Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penyakit gangguan perkemihan merupakan salah satu penyakit yang sering dijumpai di
masyarakat Indonesia. Penyakit gangguan perkemihan terdiri dari gangguan pada ginjal, ureter,
kandung kemih dan uretra. Gangguan pada perkemihan meliputi penyakit batu ginjal,
glomerulonefritis, batu ginjal, benigna prostat hyperplasia, retensi urine. (Nauri & Dian, 2017)
Jumlah penderita penyakit sistem perkemihan diperkirakan sebesar 13% pada laki-laki dewasa
dan 7% pada perempuan dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak
adalah decade ketiga sampai keempat. Penyakit ini menyerang sekitar 4% dari seluruh populasi,
dengan rasio pria dan wanita 4:1 dan penyakit ini disertai morbiditas yang besar karena rasa
nyeri (Tisher, 1997) dalam Nauri & Dian 2017.
Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita penyakit ini, sedangkan di seluruh dunia
rata-rata terdapar 1-2% penduduk yang menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan
tiga penyakit terbanyak dibidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran
prostat. Angka kejadian batu ginjal di Indonesia tahun 2002 erdasarkan data yang dikumpulkan
dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah sebesar 37.637 kasus baru, dengan jumlah
kunjungan sebesar 58.959 orang. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah sebesar 19.018
orang, dengan jumlah kematian adalah sebesar 378 orang (Davey, Patrick, 2005).
Pada penelitian di RS dr.Kariadi Menurut Muslim 2007 dalam Nauri & Dian tahun 2017
menyatakan jumlah penderita batu ginjal naik naik dari 32,8% (2003) menjadi 39,1% (2005)
dibanding seluruh kasus urologi dan sebagian besar batu saluran kemih bagian atas (batu ginjal
dan ureter). Prevelensi penyait ini diperkirakan sebesar 7% pada perempuan dewasa dan 13%
pada laki-laki dewasa. Empat dari lima pasien adalah laki-laki, sedangkan usia puncak adalah
decade ketiga sampai ke empat (Davey, Patrick. 2005). Di Indonesia sendiri, penyakit ginjal
yang paling sering ditemui adalah gagal ginjal dan nefrolitiasis. Dengan persentasi penyakit
gangguan perkemihan, rerata pasien mengalami retensi urin. (Nauri & Dian, 2017)
Jumlah pasien penyakit perkemihan yang cendrung meningkat memerlukan kemampuan
tenaga kesehatan terutama perawat untuk memberikan asuhan keperawatan yang efektif dan
professional. Hal ini menuntut perawat memperkaya informasi dan pengetahuan dengan mencari
kasus kasus pasien dengan gangguan sistem perkemihan. Dalam makalah ini penulis akan
membahas tentang asuhan keperawatan psien dengan retensi urin.
1.2. Tujuan
A. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan wawasan dan kemampuan tenaga kesehatan terutama perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan sistem perkemihan, serta
sebagai gambaran nyata dalam asuhan keperawatan pada klien retensio urine dan
inkontinensia urine.
B. Tujuan Khusus
1) Mengetahui dan memahami definisi retensi urin
2) Mengetahui dan memmahami Anatomi sistem perkemihan
3) Mengetahui dan memahami etiologi retensi urin
4) Mengetahui dan memahami manifestasi retensi urin
5) Mengetahui dan memahami patofisiologi retensi urin
6) Mengetahui dan memahami komplikasi retensi urin
7) Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang retensi urin
8) Mengetahui dan memahami penatalaksanaan retensi urin
9) Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada psien dengan retensi urin

1.3. Manfaat
1) Bagi persepti
Persepti mampu mengaplikasikan pengalaman, pemahaman tentang bagaimana
mengelola dan mencapai tujuan asuhan keperawatan berkualitas pada situasi yang nyata.
2) Bagi Rumah Sakit Awal Bros Pekanbaru
Dapat menjadikan para karyawan lebih kompeten dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien, yang dapat meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Definisi
Retensi urin didefinisikan sebagai ketidakmampuan berkemih. Retensi urin akut adalah
ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urin
kronis adalah keadaan kandung kemih yang membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa
kesulitan berkemih. Inkontinesia urin adalah pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dan
menetesnya urin dari uretra dengan keadaan kandung kemih yang penuh. (Grace & Borley,
2007) Retensi urin adalah ketidakmampuan untuk melakukan urinasi meskipun terdapat
keinginan atau dorongan terhadap hal tersebut. (Davey, Patrick. 2005). Dapat disimpulkan
Retensi urin adalah sutau keadaan penumpukan urine di kandung kemih dan tidak punya
kemampuan untuk mengosongkannya secara sempurna.

2.2. Anatomi Fisiologi


Saluran perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra. Ginjal merupakan
organ yang berbentuk seperti kacang dan terletak di kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan
sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hati katup terletak di
kosta ke-12, sedangkan ginjal kiri terletak setinggi kosta ke-11. Berat Ginjal + 125 gram.
Ureter merupakan saluran yang menghubungkan ginjal dengan vesika urinaria, panjang
ureter 10 – 12 inci, berfungsi sebagai penyalur urine ke vesika urinaria. Kandung kemih adalah
suatu organ yang berongga yang terletak di sebelah anterior tepat di belakang os pubis, yang
tersusun dari otot polos, yang berkontraksi dan berfungsi sebagai tempat penampungan urine
sementara dan menyalurkan urine ke uretra. Uretra merupakan saluran kecil yang dapat
mengembang dan berjalan dari kandung kemih keluar tubuh. Panjang uretra pada wanita 1,5 inci
dan pada pria 8 inci.
Fungsi- fungsi utama dari ginjal adalah :
a. Ultra filtrasi : Menyaring darah dan bahan-bahan yang terlarut serta membuang cairan yang
sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh.
b. Pengendalian cairan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
c. Keseimbangan asam basa : Mempertahankan derajat asam dan basa dengan mensekresi ion H
dan pembentukan Bicarbonat sebagai Buffer. Mengatur tekanan darah dengan
mengendalikan volume sirkulasi dan sekresi urine. Mengatur metabolisme dengan
mengaktifkan vitamin D yang diatur oleh kalsium fosfat ginjal.
d. Memproduksi eritrosit : eritropoetin yang disekresikan oleh ginjal dan merangsang sumsum
tulang agar membuat sel-sel eritrosit.
e. Ekskresi produk sisa : Membuang langsung produk metabolisme yang terdapat pada filtrasi
glomerulus.
(George, Dewanto, dkk, 2009)

