Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR

OLEH :

PUTU ANANDA PRADNYA PARAMITA PUTRI

22.901.2900

PROGRAM STUDI PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI

TAHUN AJARAN 2022/2023


A. KONSEP DASAR TEORI
1. PENGERTIAN
Fraktur atau patah tulang adalah suatu kondisi dimana kontinuitas jaringan
tulang dan/atau tulang rawan terputus secara sempurna atau sebagian yang pada
disebabkan oleh rudapaksa atau osteoporosis (Smeltzer & Bare, 2013; American
Academy Orthopaedic Surgeons [AAOS], 2013).
Fraktur adalah gangguan dari kontinuitas yang normal dari suatu tulang. Jika
terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering kali terganggu.
Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang, tetapi tidak
mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus, atau
pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan klien
( Black dan Hawks, 2014).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,
gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot eksterm. Meskipun tulang
patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan edema jaringan
lunak dan pendarahan ke otot serta sendi. Organ tubuh dapat mengalami cedera
akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang.
Fraktur dapat terjadi di bagian ekstremitas atau anggota gerak tubuh yang
disebut dengan fraktur ekstremitas. Fraktur ekstremitas adalah fraktur yang terjadi
pada tulang yang membentuk lokasi ekstremitas atas (tangan, pergelangan tangan,
lengan, siku, lengan atas, dan bahu) dan ekstremitas bawah (pinggul, paha, lutut,
kaki bagian bawah, pergelangan kaki, dan kaki) (UT Southwestern Medical
Center, 2016).
2. ETIOLOGI
Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu
retakan sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot
dan jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma. Lokasi retak
mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur
yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak
sempurna sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal
sebagai fraktur lengkap (Digiulio, Jackson dan Keogh, 2014).
Penyebab fraktur menurut Jitowiyono dan Kristiyanasari (2010) dapat
dibedakan menjadi:
a. Cedera traumatik Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :
1. Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang
patah secara spontan
2. Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi
benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan
fraktur klavikula
3. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak
b. Fraktur patologik Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma
minor mengakibatkan :
1. Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali
2. Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau
dapat timbul salah satu proses yang progresif
3. Rakhitis
4. Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
3. KLASIFIKASI
Fraktur dapat diklasifikasikan menjadi fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur
tertutup memiliki kulit yang masih utuh diatas lokasi cedera, sedangkan fraktur
terbuka dicirikan oleh robeknya kulit diatas cedera tulang. Kerusakan jaringan
dapat sangat luas pada fraktur terbuka, yang dibagi berdasarkan keparahannya
(Black dan Hawks, 2014) :
a. Derajat 1 : Luka kurang dari 1 cm, kontaminasi minimal
b. Derajat 2 : Luka lebih dari 1 cm, kontaminasi sedang
c. Derajat 3 : Luka melebihi 6 hingga 8 cm, ada kerusakan luas pada jaringan
lunak, saraf, tendon, kontaminasi banyak.
Fraktur terbuka dengan derajat 3 harus sedera ditangani karena resiko infeksi.
Menurut Wiarto (2017) fraktur dapat dibagi kedalam tiga jenis antara lain:
a. Fraktur tertutup
Fraktur terutup adalah jenis fraktur yang tidak disertai dengan luka pada
bagian luar permukaan kulit sehingga bagian tulang yang patah tidak
berhubungan dengan bagian luar.
b. Fraktur terbuka
Fraktur terbuka adalah suatu jenis kondisi patah tulang dengan adanya luka
pada daerah yang patah sehingga bagian tulang berhubungan dengan udara
luar, biasanya juga disertai adanya pendarahan yang banyak. Tulang yang
patah juga ikut menonjol keluar dari permukaan kulit, namun tidak semua
fraktur terbuka membuat tulang menonjol keluar. Fraktur terbuka memerlukan
pertolongan lebih cepat karena terjadinya infeksi dan faktor penyulit lainnya.
 Derajad I
 Luka kurang dari 1 cm
 Kerusakan jaringan linak sedikit tidak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, transeversal,obliq, atau komulatif ringan
 Kontaminasi ringan
 Derajad II
 Laserasi lebih dari 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak tidak luas avulse
 Fraktur komuniti sedang
 Derajad III
Terjadinya kerusakan jaringan lunak yang luas meliputi struktur kulit,
