Anda di halaman 1dari 9

Makalah

Kegawatdaruratan tentang retensi urine

Kelpmpok 4:

Ayattulloh M. (2014.02.005)

Dita Ayu (2014.02.011)


(2014.02.011)

Hakim Tanjung P (2014.02.018)


(2014.02.018)

Khori D. (2014.02.027)
(2014.02.027)

Komang Desi K. (2014.02.028)

Wira Puspita (2014.02.041)

Anis Syahro W. (2014.02.088)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI
BANYUWANGI
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sehat adalah suatu keadaan yang masih termasuk dalam variasi normal
dalam standar yang diterima untuk kriteria tertentu berdasarkan jenis kelamin,
kelompok penduduk dan wilayah (WHO, 1957). Dalam era globalisasi segala
upaya ditujukan untuk dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia.
Peningkatan kesehatan masyarakat harus dimulai dari peningkatan kesehatan
keluarga. Hal ini tidak mungkin dapat terwujud tanpa perbaikan dan
 peningkatan kesehatan masyarakat Indonesia,
Indonesia, maka dibutuhkan petugas
kesehatan yang memiliki keterampilan ketelitian dan kecakapan dalam
merawat klien dalam mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Dalam
kesempatan ini, penulis membahas tentang perawatan pasien dengan retensio
urine,karena pasien dengan retensio urine merupakan hal penting yang harus
ditangani dan dibutuhkan keterampilan, ketelitian serta kecakapan dalam
merespon keluhan-keluhan
keluhan-keluhan yang dialami oleh pasien.

1.2 Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui Asuhan Keperawatan Gawat darurat Pada pasien dengan
retensi urin
 b. Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami definisi dari penyakit Retensi
Urin
2. Mahasiswa mengetahui dan memahami etiologi dari penyakit Retensi
Urin
3. Mahasiswa mengetahui dan memahami tanda dan gejala dari penyakit
Retensi Urin
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami pathofisiologi dan pathways
dari penyakit Retensi Urin
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami stadium keparahan dari
 penyakit Retensi Urin
6. Mahasiswa mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari penyakit
Retensi Urin
7. Mahasiswa mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan
keperawatan gawat darurat dari penyakit Retensi Urin
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 Anatomi Fisiologi


Saluran perkemihan terdiri dari ginjal, ureter, vesika urinaria dan urethra.
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang dan terletak di kedua sisi
kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibanding ginjal kiri
karena tertekan ke bawah oleh hati katup terletak di kosta ke-12, sedangkan ginjal
kiri terletak setinggi kosta ke-11. Berat Ginjal + 125 gram.
Ureter merupakan saluran yang menghubungkan ginjal dengan vesika
urinaria, panjang ureter 10  –   12 inci, berfungsi sebagai penyalur urine ke vesika
urinaria. Kandung kemih adalah suatu organ yang berongga yang terletak di
sebelah anterior tepat di belakang os pubis, yang tersusun dari otot polos, yang
 berkontraksi dan berfungsi sebagai tempat penampungan urine sementara dan
menyalurkan urine ke uretra. Uretra merupakan saluran kecil yang dapat
mengembang dan berjalan dari kandung kemih keluar tubuh. Panjang uretra pada
wanita 1,5 inci dan pada pria 8 inci.
Fungsi- fungsi utama dari ginjal adalah :
1. Ultra filtrasi : Menyaring darah dan bahan-bahan yang terlarut
serta membuang cairan yang sudah tidak dibutuhkan oleh tubuh.
2. Pengendalian cairan : Mempertahankan keseimbangan cairan dan
elektrolit
3. Keseimbangan asam basa : Mempertahankan derajat asam dan basa
dengan mensekresi ion H dan pembentukan Bicarbonat sebagai Buffer.
4. Mengatur tekanan darah dengan mengendalikan volume sirkulasi
dan sekresi urine.
5. Mengatur metabolisme dengan mengaktifkan vitamin D yang
diatur oleh kalsium fosfat ginjal.
6. Memproduksi eritrosit : eritropoetin yang disekresikan oleh ginjal
dan merangsang sumsum tulang agar membuat sel-sel eritrosit.
7. Ekskresi produk sisa : Membuang langsung produk metabolisme
yang terdapat pada filtrasi glomerulus.
2.2 Pembentukan Urine
 Nefron merupakan unit fungsional dari ginjal, yang merupakan
awal pembentuk urine. Ginjal ini tersusun + 1 juta nefron yang terdiri dari
sebuah glomerulus dan sebuah tubulus. Dinding kapiler glomerulus
tersusun oleh sel-sel endotel dan membran basalis, Glomerulus
membentang dan membentuk tubulus yang terdiri atas 3 bagian yaitu :
1 Tubulus proximal :
Dalam keadaan normal, + 20 % dari plasma melewati
glomerulus akan disaring ke dalam nefron dengan jumlah 80 liter
 per hari yang terdiri dari filtrat yaitu : air, elektrolit dan molekul
kecil lainnya masuk ke dalam tubulus proximal di proses hingga
60 % dan filtrat tersebut di serap kembali ke dalam darah, kecuali
glukosa 100 % di serap yang disebut dengan “ Reabsorbsi Obligat ”
(mutlak).
2 Ansa Henle
Cairan dari tubulus proximal masuk ke Ansa henle. Ketika
cairan turun ke ansa henle desenden, ada transportasi aktif ureum
yang menyebabkan kepekatan meningkat, ketika naik lewat ansa
henle asenden ada transportasi aktif H 2O (dikeluarkan)
3 Tubulus Distal
Di dalam tubulus ini terjadi 3 proses yaitu :
1) Reabsorbsi air oleh Anti Diuretik Hormon
Bila tubuh kekurangan air maka otak akan membuat
 banyak anti diuretic hormon sehingga penyerapan di distal
 banyak juga dan urine menjadi sedikit. Begitu sebaliknya
 bila air berlebih jumlah anti diuretik hormon sedikit dan
filtrat dapat lolos yang akhirnya jadi urine banyak.
2) Bekerjanya anti diuretik hormon
Anti diuretik hormon dapat juga dikeluarkan oleh
korteks anak ginjal untuk melakukan transportasi aktif yaitu
mengeluarkan kalsium dan menarik natrium.
3) Sekresi zat-zat sisa metabolime dan zat racun tubuh.
Ductus Kolligentes merupakan tubulus penampung
setelah tubulus distal. Di sini masih terjadi proses
reabsorbsi air oleh anti diuretik hormon. Bila cairan sudah
melewati ductus kolligentes maka disebut dengan “urine”
yang dilanjutkan ke kalix minor menuju kalix mayor dan
melewati pelvis ginjal mengalirkan urine ke ureter menuju
ke vesika urinaria dengan gerakan peristaltik yang
membuka sfingter ureter, kemudian urine masuk ke dalam
vesika urinaria, sebagai tempat penampungan sementara.
4 Vesika Urinaria
Suatu kantong berotot yang disebut musculus Detrusor, yang terisi
sedikit demi sedikit urine, mulai dari volume 0  –  100 cc, tekanan kandung
kemih sedikit bertambah. Dari volume 100  –   400 cc tekanan kandung
kemih tidak berubah, karena Musculus Detrusor mengembang mengikuti
 jumlah air kemih lewat 400 cc ke atas tekanan meningkat dan
meregangkan Musculus Detrusor.
Regangan ini mengirim impuls afferent ke medula spinalis lumbal
dan sacral dengan susunan saraf pusat. Dari lumbal sacral keluar impuls
efferent ke Musculus Detrusor (mengerut). Merangsang pembukaan
sfingter urethra internal untuk membuka sehingga timbul keinginan untuk
BAK, dengan mengalirkan urine keluar tubuh melalui sfingter urethra
eksterna.
2.3 Komposisi Urine
Urine yang normal biasanya berwarna jernih sampai dengan
kuning muda, tidak terdapat glukosa, eritrosit, leukosit dan trombosit serta
 protein. Bau sedikit pesing, berat jenis 1010 –  1030.
Urine terdiri dari :
1. Air
2. Elektrolit
3. Zat asam sisa metabolism
BAB III
KONSEP DASAR