2.3Pembentukan Urine
Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal, yang merupakan awal pembentuk urine.
Ginjal ini tersusun + 1 juta nefron yang terdiri dari sebuah glomerulus dan sebuah tubulus.
Dinding kapiler glomerulus tersusun oleh sel-sel endotel dan membran basalis, Glomerulus
membentang dan membentuk tubulus yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
1. Tubulus proximal :
Dalam keadaan normal, + 20 % dari plasma melewati glomerulus akan disaring ke dalam
nefron dengan jumlah 80 liter per hari yang terdiri dari filtrat yaitu : air, elektrolit dan molekul
kecil lainnya masuk ke dalam tubulus proximal di proses hingga 60 % dan filtrat tersebut di
serap kembali ke dalam darah, kecuali glukosa 100 % di serap yang disebut dengan “Reabsorbsi
Obligat” (mutlak).
Ansa Henle
Cairan dari tubulus proximal masuk ke Ansa henle. Ketika cairan turun ke ansa henle
desenden, ada transportasi aktif ureum yang menyebabkan kepekatan meningkat, ketika naik
lewat ansa henle asenden ada transportasi aktif H2O (dikeluarkan)
2. Tubulus Distal
Di dalam tubulus ini terjadi 3 proses yaitu :
1) Reabsorbsi air oleh Anti Diuretik Hormon
Bila tubuh kekurangan air maka otak akan membuat banyak anti diuretic hormon
sehingga penyerapan di distal banyak juga dan urine menjadi sedikit. Begitu sebaliknya
bila air berlebih jumlah anti diuretik hormon sedikit dan filtrat dapat lolos yang akhirnya
jadi urine banyak.
2) Bekerjanya anti diuretik hormon
Anti diuretik hormon dapat juga dikeluarkan oleh korteks anak ginjal untuk melakukan
transportasi aktif yaitu mengeluarkan kalsium dan menarik natrium.
3) Sekresi zat-zat sisa metabolime dan zat racun tubuh.
a. Ductus Kolligentes
Merupakan tubulus penampung setelah tubulus distal. Di sini masih terjadi proses
reabsorbsi air oleh anti diuretik hormon. Bila cairan sudah melewati ductus kolligentes
maka disebut dengan “urine” yang dilanjutkan ke kalix minor menuju kalix mayor dan
melewati pelvis ginjal mengalirkan urine ke ureter menuju ke vesika urinaria dengan
gerakan peristaltik yang membuka sfingter ureter, kemudian urine masuk ke dalam vesika
urinaria, sebagai tempat penampungan sementara.
b. Vesika Urinaria
Suatu kantong berotot yang disebut musculus Detrusor, yang terisi sedikit demi sedikit
urine, mulai dari volume 0 – 100 cc, tekanan kandung kemih sedikit bertambah. Dari
volume 100 – 400 cc tekanan kandung kemih tidak berubah, karena Musculus Detrusor
mengembang mengikuti jumlah air kemih lewat 400 cc ke atas tekanan meningkat dan
meregangkan Musculus Detrusor.
c. Regangan ini mengirim impuls afferent ke medula spinalis lumbal dan sacral dengan
susunan saraf pusat. Dari lumbal sacral keluar impuls efferent ke Musculus Detrusor
(mengerut). Merangsang pembukaan sfingter urethra internal untuk membuka sehingga
timbul keinginan untuk BAK, dengan mengalirkan urine keluar tubuh melalui sfingter
urethra eksterna.
d. Komposisi Urine
Urine yang normal biasanya berwarna jernih sampai dengan kuning muda, tidak terdapat
glukosa, eritrosit, leukosit dan trombosit serta protein. Bau sedikit pesing, urine terdiri
dari :
1) Air
2) Elektrolit
3) Zat asam sisa metabolisme
(Nuari,Nian Afrian, 2017)

2.4. Etiologi
Penyebab retensi urin pada anak-anak adalah congenital, obat-obatan, pada usia muda
adalah pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria, dan usia lanjut benigna prostat
hyperplasia (BPH), striktur, tumor, karsinoma prostat dan pasca operasi. (Grace & Borley, 2007)
Penyebab tersering retensi urin adalah hipertropi prostat jinak pada pria. Penyebab lain
diantaranya adaah infeksi saluran kemih (ISK), penyakit neurologis, atau keganasan prostat.
Penting untuk menentukan adakah gejala lain dari saluran kemih, adakah gagal ginjal, dan
apakah mungkin disebabkan oleh penyakit keganasan. Beberapa penyebab retensi urin adalah
sebagai berikut:
1) Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12
L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang
hebat.
2) Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3) Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih.
(Gleadle J, 2007)

2.5. Manifestasi Klinis


1) Retensi urin akut ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi
kandung kemih ringan.
2) Retensi kronis ditandai dengan gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria,
volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi yang nyata, inkontinesia urin (sering
berhubungan dengan ISK sekunder)
3) Diawali dengan urine mengalir lambat.
4) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
5) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
6) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
7) Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc.
(Grace & Borley, 2007 )
2.6. Patofisiologi
Pada retensio urine, penderita tidak dapat miksi, buli-buli penuh disertai rasa sakit yang
hebat di daerah suprapubik dan hasrat ingin miksi yang hebat disertai mengejan. Retensio urine
dapat terjadi menurut lokasi, factor obat dan factor lainnya seperti ansietas, kelainan patologi
urethra, trauma dan lain sebagainya. Berdasarkan lokasi bisa dibagi menjadi supra vesikal berupa
kerusakan pusat miksi di medulla spinalsi menyebabkan kerusaan simpatis dan parasimpatis
sebagian atau seluruhnya sehingga tidak terjadi koneksi dengan otot detrusor yang
mengakibatkan tidak adanya atau menurunnya relaksasi otot spinkter internal, vesikal berupa
kelemahan otot detrusor karena lama teregang, intravesikal berupa hipertrofi prostate, tumor atau
kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil menyebabkan obstruksi urethra sehingga urine sisa
meningkat dan terjadi dilatasi bladder kemudian distensi abdomen.
Factor obat dapat mempengaruhi proses BAK, menurunkan tekanan darah, menurunkan
filtrasi glumerolus sehingga menyebabkan produksi urine menurun. Factor lain berupa
kecemasan, kelainan patologi urethra, trauma dan lain sebagainya yang dapat meningkatkan tensi
otot perut, peri anal, spinkter anal eksterna tidak dapat relaksasi dengan baik. Dari semua factor
di atas menyebabkan urine mengalir labat kemudian terjadi poliuria karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien. Selanjutnya terjadi distensi bladder dan distensi abdomen sehingga
memerlukan tindakan, salah satunya berupa kateterisasi uretra (Nuari,Nian Afrian. 2017).
Pathway

Supravesikal Vesikal Intravesikal


(batu kandung kemih) (Obstruksi kandung kemih)

Kerusakkan
medulla spinalis
TH12-L1,
kerusakkan saraf
simpatis dan
parasimpatis Otot destrusor Penyumbatan/
melemah penyempitan uretra

Neuropati (otot
tidak mau
berkontraksi)

Distensi
kandung kemih

RETENSI
URIN

Pre operasi
Post operasi

Gangguan Kurang
eliminasi urin pengetahuan Nyeri akut Luka Perdarahan

Nyeri cemas Resiko Kekurangan


infeksi volume cairan

2.7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada retensi urin adalah perdarahan post operasi dan
ekstravasasi urin. Jika tidak diatasi akan menyebabkan refluks vesika uretral, terjadi dilatasi
pada uretar (Hydro ureter) yang menyebabkan palvio kaliks ginjal (Hydronefrotik) dan
terjadi kerusakan pada ginjal yang akan menyebabkan gagal ginjal. (George Dewanto, et all,
2009)
2.8. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada retensio urine adalah sebagai
berikut:
· Pemeriksaan specimen urine.
· Pengambilan: steril, random, midstream
· Penagmbilan umum: pH, BJ, Kultur, Protein, Glukosa, Hb, KEton, Nitrit.
· Sistoskopy, IVP. (intervensi bedah)
(George dewanto, 2009)

H. Penatalaksanaan
1. Farmakologis
· Obat antikoligenik (propantein, oksibutamin, dan hiosiamin)
· Musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin)
· Antidepresan tersiklik (imipramin)
· Obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih diindikasikan untuk retensi urin
· Obat untuk parasimtomimetik (betanekol)
· Prostaglandin
2. Nonfarmakologis
· Sejumlah tindakan diperlukan untuk mencegah distensi kandung kemih yang berlebihan dan
mengatasi infeksi atau obstruksi.
· Terapi fisik, mobilisasi dini disarankan untuk mengurangi inkontinensia urin dan komplikasi
lainnya seperti nyeri akibat tekanan.
· Terapi okupasi, aktivitas sehari-hari dan latihan merawat diri
· Maneuver crede adalah kompresi manual kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan
tonus kandung kemih yang berkurangatau arefleksia serta resistensi saluran keluar yang
rendah
· Pengaturan waktu berkemih
· Pembersihan kateter berkala
(George Dewanto, dkk : 2009)
BAB III
GAMBARAN KASUS

Nama Persepti : Dola Ulti Sari Tanggal praktik : 12 April 2018


NIK : 1804045 Ruangan : IMC

Tanggal Pengkajian : 12 April 2018 Jam : 06 : 20 WIB


Tanggal Masuk : 12 April 2018 NO.MR : 35.92.51

1. INFORMASI UMUM
Nama Lengkap : Tn. A D Hari Rawat : ke 1
Usia : 72 tahun 8 bulan Tanggal Lahir : 24- 07- 1945
Jensi Kelamin : Laki-laki Dari/ Rujukan : RS Rokan Hulu
Agama : Islam Penanggung Jawab Biaya : BPJS
Suku : Melayu Diagnosa Medik : Retensi urine es. Striktur
Telepon :- Uretra, Trombositopenia
Pendidikan : SMA
Alamat : Jl. HR. Soebrantas

2. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nyeri diperut bagian bawah dekat kandung kemih, skala nyeri sekarang
3, nyeri terasa menusuk-nusuk. Pasien mengatakan tidak bisa buang air kecil sejak kemaren,
buang air kecil hanya sedikit urin yang keluar dan perut bagian bawah terasa nyeri. Warna
urin merah bercampur darah.
3. RIWAYAT PENYAKIT YANG DIDERITA SAAT INI
Pasien mengatakan tidak bisa BAK sejak kemaren dan terasa nyeri di perut bagian bawah.
Sekarang pasien terpasang cytoctomi situasional. Produksi urin warna kemerahan campur
darah  450 cc.
4. RIWAYAT KESEHATAN SEBELUMNYA
Pasien mengatakan pernah mengalami penyakit prostat, ada riwayat operasi BPH 2x,
terakhir tahun 2015 di Rumah Sakit Awal Bros Sudirman
5. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA (GENOGRAM)
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit jantung, hipertensi dan DM serta tidak ada yang
menderita penyakit yang sama.

