan dapat dilakukan pada
saat mandi sehari-hari atau saat pembersihan daerah perineum setelah pasien buang air
besar. Bagian dari perawatan kateter urine indwelling juga termasuk pembersihan daerah
meatus uretral. Pembersihan kateter urine yang rutin dapat menghilangkan krusta dari
permukaan kateter sebelah luar (Makic et al, 2011).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kateter adalah Tindakan
asepsis yang ketat diperlukan saat memasang kateter dan perawatan kateter, Asepsis
adalah hilangnya mikroorganisme patogen atau penyebab penyakit. Teknik asepsis adalah
prosedur yang membantu mengurangi resiko terkena infeksi dilakukan menggunakan
teknik aseptik dengan membersihkan permukaan kateter urine dan daerah sekitarnya agar
bersih dari kotoran, smegma, dan krusta yang terbentuk dari garam urine.
Kateter adalah sebuah alat yang berbentuk pipa yang dipasangkan ke organ tubuh
manusia digunakan untuk mengeluarkan urin dari kandung kemih (Hooton et al 2010 )
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kateter urine adalah sebuah alat selang
yang terbuat dari plastik atau karet melalui uretra menuju kandung kemih untuk
membantu pasien dalam proses eliminasinya.
Menurut Kozier (2010), terdapat 4 jenis kateter berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu:
2.1.6.1 Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel.
2.1.6.2 Kateter latex/karet: digunakan untuk penggunaan/pemakaian dalam jangka
waktu singkat (kurang dari 2 atau 3 minggu).
2.1.6.3 Kateter silikon murni/teflon: untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan
karena bahan lebih lentur pada meatus uretra.
2.1.6.4 Kateter PVC (Polyvinylchloride): sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu,
bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra
Menurut Kozier (2010), terdapat 4 jenis kateter berdasarkan bahan yang digunakan, yaitu:
18
2.1.6.3 Kateter plastik : digunakan sementara karena mudah rusak dan tidak fleksibel.
2.1.6.4 Kateter latex/karet: digunakan untuk penggunaan/pemakaian dalam jangka
waktu singkat (kurang dari 2 atau 3 minggu).
2.1.6.5 Kateter silikon murni/teflon: untuk penggunaan jangka waktu lama 2-3 bulan
karena bahan lebih lentur pada meatus uretra.
2.1.6.6 Kateter PVC (Polyvinylchloride): sangat mahal, untuk penggunaan 4-6 minggu,
bahannya lembut, tidak panas dan nyaman bagi uretra.
3) Losion antiseptik
4) NaCI 0,9 %
5) Perlak/ alas tahan air dan sprei pengangkut
6) Salep antibiotik
7) Sarung Tangan Bersih
8) Sarung Tangan Steril
9) Duk
10) Nampan Ginjal/piala ginjal
11) Plester dan gunting
12) Wadah air hangat dan sabun
13) Kapas bulat/
14) cucing
2.1.9.3 ORIENTASI
a. Beri salam (Assalamualaikum, identifikasi pasien minimal 2 identitas : meminta
pasien menyebutkan Nama / TTL / RMK)
b. Kontrak waktu prosedur
c. Jelaskan tujuan prosedur
d. Memberi klien kesempatan untuk bertanya
e. Meminta persetujuan klien / keluarga
f. Persiapankan peralatan dan perlengkapan yang diperlukan dan Mendekatkan alat
kepasien
2.1.9.4 TAHAP KERJA
a. Baca bismillah
b. Berikan privasi
c. Cuci tangan
d. Atur Posisi Pasien :
Wanita : Posisi telentang dengan lutut ditekuk.
Pria : Posisi telentang
e. Letakan alas tahan air/Perlak dan dibawah pasien bokong klien
f. Selimuti pasien dengan hanya mempaparkan Perineum
g. Pakai Sarung tangan Bersih
20
2.1.10 Pengkajian
Sebelum kateter urine indwelling dipasang, perlu dilakukan pengkajian status medis
pasien terhadap indikasi pemasangan kateter. Pengkajian juga terhadap status pasien
yang meliputi tingkat kesadaran atau tahap tumbuh kembang, mobilisasi, keterbatasan
fisik, jenis kelamin, usia, dan alergi (Potter & Perry, 2010).
