TULUNGAGUNG
2021
I. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolitis berasal dari kata kolon (usus besar ) dan itis (peradangan). Kolitis ulserativa
merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya berlangsung lama disertai
masa remisi dan eksaserbasi yang berganti- ganti. Sakit abdomen, diare dan perdarahan
rektum merupakan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi penyakit paling banyak
antara usia 20-40 tahun dan menyerang ke dua jenis kelamin sama banyak. Insiden kolitis
ulserativa adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih pertahun.
Tugas utama kolon ialah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. Absorbsi terhadap air dan elektrolit
terutama dilakukan di kolon sebelah kanan, yaitu di coccum dan kolon asenden, dan
sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. Begitu juga beberapa macam obat-obat yang
diberikan per rektal dapat dilakukan absorbsi, umunya dalam bentuk supositoria. Kolon
yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 mEq Cl.
Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 mEq bikarbonat.
Peradangan kolon akut dapat disebabkan oleh sejumlah agen infeksi yaitu virus,
bakteri, atau parasit. Anifestarsi klinik infeksi ini adalah demam, sakit kejang abdomen
bagian bawah, dan diare yang dapat berdarah. Pada kasus yang berat darah secara dapat
ditemukan dalam feses, dan gambaran klinik dan sigmoidoskopi dapat menyerupai kolitis
ulserativa akut. Sel-sel radang akut terdapat pada infeksi shigella atau salmonella, kolitis
amoeba akut atau kolitis ulserativa idiopatik; sel-sel ini tidak terdapat pada gestroenteris
virus atau dare yang disebabkan oleh enterotoksin. (Aru, 2010)
B. Batasan Masalah
Studi pada asuhan keperawatan ini difokuskan pada konsep penyakit Colitis paru
dan konsep asuham keperawatan Colitis.
C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pasien yang mengalami Colitis?
1
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis asuhan keperawatan pasien yang mengalami Colitis
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep penyakit Colitis
b. Memahami konsep asuhan keperawatan Colitis
2
II. BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Kolitis adalah penyakit inflamasi usus karena penyebab yang diketahui,
biasanya mengenal lapisan mukosa kolon, dapat ringan, kronis atau akut. (Lestari,
2009, hal. 97)
Kolitis adalah gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi pada usus
besar khususnya bagian kolon desenden sampai rektum. (Muttaqin & Sari, 2013, hal.
546)
2. Etiologi
Penyebab dari kolitis ulseratif sangat beragam, meliputi fenomena autoimun,
faktor genetik, perokok pasif, diet, pascaapendektomi, dan infeksi.
Pada fenomena autoimun, serum, dan mukosa auto-antibodi akan melawan
sel-sel epitel usus yang mungkin terlibat. Pada studi individu dengan kolitis ulseratif
sering ditemukan memiliki antibodi p-antineutrophil cytoplasmic. Pada fenomena
yang diperantarai respon imun, terdapat kelainan humoral dan imunitas yang
diperantarai sel dan/atau reaktivitas umum terhadap antigen bakteri usus. Hilangnya
toleransi terhadap flora usus normal diyakini merupakan peristiwa utama dalam
patogenesis penyakit inflamasi usus. Faktor kerentanan genetik (kromosom 12 dan
16) adalah faktor yang dikaitakan dengan kolitis ulseratif. Sejarah keluarga yang
positif (diamati pada 1 dari 6 keluarga) berhubungan dengan risiko lebih tinggi untuk
terjadinya penyakit. Perokok pasif dikaitkan dengan kolitis ulseratif, sedangkan
perokok justru lebih rendah untuk terjadi kolitis ulseratif. Kondisi ini merupakan
fenomena terbalik dibandingkan dengan enteritis regional (chron’s disease). Faktor
konsumsi makanan, khususnya yang terbuat dari susu dapat mengeksaserbasi
(meningkatkan) respon penyakit. Pascaapendektomi mempunyai asosiasi negatif
dengan kolitis ulseratif. Infeksi tertentu telah terlibat dalam penyakit inflamasi usus,
misalnya campak, infeksi microbakteri atipikal. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 547)
3
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari colitis, yaitu sebagai berikut:
a. Enteritis regional: nyeri seperti kram, sering pada kram kuadran kanan bawah
dengan diare sering mengandung melena dan/atau steatorea
b. Anoreksia
c. Penurunan berat badan
d. Demam
e. Mual, muntah
f. Malaise
g. Peritaltik meningkat
h. Ketidakseimbangan emosional. (Lestari, 2009, hal. 98)
4. Patofisiologi
Kolitis hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan
pembentukanan abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat, sub
mukosa mungkin terlibat; dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot dinding
kolon juga terpengaruh.
Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau mega kolon
toksis, yang ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, dilatasi usus besar
yang memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis dikaitkan dengan
pembentukan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus. Pada kondisi kronis dan
berat juga dihubungkan dengan resiko peningkatan prekanker kolon, yaitu berupa
karsinoma in situ atau dispalsia. Secara anatomis sebagian besar kasus melibatkan
rektum; beberapa pasien juga mengalami mengembangkan ileitis terminal disebabkan
oleh katub dileocecal yang tidak kompeten. Dalam kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum
terminal biasanya terpengaruh.
Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu :
a. Akumulasi sel-T didalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami
peradangan. Pada pasien dengan ulseratifkolitis, ini adalah sel-T sitotoksik ke
epitel kolon. Perubahan ini disertai dengan peningkatan populasi sel-B dan sel
plasma, dengan peningkatan produksi imunoglobulin-G (Ig-G) dan
imunoglobulin-E (Ig-E).
b. Biopsis sampel kolon dari pasien dengan kolitis ulseratif dapat menunjukkan
peningkatan secara signifikan tingkat Platelet-Activating Factor (PAF). Pelepasan
4
PAF dirangsang oleh leukotrienes, endotoksin, faktor lain yang mungkin
bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun proses ini tidak jelas.
c. Antibody antiklonik telah terdeteksi pada pasien dengan ulseratif kolitis.
Respon awal kolitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada terbentuknya
jaringan parut dan pembentukan ulkus disertai adanya perdarahan. Lesi berlanjut,
yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit
mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Pada kondisi ini,
penipisan dinding usus atau ketebalan normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi
lokal yaitu edema, serta akumulasi lemak dan hipertrofi dari lapisan otot dapat
memberikan kesan dinding usus menebal sehingga memberikan manifestasi
penyempitan lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 547)
5
Pathway Colitis
(Aru, 2010)
Kolitis ulseratif
7
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada umumnya semua orang berpotensi untuk terkena peyakit colitis atau dapat
terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi kondisi ini umumnya mulai terjadi pada
mereka yang berusia dibawah 30 tahun (Dr.Marianti, 2018)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran
periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan
mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare
biasanya disertai darah. Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair 10 – 20
kali sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.
(Muttaqin & Sari, 2013, hal. 549)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien mengeluh perdarahan anus, diare, dan sakit perut. (Muttaqin
& Sari, 2013, hal. 549)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, kondisi ringan karena kolitis
adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling umum
adalah perdarahan anus, diare, dan sakit perut. Pada kondisi kelotis berat
terjadi sekitar 10% dari pasien, di dapat keluhan lainnya yang menyertai,
seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan
penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang parah dapat mengalami
komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan parah, megakolon
toksik, atau perforasi usus. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 549)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetik,
lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, dan merokok perlu didokumentasikan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertesi, dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 549)
8
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadaran klien yang terdiri atas compos metis, apatis, somnolen, sopor,
atau koma. (Muttaqin, 2012, hal. 87)
b) Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan colitis biasanya
didapat peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya peyakit penyulit seperti hipertensi.
(Muttaqin, 2012, hal. 86)
2) Head To Toe
a) Kepala dan leher
Rambut: tidak terdapat kelainan pada rambut kecuali jika
adanya komplikasi penyakit rambut yang menyertai
Mata : perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan
perfusi ke otak pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan
erythematous yang menyakitkan mata.