otot, dan neuro serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III
terbagi atas :
 IIIA : Fragmen tulang dibungkus jaringan lunak
 IIB : Fragmen tulang tak tertutup jaringan lunak tambahan lapisan
penutup tulang, fraktur kontinuitif
 IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan perbaikan agar bagian
distal dapat dipertahankan, terjadi kerusakan jaringan hebat.
c. Fraktur kompleksitas
Fraktur jenis ini terjadi pada dua keadaan yaitu pada bagian ekstermitas
terjadi patah tulang sedangkan pada sendinya terjadi dislokasi.
Menurut Wiarto (2017) jenis fraktur berdasarkan radiologisnya antara lain:
a. Fraktur transversal
Fraktur transversal adalah frktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Fraktur ini , segmen-segmen tulang yang patah
direposisi atau direkduksi kembali ke tempat semula, maka segmen-
segmen ini akan stabil dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
b. Fraktur kuminutif
Fraktur kuminutif adalah terputusnya keutuhan jaringan yang terdiri dari
dua fragmen tulang.
c. Fraktur oblik
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membuat sudut terhadap
tulang.
d. Fraktur segmental
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya, fraktur
jenis ini biasanya sulit ditangani.
e. Fraktur impaksi
Fraktur impaksi atau fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk
tulang yang berada diantara vertebra.
f. Fraktur spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi ekstermitas. Fraktur ini menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak dan cenderung cepat sembuh dengan
imobilisasi.
4. PATIFISIOLOGI
Patofisiologi fraktur menurut (Black, Joyce, & Hawks, 2014) Fraktur
biasanya disebabkan karena cedera/trauma/ruda paksa dimana penyebab utamanya
adalah trauma langsung yang mengenai tulang seperti kecelakaan mobil, olah raga,
jatuh/latihan berat. Keparahan dari fraktur bergantung pada gaya yang
menyebabkan fraktur. Jika ambang fraktur suatu tulang hanya sedikit terlewati,
maka tulang mungkin hanya retak saja bukan patah. Selain itu fraktur juga bisa
akibat stress fatique (kecelakaan akibat tekanan berulang) dan proses penyakit
patologis.
Perubahan fragmen tulang yang menyebabkan kerusakan pada jaringan dan
pembuluh darah mengakibatkan pendarahan yang biasanya terjadi disekitar tempat
patah dan kedalam jaringan lunak disekitar tulang tersebut, maka dapat terjadi
penurunan volume darah dan jika COP menurun maka terjadilah perubahan perfusi
jaringan. Selain itu perubahan perfusi perifer dapat terjadi akibat dari edema di
sekitar tempat patahan sehingga pembuluh darah di sekitar mengalami penekanan
dan berdampak pada penurunan perfusi jaringan ke perifer. Akibat terjadinya
hematoma maka pembuluh darah vena akan mengalami pelebaran sehingga terjadi
penumpukan cairan dan kehilangan leukosit yang berakibat terjadinya
perpindahan, menimbulkan inflamasi atau peradangan yang menyebabkan
pembengkakan di daerah fraktur yang menyebabkan terhambatnya dan
berkurangnya aliran darah ke daerah distl yang berisiko mengalami disfungsi
neuromuskuler perifer yanng ditandai dengan warna jaringan pucat, nadi lemah,
sianosis, kesemutan di daerah distal.
Nyeri pada fraktur juga dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tertutup
yang mengenai serabut saraf sehingga menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat terjadi neurovaskuler yang
menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Kerusakan
pembuluh darah kecil atau besar pada waktu terjadinya fraktur mengakibatkan
terjadinya perdarahan hebat yang menyebabkan tekanan darah menjadi turun,
begitu pula dengan suplay darah ke otak sehingga kesadaran pun menurun yang
berakibat syokk hipovolemik. Ketika terjadi fraktur terbuka yang mengenai
jaringan lunak sehingga terdapat luka dan kman akan mudah masuk sehingga
kemungkinan dapat terjadi infeksi dengan terkontaminasinya dengan udara luar
dan lama kelamaan akan berakibat delayed union dan mal union sedangkan yang
tidak terinfeksi mengakibatkan non union. Selain itu, akibaat dari kerusakan
jaringan lunak akan menyebabkan terjadinya kerusakan integritasa kulit. Sewaktu
tulang patah, perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan kedalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut.
Jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi peradangan
biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut.
Fagositosis dan pembersihan sisasisa sel mati dimulai. Ditempat patahan terbentuk
fibrin (hematoma fraktur) yang berfungsi sebagai jala-jala untuk melakukan
aktivitas osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut
callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling
untuk membentuk tulang sejati (Andra & Yessie, 2013).
5. PATWAY