Pasien dengan kateter urine indwelling harus diobservasi untuk mendeteksi adanya
tanda-tanda dan gejala bakteriuria yang berupa urine yang keruh, hematuria, panas,
menggigil, anoreksia dan malaise. Obsevasi daerah sekitar orifisium uretra dilakukan
untuk mengamati drainase dan ekskoriasi. Pemeriksaan kultur urine merupakan cara
yang paling akurat untuk mengkaji kemungkinan infeksi. Warna, bau dan volume urine
juga harus dipantau (Black & Hawks, 2009).
dari 30 ml yang berlangsung selama lebih dari 2 jam. Begitu juga apabila
volume urine yang banyak keluar secara terus-menerus (poliuria), yakni
lebih dari 2000 sampai 2500 ml, hal ini harus dilaporkan kepada dokter.
a) Karakteristik Urine
1) Warna
Warna urine normal bervariasi dari warna pucat, agak kekuningan
sampai coklat (seperti warna madu), tergantung pada kepekatan
urine. Urine biasanya lebih pekat pada pagi hari atau pada klien yang
menderita kekurangan volume cairan. Apabila seseorang minum
cairan lebih banyak, urine menjadi lebih encer. Perdarahan dari
ginjal atau ureter menyebabkan warna urine menjadi merah gelap,
perdarahan dari kandung kemih atau uretra menyebabkan warna
urine menjadi merah terang
2) Kejernihan
Urine yang normal tampak transparan saat dikeluarkan. Warna urine
yang ditampung dalam suatu wadah selama beberapa menit akan
menjadi keruh. Urine yang baru dikeluarkan oleh klien yang
menderita penyakit ginjal dapat tampak keruh atau berbusa akibat
tingginya konsentrasi protein. Urine juga tampak pekat dan keruh
akibat adanya bakteri.
3) Bau
Urine memiliki bau yang khas. Semakin pekat warna urine, semakin
kuat baunya. Urine yang dibiarkan dalam jangka waktu lama akan
mengeluarkan bau amonia. Hal ini umum terjadi pada klien yang
secara berulang-ulang mengalami inkontinensia urine.
b. Pemeriksaan harus berfokus pada hal-hal berikut:
1) Program dokter untuk perawatan kateter tertentu (larutan antiseptik atau
salep)
2) Status kandung kemih (distensi mengidentifikasikan penurunan
kepatenan kateter).
23
Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba tumbuh
dan berkembang biak dalam saluran kemih dalam jumlah bermakna (IDAI, 2011).
Istilah ISK umum digunakan untuk menandakan adanya invasi mikroorganisme pada
saluran kemih (Haryono, 2012). ISK merupakan penyakit dengan kondisi dimana
terdapat mikroorganisme dalam urin yang jumlahnya sangat banyak dan mampu
menimbulkan infeksi pada saluran kemih (Dipiro dkk, 2011).
(ISK) adalah keadaan adanya infeksi yang ditandai dengan pertumbuhan dan
perkembangbiakan bakteri dalam saluran kemih, meliputi infeksi parenkim ginjal
sampai kandung kemih dengan jumlah bakteriuria yang bermakna (Soegijanto, 2010).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan kateter adalah (ISK) Infeksi
Saluran kemih adalah suatu keadaan dimana kuman atau mikroba atau bakteri tumbuh
dan berkembang biak dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain
Dikatakan ISK jika terdapat kultur urin positif ≥100.000 CFU/mL. Ditemukannya
positif (dipstick) leukosit esterase adalah 64 - 90%. Positif nitrit pada dipstick urin,
menunjukkan konversi nitrat menjadi nitrit oleh bakteri gram negatif tertentu (tidak
gram positif), sangat spesifik sekitar 50% untuk infeksi saluran kemih. Temuan sel darah
putih (leukosit) dalam urin (piuria) adalah indikator yang paling dapat diandalkan
infeksi (> 10 WBC / hpf pada spesimen berputar) adalah 95% sensitif tapi jauh kurang
spesifik untuk ISK. Secara umum, > 100.000 koloni/mL pada kultur urin dianggap
diagnostik untuk ISK (M.Grabe dkk, 2015).