Hidung : tidak terdapat kelainan pada hidung kecuali jika
adanya komplikasi penyakit hidung yang menyertai
Telinga: tidak terdapat kelainan pada telingan kecuali jika adanya
komplikasi penyakit telinga yang menyertai
Leher : tidak terdapat kelainan pada leher kecuali jika adanya
komplikasi penyakit leher yang menyertai. (Muttaqin & Sari,
2013, hal. 550)
b) Dada
Jantung : takikardi dapat mewakili anemia atau hipovolemia.
Turgor kulit ˃ 3 detik menandakan gejala dehidrasi
Paru : takipnea dapat hadir karna sembelit atau sebagai mekanisme
kompensasi asidosis dalam kasus dehidrasi parah. (Muttaqin
& Sari, 2013, hal. 549)
9
c) Ketiak
Biasanya tidak terjadi
d) Abdomen
Ispeksi: kram abdomen di dapatkan. Perut di dapatkan kembung pada
kondisi kronis, status nutrisi bisa di dapatkan tanda – tanda
kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien terlihat kronis
Auskultasi: bising susu bisa normal, hiperaktif atau hipoaktif. Nada
gemerincing bernada tinggi dapat ditemukan pada kasus –
kasus obstruksi.
Palpasi: nyeri tekan abdomen, menunjukan penyakit parah dan
kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran
kanan bawah. Sebuah massa dapat teraba menunjukan obstruksi
atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukan
hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolanitis
sklerosis
Perkusi: nyeri ketuk dan tympani akibat flatulen. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 550)
e) Genitalia
Biasanya dapat terjadi peradangan pada area anus karena sering
mengalami diare
f) Ekstemitas
Kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian energi
setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi adalah gejala umum yang ditemukan
pada penyakit inflamasi usus. Sendi besar, seperti lutut, pergelangan kaki,
pergelangan tangan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap
sendi dapat terlibat. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)
g) Kulit dan kuku
Pada integumen, kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia, penurunan
turgor kulit dan kasus dehidrasi, eritemanodosum dapat terlihat pada
permukaan ekstensor. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)
e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium
10
Temuan pada pemeriksaan laboratorium dalam evaluasi kolitis urseratif
mungkin menunjukan tanda – tanda berikut:
a) Anemia (yaitu hemoglobin ˂ 14 g/dL pada pria dan ˂12 g/dL pada
wanita
b) Trombositosis (yaitu platelet ˃350.000/μL)
c) Peningkatan tingkat sedimentasi (variabel reverensi rentang, biasanya 0-
33 mm/jam) dan peningkatan C-reaktive protein (yaitu ˃100 mg/L).
Kedua temuan ini berkolerasi dengan aktivitas penyakit
d) Hipoalbiminemia (yaitu albumin ˂5,3 g/dl)
e) Hipokalemia (yaitu kalium ˂3,5 mEq/L)
f) Hipomagnesemia (yaitu magnesium ˂1,5 mg/dL)
g) Peningkatan alkalin fosfatase: lebih dari 125 μ/L menunjukan
kolangingitis sclerosing primer (biasanya ˃3 kali batas atas dari kisaran
referensi)
h) Pada diagnosis kolitis kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan
untuk membedakannya dengan disentri yang disebabkan oleh organisme
usus umum, ususnya entamoeba histolica. Feses positif terhadap darah.
(Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)
2) Pemeriksaan radiografik
a) Foto polos abdomen
Sinar rontgen mungkin menunjukak dilatasi colon dalam kasus yang parah
bisa didapatkan megacolon toksik. Selain itu, bukti perforasi, obstruksi,
atau ileus juga dapat diamati.
b) Studi kontras barium enema
Barium enema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan. Dengan
barium enema dapat dilihat adanya megacolon toksik, kondisi ulkus, dan
penyempitan colon. Selain itu, enema barium akan menunjukkan
iregularitas mucosal, pemendekan kolon dan dilatasi lengkung usus.