: Laki-laki : Pasien
: Perempuan : Tinggal Bersama

6. KEADAAN UMUM
Kesadaran/GCS: Compos Mentis : E = 4, V = 5, M = 6, GCS = 15
Tanda-tanda vital (Pukul: 07.00 WIB)
TD : 132/62 mmHg N : 64 X/menit
RR : 18 X/menit S : 36,0 ºc
BB/TB : 53 kg / 165 cm LILA : 26 cm
IMT : 53/(1,65) 2= 19,46

7. PENGKAJIAN HEAD TO TOE


1. Kepala
a. Rambut & kulit kepala:
Warna rambut hitam dan banyak uban, tekstur lembut, rambut halus dan pendek,
kondisi kepala bersih. Tidak terdapat nodul/massa dikulit kepala, bentuk kepala bulat,
ukuran normal, tulang (prontal/dahlia, periental/ubun-ubun, temporal,
oksipital/belakang tidak terdapat massa dan wajah Tn. A simetris.
b. Mata
Distribusi alis dan bulu mata tipis merata, kondisi tulang orbital normal, mata kiri dan
kanan simetris tidak strabismus, palpebra simetris, kornea nrmal, pupil normal,
mengecil terhadap reflek cahaya, pupil kiri dan kanan isokor dengan ukuran 2 mm,
konjungtiva anemis, sclera normal tidak ikterik, pergerakan bola mata normal, tidak
ada, ditemukan nyeri pada setiap bagian mata, tetapi nyeri disekitar mata karena ada
luka bakar, kelenjar lakrimal-kantus mata normal, lapang pandang dan ketajaman
pandang Tn. A normal, Tn. A mengatakan kadang memakai kacamata untuk
membaca buku.
c. Telinga
Tidak terdapat massa, tidak terdapat nyeri ditelinga, tidak ada nyeri saat ditekan pada
aurikula tulang mastoid, tidak terdapat serumen pada membrane timpani, tidak
ditemukan tanda-tanda infeksi, kemampuan mendengar normal. Tidak menggunakan
alat bantu dengar. Tidak ditemukan benda asing.
d. Hidung
Hidung tampak normal, warna kuning langsat simetris. Tidak terdapat cuping hidung
ataupun massa. Kondisi hidung dan kartilago hidung normal, lubang hidung kiri dan
kanan paten. Tidak ditemukan adanya sinus, dan tidak terdapat pengeluaran secret.
Terpasang oksigen 3l/menit, tidak terpasang NGT, tidak ada perdaraham, daya
penciuman normal.
e. Mulut
Mulut simetris, warna bibir pucat. Mulut dan lidah normal,membrane mukosa kering,
gigitidak lengkap. Pergerakkan lidah normal, orofaring dan tonsil normal, tidak ada
lesi di dalam mulut, tidak ada masa, ada reflek gag.
2. Leher
Kondisi leher normal, otot leher dan kelenjar tiroid normal, tidak ditemukan adanya
nyeri, trakea simetris, pada arteri karotis tidak ditemukan masalah arteri karotis teraba,
tidak terdapat kaku kuduk, dan massa. Tn. A tidak terpasang trakeostomi.
3. Dada
a. Paru-paru
Inspeksi : Bentuk dada simetris kiri dan kanan, tidak terdapat otot ,bantu pernafasan,
terdapat retraksi interkosta (pengembangan paru normal). Warna kulit normal.
Palpasi : Pengembangan dada kanan dan kiri sama, tractil fremitus kiri dan kanan
pada punggung frekuensi getaran sama. Ekspansi dada 1 cm. Tidak ada nyeri, tidak
ada krepitasi, tidak ada masa dan tidak ada nodul.
Auskultasi : Semua lapang paru vasekuler (aliran udara tanpa hambatan).
b. Jantung
Inspeksi: Dada tampak simetris, ictus cordis tidak terlihat pada ics kelima.
Palpasi: Saat dipalpasi tidak terasa nyeri dan tidak terjadi pembengkakkan/massa.
Perkusi: Saat diperkusi dari ics ke2- ics ke 5 tidak terdapat pembesaran jantung, suara
jantung saat diperkusi dulnes.
Auskultasi: S1 dan s2 (lubdub) tidak terdapat suara tambahan.
4. Payudara dan Aksila
Payudara kiri dan kanan simetris, warna kuning langsat (normal), tidak terdapat
kemerahan dan discharge, nodus limfatikus aksila normal, tidak teraba. Tidak terdapat
edema, pembengkakkan, massa dan nyeri.
5. Tangan
Tangan kiri dan kanan simetris, bentuk dan ukuran tangan normal, crt 2 detik, rentang
gerak sendi normal, kekuatan otot normal 5555, nadi simetris dan normal, suhu akral
hangat, tidak ditemukan nodul atau massa. Tidak ditemukan edema, deformitas, fraktur,
krepitasi, terdapat luka bakar derajat 2 kiri dan kanan, terpasang infus tangan kiri NaCl
0,9% dan RL. dan tidak terdapat clubbing finger.
6. Abdomen
Inspeksi: pada abdomen kuadran bawah terdapat cytostomi situasional, luka insisi
terbalut perban, warna kulit normal.
Palpasi : ada nyeri tekan dan nyeri lepas di area kandung kemih.
Perkusi : lambung : timpani, liver : dulnes
Auskultasi : pristaltik usus normal 8x permenit.
7. Genitalia dan Perkemihan
Tn. A mengatakan bak tidak bisa keluar, warna urin berwarnah erah, terdapat
pendarahan, menggunakan cytostomi situasional dengan urin 450 cc, terdapat nyeri.
8. Rektum dan Anus
Anus bersih, kondisi kulit disekitar anus baik. terdapat lebam dibokong, tidak ada nodul,
massa, hemoroid, perdarahan.Selama di rumah sakit belum ada BAB.
9. Kaki
Kaki tampak simetris, bentuk dan ukuran kaki normal dengan warna kulit normal kuning
langsat, Akral hangat, kekuatan otot 5555, nadi teraba kiri dan kanan, tidak ada edema,
luka terasa hangat, tidak terdapat massa, tidak terdapat fraktur, krepitasi, malforasi,
nodus-massa.
10. Punggung
Kulit punggung terdapat lebam, pergerakkan punggung baik, normocest, tidak ada
dekubitus, ada nyeri di bagian luka bakar.

8. POLA ISTIRAHAT DAN TIDUR


Pasien bisa tidur dimalam hari, tetapi kadang terbangun karna nyeri di perut bagian bawah,
pasien tidur +7 jam

9. POLA AKTIFITAS HARIAN (ADL)


aktifitas Tn. A dipenuhi oleh perawat, Tn A duduk dan berbaring ditempat tidur

10. CAIRAN NUTRISI ELIMINASI


1. Itake oral/ enteral
a. Makanan biasa: 3 kali/hari kadang habis 1 porsi
b. Minum : 300 ml/hari
c. Parenteral : 500 ml/shift
Tn. A makan tiga kali sehari, pasien mampu menghabiskan 1 porsi, pasien minum 300
ml selama 24 jam
2. Eliminasi
a. Urin : 1100/hari
b. BAB : - kali/ shift.
3. Balance cairan
a. Cairan masuk : 1196 ml
b. Cairan keluar : 1100
c. Iwl : 132,5
d. Balan cairan : - 36,5
e. Urin/jam : 3,4 cc/kgbb/j
11. PSIKO-SOSIAL-SPIRITUAL
Pasien menerima keadaan sakit, pasien berharap cepat sembuh, selama dirawat dirumah
sakit, pasien tetap bisa melakukan ibadah (sholat).
12. PENGKAJIAN REFLEKS DAN SARAF KRANIAL
1. Refleks
a. Biseps : ada
b. Triseps : ada
c. Brakioradialis : ada
d. Patella : ada
e. Achiles : ada
f. Babinski : ada
2. Saraf Kranial
a. Olfaktorius: normal, dapat menerima rangsangan dari hidung, mengetahui sensasi bau
b. Optikus : penglihatan normal,
c. Okulomotor: lapang pandang, pergerakan alis mata normal.
d. Troklear : sensori, pergerakan otot mata normal.
e. Trigeminus : sensasi pada wajah da pergerakan rahang normal
f. Abdosen : abduksi mata normal
g. Fasial : wajah dapat berekspresi
h. Vestibulooklear : sistem pendengaran normal
i. Glosofaringeus : dapat membedakan rasa (pengecapan)
j. Vagus : reflex muntah baik
k. Aksesorius : kepala dapat bergerak bebas
l. Hipoglosus : pergerakan lidah normal.