Penegakan diagnosis ISK selain dengan manifestasi klinis juga diperlukan pemeriksaan
penunjang seperti analisis urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa sentrifus,
kultur urin juga jumlah kuman CFU/ml.1 Cara pengambilan urin juga perlu diperhatikan
agar terhindar dari kontaminasi bakteri yang berada di kulit vagina atau preputium.
26
Metode pemeriksaan kimia Dalam pemeriksaan zat terlarut dalam urine, bisa
dilakukan dengan dua metode. Yaitu metode kimia basah dan carik celup.
a. Kimia basah Pemeriksaan kimia basah meliputi pemeriksaan glukosa dan zat
pereduksi lain (galaktosa, laktosa, pentosa, fruktosa, dan maltosa), protein
(termasuk protein Bence Jones, dan mikroalbumin), bilirubin, urobilinogen
dan benda keton. Volume sampel yang dibutuhkan lebih besar daripada
pemeriksaan yang menggunakan strip reagen. (Riswanto, dan Rizki, 2015)
b. Carik celup (Strip) Tes kimia dengan metode strip reagen saat ini begitu
sederhana, cepat, dan hemat biaya (dalam hal reagen, personel) dengan
sensitivitas dan spesifitas yang tinggi dan tidak memerlukan urine dalam
jumlah yang besar untuk pengujian. Reaksi yang terlibat dalam uji strip
sebagian besar berdasarkan pada prinsip prinsip yang sama seperti pada
pemeriksaan kimia basah (Brunzel, 2013).
4) positif, negatif, atau normal. Berat jenis dan pH adalah pengecualian, hasilnya
dilaporkan dalam satuan masing-masing (Strasinger dan Lorenzo, 2008).
Menurut panduan dari CLSI, pemeriksaan kimia rutin untuk urine mencakup
pemeriksaan glukosa, protein (albumin), bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis,
darah/ hemoglobin, benda keton (asam asetoasetat dan/atau aseton), nitrit, dan
leukosit esterase.
1) Glukosa Metode strip reagen dinilai lebih bagus dibandingkan uji kimia basah
tradisional karena lebih spesifik untuk glukosa dan waktu pengujian relatif
singkat. Strip reagen untuk glukosa dilekati dua enzim, yaitu glukosa oksidase
dan peroksidase, serta zat warna (kromogen), seperti orto-tuluidin, kalium
iodida, tetrametilbensidin atau 4- aminoantipirin. Perubahan warna yang
terjadi tergantung pada kromogen yang digunakan dalam reaksi. Hasil tes
positif harus dikaitkan dengan temuan yang lain, seperti berat jenis, keton dan
albumin. Namun yang lebih 17 penting, korelasi harus dilakukan dengan
kadar glukosa darah serta riwayat penyakit, riwayat keluarga dan gambaran
klinis (Riswanto,2015).
2) Protein Metode yang digunakan dalam strip reagen untuk deteksi protein
adalah kolorimetri. Indikator yang digunakan pada berbagai strip reagen dan
perubahan warna yang dihasilkan dapat berbeda tergantung produsen strip
reagen ( Mundt dan Shanahan, 2011).
3) Bilirubin Pemeriksaan rutin terhadap bilirubin urin dalam strip reagen
menggunakan reaksi diazo. Bilirubin bereaksi dengan garam diazoniu dalam
suasana asam menghasilkan azodye, dengan warna mulai dari coklat atau
merah. Reaksi warna strip reagen untuk bilirubin lebih sulit diinterpretasikan
daripada reaksi strip reagen untuk analit lainnya dan mudah dipengaruhi oleh
pigmen lain yang ada dalam urine (Riswanto,2015).