Trauma fraktur Trauma tidak langsung Kondisi patologis

Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen tulang Nyeri akut

Perubahan jaringan sekitar


Kerusakan frakmen tulang

Pergeseran frakmen tulang Spasme otot Tekanan sumsum tulang lebih


tinggi dari kapiler

Deformitas Peningkatan tekanan kapiler


Melepaskan katekolamin

Gangguan fungsi ekstremitas Pelepasan histamine Metabolisme asam lemak

Habatan Mobilitas Fisik Bergabung dengan trombosit


Protein plasma hilang

Laserasi kulit Emboli


Edema

Penekanan pembuluh darah Menyumbat pembuluh darah

Kerusakan Integritas kulit


Putus vena / arteri Ketidak efektifan perfusi
Resiko infeksi jaringan perifer

Pendarahan Kehilangan volume cairan Resiko Syok (hipovolemi)


6. GEJALA KLINIS
Manifestasi Klinis menurut Black dan Hawks (2014) Mendiagnosis fraktur harus
berdasarkan manifestasi klinis klien, riwayat, pemeriksaan fisik, dan temuan
radiologis.
Tanda dan gejala terjadinya fraktur antara lain:
a. Deformitas
Pembengkaan dari perdarahan lokal dapat menyebabkan deformitas pada
lokasi fraktur. Spasme otot dapat menyebabkan pemendekan tungkai,
deformitas rotasional, atau angulasi. Dibandingkan sisi yang sehat, lokasi
fraktur dapat memiliki deformitas yang nyata.
b. Pembengkakan
Edema dapat muncul segera, sebagai akibat dari akumulasi cairan serosa pada
lokasi fraktur serta ekstravasasi darah ke jaringan sekitar.
c. Memar
Memar terjadi karena perdarahan subkutan pada lokasi fraktur.
d. Spasme otot
Spasme otot involuntar berfungsi sebagai bidai alami untuk mengurangi
gerakan lebih lanjut dari fragmen fraktur.
e. Nyeri
Jika klien secara neurologis masih baik, nyeri akan selalu mengiringi fraktur,
intensitas dan keparahan dari nyeri akan berbeda pada masing-masing klien.
Nyeri biasanya terus-menerus , meningkat jika fraktur dimobilisasi. Hal ini
terjadi karena spasme otot, fragmen fraktur yang bertindihan atau cedera pada
struktur sekitarnya.
f. Ketegangan
Ketegangan diatas lokasi fraktur disebabkan oleh cedera yang terjadi.
g. Kehilangan fungsi
Hilangnya fungsi terjadi karena nyeri yang disebabkan fraktur atau karena
hilangnya fungsi pengungkit lengan pada tungkai yang terkena. Kelumpuhan
juga dapat terjadi dari cedera saraf.
h. Gerakan abnormal dan krepitasi
Manifestasi ini terjadi karena gerakan dari bagian tengah tulang atau gesekan
antar fragmen fraktur.
i. Perubahan neurovaskular
Cedera neurovaskuler terjadi akibat kerusakan saraf perifer atau struktur
vaskular yang terkait. Klien dapat mengeluhkan rasa kebas atau kesemutan
atau tidak teraba nadi pada daerah distal dari fraktur
j. Syok
Fragmen tulang dapat merobek pembuluh darah. Perdarahan besar atau
tersembunyi dapat menyebabkan syok.
7. STADIUM PENYEMBUHAN FRAKTUR
Proses penyembuhan pada kasus fraktur berbeda-beda tergantung ukuran tulang
yang terkena dan umur pasien. Faktor lain yang dapat mempengaruhi proses
penyembuhan fraktur adalah tingkat kesehatan pasien secara keseluruhan dan
status nutrisi yang baik (Smeltzer & Bare, 2013). Beberapa tahapan atau fase
dalam proses penyembuhan tulang, antara lain:
1. Fase Inflamasi, yaitu adanya respon tubuh terhadap trauma yang ditandai
dengan perdarahan dan timbulnya hematoma pada tempat terjadinya fraktur.
Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya aliran darah
yang akan menyebabkan inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Fase ini
berlangsung selama beberapa hari sampai pembengkakan dan nyeri berkurang
(Smelzer & Bare, 2013).
2. Fase Proliferasi, hematoma pada fase ini akan mengalami organisasi dengan
membentuk benang fibrin dalam jendalan darah yang akan membentuk
jaringan dan menyebabkan revaskularisasi serta invasi fibroblast dan
osteoblast. Proses ini akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai
matriks kolagen pada patahan tulang, terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang
rawan (osteoid) yang berlangsung setelah hari ke lima (Smeltzer & Bare,
2013)
3. Fase Pembentukan Kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran pada
tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan.
Fragmen patahan tulang bergabung dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan
tulang serat imatur. Waktu yang diperlukan agar fragmen tulang tergabung
adalah 3-4 minggu (Smeltzer & Bare, 2013).
4. Fase Penulangan Kalus/Osifikasi, yaitu proses pembentukan kalus mulai
mengalami penulangan dalam waktu 2-3 minggu melalui proses penulangan
endokondral. Mineral terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar
saling menyatu hingga keras. Pada orang dewasa normal, kasus fraktur
panjang memerlukan waktu 3-4 bulan dalam proses penulangan (Smeltzer &
Bare, 2013).
5. Fase Remodelling/Konsolidasi, yaitu tahap akhir pada proses penyembuhan
fraktur. Tahap ini terjadi perbaikan fraktur yang meliputi pengambilan
jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelum
terjadinya patah tulang. Remodelling memerlukan waktu berbulan-bulan
hingga bertahuntahun (Smeltzer & Bare, 2013).
8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X-ray: menentukan lokasi/luasnya fraktur
2. Scan tulang: memperlihatkan fraktur lebih jelas, mengidentifikasi kerusakan
jaringan lunak
3. Arteriogram: dilakukan untuk memastikan ada tidaknya kerusakan vaskuler
4. Hitung Darah Lengkap: hemokonsentrasi mungkin meningkat, menurun pada
perdarahan; peningkatan lekosit sebagai respon terhadap peradangan
5. Kretinin: trauma otot meningkatkan beban kretinin untuk klirens ginjal
6. Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi atau
cedera hati.
9. KOMPLIKASI
