BELLA ANDRIYANI
5020031015
2. ETIOLOGI PENYAKIT
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan
otot dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi
retak mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun.
Fraktur yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang
tidak sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah
dikenal sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
3. KLASIFIKASI PENYAKIT
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka.
Fraktur tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan
fraktur terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan
jaringan dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan
keparahannya (Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak. Fraktur terbuka dengan derajat 3
harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka
memerlukan pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor
penyulit lainnya.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas
terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
5. PATOFISIOLOGI
Tekanan yang kuat dapat terjadi multiple fraktur terbuka karena fragmen tulang
keluar menembus kulit dan menjadi luka terbuka serta peradangan yang dapat
memungkinkan infeksi, keluarnya darah dapat mempercepat perkembangan
bakteri. Tertariknya segmen karena kejang otot pada area fraktur sehingga
disposisi tulang. Multiple fraktur terjadi jika tulang dikarnakan oleh stres
yang lebih besar dari yang dapat di absorbsinya. Multiple fraktur dapat
disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak,
dan bahkan kontraksi otot ekstrim. Meskipun tulang patah jaringan
disekitarnya akan terpengaruh mengakibatkan edema jaringan lunak,
perdarahan keotot dan sendi, ruptur tendo, kerusakan saraf dan kerusakan
pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cidera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer, 2001).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang
mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi multiple fraktur,
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak
yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan
tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan
tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang
mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang
ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan
tulang nantinya (Smeltzer, 2001).
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada fraktur clavicula ada dua pilihan yaitu dengan tindakan
bedah atau operative treatment dan tindakan non bedah atau konsevatif. Pada
orang dewasa dan anak-anak biasanya pengobatannya konservatif tanpa
reposisi, yaitu dengan pemasangan mitela. Reposisi tidak diperlukan,apalagi
pada anak karena salah-sambung klavikula jarang menyebabkangangguan pada
bahu, baik fungsi maupun keuatannya. Kalus yang menonjolkadang secara
kosmetik mengganggu meskipun lama-kelamaan akan hilangdengan proses
pemugaran. Yang penting pada penggunaan mitela ialah letak tangan lebih
tinggi daripada tingkat siku, analgetik, dan latihan gerak jari dantangan pada
hari pertama dan latihan gerak bahu setelah beberapa hari.
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium
Pada fraktur test laboratorium yang perlu diketahui: Hb, hematokrit sering
rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED) meningkat bila
kerusakan jaringan lunak sangat luas. Pada masa penyembuhan Ca dan P
meningkat didalam darah.
b. Rontgen : Untuk menentukan lokasi, luas dan jenis fraktur
c. Scan tulang, tomogram, CT-Scan/MRI : Memperlihatkan fraktur dan
mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
8. KOMPLIKASI
a. Komplikasi awal
1) Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin
pada ekstremitas yang disebabkan oleh tindakan emergency splinting,
perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi dan pembedahan.
2) Kompartemen syndrom.
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh odema atau peredaran arah yang
menekan otot, tulang, saraaf dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
3) Fat embolism syndrom
Kompilasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang.
FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning
masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi,
takipneu dan demam.
4) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada
trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk
kedalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga
karena pengunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat .
5) Avaskuler nekrosis
Avaskuler Nekrosis (AV) terjadi karena aliran daarah ke tulang rusak
atau terganngu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali
dengan adanya Volkman Ischemia.
6) Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebakan menurunnya oksigenasi
b. Komplikasi lanjut.
Biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun setelah terjadinya
fraktur paada pasien yang telah menjalani proses pembedahan. Menurut
kutipan dari Smeltzer dan Bare (2013), komplikasi ini dapat berupa:
1) Komplikasi pada sendi seperti kekakuan sendi yang menetap dan
penyakit degeneratif sendi pasca trauma.
2) Komplikasi pada tulang seperti penyembuhan fraktur yang tidak
normal (delayed union, mal union, non union).
3) Komplikasi pada otot seperti atrofi otot dan rupture tendon lanjut.
4) Komplikasi pada syaraf seperti tardy nerve palsy yaitu saraf menebal
akibat adanya fibrosis intraneural
Sistem Integumen
- Sensasi kulit
- Tekstur kulit
- Kelembaban kulit
- Kaji luka jika ada
- Ada nanah tidak
- Ada jaringan lain tidak
- Warna kemerahan tidak
10. PATHWAY
Trauma
Fraktur
Nyeri Akut
ANALISA DATA
NO DATA ETIOLOGI MASALAH
1 DS Trauma D.0077 Nyeri akut
- Mengeluh nyeri
DO Fraktur
- Tampak meringis,
- bersikap protektif, Perubahan struktur
- gelisah, jaringan
- frekuensi nadi meningkat,
- sulit tidur, Kerusakan Kulit
- tekanan darah meningkat,
- pola nafas berubah, Pelepasan zat kimiator
- nafsu makan berubah, histamin, bradikinin,
- proses berfikir terganggu, prostaglandin
- menarik diri,
- berfokus pada diri sendiri, Dipersepsikan nyeri
- diaforesis oleh hipotalamus
1. Nyeri Akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik ditandai oleh Mengeluh nyeri,
Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur, tekanan
darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berfikir terganggu,
menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis
2. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan berhubungan dengan Penurunan Mobilitas ditandai
oleh kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit, nyeri, perdarahan, kemerahan, hematoma
3. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Kerusakan struktur tulang ditandai oleh
Mengeluh sulit menggerakan ektremitas, Nyeri saat bergerak, Enggan melakukan
pergerakan, Merasa cemas, Kekuatan otot menurun, ROM menurun, Sendi kaku, Gerakan
tidak terkordinasi, Gerakan terbatas, Fisik lemah
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
SDKI, 124
DAFTAR PUSTAKA
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta :
DPP PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intevensi Keperawatan Indonesia Cetakan II.
Jakarta : DPP PPNI