13. HASIL PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


Pemeriksaan Hasil Nilai normal
12 April 2018 (04:36 wib)
Leukosit 11,60 10-3 /ul 4.500-11.000/ul
Hemoglobin 12.7 g/dl 13-18 g/dl
12 April 2018 (11:28 wib)
Hemoglobin 10,9 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 10,06 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 33,4 % 41-53
Trombosit 13 10-3 /ul 150-500
12 April 2018 (22:38 wib)
Hemoglobin 9,3 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 9,14 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 28,5 % 41-53
-3
Trombosit 52 10 /ul 150-500
14 april 2018 (00.31 wib)
Hemoglobin 10,2 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 15,13 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 30,3 % 41-53
Trombosit 79 10-3 /ul 150-500
14 April 2018 (13:22 wib)
Hemoglobin 9,9 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 30, 27 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 29,5 % 41-53
-3
Trombosit 93 10 /ul 150-500
15 April 2018 12:23 wib)
Hemoglobin 9,3 g/dl 13- 18 gr/dl
-3
Leukosit 17,15 10 /ul 4,4-11
Hematokrit 27,9 % 41-53
Trombosit 79 10-3 /ul 150-500
16 April 2018 (00.29 wib)
Hemoglobin 9,1 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 13,82 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 27,6 % 41-53
Trombosit 124 10-3 /ul 150-500
17 April 2018 (23:58 wib)
Hemoglobin 9,9 g/dl 13- 18 gr/dl
Leukosit 16,40 10-3 /ul 4,4-11
Hematokrit 29,8 % 41-53
Trombosit 25 10-3 /ul 150-500
Pemeriksaan Radiologi
RO Thorak: cor: membesar kekiri, aortic knob prominent
Pulmo: tak tampak infiltrate. Kedua sinus costophremic tajam
Kesan : Cardiomegali

1. Terapi medikasi
Obat Dosis Kegunaan
Ciprofloxacin 2x0,1 gr Antibiotik
Vit. K 3 x 1amp Membantu proses pembekuan darah
Asam Tranexamat 3x1000 mg 2x1 tab Menghentikan perdarahan
Omeprazole 1x40 mg Menurunkan kadar asam lambung
Kalmethason 1amp pre prc Mengatasi alergi
Kalmetason 1 amp pre TC Mengatasi alergi
Lasix ½ amp pre TC Sebagai diuretic
Propoid supp 30 cc Melancarkan BAB

Pekanbaru, 20 Mei 2018


Persepti

(Dola Ulti Sari)


Data Bagan Etiologi Masalah
Keperawatan
Ds : Retensi urin Nyeri akut
 pasien mengatakan nyeri di ↓
perut bagian bawah, nyeri terasa Urin tidak bisa keluar
menusuk-nusuk ↓
Do : Tekanan intravesika urinaria
 Pasien terkadang terlihat meningkat
meringis

 Skala nyeri: 3
nyeri
 Tampak terpasang cystostomi
situasional
 Pasien tampak memegang area
nyeri
TD: 130/80 mmHg
N: 86 x/menit
RR: 18 x/menit
S: 36.8 0C

Ds : Trombositopenia Ganggruan perfusi


 Pasien mengatakan badan terasa ↓ jaringan perifer
lemah Trombosit ↓, Hb ↓, Ht ↓
Do : ↓
 Pasien tampak pucat Gangguan perfusi jaringan perifer
 Mukosa mulut kering
 Konjungtiva anemis
 Tampak produksi urin berwarna
merah bercampur darah 450 cc
 Ada lebam dipunggung kiri,
tangan kanan,bokong, dan lutut
kanan
 Trombosit 15.000
 Hb 12,7gr/dl
Ds : Supravesikal, vesikal, intravesikal Gangguan eliminasi
 Pasien mengatakan urin tidak urin dikandung kemih (retensi urin)
bisa keluar, kalau keluar hanya ↓
sedikit. Dan terasa nyeri jika Haluaran urin sedikit
keluar ↓
Do :
Penumpukkan urin dikandung
 Tampak produksi urin berwarna
kemih
merah bercampur darah 450 cc

 Pasien terpasang cistoctomy
situasional
Gangguan eliminasi
 Tampak banyak stosel dan
bekuan darah di bledder.

Ds : Ketidakmampuan mengosongkan Resiko infeksi pre


 pasien mengatakan nyeri di urin dikandung kemih operasi
abdomen bagian bawah, nyeri ↓
terasa menusuk-nusuk Haluaran urin sedikit
Do : ↓
 Skala nyeri: 3 Penumpukkan urin dikandung
 Pasien tampak meringis kemih
 Tampak terpasang cystostomi 2 ↓
buah
Tindakan pemasangan cystostomi
 Urin merah bercampur darah

Resiko infeksi
Ds : Retensi urin Nyeri akut post
 pasien mengatakan sedikit nyeri ↓ operasi
dibagian operasi, nyeri di perut Pembedahan / insisi
bagian bawah sudah tidak ada ↓
lagi. Luka insisi
Do :

 Skala nyeri: 1
Nyeri akut
 Pasien post operasi evakuasi
clot
 Pasien tampak memegang area
nyeri
TD: 130/80 mmHg
N: 86 x/menit
RR: 18 x/menit
S: 36.8 0C

Ds : Post operasi Gangguan perfusi


 Pasien mengatakan badan terasa ↓ jaringan perifer
lemah Perdarahan
Do : ↓
 Konjungtiva anemis Gangguan perfusi jaringan perifer
 Trombosit 15.000
 Hb 9,9 gr/dl
 Ht 29,8%
 Trombosit 25.000

Ds : Tindakan pembedahan Resiko infeksi post


 pasien mengatakan sedikit nyeri ↓ operasi
di bagianoperasi, tapi nyeri Luka insisi
diperut bagian bawah sudah ↓
tidak ada lagi, urin sudah bisa Port de entry kuman, bakteri
keluar