Ada beberapa komplikasi fraktur. Komplikasi tergantung pada jenis cedera ,
usia klien, adanya masalah kesehatan lain (komordibitas) dan penggunaan obat
yang mempengaruhi perdarahan, seperti warfarin, kortikosteroid, dan NSAID.
Komplikasi yang terjadi setelah fraktur antara lain :
a. Cedera saraf Fragmen tulang dan edema jaringan yang berkaitan dengan
cedera dapat menyebabkan cedera saraf. Perlu diperhatikan terdapat pucat dan
tungkai klien yang sakit teraba dingin, ada perubahan pada kemampuan klien
untuk menggerakkan jari-jari tangan atau tungkai. parestesia, atau adanya
keluhan nyeri yang meningkat.
b. Sindroma kompartemen Kompartemen otot pada tungkai atas dan tungkai
bawah dilapisi oleh jaringan fasia yang keras dan tidak elastis yang tidak akan
membesar jika otot mengalami pembengkakan. Edema yang terjadi sebagai
respon terhadap fraktur dapat menyebabkan peningkatan tekanan
kompartemen yang dapat mengurangi perfusi darah kapiler. Jika suplai darah
lokal tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik jaringan, maka terjadi
iskemia. Sindroma kompartemen merupakan suatu kondisi gangguan sirkulasi
yang berhubungan dengan peningkatan tekanan yang terjadi secara progresif
pada ruang terbatas. Hal ini disebabkan oleh apapun yang menurunkan ukuran
kompartemen.gips yang ketat atau faktor-faktor internal seperti perdarahan
atau edema. Iskemia yang berkelanjutan akan menyebabakan pelepasan
histamin oleh otot-otot yang terkena, menyebabkan edema lebih besar dan
penurunan perfusi lebih lanjut. Peningkatan asam laktat menyebabkan lebih
banyak metabolisme anaerob dan peningkatan aliran darah yang menyebabakn
peningkatan tekanan jaringan. Hal ini akan mnyebabkan suatu siklus
peningkatan tekanan kompartemen. Sindroma kompartemen dapat terjadi
dimana saja, tetapi paling sering terjadi di tungkai bawah atau lengan. Dapat
juga ditemukan sensasi kesemutanatau rasa terbakar (parestesia) pada otot.
c. Kontraktur Volkman Kontraktur Volkman adalah suatu deformitas tungkai
akibat sindroma kompartemen yang tak tertangani. Oleh karena itu, tekanan
yang terus-menerus menyebabkan iskemia otot kemudian perlahan diganti
oleh jaringan fibrosa yang menjepit tendon dan saraf. Sindroma kompartemen
setelah fraktur tibia dapat menyebabkan kaki nyeri atau kebas, disfungsional,
dan mengalami deformasi.
d. Sindroma emboli lemak Emboli lemak serupa dengan emboli paru yang
muncul pada pasien fraktur. Sindroma emboli lemak terjadi setelah fraktur
dari tulang panjang seperti femur, tibia, tulang rusuk, fibula, dan panggul.
Kompikasi jangka panjang dari fraktur antara lain:
a. Kaku sendi atau artritis Setelah cedera atau imobilisasi jangka panjang
kekauan sendi dapat terjadi dan dapat menyebabkan kontraktur sendi,
pergerakan ligamen, atau atrofi otot. Latihan gerak sendi aktif harus dilakukan
semampunya klien. Latihan gerak sendi pasif untuk menurunkan resiko
kekauan sendi.
b. Nekrosis avaskular Nekrosis avaskular dari kepala femur terjadi utamaya pada
fraktur di proksimal dari leher femur. Hal ini terjadi karena gangguan sirkulasi
lokal. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya nekrosis vaskular
dilakukan pembedahan secepatnya untuk perbaikan tulang setelah terjadinya
fraktur.
c. Malunion Malunion terjadi saat fragmen fraktur sembuh dalam kondisi yang
tidak tepat sebagai akibat dari tarikan otot yang tidak seimbang serta gravitasi.
Hal ini dapat terjadi apabila pasien menaruh beban pada tungkai yang sakit
dan menyalahi instruksi dokter atau apabila alat bantu jalan digunakan
sebelum penyembuhan yang baik pada lokasi fraktur.
d. Penyatuan terhambat Penyatuan menghambat terjadi ketika penyembuhan
melambat tapi tidak benar-benar berhenti, mungkin karena adanya distraksi
pada fragmen fraktur atau adanya penyebab sistemik seperti infeksi.
e. Non-union Non-union adalah penyembuhan fraktur terjadi 4 hingga 6 bulan
setelah cedera awal dan setelah penyembuhan spontan sepertinya tidak terjadi.
Biasanya diakibatkan oleh suplai darah yang tidak cukup dan tekanan yang
tidak terkontrol pada lokasi fraktur.
f. Penyatuan fibrosa Jaringan fibrosa terletak diantara fragmen-fragmen fraktur.
Kehilangan tulang karena cedera maupun pembedahan meningkatkan resiko
pasien terhadap jenis penyatuan fraktur.
g. Sindroma nyeri regional kompleks Sindroma nyeri regional kompleks
merupakan suatu sindroma disfungsi dan penggunaan yang salah yang disertai
nyeri dan pembengkakan tungkai yang sakit.
10. PENATALAKSANAAN
Prinsip menangani fraktur adalah mengembalikan posisi patahan ke posisi
semula dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang.
Cara pertama penangan adalah proteksi saja tanpa reposisi atau imobilisasi,
misalnya menggunakan mitela. Biasanya dilakukan pada fraktur iga dan fraktur
klavikula pada anak. Cara kedua adalah imobilisasi luar tanpa reposisi, biasanya
dilakukan pada patah tulang tungkai bawah tanpa dislokasi. Cara ketiga adalah
reposisi dengan cara manipulasi yang diikuti dengan imobilisasi, biasanya
dilakukan pada patah tulang radius distal. Cara keempat adalah reposisi dengan
traksi secara terus-menerus selama masa tertentu. Hal ini dilakukan pada patah
tulang yang apabila direposisi akan terdislokasi di dalam gips. Cara kelima berupa
reposisi yang diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar. Cara keenam berupa
reposisi secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara
operatif. Cara ketujuh berupa reposisi secara operatif diikuti dengan fiksasi interna
yang biasa disebut dengan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Cara yang
terakhir berupa eksisi fragmen patahan tulang dengan prostesis (Sjamsuhidayat
dkk, 2010).
Menurut Istianah (2017) penatalaksanaan medis antara lain :
a. Diagnosis dan penilaian fraktur Anamnesis pemeriksaan klinis dan radiologi
dilakukan dilakukan untuk mengetahui dan menilai keadaan fraktur. Pada
awal pengobatan perlu diperhatikan lokasi fraktur, bentuk fraktur, menentukan
teknik yang sesuai untuk pengobatan komplikasi yang mungkin terjadi selama
pengobatan.
b. Reduksi Tujuan dari reduksi untuk mengembalikan panjang dan kesejajaran
garis tulang yang dapat dicapai dengan reduksi terutup atau reduksi terbuka.
Reduksi tertutup dilakukan dengan traksi manual atau mekanis untuk menarik
fraktur kemudian, kemudian memanipulasi untuk mengembalikan kesejajaran
garis normal. Jika reduksi tertutup gagal atau kurang memuaskan, maka bisa
dilakukan reduksi terbuka. Reduksi terbuka dilakukan dengan menggunakan
alat fiksasi internal untuk mempertahankan posisi sampai penyembuhan
tulang menjadi solid. Alat fiksasi interrnal tersebut antara lain pen, kawat,
skrup, dan plat. Alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam fraktur melalui
pembedahan ORIF (Open Reduction Internal Fixation). Pembedahan terbuka
ini akan mengimobilisasi fraktur hingga bagian tulang yang patah dapat
tersambung kembali.
c. Retensi Imobilisasi fraktur bertujuan untuk mencegah pergeseran fragmen dan
mencegah pergerakan yang dapat mengancam penyatuan. Pemasangan plat
atau traksi dimaksudkan untuk mempertahankan reduksi ekstremitas yang
mengalami fraktur.
d. Rehabilitasi Mengembalikan aktivitas fungsional seoptimal mungkin. Setelah
pembedahan, pasien memerlukan bantuan untuk melakukan latihan.
Menurut Kneale dan Davis (2011) latihan rehabilitasi dibagi menjadi tiga
kategori yaitu :
1. Gerakan pasif bertujuan untuk membantu pasien mempertahankan rentang
gerak sendi dan mencegah timbulnya pelekatan atau kontraktur jaringan lunak
serta mencegah strain berlebihan pada otot yang diperbaiki post bedah.
2. Gerakan aktif terbantu dilakukan untuk mempertahankan dan meningkatkan
pergerakan, sering kali dibantu dengan tangan yang sehat, katrol atau tongkat
3. Latihan penguatan adalah latihan aktif yang bertujuan memperkuat otot.
Latihan biasanya dimulai jika kerusakan jaringan lunak telah pulih, 4-6
minggu setelah pembedahan atau dilakukan pada pasien yang mengalami
gangguan ekstremitas atas.
11. DISCHARGE PLANING
1. Meningkatkan masukan cairan
2. Dianjurkan untuk diet lunak terlebih dahulu
3. Dianjurkan untuk istirahat yang adekuat
4. Control sesuai jadwal
5. Minum obat seperti yang diresepkan dan segera periksa jika ada keluhan
6. Menjaga masukan nutrisi yang seimbang
7. Aktifitas sedang dapat dilakukan untuk mencegah keletihan karena mengalami
kesuliatan bernafas
8. Hindari trauma ulang
12. PROGNOSIS
Menurut Apley (2010), prognosis pada pasien post operasi fraktur
ekstremitas meliputi:
1. Quo ad vitam,baik apabila pasien telah dilakukan tindakan operasi dengan
fiksasi. Selain itu, dengan adanya pemberian anestesi, risiko terjadi kegagalan
ataupun kematian dimeja operasi jarang sekali terjadi bahkan tidak pernah
terjadi.
2. Quo ad sanam, baik apabila telah direposisi dan difiksasi dengan baik maka
fragmen pada area fraktur akan stabil sehingga mempercepat proses
penyembuhan tulang.
3. Quo ad fungsionam, berkaitan dengan tingkat kesembuhan atau sanam.
Semakin cepat tulang menyambung maka pasien dapat segera kembali
melakukan aktivitas fungsional. Namun, proses ini menjadi terhambat karena
adanya sensasi nyeri, oedem, dan penyambungan tulang oleh callus yang belum
sempurna.
4. Quo ad cosmeticam, baik apabila fragmen yang telah direposisi dan difiksasi
dengan baik sehingga tidak terjadi deformitas dan tidak mengganggu
penampilan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Pengkajian asuhan keperawatan pada klienfraktur menurut (Muttaqin, 2015)
yaitu :
1. Identitas klien
Meliputi : nama, umur, jenis kelamin,agama, alamat, bangsa,
pendidikan, pekerjaaan tanggal MRS, diagnosa medis, nomor registrasi.
2. Keluhan utama
Keluhan utamapada masalah fraktur yaitu nyeri. Nyeri akut atau kronik
tergantung berapa lamanya serangan. Unit memperoleh data pengkajian yang
yang lengkap mengenai data pasien di gunakan :
a. Provoking insiden : apa ada peristiwa faktor nyeri.
b. Quality of pain : bagaimana rasanya nyeri saat dirasakan pasien. Apakah
panas, berdenyut / menusuk.
c. Region Radiation of pain : apakah sakitbisa reda dalam sekejap, apa
terasa sakit menjalar, dan dimana posisi sakitnya.
d. Severity/scale of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan pasien
berdasarkan skala nyeri.
e. Time : berapakah waktu nyeri berlangsung, apa bertambah buruk pada
waktu malam hari atau pagi hari.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pada pasien patah tulang disebabkan karena trauma / kecelakaan,
dapat secara degenerative/patologis yang disebabkan awalnyapendarahan,
kerusakan jaringan di sekitar tulang yang mengakibatkan nyeri, bengkak,
pucat/perubahan warna kulit dan terasa kesemutan
4. Riwayat penyakit dahulu
Apakah pasien mengalami patah tulang paha atau pasien pernah punya
penyakit menurun sebelumnya. Memiliki penyakit osteoporosis/arthritis atau
penyakit lain yang sifatnya menurun atau menular.
5. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi hidup sehat
Klien fraktur apakah akan mengalami perubahan atau gangguan pada
personal hygiene atau mandi.
b. Pola nutrisi dan metabolisme
Klien fraktur tidak ada perubahan nafsu makan, walaupun menu makanan
disesuakan dari rumah sakit.
c. Pola eliminasi
Perubahan BAK/BAB dalam sehari, apakah mengalami kesulitan waktu
BAB di kaenakan imobilisasi, feses warna kuning, pada pasien fraktur
tidak ada gangguan BAK.
d. Pola istirahat dan tidur
Kebiasaan pada pola tidur apakah ada gangguan yang disebabkan karena
nyeri, misalnya nyeri karena fraktur.
e. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas pada klien yang mengalami gangguan karena fraktur
mengakibatkan kebutuhan pasien perlu dibantu oleh perawat atau
keluarga.
f. Pola persepsi dan konsep diri
Klien mengalami gangguan percaya diri sebab tubuhnya perubahan pasien
takut cacat / tidak dapat bekerja lagi.
g. Pola sensori kognitif
Adanya nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan, jika pada pola kognotif
atau pola berfikir tidak ada gangguan.
h. Pola hubungan peran
Terjadi hubungan peran interpersonal yaitu klien merasa tidak berguna
sehingga menarik diri.
i. Pola penggulangan stress
Penting ditanyakan apakah membuat pasien menjadi depresi / kepikiran
mengenai kondisinya.
j. Pola reproduksi seksual
Jika pasien sudah berkeluarga maka mengalami perubahan pola seksual
dan reproduksi, jika pasien belum berkeluarga pasien tidak mengalami
gangguan pola reproduksi seksual.
k. Pola tata nilai dan kepercayaan
Terjadi kecemasan/stress untuk pertahanan klien meminta mendekatakan
diri pada Tuhan.
l. Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin 2015) ada dua macam pemeriksaan fisik yaitu
pemeriksaan fisik secara umum (status general)untuk mendapatkan
gambaran umum dan pemeriksaan setempat (local). Hal ini diperlukan
untuk dapat melaksanakan perawatan total (total care).
Pemeriksaan fisik secara umum
1. Keluhan utama :
 Kesadaran klien : apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis yang
bergantung pada klien
 Kedaaan penyakit : akut, kronis, ringan, sedang, berat. Tanda-tanda
vital tidak normal terdapat gangguan lokal, baik fungsi maupun
bentuk.
 Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan,baik fungsi
maupun bentuk
2. Pemeriksaan fisik secara Head To Toe:
 Kepala
Inspeksi : Simetris, ada pergerakan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan
 Leher
Inspeksi : Simetris, tidak ada penonjolan
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, reflek menelan ada
 Wajah
Inspeksi :Simetris, terlihat menahan sakit,
Palpasi : Tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi,
dan tidak ada oedema.
 Mata
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Tidak ada gangguan seperti kongjungtiva tidak anemis
(karena tidak terjadi perdarahan)
 Telinga
Inspeksi :Normal, simetris,
Palpasi : Tidak ada lesi, dan nyeri tekan
 Hidung
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada deformitas, tidak ada pernafasan cuping hidung
 Mulut
Inspeksi : Normal, simetris
Palpasi : Tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan, mukosa mulut tidak pucat.
 Thoraks
Inspeksi : Simetris, tidak ada lesi, tidak bengkak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada ronchi, wheezing, dan bunyi jantung I, II
Regular
 Paru.
Inspeksi :Pernafasan meningkat,regular atau tidak tergantung pada
riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi:Pergerakan simetris, fermitus teraba sama.
Perkusi:Sonor, tidak ada suara tambahan.
Auskultasi : Suara nafas normal, tidak ada wheezing atau suara
tambahan lainnya.
 Jantung
Inspeksi :tidak tampak iktus jantung
Palpasi :nadi meningkat, iktus tidak teraba
Auskultasi:suara S1 dan S2 tunggal
 Abdomen
Inspeksi : simetris,bentuk datar
Palpasi :turgor baik, tidak ada pembesaran hepar.
Perkusi :suara timpani, ada pantulan gelombang cairan
Auskultasi : peristaltic usus normal ± 20 x/menit Inguinal,
genetalia, anus
 Tidak ada hernia, tidak ada pembesaran limfe, tidak ada kesulitan
BAB
m. Keadaan luka
Pemeriksaan pada system musculoskeletal adalah sebagai berikut:
a. Inspeksi (look) : pada inspeksi dapat di perhatikan wajah klien,
kemudian warna kulit, kemudian syaraf, tendon, ligament, dan jaringan
lemak, otot,kelenjar limfe, tulang dan sendi, apakah adajaringan
parut,warna kemerahan atau kebiruan atau hiperpigmentasi, apa ada
benjolan dan pembengkakan atau adakah bagian yang tidak normal.
b. Palpasi (feel) pada pemeriksaan palpasi yaitu : suatu pada kulit, apakah
teraba denyut arterinya, raba apakah adanya pembengkakan, palpasi
daerah jaringan lunak supaya mengetahui adanya spasme otot,artrofi
otot, adakah penebalan jaringan senovia,adannya cairan didalam/di
luar sendi, perhatikan bentuk tulang ada/tidak adanya penonjolan atau
abnormalitas.
c. Pergerakan (move) : perhatikan gerakan pada sendi baik secara
aktif/pasif, apa pergerakan sendi diikuti adanya krepitasi, lakukan
pemeriksaan stabilitas sandi, apa pergerakan menimbulkan rasa nyeri,
pemeriksaan (range of motion) danpemeriksaan pada gerakan sendi
aktif ataupun pasif.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b.d agen injuri fisik, spasme otot, gerakan fragmen tulang,
edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi al 306)
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan suplai darah
kejaringan
3. Kerusakan integritas kulit b.d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen,
kawat, sekrup)
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan rangka neuromuscular, nyeri,
terapi restriktif (imobilisasi)
5. Resiko infeksi b.d trauma, imunitas tubuh primer menurun, prosedur
invasive (pemasangan traksi)
6. Resiko syok (hipovolemik) b.d kehilangan volume darah akibat trauma
(fraktur)"
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