2.1. TINJAUAN TEORI


2.1.1. Definisi
Retensi urine adalah suatu keadaan dimana pasien tidak dapat kencing
total yang disertai dengan rasa tidak enak di abdomen dengan buli yang
teraba atau dapat diperkusi berisi urine lebih dari 150 ml. (Kalejaiye &
Speakmen, 2009)
Retensi urine adalah suatu keadaan penumpukan urine di kandung
kemih dan tidak mempunyai kemampuan untuk mengosongkan secara
sempurna. (Thomas et al, 2004).
Dari beberapa definisi diatas dapat kita simpulkan bahwa retensi urine
adalah suatu keadaan dimana seseorang individu tidak dapat berkemih secara
sempurna baik terjadi secara akut maupun kronis.
Retensi urine sering dialami oleh pria dengan usia tua yang berusia
lebih dari 60 tahun, sedangkan retensi urine pada wanita cenderung lebih
 jarang. (Kalejaiye & Speakmen, 2009) retensi urine pada wanita
menunjukkan dari 3 wanita akan mengalami retensi urine

2.1.2 Klasifikasi
Menurut Newman (2011), retensi urine diklasifikasikan menjadi :
1) Retensi Urine akut ( AUR )
Retensi urine yang terjadi tiba-tiba, ditandai perasaan ingin
 berkemih namun ada kemampuan untuk mengkosongkan kandung
kemih walaupun kandung kemih dalam keadaan penuh. Retensi urine
yang bersifat akut juga dapat ditandai dengan pancaran berkemih yang
kurang dan beberapa ada pasien yang mengeluh nyeri abdomen bawah
yang mungkin disebabkan akibat distensi kandung kemih.
Retensi urine yang bersifat akut ini sering dialami pada pasien post
 pembedahan yang dikenal dengan istilah POUR (Post Operation
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa retensio urine adalah
ketidakmampuan melakukan urinasi meskipun terdapat keinginan atau
dorongan terhadap hal tersebut atau tertahanya urine didalam kandung kemih.
Tindakan utama pada klien dengan retensio urine dalam keperawatan
gawat darurat adalah dengan melakukan pemasangan kateter.
DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.


 Arif. M dkk. (2000).  Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, jilid 2. Jakarta:
Media Aesculapius
 Sjamsuhidajat, R., & de Jong, W., 2005,  Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
 International,NANDA. 2010.  Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasfikasi
2009-2011. Alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar. Jakarta:
EGC
 International,NANDA. 2012.  Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasfikasi
2012-2014. Alih bahasa Made Sumarwati, Dwi Widiarti, Estu Tiar. Jakarta:
EGC
 Taylor,Cynthia M. 2010.  Diagnosis Keperawatan: dengan rencana asuhan
keperawatan. Alih bahasa:Eny Meiliya. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai