Oleh :
NIM : 22221011
PALEMBANG
2021
CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) / GAGAL GINJAL KRONIK
1. Definisi
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu proses patofisiologis dengan
etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang irreversibel dan
progresif dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia (Black & Hawk
dalam Dwy Retno Sulystianingsih, 2018).
Gagal Ginjal Kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) saat ini merupakan
masalah kesehatan yang penting mengingat selain insidens dan pravelensinya yang
semakin meningkat, pengobatan pengganti ginjal yang harus di jalani oleh penderita
gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Dialisa adalah suatu tindakan
terapi pada perawatan penderita gagal ginjal terminal. Tindakan ini sering juga disebut
sebagai terapi pengganti karena berfungsi menggantikan sebagian fungsi ginjal. Terapi
pengganti yang sering di lakukan adalah hemodialisis dan peritonealialisa. Diantara
kedua jenis tersebut, yang menjadi pilihan utama dan metode perawatan yang umum
untuk penderita gagal ginjal adalah hemodialisis (Arliza dalam Nita Permanasari,
2018).
Penyakit ginjal kronik stadium awal sering tidak terdiagnosis, sementara PGK
stadium akhir yang disebut juga gagal ginjal memerlukan biaya 6perawatan dan
penanganan yang sangat tinggi untuk hemodialisis atau transplantasi ginjal. Penyakit ini
baik pada stadium awal maupun akhir memerlukan perhatian. Penyakit ginjal kronik
juga merupakan faktor risiko penyakit kardiovaskuler. Kematian akibat penyakit
kardiovaskuler pada PGK lebih tinggi daripada kejadian berlanjutnya PGK stadium
awal menjadi stadium akhir (Delima, 2014).
Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa CKD adalah penyakit
ginjal yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara total seperti sediakala.
CKD adalah penyakit ginjal tahap akhir yang dapat disebabkan oleh berbagai hal.
2. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah tinggi, yaitu
sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation, 2015).
Menurut teori, hipertensi pada pasien gagal ginjal dapat terjadi karena adanya
penyempitan pembuluh darah yang disebabkan oleh penumpukan lemak di dalam
pembuluh darah akibat dari tingginya kadar natrium dan cairan yang tidak seimbang, jika
hal tersebut terjadi pada pembuluh darah ginjal maka ginjal akan mengalami kerusakan
yang berakibat pada gagal ginjal, selain itu ginjal memproduksi enzim renin angiotensin
yang diubah menjadi angiotensin II yang menyebabkan pembuluh darah mengkerut dan
mengeras (Asriani et al, 2012). Diabetes Melitus terjadi dengan adanya gangguan pada
pankreas kemudian meningkatkan kadar glukosa, lalu terjadi gangguan metabolisme
karbohidrat sehingga karbohidrat tidak dapat menjadi sumber energi secara sempurna,
maka lemak dan protein yang menjadi sumber energinya. Sel-sel tubuh juga tidak dapat
menyimpan gula dalam bentuk glikogen (Senthilkumar et al., 2017).Ureum merupakan
produk akhir dari metabolisme asam amino,dalam katabolisme protein dipecah menjadi
asam amino dan deaminasi amonia,amonia dalam proses ini disintesis menjadi urea.
Reaksi kimia sebagian besar terjadi di hati dan sedikit terjadi diginjal. Kadar normal
ureum adalah 10-40 mg/dL dan ureum dieksresikan ratarata 30 gram sehari (Bhagaskara,
Liana, & Santoso, 2015). Pemeriksaan ureum ini dapat dijadikan sebagai skrining awal
Penyakit Ginjal Kronik (PGK). Namun diperlukan waktu 5-10 tahun untuk menjadi
masalah kerusakan ginjal (Loho, Rambert, & Wowor, 2016).