Rencana Keperawatan
No
No Tujuan dan
Dx Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nyeri :
keperawatan selama … x…
1. Kaji tingkat nyeri. 1. Untuk mengkaji data
jam,diharapkan nyeri akut
dasar.
dapat teratasi dengan kriteria
2. Berikan rasa nyaman pada 2. Mengalihkan fokus
hasil:
pasien dengan pengaturan perhatian.
Tingkat Nyeri :
posisi dan aktivitas hiburan
1. Keluhan nyeri berkurang
(musik).
1 1 dari skala 6 menjadi skala
3. Ajarkan teknik manajemen 3. Meningkatkan relaksasi
1
nyeri (relaksasi, visualisasi, untuk mengurangi nyeri.
2. Pasien tidak meringis
distraksi). Memungkinkan pasien
3. Pasien tidak gelisah
berpartisipasi aktif dalam
kontrol nyeri.
4. Kolaborasi pemberian 4. Analgesik membantu
analgetik. mengurangii nyeri

2 2 Setelah dilakukan asuhan Perawatan sirkulasi :


keperawatan selama …. x … 1. Periksa sirkulasi perifer 1. Mengetahui keadaan
jam, diharapkan perfusi ( nadi perifer, edema, sirkulasi perifer
jaringan perifer efektif pengisian kapiler,warna,
dengan kriteria hasil: suhu, anklebrachial index)
Perfusi perifer : 2. Hindari pengukuran tekanan 2. Menghindari penekanan di
3. Denyut nadi perifer darah pada ekstremitas daerah ektremitas yang
meningkat degan keterbatasan perfusi mengalami keterbatasan
4. Warna kulit tidak pucat perfusi
5. Pengisian kapiler 3. Agar pasien mengetahui
membaik 3. Informasikan tanda gejala dan dapat melaporkan
6. Turgor kulit menjadi darurat yang harus tanda gejala yang muncul
membaik (5) dilaporkan (rasa sakit yang
tidak hilang saat istirahat,
luka tidak sembuh, hilang
rasa) 4. Membantu memperbaiki
4. Ajarkan program diet untuk sirkulasi yang terhambat
memperbaiki sirkulasi
( missal. Diet rendah lemak
jenuh, minyak ikan omega
3)
Setelah dilakukan asuhan Perawatan integrtas kulit :
keperawatan selama …. x … 1. Identifikasi penyebab 1. Mengetahui penyebab
jam,diharapkan kerusakan gangguan integritas kulit gangguan integritas kulit
integritas kulit dapat teratasi 2. ubah posisi tiap 2 jam sekali 2. Menghindari terjadinya
dengan kriteria hasil: jika tirah baring dekubitis
Integritas kulit dan Perawatan Luka
jaringan 3. Pasang balutan sesuai jenis 3. Pembalutan yang benar
1. Kerusakan lapisan kulit luka akan mencegah
3 3
menurun terjadinya infeksi dan
2. Kemerahan dari pendarahan dari luka
menurun 4. Jelaskan tanda dan gejala 4. Agar pasien mengetahui
3. Perdarahan menurun infeksi tanda dan gejala infeksi
5. Kolaborasi pemberian 5. Antibiotic membantu
antibiotic jika perlu mencegah terjadinya
infeksi akibat virus atau
bakteri
4 4 Setelah dilakukan asuhan Dukungan mobilisasi :
keperawatan selama ……x 24 1. Mengetahui respon
jam, diharapkan gangguan 1. Monitor kondisi umum saat pasien saat dilakukan
mobilitas fisik dapat teratasi pasien melakukan tindakan mobilisasi
dengan kriteria hasil: mobilisasi 2. Alat bantu akan
Mobilitas fisik : 2. Fasilitasi aktivitas mobilisasi mempermudah pasien
1. Pergerakan ekstremitas dengan alat bantu dalam melakukan
membaik mobilisasi
2. Gerakan terbatas 3. Agar pasien dapat
menurun 3. Jelaskan tujuan dan prosedur mengetahui tujuan dan
3. Kelemahan fisik mobilisasi prosedur dari mobilisasi
menurun 4. Agar pasien dapat
4. Ajarkan mobilisasi sederhana melakukan mobilisasi
yang harus dilakukan sederhana secara mandiri
Setelah dilakukan asuhan Pencegahan Infeksi :
keperawatan selama ….X… 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengetahui tingkat
jam,diharapkan resiko infeksi infeksi local atau sistemik infeksi
dapat teratasi dengan kriteria 2. Berikan perawaan kulit pada
hasil: area edema 2. Membantu mengurangi
Tingkat Infeksi : 3. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5 5
1. Bengkak menurun infeksi
2. Nyeri dari menurun 4. Kolaborasi pemberian 3. Agar pasien mengetahui
3. Kemerahan menurun imunisasi jika perlu tanda dan gejala infeksi

