PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit gangguan perkemihan merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat Indonesia. Penyakit gangguan perkemihan terdiri dari gangguan pada ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra. Gangguan pada perkemihan meliputi penyakit batu ginjal,
glomerulonefritis, batu ginjal, benigna prostat hyperplasia, retensi urine. (Nauri & Dian, 2017)
Jumlah penderita penyakit sistem perkemihan diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa
dan 7% pada perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak
adalah decade ketiga sampai keempat. Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi,
dengan rasio pria dan wanita 4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa
nyeri (Tisher, 1997) dalam Nauri & Dian 2017.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia
rata-rata terdapar 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan
tiga penyakit terbanyak dibidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 erdasarkan data yang dikumpulkan
dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.637 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018
orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang (Davey, Patrick, 2005).
Pada penelitian di RS dr.Kariadi Menurut Muslim 2007 dalam Nauri & Dian tahun 2017
menyatakan jumlah penderita batu ginjal naik naik dari 32,8% (2003) menjadi 39,1% (2005)
dibanding seluruh kasus urologi dan sebagian besar batu saluran kemih bagian atas (batu ginjal
dan ureter). Prevelensi penyait ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13%
pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah
decade ketiga sampai ke empat (Davey, Patrick. 2005). Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal
yang paling sering ditemui adalah gagal ginjal dan nefrolitiasis. Dengan persentasi penyakit
gangguan perkemihan, rerata pasien mengalami retensi urin. (Nauri & Dian, 2017)
Jumlah pasien penyakit perkemihan yang cendrung meningkat memerlukan kemampuan
tenaga kesehatan terutama perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
professional. Hal ini menuntut perawat memperkaya informasi dan pengetahuan dengan mencari
kasus kasus pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang asuhan keperawatan psien dengan retensi urin.
1.2. Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan tenaga kesehatan terutama perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan, serta
sebagai gambaran nyata dalam asuhan keperawatan pada klien retensio urine dan
inkontinensia urine.
B. Tujuan Khusus
1) Mengetahui dan memahami definisi retensi urin
2) Mengetahui dan memmahami Anatomi sistem perkemihan
3) Mengetahui dan memahami etiologi retensi urin
4) Mengetahui dan memahami manifestasi retensi urin
5) Mengetahui dan memahami patofisiologi retensi urin
6) Mengetahui dan memahami komplikasi retensi urin
7) Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang retensi urin
8) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan retensi urin
9) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada psien dengan retensi urin
1.3. Manfaat
1) Bagi persepti
Persepti mampu mengaplikasikan pengalaman, pemahaman tentang bagaimana
mengelola dan mencapai tujuan asuhan keperawatan berkualitas pada situasi yang nyata.
2) Bagi Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru
Dapat menjadikan para karyawan lebih kompeten dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien, yang dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi
Retensi urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan berkemih. Retensi urin akut adalah
ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urin
kronis adalah keadaan kandung kemih yang membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa
kesulitan berkemih. Inkontinesia urin adalah pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dan
menetesnya urin dari uretra dengan keadaan kandung kemih yang penuh. (Grace & Borley,
2007) Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Davey, Patrick. 2005). Dapat disimpulkan
Retensi urin adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.
2.3Pembentukan Urine
Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal, yang merupakan awal pembentuk urine.
Ginjal ini tersusun + 1 juta nefron yang terdiri dari sebuah glomerulus dan sebuah tubulus.
Dinding kapiler glomerulus tersusun oleh sel-sel endotel dan membran basalis, Glomerulus
membentang dan membentuk tubulus yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Tubulus proximal :
Dalam keadaan normal, + 20 % dari plasma melewati glomerulus akan disaring ke dalam
nefron dengan jumlah 80 liter per hari yang terdiri dari filtrat yaitu : air, elektrolit dan molekul
kecil lainnya masuk ke dalam tubulus proximal di proses hingga 60 % dan filtrat tersebut di
serap kembali ke dalam darah, kecuali glukosa 100 % di serap yang disebut dengan “Reabsorbsi
Obligat” (mutlak).
Ansa Henle
Cairan dari tubulus proximal masuk ke Ansa henle. Ketika cairan turun ke ansa henle
desenden, ada transportasi aktif ureum yang menyebabkan kepekatan meningkat, ketika naik
lewat ansa henle asenden ada transportasi aktif H2O (dikeluarkan)
2. Tubulus Distal
Di dalam tubulus ini terjadi 3 proses yaitu :
1) Reabsorbsi air oleh Anti Diuretik Hormon
Bila tubuh kekurangan air maka otak akan membuat banyak anti diuretic hormon
sehingga penyerapan di distal banyak juga dan urine menjadi sedikit. Begitu sebaliknya
bila air berlebih jumlah anti diuretik hormon sedikit dan filtrat dapat lolos yang akhirnya
jadi urine banyak.
2) Bekerjanya anti diuretik hormon
Anti diuretik hormon dapat juga dikeluarkan oleh korteks anak ginjal untuk melakukan
transportasi aktif yaitu mengeluarkan kalsium dan menarik natrium.
3) Sekresi zat-zat sisa metabolime dan zat racun tubuh.
a. Ductus Kolligentes
Merupakan tubulus penampung setelah tubulus distal. Di sini masih terjadi proses
reabsorbsi air oleh anti diuretik hormon. Bila cairan sudah melewati ductus kolligentes
maka disebut dengan “urine” yang dilanjutkan ke kalix minor menuju kalix mayor dan
melewati pelvis ginjal mengalirkan urine ke ureter menuju ke vesika urinaria dengan
gerakan peristaltik yang membuka sfingter ureter, kemudian urine masuk ke dalam vesika
urinaria, sebagai tempat penampungan sementara.
b. Vesika Urinaria
Suatu kantong berotot yang disebut musculus Detrusor, yang terisi sedikit demi sedikit
urine, mulai dari volume 0 – 100 cc, tekanan kandung kemih sedikit bertambah. Dari
volume 100 – 400 cc tekanan kandung kemih tidak berubah, karena Musculus Detrusor
mengembang mengikuti jumlah air kemih lewat 400 cc ke atas tekanan meningkat dan
meregangkan Musculus Detrusor.
c. Regangan ini mengirim impuls afferent ke medula spinalis lumbal dan sacral dengan
susunan saraf pusat. Dari lumbal sacral keluar impuls efferent ke Musculus Detrusor
(mengerut). Merangsang pembukaan sfingter urethra internal untuk membuka sehingga
timbul keinginan untuk BAK, dengan mengalirkan urine keluar tubuh melalui sfingter
urethra eksterna.
d. Komposisi Urine
Urine yang normal biasanya berwarna jernih sampai dengan kuning muda, tidak terdapat
glukosa, eritrosit, leukosit dan trombosit serta protein. Bau sedikit pesing, urine terdiri
dari :
1) Air
2) Elektrolit
3) Zat asam sisa metabolisme
(Nuari,Nian Afrian, 2017)
2.4. Etiologi
Penyebab retensi urin pada anak-anak adalah congenital, obat-obatan, pada usia muda
adalah pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria, dan usia lanjut benigna prostat
hyperplasia (BPH), striktur, tumor, karsinoma prostat dan pasca operasi. (Grace & Borley, 2007)
Penyebab tersering retensi urin adalah hipertropi prostat jinak pada pria. Penyebab lain
diantaranya adaah infeksi saluran kemih (ISK), penyakit neurologis, atau keganasan prostat.
Penting untuk menentukan adakah gejala lain dari saluran kemih, adakah gagal ginjal, dan
apakah mungkin disebabkan oleh penyakit keganasan. Beberapa penyebab retensi urin adalah
sebagai berikut:
1) Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12
L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang
hebat.
2) Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3) Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih.
(Gleadle J, 2007)
Kerusakkan
medulla spinalis
TH12-L1,
kerusakkan saraf
simpatis dan
parasimpatis Otot destrusor Penyumbatan/
melemah penyempitan uretra
Neuropati (otot
tidak mau
berkontraksi)
Distensi
kandung kemih
RETENSI
URIN
Pre operasi
Post operasi
Gangguan Kurang
eliminasi urin pengetahuan Nyeri akut Luka Perdarahan
2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada retensi urin adalah perdarahan post operasi dan
ekstravasasi urin. Jika tidak diatasi akan menyebabkan refluks vesika uretral, terjadi dilatasi
pada uretar (Hydro ureter) yang menyebabkan palvio kaliks ginjal (Hydronefrotik) dan
terjadi kerusakan pada ginjal yang akan menyebabkan gagal ginjal. (George Dewanto, et all,
2009)
2.8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
· Pemeriksaan specimen urine.