3. Manifestasi klinik
Menurut Brunner & Suddarth (2013) setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis
dipengaruhi oleh kondisi uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan
gejala. Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut :
a) Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem renin-
angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum), edema periorbital,
Friction rub perikardial, pembesaran vena leher.
b) Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c) Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan kusmaul
d) Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia, mual,
muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e) Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan tungkai, panas
pada telapak kaki, perubahan perilaku
f) Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g) Manifestasi Reproduktif
Amenore dan atrofi testikuler
4. Komplikasi
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer (2017) antara lain
adalah:
a. Hiperkalemia akibat penurunana sekskresi asidosis metabolic,katabolisme dan
masukan diet berlebih.
b. Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk sampah
uremik dan dialysis yang tidak adekuat
c. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin aldosteron
d. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah merah,
perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dan kehilangan drah selama
hemodialisa
e. Penyakit tulang serta klasifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
f. Uremia akibat peningkatan kadar ureum dalam tubuh
g. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan
h. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah
5. Implementasi
Tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK(gagal ginjal kronik) adalah untuk
mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh selama mungkin serta
mencegah atau mengobati komplikasi (Smeltzer, 2017). Terapi konservatif tidak dapat
mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini karena yang
dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau transplantasi ginjal.
Ketika terapi konservatif yang berupa diet, pembatasan minum, obatobatan dan lain-lain
tidak bisa memperbaiki keadaan pasien maka terapi pengganti ginjal dapat dilakukan.
Terapi pengganti ginjal tersebut berupa hemodialisis, dialisis peritoneal dan transplantasi
ginjal (Rahardjo et al, 2009).
a) Hemodialisis
Hemodialisis adalah suatu cara dengan mengalirkan darah ke dalam
dialyzer(tabung ginjal buatan) yang teridiri dari 2 komparten yang terpisah yaitu
komparetemen darah dan komparetemen dialisat yangdipisahkan membran
semipermeabel untuk membuang sisa-sisa metabolisme (Rahardjo et al, 2009).
Sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari peredaran darah manusia itu dapat
berupa air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin, asam urat, dan zat-zat lain.
Hemodialisis dilakukan 3 kali dalam seminggu selama 3-4 jam terapi (Brunner
dan Suddarth, 2013).
b) Dialisis peritoneal
Dialisis peritoneal merupakan terapi alternatif dialisis untuk penderita GGK
dengan 3-4 kali pertukaran cairan per hari (Prodjosudjadi dan Suhardjono, 2014).
Pertukaran cairan terakhir dilakukan pada jam tidur sehingga cairan peritoneal
dibiarkan semalaman (Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015). Terapi dialisis tidak
boleh terlalu cepat pada pasien Dialisis Peritoneal (DP). Indikasi medik yaitu
pasien anak-anak dan orang tua (umur lebih dari 65 tahun), pasien-pasien yang
telah menderita penyakit sistem kardiovaskular, pasien-pasien yang cenderung
akan mengalami perdarahan bila dilakukan hemodialisis, kesulitan pembuatan AV
shunting, pasien dengan stroke pasien dengan residual urin masih cukup, dan
pasien nefropati diabetik disertai co-morbidity dan comortality.
c) Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal merupakan cara pengobatan yang lebih disukai untuk
pasien gagal ginjal stadium akhir. Namun kebutuhan transplantasi ginjal jauh
melebihi jumlah ketersediaan ginjal yang ada dan biasanya ginjal yang cocok
dengan pasien adalah yang memiliki kaitan keluarga dengan pasien. Sehingga hal
ini membatasi transplantasi ginjal sebagai pengobatan yang dipilih oleh pasien
(Price, Sylvia A & M. Wilson, 2015). Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila
pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau transplantasi. Pada tahap ini biasanya
GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :
1) Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
2) Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
3) Overload cairan (edema paru)
4) Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
5) Efusi perikardial
6) Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.
6. Patofisiologi
Faktor pencetus terjadinya gagal ginjal kronik yaitu dimulai dari zat toksik, vaskular
infeksi dan juga obstruksi saluran kemih yang dapat menyebabkan arterio sclerosis,
kemudian suplay darah dalam ginjal menurun yang mengakibatkan GFR (Glomerular
Filtration Rate)menurun, saat GFR menurun memicu adanya retensi natrium dalam tubuh,
ketika sudah terjadi retensi natrium dalam tubuh maka cairan juga akan menumpuk dan
berpengaruh pada beban jantung sehingga jantung harus bekerja lebih keras lagi dan jika
cardiac output menurun maka aliran darah dalam ginjal akan menurun, maka akan terjadi
retensi Na dan cairan yang akan menyebabkan ke lebihan volume cairan (Amin & Hardhi,
2015). Apabila kelebihan volume cairan pada tubuh tidak segera diatasi maka akan
berdampak pada beberapa masalah lain yaitu, adanya edema perifer karena terjadi
perubahan tekanan hidrostatik atau osmotic kapiler dan juga dapat menyebabkan hipertensi,
hipertensi dapat terjadi akibat dari peningkatan aktifitas renin angiotensin, peningkatan
resistensi vaskular, kelebihan volume cairan dan penurunan prostaglandin. (Pricilla,2016).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke
dalam urin) tertimbun dalam darah, sehingga terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem
tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat. Banyak
gejala uremia membaik setelah dialisis (Brunner & Suddarth, 2013).
Banyak masalah muncul pada gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah
glomeruli yang berfungsi, yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang
sebenarnya dibersihkan oleh ginjal. Penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR)dapat
dideteksi dengan mendapatkan urin 24- jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin.
Menurut filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin akan
menurun dan kadar kreatinin akan meningkat. Selain itu, kadar nitrogen urea darah
(BUN) biasanya meningkat. Kreatinin serum merupakan indicator yang paling sensitif
dari fungsi karena substansi ini diproduksi secara konstan oleh tubuh. BUN tidak hanya
dipengaruhi oleh penyakit renal, tetapi juga oleh masukan protein dalam diet,
katabolisme (jaringan dan luka RBC), dan medikasi seperti steroid.
Ginjal juga tidak mampu untuk mengkonsentrasi atau mengencerkan urin secara
normal pada penyakit ginjal tahap akhir, respon ginjal yang sesuai terhadap perubahan
masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan natrium
dan cairan, meningkatkan resiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif, dan
hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerja
sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Pasien lain mempunyai
kecenderungan untuk kehilangan garam, mencetuskan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium, yang
semakin memperburuk status uremik.
3) Asidosis
4) Anemia
Sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat, memendeknya usia
sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan
akibat status uremik pasien, terutama dari saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal,
produksi eritropoetin menurun dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan
sesak napas.
Abnormalitas yang utama pada gagal ginjal kronis adalah gangguan metabolisme
kalsium dan fosfat. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat
peningkatan kadar serum fosfat dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar
paratiroid. Namun, pada gagal ginjal tubuh tak berespon secara normal terhadap
peningkatan sekresi parathormon dan mengakibatkan perubahan pada tulang dan
penyakit tulang. Selain itu juga metabolit aktif vitamin D (1,25- dehidrokolekalsiferol)
yang secara normal dibuat di ginjal menurun.
Patoflow /pathway
Defisiensi nutrisi
anemia
Intoleransi aktivitas
A. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas Pasien
Terdiri dari nama, nomor rekam medis, umur (lebiha banyak terjadi pada usia 30-
60 tahun), agama, jenis kelamin (pria lebih beresiko daripada wanita), pekerjaan,
status perkawinan, alamat, tanggal masuk, pihak yang mengirim, cara masuk RS,
diagnosa medis, dan identitas penanggung jawab meliputi : Nama, umur, hubungan
denga pasien, pekerjaan dan alamat.
b) Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien sebelum masuk
ke Rumah sakit. Pada pasien gagal ginjal kronik biasanya didapatkan keluhan
utama bervariasi, mulai dari urin keluar sedikit sampai tidak dapat BAK,
gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas bau (ureum) dan gatal pada kulit
(Muttaqin, 2011).
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urin, penurunan kesadaran,
perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya nafas
berbau amoniak, rasa sakit kepala, nyeri panggul, penglihatan kabur, perasaan
tidak berdaya dan perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin, 2011).