Do :
Resiko infeksi
 Skala nyeri: 1
 Pasien post operasi evakuasi
clot
Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi urin(retensi urin)
3. Gangguan perfusi jaringan perifer
4. Resiko infeksi
Post operasi
1. Nyeri akut
2. Gangguan perfusi jaringan perifer
3. Resiko infeksi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. A Nama Persepti : Dola Ulti Sari
Ruang : IMC NIK : 1804045
No. MR : 359251
NO DIAGNOSA NOC NIC
1 NYERI AKUT Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama MANAJEMEN NYERI
Definisi : sensori yang tidak ...... x24 jam pasien dapat mengontrol nyeri Definisi : mengurangi nyeri dan menurunkan tingkat nyeri yang
menyenangkan dan pengalaman emosional dengan indikator: dirasakan pasien.
yang muncul secara actual atau potensial,  Mengenali faktor penyebab Intervensi :
kerusakan jaringan atau menggambarkan  Mengenali onset (lamanya sakit)  lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,
adanya kerusakan..  Menggunakan metode pencegahan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
Batasan karakteristik :  Menggunakan metode nonanalgetik untuk  observasi reaksi non verbal dari ketidaknyamanan
 Laporan secara verbal atau non verbal mengurangi nyeri  gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui
 Fakta dan observasi  Menggunakan analgetik sesuai kebutuhan pengalaman nyeri pasien
 Gerakan melindungi  Mencari bantuan tenaga kesehatan  kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi pengalaman
 Tingkah laku berhati-hati  Melaporkan gejala pada tenaga kesehatan nyeri masa lampau evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan
 Gangguan tidur (mata sayu, tampak  Menggunakan sumber-sumber yang tersedia lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
capek, sulit atau gerakan kacau,  Mengenali gejala-gejala nyeri  bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan
menyeringai)  Mencatat pengalaman nyeri sebelumnya dukungan
 Tingkah laku distraksi (jalan-j alan,  Melaporkan nyeri sudah terkontrol  kontrol lingkungan yang dapat mempe ngaruhi nyeri seperti suhu
menemui orang lain, aktivitas berulang- ruangan, pencahayaan dan kebisingan
ulang) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama  kurangi faktor presipitasi
 Respon autonom (diaphoresis, ...... x24 jam pasien dapat mengetahui tingkatan  pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non
perubahan tekanan darah, perubahan nyeri dengan indikator: farmakologi dan inter personal)
pola nafas, nadi dan dilatasi pupil)  melaporkan adanya nyeri  kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
 Tingkah laku ekspresif (gelisah, marah,  luas bagian tubuh yang terpengaruh  ajarkan tentang teknik non farmakologi
menangis, merintih, waspada, napas  frekuensi nyeri  berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
panjang, iritabel)  panjangnya episode nyeri  evaluasi keefektifan kontrol nyeri
 Berfokus pada diri sendiri  tingkatkan istirahat
 pernyataan nyeri
 Muka topeng  kolaborasikan dengan dokter jika keluhan dan tindakan nyeri
 ekspresi nyeri pada wajah
 Fokus menyempit (penurunan persepsi  posisi tubuh protektif tidak berhasil
pada waktu, kerusakan proses berfikir, ANALGETIC ADMINISTRATION
 kurangnya istirahat
penurunan interaksi dengan orang dan Definisi : penggunaan agen farmakologi untuk
 ketegangan otot
lingkungan) menghentikan atau mengurangi nyeri
 perubahan pada frekuensi pernafasan
 Perubahan nafsu makan dan minum Intervensi :
 perubahan nadi
tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
Faktor yang berhubungan :  perubahan tekanan darah
derajat nyeri sebelum pemberian obat
Agen injury (fisik, biologis, psikologis)  perubahan ukuran pupil cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis
 keringat berlebih dan frekuensi
 kehilangan selera makan cek riwayat alergi
pilih analgetik yang diperlukan atau kombinasi
dari analgetik ketika pemberian lebih dari satu
tentukan pilihan analgetik tergantung tipe dan
beratnya nyeri
tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan
dosis optimal
pilih rute pemberian secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri secara teratur
monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgetik pertama kali
berikan analgetik tepat waktu terutama saat
nyeri hebat
evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala
(efek samping)
2 GANGGUAN ELIMINASI URIN  Urinary elimination URINAY RETENTION CARE
 Urinasy contiunence  lakukan pengkajian eliminasi yang komprehensif berfokus pada
Definisi: Disfungsi pada eliminasi urine
Kriteria hasil: inkontinensia (ex; output urin, pola berkemih, fungsi kognitif, dan
Batasan karakteristik :  Kandung kemih kosong secara penuh masalah kencing praeksisten)
Disuria  Tidak ada residu urine >100-200 cc  Memantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik atau
Sering berkemih  Intake cairan dalam rentang normal property alpha agonis.
Inkontinensia  Bebas dari ISK  Memonitor eek dari obat-obatan yang diresepkan
Nokturi retensi  Tidak ada spasme bledder  Merangsang reflek kandung kemih
Faktor yang berhubungan:  Sediakan waktu yang cukup untuk pengosongan kandung kemih
 Balance cairan seimbang
Obstruksi anatomic  Memantau masuukan dan keluaran cairan
Penyebab multiple
 Meerapkan kateterisasi merujuk ke spesialis kontinensia kemih
Gangguan sensorik motorik
 kolaborai
Infeksi saluran kemih
3 PERFUSI JARINGAN TIDAK EFEKTIF: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama PERAWATAN SIRKULASI
PERIFER .......x24 jam tidak ada gangguan pada status Kaji secara komprehensif sirkukasi perifer (nadi
Definisi : penurunan pemberian oksigen sirkulasi psien dengan indikator: perifer, edema, kapillary refill, warna dan
dalam kegagalan memberi makan Tekanan darah sistolik dbn temperatur ekstremitas)
jaringan pada tingkat kapiler. Tekanan darah diastolik dbn Evaluasi nadi perifer dan edema
Batasan karakteristik : Kekuatan nadi dbn Inpseksi kulit adanya luka
Perifer : Rata-rata tekanan darah dbn Kaji tingkat nyeri
Edema Nadi dbn Elevasi anggota badan 20 derajat atau lebih
Tanda hofman positif Tekanan vena sentral dbn tinggi dari jantung untuk meningkatkan venous
Perubahan karakteristik kulit Tidak ada bunyi hipo jantung abnormal return
(rambut, kuku, kelembaban) Tidak ada angina Ubah posisi pasien minimal setiap 2 jam sekali
Denyut nadi lemah atau tidak AGD dbn Monitor status cairan masuk dan keluar
ada Kesimbangan intake dan output 24 jam Gunakan therapeutic bed
Diskolorisasi kulit Perfusi jaringan perifer Dorong latihan ROM selama bedrest
Perubahan suhu kulit Kekuatan pulsasi perifer Dorong pasien latihan sesuai kemanpuan
Perubahan sensasi Tidak ada pelebaran vena Jaga keadekuatan hidrasi untuk mencegah
Kebiru-biruan Tidak ada distensi vena jugularis peningkatan viskositas darah
Perubahan tekanan darah di Tidak ada edema perifer Kolaborasi pemberian antiplatelet atau
ekstremitas Tidak ada asites antikoagulan
Terlambat sembuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Monitor laboratorium Hb, Hmt
Pulsasi arterial kurang .......x24 jam tidak ada gangguan pada perfusi MONITOR TANDA VITAL
Warna kulit pucat, warna tidak jaringan perifer pasien dengan indikator: Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan RR
kembali pada penurunan kaki Pengisian kapiler Monitor jumlah dan irama jantung
Faktor yang berhubungan: Warna kulit normal Monitor bunyi jantung
Hipovolemi Kekuatan fungsi otot Monitor suhu, warna dan kelembaban kulit
Hipervolemi Kekuatan kulit MANAJEMEN CAIRAN
Aliran arteri terputus Suhu kulit hangat Catat intake dan output cairan
Exchange problems Tidak ada nyeri ekstremitas Monitor status hidrasi
Aliran vena terputus Monitor tanda-tanda vital