· Pengambilan: steril, random, midstream
· Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
· Sistoskopy, IVP. (intervensi bedah)
(George dewanto, 2009)
H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
· Obat antikoligenik (propantein, oksibutamin, dan hiosiamin)
· Musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin)
· Antidepresan tersiklik (imipramin)
· Obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih diindikasikan untuk retensi urin
· Obat untuk parasimtomimetik (betanekol)
· Prostaglandin
2. Nonfarmakologis
· Sejumlah tindakan diperlukan untuk mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan
mengatasi infeksi atau obstruksi.
· Terapi fisik, mobilisasi dini disarankan untuk mengurangi inkontinensia urin dan komplikasi
lainnya seperti nyeri akibat tekanan.
· Terapi okupasi, aktivitas sehari-hari dan latihan merawat diri
· Maneuver crede adalah kompresi manual kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan
tonus kandung kemih yang berkurangatau arefleksia serta resistensi saluran keluar yang
rendah
· Pengaturan waktu berkemih
· Pembersihan kateter berkala
(George Dewanto, dkk : 2009)
BAB III
GAMBARAN KASUS
1. INFORMASI UMUM
Nama Lengkap : Tn. A D Hari Rawat : ke 1
Usia : 72 tahun 8 bulan Tanggal Lahir : 24- 07- 1945
Jensi Kelamin : Laki-laki Dari/ Rujukan : RS Rokan Hulu
Agama : Islam Penanggung Jawab Biaya : BPJS
Suku : Melayu Diagnosa Medik : Retensi urine es. Striktur
Telepon :- Uretra, Trombositopenia
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. HR. Soebrantas
2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nyeri diperut bagian bawah dekat kandung kemih, skala nyeri sekarang
3, nyeri terasa menusuk-nusuk. Pasien mengatakan tidak bisa buang air kecil sejak kemaren,
buang air kecil hanya sedikit urin yang keluar dan perut bagian bawah terasa nyeri. Warna
urin merah bercampur darah.
3. RIWAYAT PENYAKIT YANG DIDERITA SAAT INI
Pasien mengatakan tidak bisa BAK sejak kemaren dan terasa nyeri di perut bagian bawah.
Sekarang pasien terpasang cytoctomi situasional. Produksi urin warna kemerahan campur
darah 450 cc.
4. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit prostat, ada riwayat operasi BPH 2x,
terakhir tahun 2015 di Rumah Sakit Awal Bros Sudirman
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA (GENOGRAM)
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi dan DM serta tidak ada yang
menderita penyakit yang sama.
: Laki-laki : Pasien
: Perempuan : Tinggal Bersama
6. KEADAAN UMUM
Kesadaran/GCS: Compos Mentis : E = 4, V = 5, M = 6, GCS = 15
Tanda-tanda vital (Pukul: 07.00 WIB)
TD : 132/62 mmHg N : 64 X/menit
RR : 18 X/menit S : 36,0 ºc
BB/TB : 53 kg / 165 cm LILA : 26 cm
IMT : 53/(1,65) 2= 19,46
1. Terapi medikasi
Obat Dosis Kegunaan
Ciprofloxacin 2x0,1 gr Antibiotik
Vit. K 3 x 1amp Membantu proses pembekuan darah
Asam Tranexamat 3x1000 mg 2x1 tab Menghentikan perdarahan
Omeprazole 1x40 mg Menurunkan kadar asam lambung
Kalmethason 1amp pre prc Mengatasi alergi
Kalmetason 1 amp pre TC Mengatasi alergi
Lasix ½ amp pre TC Sebagai diuretic
Propoid supp 30 cc Melancarkan BAB
Berdasarkan kasus Tn. A mengalami retensi urin, Tn. A memiliki riwayat peyakit
benigna prostat hyperplasia (BPH) dan Tn.A memiliki riwayat operasi BPH, dalam kasus ini
salah satu penyebab retensi urin yang terjadi pada Tn A. adalah penyakit BPH (benigna prostat
hyperplasia), hal ini sesuai denga pendapat Grace dan Borley tahun 2007 mengatakan bahwa
penyebab retensi urin pada anak-anak adalah congenital, obat-obatan, pada usia muda adalah
pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria, dan usia lanjut benigna prostat
hyperplasia (BPH), striktur, tumor, karsinoma prostat dan pasca operasi. (Grace & Borley, 2007 )
Selain itu hal ini juga sesuai dengan pendapat Gleade pada tahun 2007 yang mengatakan
penyebab tersering retensi urin adalah hipertropi prostat jinak pada pria. Penyebab lain
diantaranya adaah infeksi saluran kemih (ISK), penyakit neurologis, atau keganasan prostat.