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit gagal ginjal
akut, infeksi saluran kemih, payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik,
penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem perkemihan berulang, penyakit
diabetes melitus, hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi prdisposisi
penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan
masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian
dokumentasikan (Muttaqin, 2011).
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Biasanya pasien mempunyai anggota keluarga yang pernah menderita penyakit
yang sama dengan pasien yaitu gagal ginjal kronik, maupun penyakit diabetes
melitus dan hipertensi yang bisa menjadi faktor pencetus terjadinya penyakit
gagal ginjal kronik.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
a. Pola Makan
b. Pola Minum
Biasanya pasien minum kurang dari kebutuhan tubuh akibat rasa metalik
tak sedap pada mulut (pernafasan ammonia).
3) Pola Eliminasi
a. BAB
Biasanya abdomen kembung, diare atau konstipasi
b. BAK
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin < 400 ml/hari sampai anuria, warna
urin keruh atau berwarna coklat, merah dan kuning pekat.
4) Pola Aktivitas/Latihan
6) Pola Kognitif-Persepsi
Biasanya tingkat ansietas pasien mengalami penyakit ginjal kronik ini pada
tingkat ansietas sedang sampai berat.
Biasanya pasien tidak bisa menjalankan peran atau tugasnya seharihari karena
perawatan yang lama.
8) Pola Seksualitas/reproduksi
d. Pemeriksaan Fisik
b) Tingkat kesadaran pasien menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi sistem syaraf pusat.
2) Kepala
a) Rambut : biasanya pasien bermbut tipis dan kasar, pasien sering sakit kepala,
kuku rapuh dan tipis.
d) Hidung : biasanya tidak ada pembengkakan polip dan pasien bernafas pendek.
3) Leher : biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar getah bening.
4) Dada/Thorak
5) Jantung
b) Palpasi : biasanya ictus cordis teraba di ruang intercostal 2 linea dekstra sinistra
6)Perut/Abdomen
a) Inspeksi : biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan, pasien
tampak mual dan muntah
b) Palpasi : biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.
7) Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urin, oliguria, anuria, distensi abdomen, diare
atau konstipasi, perubahan warna urin menjadi kuning pekat.
8) Ekstremitas
Biasanya didapatkan nyeri panggul, edema pada ekstremitas, kram otot, kelemahan
pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki dan keterbatasan gerak sendi.
9) Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik, adanya area ekimosis
pada kulit.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisit nutrisi behubungan dengan anoreksia, mual, dan muntah, pembatasan diet, dan
perubahan membran mukosa mulut.
Definisi :
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
Data Mayor :
Ds :
(tidak tersediah)
Do :
Berat badan menurun minimal 10% di bawah rentang ideal.
Data Minor :
Ds :
Do :
Do :
Data Minor :
Ds :
Do :
Do :
Data Minor :
Ds :
(tidak tersediah)
Do :
(tidak tersediah)
Data Minor :
Ds :
(tidak tersediah)
Do :
Nyeri
Perdarahan
Kemerahan
Hematoma
5. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan hambatan upaya bernafas (mis, nyeri
saat bernapas kelemahan otot
Definisi :
Inspirasi dan ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
Data Mayor :
Ds :
Dispnea
Do :
Data Minor :
Ds :
Ortopnea
Do :
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping hidung
Ventilasi semenit menurun
Ekskursi dada berubah
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No Diagnosis Rencana Keperawatan
Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan Rasionalisasi
Keperawatan (SLKI) (SIKI)
1 Defisit nutrisi Setelah melakukan tindakan Manajemen Nutrisi a) Menyediakan dasar untuk
behubungan dengan keperawatan selama 1 x 24 jam Obsevasi : memantau perubahan dan
anoreksia, mual, dan diharapkan nyeri pada pasien dapat 1. Identifikasi status nutrisi mengevaluasi intervensi