Hipoventilasi Monitor status nutrisi
Kerusahan transport oksgen
melalui alveoler atau membran
kapiler
Tidak sebanding antara ventilasi dengan
aliran darah
Keracunan enzim
Perubahan ikatan O2 dengan Hb
Penurunan konsentasi Hb dalam
darah
6 KERUSAKA
2 RESIKO INFEKSI Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama KONTROL INFEKSI
Definisi : peningkatan resiko masuknya .....x24 jam status kekebalan pasien meningkat Definisi: meminimalkan mendapatkan infeksi dan
orgaanisme patogen. dengan indilaktor: transmisi agen infeksi
Faktor resiko : tidak didapatkan infeksi berulang Intervensi :
prosedur infasif tidak didapatkan tumor Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien
ketidakcukupan pengetahuan untuk status rspirasi sesuai yang diharapkan Lain
menghindari paparan patogen temperatur badan sesuai yang Pertahankan teknik isolasi
trauma diharapkan Batasi pengunjung bila perlu
kerusakan jaringan dan integritas kulit Instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan
peningkatan paparan lingkungan integritas mukosa saat berkunjung dan setelah berkunjung
ruptur membran amnion tidak didapatkan fatigue kronis Gunakan sabun anti mikroba untuk cuci tangan
agen farmasi reaksi skintes sesuai paparan Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
malnutrisi WBC absolut dbn keperawatan
peningkatan paparan lingkungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Gunakan universal precaution dan gunakan
patogen .....x24 jam psien mengetahui cara cara sarung tangan selma kontak dengan kulit yang
imunosupresi mengontrol infeksi dengan indikator: tidak utuh
ketidakadekuatan imun buatan Mendeskripsikan proses penularan Tingkatkan intake nutrisi dan cairan
tidak adekuat pertahanan sekunder penyakit Berikan terapi antibiotik bila perlu
(penurunan Hb, leukopenia, Mendeskripsikan faktor yang Observasi dan laporkan tanda dan gejal infeksi
penekanan respon inflamasi) mempengaruhi terhadap proses seperti kemerahan, panas, nyeri, tumor
tidak adekuat pertahanan tubuh penularan penyakit Kaji temperatur tiap 4 jam
primer (kulit tidak utuh, trauma Mendeskripsikan tindakan yang dapat Catat dan laporkan hasil laboratorium, WBC
jaringan, penurunan kerja silia, dialkukan untuk pencegahan proses Gunakan strategi untuk mencegah infeksi
cairan tubuh statis, perubahan penularan penyakit nosokomial
sekresi PH, perubahan per istaltik) Mendeskripsikan tanda dan gejala Istirahat yang adekuat
penyakit kronis infeksi Kaji warna kulit, turgor dan tekstur, cuci kulit
Mendeskripsikan penatalaksanaan yang dengan hati-hati
tepat untuk infeksi Ganti IV line sesuai aturan yang berlaku
Pastikan perawatan aseptik pada IV line
Pastikan teknik perawatan luka yang tepat
Berikan antibiotik sesuai autran
Ajari pasien dan keluarga tanda dan gejal
infeksi dan kalau terjadi melaporkan pada
perawat
Ajarkan pasien dan anggota keluarga bagaimana
mencegah infeksi
PROTEKSI INFEKSI
Definisi : pencegahan dan deteksi dini pada pasien yang beresiko
Intervensi :
Monitor tanda dan gejala infeksi
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung
Saring pengunjung terhadap penyakit menular
(Amin, Huda & Hardi kusuma. 2016)
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama pasien : Tn. A
Diagnosa medis : Retensi urine es. Striktur Uretra, Trombositopenia
Ruang rawat : IMC
Tanggal/Jam No.dx SOAP Evaluasi TTD
12/04/2018 S : Pasien mengatakan sakit diperut 13.00
06.20 bagian bawah. BAK tidak bisa Skala nyeri 3, Hb: 10,9gr/dl, trombosit
keluar,nyeri skala 3 13.000, produksi urin warna merah
O : Pasien dengan riwayat BPH, bercampur darah
urine tidak keluar, terpasang
cyctostomi situasional, produksi
urin campur darah. Produksi
urin 450 cc, trombosit 15.000,
ada lebam di tangan kanan,
dipunggung kiri, lebam
dibokong dan lutut kanan.
A : Nyeri akut
Gangguan perfusi jaringan
perifer
P: Skala nyeri 0, trombosit ≥
100.000.
Dengan intervensi keperawatan
1. Ukur ttv
2. Kaji nyeri
3. Ajarkan teknik nafas dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola transfusi darah
(trombosit) dan bantu ADL
7. Kolaborasi (Kalnex 3x100
mg IV, siapkan trombosit 10
kantong, transfuse TC + FFP)
12/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri diperut 20.00
14.00 berkurang setelah dipasang
cystostomi, skala nyeri 2. Urine merah darah, ada stocell kecil-kecil
O : Pasien tampak tenang, saat di spoling, nyeri timbul saat BAK
konjungtiva anemis, terpasang tidak bisa keluar, skala nyeri 3
cytostomy, urine bercampur
darah, HB terakhir 10,9 gr/dl,
trombosit 13.000.
A : Gangguan perfusi jaringan
perifer
Nyeri akut
P: HB> 10gr/dl, Trombosit >15.000,
bebas nyeri skala 0
Dengan intervensi keperawatan:
1. Ukur TTV (keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola pemberian analgetik
7. Kelola transfusi darah (trombosit)
dan bantu ADL
8. Kolaborasi (spoling, aspirasi
cytostomi. Urin + blood+ stollcell
350 cc) Tranfusi Aferesis 1
kantong
12/04/2018 Lapor hasil labor ke Dr. Yani via 17.00
17.00 Ns.Elinda dan konirmasi tentang Advist dr. yani FFP 2 kantong tidak acc
FFP, minor incompatible, darah diberikan, urus ulang dengan sample baru
tidak dapat diberikan. (FFP 2
kantong minor incompatible)
12/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri diperut
21.00 berkurang setelah dipasang
cystostomi, skala nyeri 2.
O : Pasien tampak tenang,
konjungtiva anemis, terpasang
cytostomy, urine bercampur
darah, HB terakhir 10,9 gr/dl,
trombosit 13.000.
A : Gangguan perfusi jaringan
perifer
Nyeri akut
P : HB> 10gr/dl, Trombosit
>15.000, bebas nyeri skala 0
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola pemberian analgetik
7. Kelola transfusi darah (trombosit)
dan bantu ADL
23.00
Kolaborasi (spoling dengan cairan
Ns 80cc, urin mengalir kemerahan,
Hb 9,3 gr/dl, Leukosit 9140,
Trombosit 52.000. Tranfusi PRC 1
kantong
13/04/2018 Menghubungi dr, yani lapor darah 06.00
04.30 PRC minor incompatible DT Nyeri dibagian perut bawah masih ada,
positif, darah donor masih dapat skala 3, HB 9,3 gr/dl. Trombosit 52.000
ditolerir untuk diberikan dalam
bentuk PRC.
Advice: premed kalmethason 1
amp IV
13/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri diperut 13.00
07.00 bgian bawah bila ingin bak, Skala nyeri 1, Hb 9,3 gr/dl
skala nyeri 2.
O : Pasien tampak meringis,
konjungtiva anemis, akral
dingin, terpasang cytostomy
hari ke 2, urine bercampur
darah, HB terakhir 9,3 gr/dl,
trombosit 52.000. dispoling
karena bekuan darah dan stocell
A : Gangguan perfusi jaringan
perifer
Nyeri akut
P : HB> 10gr/dl, Trombosit
>15.000, bebas nyeri skala 0
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola pemberian analgetik
7. Kelola transfusi darah PRC dan
bantu ADL
23.00
Kolaborasi (spoling, urin 300cc,
persiiapan TC 10 kantong)
13/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri diperut 20.00
14.00 bgian skala 1, urin lancar keluar Post tranfusi FFP 2 kantong, utiine merah,
dari cytostomi urin masih adacloth, nyeri skala 3 saat urin
tidak lancar.
O : Pasien tampak tenang,
konjungtiva sub anemis,
konjungtiva anemis, akral
dingin, terpasang cytostomy
(IV cath 18) hari ke 2, urine
bercampur darah 500cc, HB
terakhir 9,3 gr/dl, trombosit
52.000. dispoling karena
bekuan darah dan stocell.
A : Gangguan perfusi jaringan
perifer
Gangguan eliminasi
Nyeri akut
P : HB> 10gr/dl, Trombosit>15.000,
urin dapat keluar tampa hambatan di
cytostomi, bebas nyeri skala 0
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola pemberian analgetik
7. Kelola transfusi
20.00
Kolaborasi (spoling, urin 200cc
berwarna merah), cek DPL+
PT/APTT. TC/5/10 kantong
13/04/2018 S : Pasien mengatakan saat ini tidak 14/04/2018
21.00 ada keluhan 07.00
O : Terpasang cytostomy 2 buah di Skala nyeri 1, Hb 10,2 gr/dl
abdomen, urine bercampur