Penting untuk menentukan adakah gejala lain dari saluran kemih, adakah gagal ginjal, dan
apakah mungkin disebabkan oleh penyakit keganasan. Beberapa penyebab retensi urin adalah
sebagai berikut:
1) Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12
L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang
hebat.
2) Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3) Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih. (Gleadle J, 2007).
Berdasarkan teori menyebutkan bahwa tanda dan gejala pasien dengan retensi urin dapat
ditemui hal-hal berikut:
1) Retensi urin akut ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi
kandung kemih ringan.
2) Retensi kronis ditandai dengan gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria,
volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi yang nyata, inkontinesia urin (sering
berhubungan dengan ISK sekunder)
3) Diawali dengan urine mengalir lambat.
4) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
5) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
6) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc. (Grace & Borley, 2007)
Pada kasus Tn. A didapatkan tanda dan gejala yang sama berdasarkan teori, Tn. A
mengelukan nyeri di abdomen bagian bawah, dengan urin yang tidak bisa keluar, terdapat
distensi di abdomen bagian bawah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa retensi
urin dapat menyebabkan beberapa manisfesatsi seperti nyeri dibagian bledder, pancaran urin
sedikit, terjadi distesi abdomen.
Pada kasus Tn. Atelah dilakukan penatalkasanaan farmakologis dan norfarmakologis, pada
Tn. A telah dilakukan cystostomi dan pembedahan, hal ini semuai dengan pendapat George
Dewanto pada tahun 2009, yang menyebutkan bahwa penatalaksanaan retensi urin terbagi 2
yaitu farmakologi dan non farmakologi. Farmakologis: Obat antikoligenik (propantein,
oksibutamin, dan hiosiamin), musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin),
antidepresan tersiklik (imipramin), obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih
diindikasikan untuk retensi urin, obat untuk parasimtomimetik (betanekol), prostaglandin.
Nonfarmakologis: Sejumlah tindakan diperlukan untuk mencegah distensi kandung kemih yang
berlebihan dan mengatasi infeksi atau obstruksi, terapi fisik, mobilisasi dini disarankan untuk
mengurangi inkontinensia urin dan komplikasi lainnya seperti nyeri akibat tekanan, terapi
okupasi, aktivitas sehari-hari dan latihan merawat diri, maneuver crede adalah kompresi manual
kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan tonus kandung kemih yang berkurangatau
arefleksia serta resistensi saluran keluar yang rendah, pengaturan waktu berkemih dan
pembersihan kateter berkala.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan yang telah dilakukan kepada Tn. A
sesuai dengan teori yang ada, dan manifestasi yang muncul serta penatalaksanaan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan telah sesuai dengan pendapat teori pendapat ahli.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dapt disimpulkan bahwa Retensi urin didefinisikan sebagai
ketidakmampuan berkemih. Retensi urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada
keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang
membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih. Inkontinesia urin adalah
pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dan menetesnya urin dari uretra dengan keadaan
kandung kemih yang penuh. Dengan manifestasi Retensi urin akut ditandai dengan nyeri, sensasi
kandung kemih yang penuh dan distensi kandung kemih ringan. Retensi kronis ditandai dengan
gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria, volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi
yang nyata, inkontinesia urin (sering berhubungan dengan ISK sekunder), diawali dengan urine
mengalir lambat, kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien dan terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan retensi urin adalah farmakologi
dan nonfamakologi. Farmakologi seperti Obat antikoligenik (propantein, oksibutamin, dan
hiosiamin), musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin), antidepresan
tersiklik (imipramin), obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih diindikasikan
untuk retensi urin, prostaglandin. Dan norfamakologi seperti maneuver crede adalah kompresi
manual kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan tonus kandung kemih yang
berkurangatau arefleksia serta resistensi saluran keluar yang rendah, pengaturan waktu berkemih
dan pembersihan kateter berkala.
5.2 Saran
1. Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini persepti dapat menambah pengetahuan
mengenai retensi urin
2. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan masukkan bagi pembaca dalah
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan retensi urin.
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Huda & Hardi kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Nanda, Nic, Noc
dalam Berbagai Kasus Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Publishing.
Amin, Huda & Hardi kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Nanda, Nic, Noc
dalam Berbagai Kasus Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction Publishing.
George, Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.
Grace & Borley. 2007. Al et Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.
Nuari,Nian Afrian. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Katalog Dalam Terbitan.
LEMBAR KONSULTASI
Ruang : IMC