muntah, pembatasan teratasi dengan karateristik hasil: 2. Monitor asupan nutrisi
b) Mengatur pola diet dahulu
diet, dan perubahan Status Nutrisi : 3. Monitor berat badan
dan sekarang dapat
membran mukosa 1. Vebalisasi keinginan untuk
dipertimbangkan dalam
mulut. meningkatkan nutrisi meningkat Terapeutik :
menyusun menu
(5) 1. Fasilitasi menentukan pedoman diet
2. Kekuatan otot pengunyah 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah c) Mendorong peningkatan
meningkat (5) konstipasi masukan diet
3. Peningkatan berat badan
d) Melakukan kolaborasi
meningkat (5) Edukasi :
dengan ahli gizi dalam
1. Ajarkan diet yang diprogramkan
mengatur diet pasien
Edukasi :
3 Gangguan eliminasi Setelah melakukan tindakan Manajemen Elminiasi Urine j) Memantauan tekanan darah
urin berbuhungan keperawatan selama 1 x 24 jam Obsevasi : dan denyut nadi merupakan
dengan iritasi diharapkan nyeri pada pasien dapat 1. Identifikasi tanda dan gejala retansi inkontinensia salah satu cara indikator
kandung kemih teratasi dengan karateristik hasil: urine untuk mengetahui adanya
Kontinensia Urine : 2. Monitor eliminasi urine (mis. Frekuensi, volume peningkatan volume cairan
3. Residu volume urine setelah dan warna)
berkemih membaik (5) intravaskuler
4. Distensi kandung kemih membaik Terapeutik :
k) Melakukan Pengkajian
(5) 1. Catat waktu-waktu dan haluaran berkemih
untuk mengidentifikasi
2. Batasi asupan cairan
perubahan dalam gangguan
keseimbangan cairan
Edukasi :
1. Ajarkan tanda dan gejala infeksi saluran kemih l) Memasukkan cairan Ketika
2. Ajarkan mengukur asupan cairan dan haluran fungsi ginjal yang menurun,
urine kemampuan untuk
mengeliminasi kelebihan
cairan rusak
4 Gangguan intergritas Setelah melakukan tindakan Perawatan Luka 1. Agar pasien dapat
keperawatan selama 1 x 24 jam membedakan luka yang
kulit jaringan diharapkan nyeri pada pasien dapat Obervasi : sembuh.
berhubungan dengan teratasi dengan karateristik hasil: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi 2. Agar tidak terjadi infeksi
pada luka.
penurunan mobilisasi Pemulihan Pascabeda
Traupetik : 3. Agar pasien tau cara
1. Kemampuan perawatan diri (5) 1. Lepaskan balutan dan plester secara berlahan perawatan luka
2. Mobilisasi (5) 2. Bersihkan dengan cairan NaCI, sesuai kebutuhan
3. Waktu penyembuhan (5) 3. Tirah baring 2 jam atau sesuai kondisi pasien
Edukasi :
Kolaborasi :
Edukasi :
Bhagaskara, Liana, P., & Santoso, B. 2015. Hubungan Kadar Lipid dengan Kadar Ureum &
Kreatinin Pasien Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Kedokteran Dan Kesehatan, 2(2), 223– 230
Brunner & Suddarth. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih bahasa: Waluyo
Agung., Yasmin Asih., Juli, Kuncara., I.made karyasa. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria M., Butcher, Howard K., Dotcherman, Joanne M. 2015. Nursing Interventions
Classification (NIC). Jakarta: mocomedia
Herdinan, Heather T. 2015. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017. Jakarta: EGC
Johnson, M. Etal. 2014. Nursing Outcome Classification (NOC). USA: Mosby Elsevier
Le Mone, Priscilla. 2016. Buku ajar keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC
Loho, I. K. A., Rambert, G. I., & Wowor, M. F. (2016). Gambaran Kadar Ureum Serum pada
Pasien Penyakit Ginjal Kronik Stadium 5 Non Dialisis. Jurnal E-Biomedik, 4, 2–7
Prodjosudjadi W, Suhardjono, Suwitra K, et al. 2014. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:
Interna Publishing
Rahardjo et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI, 2009
Smeltzer, S. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2
Edisi 12. Jakarta : EGC
Suharyanto dan Abdul, Madjid. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan
Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. In:
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, et al., 3rd ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jakarta: Interna Publishing 2006:1035-1040