darah, HB terakhir 9,3 gr/dl,
trombosit 52.000. post transfuse
PRC 1 kantong, TC 10
Kantong.
A : Gangguan perfusi jaringan
perifer
Nyeri akut
P : HB> 10gr/dl, Trombosit
>15.000, bebas nyeri skala 0,
produksi urin tidak hematuri lagi.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Kelola pemberian analgetik
7. Cek DPL
14/04/2018 Menghubungi dr. yani lapor hasil Advice: Transfusi TC 10kantong premed
00.30 lab DPL, PT, APTT. Darah TC kalmethason 1 amp IV, TC yang sudah
minor incompatible. DCT positif, diurus tidak setuju diberikan.
darah donor masih dapat ditolerir
untuk diberikan dalam bentuk
packed red cell.
14/04/2018 Menghubungi dr. Ilham laor hasil Advice: tidak ada terapi, setuju transfuse
00.45 lab. Advice dr. yani transfuse TC TC 10 kantong
10 kantong
14/04/2018 S : Pasien mengatakan mual dan 14/04/2018
07.00 nyeri diperut bagian bawah 13.00
skala 1 GCS: E4M6V5, skala nyeri berkurang 0,
O : Terpasang cytostomy 2 buah di Hb 10,2 gr/dl. Trombosit 79.000.
abdomen, urine bercampur
darah, HB terakhir 10,2 gr/dl,
trombosit 79.000. port tranfusi
TC 5 kantong.
A : Nyeri akut
Gangguan perfusi perifer
P : Hb tidak turun, Trombosit
>100.000, bebas nyeri skala 0
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Pantau produksi urin
4. Pantau perdarahan
5. Bantu ADL
6. Kolaborasi
14/04/2018 Meghubungi dr. yani lapor hasil Advice: tranfusi 5 kantong lagi dengan
13.25 DPL Hb 9,9 g/dl. Leukosit 30,270, premedikasi kalmethason 1 ampIV
Ht 29,5, Trombosit 93.000
14/04/2018 Meghubungi dr. yani lapor hasil Advice: tranfusi TC 10 kantong,
13.30 DPL Hb 9,9 g/dl. Leukosit 30,270, Ciprofloxacin 2x0,4 gr drip
Ht 29,5, Trombosit 93.000
14/04/2018 S : Pasien mengatakan sakit diperut 14/04/2018
14.00 bagian bawah skala 1 20.10
O : Terpasang cytostomy 2 buah di Skala nyeri 1, Hb 9,9 gr/dl. Konjungtiva
tidak anemis, luka cytostomi tidak ada
abdomen, urine bercampur
rembesan, urin berwarna merah
darah 20cc, HB terakhir 9,9
gr/dl, trombosit 93.000.
Leukosit 30,270
A : Nyeri akut
Gangguan perfusi perifer
Resikoinfeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus,
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
8. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
3. Pantau produksi urin
4. Pantau perdarahan
5. Bantu ADL
6. Lakukan hand hygiene
7. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi
14/04/2018 Menghubungi dr. yani lapor hasil Advice: ambil crosmatch ulang, acc
18.58 darah minor incompatible PCT ciprofloxacin 2x0,4 gr
positif darah donor tidak dapat
diberikan konfirmasi ciprofloxacin
naik dosis 2x0,4 gr dari dokter
ilham.
14/04/2018 Menghubungi dr. ilham lapor darah Advice : acc crosmatch ulang
20.10 minor incompatible PCT positif
dari dr. yani crosmate ulang.
14/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri perut 15/04/2018
21.00 tidak ada, jika tidak bisa BAK 24.00
O : Pasien tenang, konjungtiva tidak Nyeri skala 1, urine merah darah, Hb
terakkhir 9,9 gr/dl, konjungtiva tidak
anemis Hb 9,9 gr/dl. Trombosit
anemis, infeksi tidak terjadi
93.000, Leukosit 30,270,
terpasang cytostomi H-3, iv
cath 14 , produksi urin 200cc,
warna merah pekat, urin
berampur darah.
A : Nyeri akut
Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
9. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
3. Pantau produksi urin
4. Pantau perdarahan
5. Bantu ADL
6. Tingkatkan kewaspadaan
universal precaution
7. Kolaborasi
14/05/2018 Menghubungi dr. yani, Advice: Cek DPL ulang
24.00 menginformasikan darah minor
incompatible DCTpositif darah
donor tidak dapat diberikan
15/04/2018 S : Pasien mengatakan badan lemas, 15/04/2018
07.00 nyeri tidak ada 13.00
O : Terpasang cytostomy 2 buah di Hb 9,3 gr/dl, leukosit 17.150, trombosit
79.000, urin berwarna merah
abdomen, urine bercampur
darah 20cc, Hb terakhir 9,9
gr/dl, trombosit 93.000.
Leukosit 30,270
A : Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus, urin jernih
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi
15/04/2018 S : Pasien mengatakan sakit diperut 20.00
14.00 hilag timbul, mual sudah tidak Hb 9,3 gr/dl, trombosit 73.000, post TC
ada Aperesis 1 kantong, tidak ada tanda-
tandainfeksi
O : Terpasang cytostomy 2 buah di
abdomen, Hb 9,3 gr/dl,
trombosit 73.000, hematuria
A : Gangguan perfusi perifer
Resikoinfeksi
P : Hb ≥ 10gr/dl, cytostomi tidak
ada pus. Nyeri 0 tidak berulang
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi (TC Aperesis 1kantong)
15/04/2018 S : Pasien mengatakan urin mulai 16/04/2018
21.00 lancar 06.00
O : Pasien tenang, konjungtiva tidak Hb 9,1 gr/dl, trombosit 124.000, urin
keluar dengan abocat 14, leukosit 13,820,
anemis, Terpasang cytostomy 2
tidak terjadi infeksi
buah di abdomen, urine
bercampur darah.
A : Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Hb ≥ 10gr/dl, cytostomi tidak
ada pus, tidak ada tanda-tanda
infeksi
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptic
9. Kolaborasi (cek DPL)
16/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri diperut 16/04/2018
07.00 bagian bawah hilang timbul, 13.00
skala nyeri 2 HB 9,1 gr/dl, trombosit 121.000, produksi
urin hematuri, infeksi tidak meluas
O : Terpasang cytostomy 2 buah di
abdomen, urine bercampur
darah, Hb terakhir 9,1 gr/dl,
trombosit 124.000.
A : Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus, tidak ada
tanda-tanda infeksi
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi
16/03/2018 S : Pasien mengatakan badan masih 20.00
14.00 lemas Hb 9,1 gr/dl, urin bercampur darah, infeksi
O : GCS E4M6V5, Terpasang tidak terjadi
cytostomy 2 buah di abdomen,
urine bercampur darah, HB
terakhir 9,1 gr/dl, trombosit
124.000.
A : Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi
16/04/2018 S : Pasien mengatakan ada batuk 21.00
sesekali Urin bercampur dara, suhu 360c, Hb 9,1
O : Terpasang cytostomy 2 buah di gr/dl
abdomen hari ke 5, urine
bercampur darah, tidak aada
rembesan di cytostomi, Hb
terakhir 9,1 gr/dl, trombosit
124.000.
A : Gangguan perfusi perifer
Gangguan eliminasi urin
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi
17/04/2018 S : Pasien mengatakan tidak ada 13.00
08.00 keluhan Hb 9,1 gr/dl, urin bercampur darah, infeksi
O : GCS E4M6V5, Terpasang tidak terjadi
cytostomy 2 buah di abdomen,
urine bercampur darah, leukosit
13,82
A : Gangguan perfusi perifer
Gangguan eliminasi
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
cytostomi tidak ada pus, tidak ada
tanda-tanda infeksi.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptik
Kolaborasi (operaasi citoscopy)
17/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri di area
21.00 operasi
O : pasien post op citoscopy hari 0,
terpasang irigasi 60-80 tts/I,
cairan keluar berwarna merah,
Hb 9,1 gr/dl, leukosit 13,82.
A : Nyeri akut
Gangguan perfusi perifer
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, Hb ≥ 10gr/dl,
tidak ada tanda-tanda infeksi., urin
jernih dan lacar.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum,
GCS)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Pantau perdarahan
6. Bantu ADL
7. Lakukan hand hygiene
8. Pertahankan tindakan aseptic
9. Keola pemberian antipiremi
Kolaborasi
18/04/2018 S : balance cairan pasien jam 00.00 Ada, loding RL 500cc dalam 3 jam
00.30 – 1187,5
B : Pasien post citoscopy, terpasang
irigasi 60-80 tetes/menit.
A : Retensi urin
P : Apakah perlu tambahan cairan.
Konfirmasi dr. Arlentina.
18/04/2018 S : Pasien mengatakan nyeri di area 13.00
operasi skala 2 Nyeri skala 3, infeksi tidak terjadi
O : pasien post op citoscopy hari 1,
terpasang irigasi 60-80 tts/I,
luka post tertutup kaksa,
rembesan ada.
A : Nyeri akut
Resiko infeksi
P : Skala nyeri 0, tidak ada tanda-
tanda infeksi., urin jernih dan lacar.
Dengan intervensi keperawatan:
1. Pantau TTV (Keadaan umum)
2. Kaji nyeri
3. Bimbing melakukan tarik nafas
dalam
4. Pantau produksi urin
5. Bantu ADL
6. Lakukan hand hygiene
7. Pertahankan tindakan aseptic
Kolaborasi (ACC pindah ruang
biasa)
BAB IV
PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus Tn. A mengalami retensi urin, Tn. A memiliki riwayat peyakit
benigna prostat hyperplasia (BPH) dan Tn.A memiliki riwayat operasi BPH, dalam kasus ini
salah satu penyebab retensi urin yang terjadi pada Tn A. adalah penyakit BPH (benigna prostat
hyperplasia), hal ini sesuai denga pendapat Grace dan Borley tahun 2007 mengatakan bahwa
penyebab retensi urin pada anak-anak adalah congenital, obat-obatan, pada usia muda adalah
pasca operasi, obat-obatan, ISK akut, trauma, hematuria, dan usia lanjut benigna prostat
hyperplasia (BPH), striktur, tumor, karsinoma prostat dan pasca operasi. (Grace & Borley, 2007 )
Selain itu hal ini juga sesuai dengan pendapat Gleade pada tahun 2007 yang mengatakan
penyebab tersering retensi urin adalah hipertropi prostat jinak pada pria. Penyebab lain
diantaranya adaah infeksi saluran kemih (ISK), penyakit neurologis, atau keganasan prostat.
Penting untuk menentukan adakah gejala lain dari saluran kemih, adakah gagal ginjal, dan
apakah mungkin disebabkan oleh penyakit keganasan. Beberapa penyebab retensi urin adalah
sebagai berikut:
1) Supra vesikal berupa kerusakan pada pusat miksi di medulla spinallis S2 S4 setinggi T12
L1. Kerusakan saraf simpatis dan parasimpatis baik sebagian ataupun seluruhnya,
misalnya pada operasi miles dan mesenterasi pelvis, kelainan medulla spinalis, misalnya
miningokel, tabes doraslis, atau spasmus sfinkter yang ditandai dengan rasa sakit yang
hebat.
2) Vesikal berupa kelemahan otot detrusor karena lama teregang, atoni pada pasien DM atau
penyakit neurologist, divertikel yang besar.
3) Intravesikal berupa pembesaran prostate, kekakuan leher vesika, striktur, batu kecil,
tumor pada leher vesika, atau fimosis. Dapat disebabkan oleh kecemasan, pembesaran
porstat, kelainan patologi urethra (infeksi, tumor, kalkulus), trauma, disfungsi neurogenik
kandung kemih. (Gleadle J, 2007).
Berdasarkan teori menyebutkan bahwa tanda dan gejala pasien dengan retensi urin dapat
ditemui hal-hal berikut:
1) Retensi urin akut ditandai dengan nyeri, sensasi kandung kemih yang penuh dan distensi
kandung kemih ringan.
2) Retensi kronis ditandai dengan gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria,
volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi yang nyata, inkontinesia urin (sering
berhubungan dengan ISK sekunder)
3) Diawali dengan urine mengalir lambat.
4) Kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien.
5) Terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
6) Terasa ada tekanan, kadang terasa nyeri dan merasa ingin BAK.
Pada retensi berat bisa mencapai 2000 -3000 cc. (Grace & Borley, 2007)
Pada kasus Tn. A didapatkan tanda dan gejala yang sama berdasarkan teori, Tn. A
mengelukan nyeri di abdomen bagian bawah, dengan urin yang tidak bisa keluar, terdapat
distensi di abdomen bagian bawah. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa retensi
urin dapat menyebabkan beberapa manisfesatsi seperti nyeri dibagian bledder, pancaran urin
sedikit, terjadi distesi abdomen.
Pada kasus Tn. Atelah dilakukan penatalkasanaan farmakologis dan norfarmakologis, pada
Tn. A telah dilakukan cystostomi dan pembedahan, hal ini semuai dengan pendapat George
Dewanto pada tahun 2009, yang menyebutkan bahwa penatalaksanaan retensi urin terbagi 2
yaitu farmakologi dan non farmakologi. Farmakologis: Obat antikoligenik (propantein,
oksibutamin, dan hiosiamin), musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin),
antidepresan tersiklik (imipramin), obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih
diindikasikan untuk retensi urin, obat untuk parasimtomimetik (betanekol), prostaglandin.
Nonfarmakologis: Sejumlah tindakan diperlukan untuk mencegah distensi kandung kemih yang
berlebihan dan mengatasi infeksi atau obstruksi, terapi fisik, mobilisasi dini disarankan untuk
mengurangi inkontinensia urin dan komplikasi lainnya seperti nyeri akibat tekanan, terapi
okupasi, aktivitas sehari-hari dan latihan merawat diri, maneuver crede adalah kompresi manual
kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan tonus kandung kemih yang berkurangatau
arefleksia serta resistensi saluran keluar yang rendah, pengaturan waktu berkemih dan
pembersihan kateter berkala.
Berdasarkan hal diatas dapat disimpulkan bahwa tindakan yang telah dilakukan kepada Tn. A
sesuai dengan teori yang ada, dan manifestasi yang muncul serta penatalaksanaan asuhan
keperawatan yang telah dilakukan telah sesuai dengan pendapat teori pendapat ahli.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dapt disimpulkan bahwa Retensi urin didefinisikan sebagai
ketidakmampuan berkemih. Retensi urin akut adalah ketidakmampuan berkemih tiba-tiba pada
keadaan kandung kemih yang nyeri. Retensi urin kronis adalah keadaan kandung kemih yang
membesar, penuh, tidak nyeri dengan atau tanpa kesulitan berkemih. Inkontinesia urin adalah
pengeluaran urin yang tidak dapat dikontrol dan menetesnya urin dari uretra dengan keadaan
kandung kemih yang penuh. Dengan manifestasi Retensi urin akut ditandai dengan nyeri, sensasi
kandung kemih yang penuh dan distensi kandung kemih ringan. Retensi kronis ditandai dengan
gejala-gejala iritasi kandung kemih (frekuensi, disuria, volume sedikit), atau tanpa nyeri, distensi
yang nyata, inkontinesia urin (sering berhubungan dengan ISK sekunder), diawali dengan urine
mengalir lambat, kemudian terjadi poliuria yang makin lama menjadi parah karena pengosongan
kandung kemih tidak efisien dan terjadi distensi abdomen akibat dilatasi kandung kemih.
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan retensi urin adalah farmakologi
dan nonfamakologi. Farmakologi seperti Obat antikoligenik (propantein, oksibutamin, dan
hiosiamin), musculotropic relaxants (oksibutinin, flavoksat, dan disiklomin), antidepresan
tersiklik (imipramin), obat untuk meningkatkan pengosongan kandung kemih diindikasikan
untuk retensi urin, prostaglandin. Dan norfamakologi seperti maneuver crede adalah kompresi
manual kandung kemih yang dilakukan pada pasien dengan tonus kandung kemih yang
berkurangatau arefleksia serta resistensi saluran keluar yang rendah, pengaturan waktu berkemih
dan pembersihan kateter berkala.

5.2 Saran
1. Diharapkan dengan adanya pembuatan makalah ini persepti dapat menambah pengetahuan
mengenai retensi urin
2. Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi bahan masukkan bagi pembaca dalah
pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan retensi urin.
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Huda & Hardi kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Nanda, Nic, Noc
dalam Berbagai Kasus Jilid 1. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Amin, Huda & Hardi kusuma. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan Nanda, Nic, Noc
dalam Berbagai Kasus Jilid 2. Jogjakarta: Mediaction Publishing.

Davey, Patrick. 2005. At a Glace Medicine. Jakarta : Erlangga.

George, Dewanto, et al. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata laksana Penyakit Saraf.
Jakarta: EGC.

Grace & Borley. 2007. Al et Glance Ilmu Bedah Edisi Ketiga. Jakarta: Erlangga.

Gleadle, J. 2005. Al a Glace Anamnesis Dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Nuari,Nian Afrian. 2017. Gangguan Pada Sistem Perkemihan & Penatalaksanaan Keperawatan.
Yogyakarta: Katalog Dalam Terbitan.
LEMBAR KONSULTASI

Nama : Dola ulti sari

Ruang : IMC

No Topik Konsultasi Tanda Tangan

Anda mungkin juga menyukai