4. Imunisasi dibutuhkan
untuk mencegah infeksi
6 6 Setelah dilakukan asuhan Pencegahan syok :
keperawatan selama …. X…
jam,diharapkan resiko syok 1. Monitor status cairan 1. Mengetahui intake
dapat teratasi dengan kriteria output dan balance
hasil: cairan
Tingkat Syok : 2. Pasang jalur IV jika perlu 2. Pemasangan iv
1. Akral dingin menurun membantu memenuhi
2. Pucat menurun kebutuhan cairan pasien
3. Jelaskan tanda dan gejala 3. Agar pasien mengetahui
syok tanda dan gejala syok
4. Kolaborasi pemberian 4. Membantu memenuhi
transfuse darah jika perlu kebutuhan cairan (darah)
yang keluar akibat
pendarahan
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi merukan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana


tindakan keperawatan

 Mandiri: aktivitas perawat yang didasarkan pada kemampuan sendiri dan


bukan merupakan petunjuk atau perintah dari petugas kesehatan
 Delegatif: tindakan keperawatan atas instruksi yang diberikan oleh
petugas kesehatan yang berwenang.
 Kolaboratif: tindakan perawat dan petugas kesehatan yang lain dimana
didasarkan pada keputusan bersama.

( implementasi menyesuaikn dengan intervensi )

F. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang
merupakan perbandingan yang sistematis dan yang terencanakan kesehatan
pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan, dengan cara
melibatkan pasen yang nantinya diharapkan dapat memperoleh evaluasi
disetiap diagnosa sebagai berikut.

No Evaluasi
dx
1 S : Evaluasi perasaan atau keluhan yang dikeluhkan pasien secara
subjektif setelah diberikan implementasi
O : Evaluasi keadaan pasien dengan pengamatan dari perawat secara
objektif
A : Analisa masalah klien oleh perawat setelah mengetahui respon
secara subjektif dan objektif. Apakah masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian atau masalah belum teratasi
P : Perencanaan selanjutnya yang akan diberikan kepada pasien.
Apakah perencanaan keperawatan dipertahankan, perencanaan
keperawatan dimodifikasi atau melanjutkan perencanaan
keperawatan yang lainnya

DAFTAR PUSTAKA

American Academy Orthopaedic Surgeons (AAOS). (2013). Distal Radius Fracture


(Broken Wrist). Diakses dari http://orthoinfo.aaos.org/PDFs/A00412.pdf.
Amin, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan
Nanda Nic- Noc Edisi Revisi Jilid 2. Jogakarta: Mediaction Publishing.
Apley, G.A and Solomon, L. 2010. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures.
9th ed. London: Hodder Arnold.
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk
Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba
Emban Patria.
DiGiulio Mary, Donna Jackson, Jim Keogh (2014), Keperawatan Medikal bedah, Ed.
I, Yogyakarta: Rapha publishing
Istianah, Umi. (2017). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Jitowiyono, S dan Kristiyanasari, W. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi.
Yogyakarta : Nuha Medika
Kneale Julia D dan Peter S Davis.2011. Perawatan Orthopedi dan Trauma. Jakarta:
EKG.
Padila. 2012. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Nuha Medika
Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi II. Jakarta : EGC
Smeltzer, S. C., Bare. G., Hinkle, J. L., & Cheever, K. H. (2013). Brunner and
Suddarth Textbook of Medical Surgical Nursing edisi 11. Philadelphia:
Lippincot Williams & Wilkins.

Suratun, 2008. Klien Gangguan sistem Muuskuloskeletal. Seri Asuhan Keperawatan ;


Editor Monika Ester, Jakarta: EGC.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st
ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

UT Southwestern Medical Center. (2016). Fractures of The Upper and Lower


Extremities. Diakses melalui

http://www.utswmedicine.org/conditionsspecialties/orthopaedics/specialties/trauma-
fractures/upper-and-lowerextremities.html. Texas: The University of Texas
Southwestern Medical Center

Wiarto, G. (2017). Nyeri Tulang dan Sendi. Gosyen Publisihing.

Anda mungkin juga menyukai