4) Urobilinogen Tes skrining urobilinogen didasarkan pada reaksi aldehid
Erlich, dimana urobilinogen beraksi dengan senyawa diazonium (p-
dimethylaminobenzaldehyde) dalam suasana asam membentuk warna merah
29
Waktu pemeriksaan dari mulai mencelupkan urine test strips 22 hingga selesai
mencetak adalah 55- 65 detik. Sinyal analog yang diterima oleh detektor akan
dikirim ke ADC (Analog to Digital Converter) untuk diubah menjadi sinyal
digital agar bisa diproses oleh mikroprosesor. Pada mikroprosesor, data hasil
pembacaan setiap dari urine test strips akan dikonversi menjadi nilai reflektansi
relatif yang mengacu pada standar kalibrasi. Hasil pengolahan mikroprosesor
akan disimpan dalam memori, dikirim ke komputer atau langsung dicetak
(Noviyanto, 2013).
Analisis darah dalam urine Setiap jumlah eritrosit yang lebih dari 5 sel per
mikroliter urine dianggap bermakna secara klinis, maka pemeriksaan visual
terhadap warna tidak dapat diandalkan untuk mendeteksi keberadaan darah.
Pemeriksaan mikrsokopis dari sedimen urine menunjukan eritrosit utuh (intact),
namun hemoglobin bebas yang dihasilkan baik oleh gangguan hemolitik atau
lisisnya eritrosit tidak terdeteksi (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Prinsip reaksi pemeriksaan darah dalam urine Reaksi biasanya dibaca 60 detik,
dan perubahan warna yang terjadi dari oranye menjadi hijau sampai biru tua.
Ada dua skala warna terpisah untuk eritrosit dan hemoglobin. Eritrosit utuh
mungkin menunjukaan reaksi pola skepel atau bintik-bintik dengan tidak adanya
hemoglobin bebas. Hasilnya dapat dilaporkan sebagai negatif, trace, kecil,
sedang atau besar, atau menggunakan sistem plus (1+, 2+, 3+) sesuai dengan
grafik warna yang disediakan produsen (Mundt dan Shanahan, 2011).
Strip reagen dapat mendeteksi konsentrasi sedikitnya lima eritrosit per mikroliter
urine, namun harus berhati-hati ketika membandingkan sensitivitas hemoglobin
dengan eritrosit, diasumsikan bahwa sekitar 30 pikogram hemoglobin
terkandung dalam setiap eritrosit, sehingga 10 24 eritrosit yang lisis setara
dengan sekitar 0,03 mg/dL hemoglobin (Riswanto, dan Rizki, 2015).
Kateter indwelling segera dilepas jika sudah tidak ada indikasi lagi. Sebagai alternative
dapat digunakan kateter intermittent atau kateter suprapubis dengan risiko ISK akibat
kateterisasi lebih kecil.12 Upaya pencegahan lain juga harus diperhatikan seperti
perawatan meatus uretra, pengambilan specimen urin yang tepat, saat penggantian
kateter yang tepat dan juga edukasi pada pasien dan keluarganya. Antibiotik profi laksis
belum direkomendasikan. Antimikrobial topikal pada permukaan kateter juga tidak
signifikan menurunkan ISK akibat kateterisasi (CAUTI,
2012).
34
Berbagai jenis orgnisme dapat menyebabkan ISK. Escherichia coli (80% kasus) dan organism
enterik garam-negatif lainny merupakan organisme yang paling sering menyebabkan ISK :
kuman-kuman ini biasanya ditemukan di daerah anus dan perineum. Organisme lain yag
menyebabkan ISK antara lain Proteus, Pseudomonas, Klebsiella, Staphylococcus aureus,
Haemophilus, dan Staphylococcus koagulsenegatif. Beberapa faktor menyebabkan
munculnya ISK di masa kanak-kanak (Wong, 2012)
Salah satu upaya untuk menekan angka kejadian infeksi nosokomial saluran kemih adalah
dengan melakukan perawatan dower kateter dengan kualitas yang baik sesuai dengan standar
operasinal perawatan kateter dan prosedur pencegahan infeksi. Untuk itulah penulis tertarik
melakukan penelitian tentang Studi Literatur Efektifitas Perawatan Kateter Terhadap
Kejadian Resiko Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Penyakit Dalam Wanita
Variabel diteliti :
Berpengaruh :
35
2.5 Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah Pelaksanaan Perawatan Kateter Efektif Terhadap Penurunan
Kejadian Resiko Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Penyakit Dalam Wanita