Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

BATU SALURAN KEMIH

BELLA ANDRIYANI

5020031015

PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS FALETEHAN SERANG
TAHUN 2020/2021
FORMAT LAPORAN PENDAHULUAN
PRAKTIK PROFESI NERS
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

1. Definisi Penyakit
Urolitiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk di
dalam traktus ketika konsentrsi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fospat,
dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi substansi
tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain
yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urine dan status cairan klien
(batu cenderung terjadi pada klien dehidrasi) (Brunner & Suddarth 2012).
Urolitiasis adalah Batu ginjal (kalkulus) bentuk deposit mineral, paling umum oksalat
Ca2+ dan fosfat Ca2+, namun asam urat dan kristal lain juga membentuk batu, meskipun
kalkulus ginjal dapat terbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, batu ini paling
sering ditemukan pada pelvis dan kalik ginjal. (Marilynn E,Doenges 2016).

2. Etiologi penyakit
Secara teoritis batu dapat terjadi atau terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada
tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin (statis urine), yaitu pada
sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis
uretro-panggul), divertikel, obstruksi intravesika kronik, seperti hipertrofi prostat benigna,
strikture, dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu. Penyebab lain yaitu gangguan metabolik, infeksi saluran
kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
Teori pembentukan batu ini termasuk teori komponen kristal dan teori komponen matriks
a. Komponen Kristal
Batu terutama terdiri dari komponen kristal yang tersusun oleh bahan-bahan
organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine. Tahapan pembentukan batu
yaitu: nukleasi, perkembangan, dan agregasi melibatkan komponen kristal.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut)
dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadi
prespitasi Kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk
inti batu atau nukleasi yang kemudian mengadakan agregasi dan menarik bahan-
bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya sudah
cukup besar, agregat Kristal masih rapuh dan belum cukup mampu untuk
membuntukan saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel
saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain
diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk
menyumbat saluran kemih. Pembentukan inti atau nukleasi mengawali proses
pembentukan batu dan mungkin dirangsang oleh berbagai zat termasuk matriks
protein, kristal, benda asing, dan partikel jaringan lainnya. Kristal dari satu tipe
dapat sebagai nidus atau nukleasi dari tipe lain. ini sering terlihat pada kristal
asam urat yang mengawali pembentukan batu kalsium oksalat
b. Komponen matriks dari batu saluran kemih adalah bahan non kristal, bervariasi
sesuai tipe batu, secara umum dengan kisaran 2-10% dari berat
batu.Komposisinya terutama terdiri dari protein, dengan sejumlah kecil hexose
,hexsosamine. Bagaimana peranan matriks dalam mengawali pembentukan batu
tidak diketahui secara pasti . mungkin matrix bertindak sebagai nidus untuk
aggregasi kristal atau sebagai lem untuk perekat komponen kristal kecil dan
dengan demikian menghalani turunnya melalui saluran kemih

3. Tanda dan gejala klinis


Batu pada ginjal adalah batu ginjal yang bercabang yang memenuhi pelvis renalis.
Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak batu, besarnya
batu, dan penyulit yang telah terjadi, seperti :
a. Nyeri pinggang
b. Nyeri tekan atau ketok pada daerah arkus kosta pada sisi ginjal yang terkena.
c. Gejala-gejala infeksi saluran kemih seperti nyeri pinggang, demam, dysuriad.
d. Hematuria

4. Pathway (patofisiologi)
Komponen matriks ini merupakan bahan non kristalisasi dan memiliki komposisi yang
terutama terdiri dari protein dengan mengandung sejumlah kecil hexose dan hexosamine
yang disebut matriks kalkulus. Matriks calculi ditemukan pada sebagian besar individu
dengan infeksi yang berkaitan dengan organisme yang menghasilkan urease (bakteri
pemecah urea), khususnya golongan Pretus. Boyce (1986) telah menegaskan bahwa
matriks calculi ini tersusun dari mucoid yang mengental dengan sangat sedikit komponen
Kristal. Komponen Matriks ini memiliki tekstur gelatinous (seperti gel) dan pada
gambaran radiologi komponen ini memberikan gambaran radiolusen, sehingga bila telah
terbentuk komponen ini pada pelvis renalis, maka komponen matrix yang memiliki
tekstur seperti gel ini dapat mengisi seluruh pelvis bahkan dapat masuk sampai ke kaliks
sehingga dapat memenuhi kaliks mulai dari pole atas hingga pole bawah. Komponen
matriks ini dapat menyediakan nidus untuk agregasi Kristal atau komponen ini akan
menjadi seperti lem sehingga komponen-komponen Kristal yang kecil dapat menempel
dan akhirnya dapat menyebabkan agregasi Kristal yang dapat terdiri dari asam urat atau
kalsium sehingga komponen tersebut mengeras dan membentuk batu yang memenuhi
kaliks. Suasana urin dapat menjadi basa, hal ini disebabkan oleh infeksi bakteri pemecah
urea contoh Proteus dll dimana bakteri tersebut menghasilkan enzim urease serta
membantu hidrolisis urea menjadi amoniak. Maka keadaan ini dapat memudahkan garam-
garam magnesium, amonium, fosfat, dan karbonat membentuk batu magnesium amonium
fosfat (MAP) sehingga komponen matrix yang telah memenuhi seluruh kaliks dalam
bentuk gel akan mengeras dan membentuk batu seperti gambar seekor tanduk rusa.
Walaupun batu tersebut telah mengisi seluruh kaliks namun batu ini tidak menyumbat
secara total dan tidak menutup seluruh Uretero Pelvico Junction. Batu tersebut mengisi
kaliks-kaliks minor sehingga urin masih dapat keluar melalui pinggir-pinggirnya
(tepinya). Inilah yang menyebabkan pasien dengan Staghorn Calculi biasanya tidak
memberikan gejala dan bahkan tidak memberikan gambaan hidronefrosis.

5. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium
Diperlukan untuk mencari kelainan pada saluran kencing yang dapat menunjang
adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan sebab
terjadinya batu, menemukan adanya bakteri uria atau piuria, Dapat ditemukan
leukosit pada urinalisis, bisa juga ditemukan hematuri pada pemeriksaan
mikroskopik urin, Ph urin menjadi alkali, dan pada pemeriksaan kultur urin dapat di
identitifikasi organisme atau bakteri yang memproduksi urea pada pasien dengan
staghorn calculi yang disebabkan oleh batu struvit. Pada pemeriksaan darah rutin
dapat ditemukan peningkatan leukosit jika di sertai dengan infeksi saluran kemih.
Untuk mengevaluasi fungsi ginjal kita dapat memeriksa ureum kreatinin, ini dapat
meningkat jika terjadi gangguan pada ginjal dimana fase lanjut dari batu staghorn ini
dapat menyebabkan hidronefrosis dan akhirnya terjadi gagal ginjal. Perlu juga
diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu
(antara lain kadar: kalsium, oksalat, fosfat, maupun urat dalam darah maupun di
dalam urin)
b. Radiologi
Pada pemeriksaan radiologi dapat ditemukan gambaran rediopak pada foto polos
abdomen (BNO) pada ginjal dan pada pemeriksaan Intra Venous Pyelografi (IVP)
dengan menggunakan kontras dapat ditemukan dilatasi dari pelvis renalis dan
dilatasi dari kaliks minor karena obstruksi dan penurunan kontras ke ureter hingga
buli-buli terganggu.
c. USG
Pemeriksaan USG dikerjakan apabila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan: alergi terhadap bahan kontras, faalginjal yang
menurun dimana ini dapat dilihat dari kadar serum kreatinin yang > 3 dan pada
wanita yang sedang hamil . penilaian USG dapat menilai adanya batu ginjal yang
ditunjukkan sebagai echoic shadow, dan hisronefrosis

6. Penatalaksanaan Medis
Pengangkatan seluruh batu merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme
penyebab, mengatasi obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang
menyertainya serta preservasi fungsi ginjal. Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal
(staghorn) adalah:
1) Simple Pyelolithotomy
Simple Pyelolithotomy merupakan sebuah tindakan operasi terbuka yang
biasanya dilakukan pada kasus-kasus batu ginjal. Metode Operasi ini dilakukan
pada batu staghorn yang belum terbentuk sepenuhnya atau dengan kata lain semi
staghorn yang terletak pada pelvis ektra renal.
2) Extended pyelolithotomy
Extended pyelolithotomy (Gil Vernet metode) adalah teknik yang dapat
digunakan untuk mengangkat batu ginjal yang kompleks pada pelvis renalis dan
yang telah meluas pada beberapa kaliks
3) Bivalve Neprolitotomy
Bivalve Nephrolithotomy digunakan untuk pasien dengan Staghorn Calculi
dimana bagian terbesar dari batu berada pada caliceal dan infundibular.
4) PCNL (Percutaneous Nephrolithotomy)
Merupakan cara untuk mengeluarkan batu yang berada dalam saluran ginjal
dengan cara memasukkan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada
kulit.
5) Kombinasi PCNL dan ESWL
Tindakan ini dilakukan dengan cara pasien terlebih dahulu diterapi dengan PCNL
debulking lalu kemudian diikuti dengan ESWL (Extracorporeal Shockwave
Lithotripsy) dimana sisa dari batu dipecah menjadi fragmen-fragmen kecil
sehingga mudah dikeluarkan melalui saluran kemih.

7. Komplikasi
Jika batu dibiarkan dapat menjadi sarang kuman yang dapat meimbulkan infeksi saluran
kemih, pylonetritis, yang akhirnya merusak ginjal, kemudian timbul gagal ginjal dengan
segala akibatnya yang jauh lebih parah.

8. Pengkajian Keperawatan Fokus


a. Wawancara
1) Identitas pasien
Mencakup identitas pasien seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, keadaan
sosial ekonomi, tempat tinggal
2) Riwayat Penyakit
a) Keluhan Utama
Frekuensi berkemih yang meningkat, urine yang masih menetes
setelahberkemih, merasa tidak puas setelah berkemih, penurunan
kekuatan, dan ukuran pencernaan urine, mengedan saat berkemih, tidak
dapat berkemih sama sekali, nyeri saat berkemih, hematuria, nyeri
pinggang
b) Riwatat Penyakit Sekarang
Pasien biasanya mengeluh nyeri saat berkemih , tidak dapat berkemih
sampai gangguan gastrointestinal seperti mual, muntah yang kemudian
pasien di rujuk ke rumah sakit
c) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah sebelumnya pasien menderita penyakit gout, ataupun
pernah mengalami tindakan operasi panggul sebelumnya, terutama bila
ada bahan sintesis yang ditanamkan
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Anggota keluarga penderita batu urine lebih banyak kemungkinan
menderita penyakit yang sama dibanding dengan keluarga bukan
penderita batu urine. kurang lebih 30% sampai 40% penderita batu
kalsium oksalat mempunyai riwayat keluarga yang positif menderita batu .
apakah terlibat faktor keturunan atau pengaruh lingkungan yang sama
belum diketahui

b. Pemeriksaan fisik fokus


Sistem Perkemihan
1) Persiapan
a) Menyapa pasien
b) Menjelaskan tujuan pengkajian
c) Mencuci tangan kering
d) Menggunakan handscoon
e) Perhatikan privasi
2) Pengkajian
a) Ukur TTV
b) Inspeksi umum : konjugtiva, ujung kuku, mukosa mulut, mukosa bibir,
kelembaban bibir
c) Ada pernafasan cuping hidung atau tidak
d) Cek peningkatan JVP
e) Insfeksi kulit adanya lesi atau tidak, tanda infeksi pruritus
f) Ukur CRT, Palpasi suhu akral
g) Inspeksi distensi kandung kemih
h) Inspeksi asites
i) Auskultasi bruit vaskular di area arteri renalis, arteri iliaka dan arteri femoralis
j) Ukur lingkar perut
k) Jika ada asites, lakukan pemeriksaan ballotement dan shifting
l) Palpasi ringan untuk mengetahui adanya nyeri tekan dan lepas
m) Palpasi kandung kemih
n) Melakukan palpasi dalam untuk ginjal normalnya tidak teraba
o) Perkudi abdomen, bladder, dullnes atau timpany
p) Inspeksi urine outout, warna, jumlah, discharge, hematuri
q) Area CVA, nyeri atau tidak
r) Kaji edema ektremitas

9. Pathway

Kelainan bawaan pada pelvikalis, gangguan metabolic, ISK, dehidrasi


BPH,Striktur, buli buli neurogenic

Terjadi pengendapan

Pembentukan Batu

Obstruksi Pembedahan

Penurunan reabsorbsi dan tekanan hidrostatik adanya luka insisi


Sekresi turbulen
Distensi pada ginjal
Gangguan fungsi inkontinuitas Jaringan kulit
ginjal
pelepasan mediator
perubahan status kesehatan kimia (bradikinin, pelepasan mediator kimia
serotonin, histamine) ( bradikinin, serotonin, histamine)

kurang terpajan informasi


NYERI
penurunan

DEFISIT produksi urine


PENGETAHUAN

GANGGUAN
ELIMINASI
URINE
10. Analisa Data

No Data Analisa Data & Patoflow Diagnosa


Keperawatan
1 DS : Batu saluran kemih Nyeri Akut
- Mengeluh nyeri
DO : pembedahan
- Tampak meringis
- Bersikap protektif (mis, adanya luka insisi
waspada, posisi
menghindari nyeri) inkontuinitas jaringan
- Gelisah
- Frekuensi nadi meningkat Nyeri Akut
- Sulit tidur
2 DS : Batu ginjal Gangguan
- Desakan berkemih (urgensi) eliminasi urine
- Urine menetes (driblling) obstruksi
- Sering buang air kecil
- Nokturia penurunan reabsorbsi dan
- Mengompol sekresi turbulen
- enuresis
DO : gangguan fungsi ginjal
- distensi kandung kemih
- berkemih tidak tuntas penurunan produksi urine
(hesitancy)
- volume residu urine banyak Gangguan eliminasi urine
3 DS : Batu ginjal Defisit
- menanyakan masalah yang Pengetahuan
di hadapi obstruksi
DO :
- menunjukkan perilaku tidak penurunan reabsorbsi dan
sesuai anjuran sekresi turbulen
- menunjukkan persepsi yang
keliru terhadap masalah gangguan fungsi ginjal
- menjalankan pemeriksaan
yang tidak tepat perubahan status kesehatan
- menunjukkan perilaku
berlebihan (mis, apatis, kurang terpajan informasi
bermusuhan, agitasi,
histeria) Defisit Pengetahuan
11. Rumusan Diagnosa Masalah
1) Nyeri Akut b.d agen pencedera fisik (prosedur operasi)
2) Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan infeksi ginjal dan saluran kemih
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi
12. Rencana Asuhan Keperawatan
Diagnosa Kriteria Hasil/Tujuan INTERVENSI AKTIVITAS
Keperawatan (SLKI) (SIKI) (SIKI)
Nyeri Akut b.d agen Setelah dilakukan Manajemen Observasi
pencedera fisik Intervensi keperawatan Nyeri - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
(prosedur operasi selama 3x24 jam nyeri
ditandai oleh : diharapkankan Tingkat - Identifikasi skala nyeri
DS Nyeri menurun dengan - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Mengeluh nyeri kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
DO : - Keluhan nyeri - Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
- Tampak meringis menurun - Monitor efek samping penggunaan analgetik
- Bersikap protektif - Meringis menurun Terapeutik
(mis, waspada, - Sikap protektif - Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
posisi menghindari menurun - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu, ruangan,
nyeri) - Kesulitan tidur pencahayaan, kebisingan)
- Gelisah menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Frekuensi nadi - Pola nafas membaik - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
meningkat - Nafsu makan meredakan nyeri
- Sulit tidur membaik Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
- Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk mengurasi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Gangguan eliminasi Setelah dilakukan Manajemen Observasi
urine berhubungan Intervensi keperawatan eliminasi - Identifikasi tanda dan gejala retensi atau inkontinensia urine
dengan infeksi ginjal selama 3x24 jam urine - Identifikasi faktor yang menyebabkan retensi atau inkontinensia urine
dan saluran kemih diharapkankan Eliminasi - Monitor eliminasi urine ( mis, frekuensi, konsistensi, aroma volume
ditandai oleh Urine membaik dengan dan warna)
DS : kriteria hasil : Terapeutik
- Desakan berkemih - Sensasi berkemih - Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
(urgensi) meningkat - Batasi asupan cairan, jika perlu
- Urine menetes - Desakan berkemih - Ambil sampel urine tengah atau kultur
(driblling) (urgensi) menurun Edukasi
- Sering buang air - Distensi kandung - Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih
kecil kemih menurun - Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluaran urine
- Nokturia - Berkemih tidak tuntas - Ajarkan mengenali tanda berkemih dan waktu yang tepat untuk
- Mengompol (hesitancy) menurun berkemih
- enuresis - Volume residu urine - Anjurkan minum yang cukup, jika tidak ada kontraindikasi
DO : menurun Kolaborasi
- distensi kandung - Urine menetes - Kolaborasi pemberian obat supositoria uretra jika perlu
kemih (driblling) menurun
- berkemih tidak - Noktoria menurun
tuntas (hesitancy) - Mengompol menurun
- volume residu - Disuria menurun
urine banyak - Anuria menurun
- Frekuensi BAK
membaik
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan Edukasi Observasi
berhubungan dengan Intervensi keperawatan Kesehatan - Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
kurang terpapar selama 3x24 jam Terapeutik
informasi dengan diharapkankan tingkat - Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
kriteria hasil pengetahuan membaik - Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
DS : dengan kriteria hasil : - Berikan kesempatan untuk bertanya
- menanyakan - Perilaku sesuai Edukasi
masalah yang di anjuran meningkat - Jelaskan faktor resiko yang dapat mempengaruhi kesejatan
hadapi - Kemampuan - Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
DO : menjelaskan
- menunjukkan pengetahuan tentang -
perilaku tidak suatu topik meningkat
sesuai anjuran - Perilaku sesuai
- menunjukkan dengan pengetahuan
persepsi yang - Pertanyaan tentang
keliru terhadap masalah yang
masalah dihadapi menurun
- menjalankan - Persepsi yang keliru
pemeriksaan yang terhadap masalah
tidak tepat menurun
- menunjukkan - Menjalankan
perilaku berlebihan pemeriksaan yang
(mis, apatis, tdak tepat menurun
bermusuhan,
agitasi, histeria)
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilyn E. 2016. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.


Fabiansyah, et al. 2012. Presentasi Kasus Bedah Urologi : Batu Staghorn.
http://www.scribd.com/doc/129532707/Ppt-batu_staghorn
Smeltzer, Suzanne C. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Jakarta: EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI). Jakarta
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2016. Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI). Jakarta :
Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Anda mungkin juga menyukai