c) CT Scan
Secara umum CT Scan memainkan peran kecil dalam diagnose colitis
ulseratif. Ct scan dapat menunjukkan penebalan diding colon dan dilatasi
bilayer primer kolangitis sclerosis. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 551)
11
3) Prosedur endoscopy
Prosedur endoscopy dapat menunjukkan mukosa yang rapuh, mukosa
terinflamasi dengan eksudat dan ulserasi. Temuan di sigmoidoscopi flaksibel
dapat memberikan diagnosis colitis. Tujuan lain dari pemeriksaan ini adalah
untuk mendokumentasikan sejauh mana progresifitas penyakit, untuk
memantau aktivitas penyakit, dan sebagai survailans untuk dysplasia atau
kanker. Namun berhati-hati dalam upaya colonoscopy dengan biopsi pada
pasien pada pasien dengan penyakit parah karena resiko yang mungkin
perforasi atau lainnya komplikasi. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 553)
f. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk
mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini:
a) Tumor necrosis factor (TNF) inhibitirs. Agen ini mencegah sitokin
endogen dari mengikat ke reseptor permukaan sel dan mengarahkan
aktivitas biologis.
b) Immunomodulators. Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari system
kekebalan.
c) Antibiotic. Belum terbukti memberikan keuntungan yang konsisten dari
beberapa uji coba terkontrol untuk pengobatan colitis yang parah dan dapat
membantu menghindari suatu infeksi yang mengancam jiwa.
d) Kortikosteriod. Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk
induksi remisi. Agen ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi;
pengguna jangka panjang dapat menyebabkan efek samping. (Muttaqin &
Sari, 2013, hal. 552)
2) Terapi Bedah
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan colitis ulseratif untuk
mengontrol dan mengobati gejala komplikasi. Pembadahan dilakukan sesuai
dengan kondisi klinik individu. Beberapa jenis pembedahan pada colitis
ulseratif, meliputi; subtotal colektomi with ileous tomy and hartmann’s pouch,
total proctocolectomi with ileous tomi, total abdominal colectomy with ileal
rectal anastomosis, total porctocolostomi with continent (kock) pouch, total
proctokolostomi with ileal pouch anal anastomosis, anatransition zone
preservation, dan diverting ilenstomy.
12
Pertimbangan untuk total colectomy adalah sebagai berikut;
a) Revraktori penyakit dengan kegagalan terapi medis.
b) Terdapat bukti karsinoma atau diplasia.
c) Pendarahan parah.
d) Colitis fulminant tidak responsive terhadap pengobatan.
e) Megakolon toksik
f) Berforasi
g) Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk kanker
h) Sistemik komplikasi dari obat, khususnya steroid
i) Gagal tumbuh pada anak-anak. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 553)
2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for The Study of
Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
Batasan Karakteristik :
1) Perubahan selera makan.
2) Perubahan tekanan darah.
3) Perubahan frekuensi jantung.
4) Perubahan frekuensi penapasan.
5) Laporan isyarat.
6) Diaforesis.
7) Perilaku distraksi (misalnya : Berjalan mondar-mandir, mencari orang lain
dan aktivitas lain, aktivitas yang berulang).
8) Mengekspresikan perilaku (misalnya : Gelisah, merengek, menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah).
9) Masker wajah (misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus, meringis).
10) Sikap melindungi area nyeri.
13
11) Fokus menyempit (misalnya : Gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati.
13) Perubahan posisi untuk menghindar nyeri.
14) Sikap tubuh melindungi.
15) Dilatasi pupil.
16) Melaporkan nyeri secara verbal.
17) Fokus pada diri sendiri.
18) Gangguan tidur.
Faktor yang Berhubungan :
1) Agen cedera (misalnya : biologis, fisik, dan psikologis).
14
12) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau
1) Penyakit kronis
2) Kesulitan mengunyah atau menelan
3) Faktor ekonomi
4) Intolenransi makanan
5) Faktor ekonomi
6) Kebutuhan metabolik tinggi
7) Reflek mengisap pada bayi tidak adekuat
8) Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
9) Akses terhadap makanan terbatas
10) Hilang nafsu makan
11) Mual dan muntah
12) Pengabaian oleh orang tua
c. Risiko infeksi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor Risiko
1) Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
Gangguan peristaltik
Kerusakan integritas kulit
Perubahan sekresi pH
Penurunan kerja siliaris
Ketuban pecah lama
Ketuban pecah sebelum waktunya
Merokok
Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
Penurunan hemoglobin
15
Imunosupresi
Leukopenia
Supresi respon inflamasi
Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati
3. Intervensi
a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)
Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau
selalu):
- Mengenali awitan nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melaporkan nyeri yang dapat
dikendalikan Kriteria Hasil :
1) Mampu mengenali serangan nyeri.
2) Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
3) Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non
farmakologis.
16
4) Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga
kesehatan.
5) Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan
lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas
meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan,
dan nausea).
6) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate,
radial heart rate, tekanan darah).
7) Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain
penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine
dan alvi.
Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan :
1) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan faktor presipitasi dari nyeri).
2) Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.
3) Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
gangguan aktifitas, penurunan konsentrasi).
4) Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.
5) Ajari klien pola manajemen nyeri.
6) Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri.
7) Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.
8) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas
nyeri.
9) Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.
Penyuluhan pasien/keluarga
1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di
minum, frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut
(misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang
yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.
17
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
3) Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dn tawarkan strategi koping yang disarankan.
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
5) Managemen Nyeri : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan
akibat prosedur.
6) Managemen Nyeri : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika
memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum
nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan
peredaran nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa
lalu.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang darike butuhan tubuh
Tujuan : pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat Kriteria hasil:
1) Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu
2) Menunjukkan peningkatan BB
Intervensi
Aktivitas keperawatan
18
Menejemen nutrisi :
Aktivitas kolaboratif
19
c. Resiko infeksi
Tujuan: Faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian resiko
komunitas: penyakit menular; status imun; pengendalian resiko: penyakit
menular seksual dan penyembuhan luka: primer dan sekunder.
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Memperlihatkan higiene yang adekuat
3) Mengindikasikan statu gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan
imun dalam batas normal
4) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
5) Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining
dan pemantauan
Intervensi
Aktivitas keperawatan
1) Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi
kulit, keletihan, dan malaise)
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya, usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan
malnutrisi)
3) Pantau hasil laboratorium (misal, hitung darah lengkap, hitung granulosit
absolut, hitung jenis, protein serum, dan albumin)
4) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan terhadap
infeksi.
Penyuluhan untuk Pasien/ Keluarga
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa atau terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misal, mencuci tangan)
3) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
4) Berikan pasien dan keluarga metode untuk imunisasi (misal, formulir
informasi, buku catatan harian)
Pengendalian Infeksi:
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar
20
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien.
Aktivitas Kolaboratif
1) Ikuti protokol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai atau
kultur positif
2) Pengendalian Infeksi : Berikan terapi antibiotik bila diperlukan
21
III. DAFTAR PUSTAKA
Aru, S. W. (2010). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing.
Dr.Marianti. (2018, juli 10). Kolitis Ulseratif. Retrieved september 5, 2018, from
Alodoker:
https://www.alodokter.com/kolitis-ulseratif
Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.
ASKEP KMB
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
Ijin Pendirian Mendiknas RI Nomor : 113/D/O/2009
IV. IDENTITAS
1. Nama : Tn. S
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki laki
4. Agama : Islam
5. Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
6. Bahasa : Indonesia
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : Wiraswasta
9. Alamat : Dsn. Maron, Desa : Boyolangu, Tulungagung
10. Alamat yg mudah dihubungi : No.Hp : 0895333142706
11. Ditanggung oleh : Askes / Astek / Jamsostek / JPS / Sendiri
V. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
1. Keluhan utama / Alasan Masuk Rumah Sakit :
a. Alasan Masuk Rumah Sakit :
Pada tanggal 2 Agustus 2021 Pukul 22.00 WIB Px. yang sedang bekerja di perusahaan
marmer desa campurdarat, mengalami nyeri serius di bagian abdomen, diare dan
perdarahan rektum. Setelah itu Px. mendapat penanganan medis sementara di Puskesmas
Boyolangu. Lalu pada tanggal 3 Oktober 2021 Pukul 08.00 WIB Px. dirujuk ke rumah
sakit Dokter Iskak Tulungagung, di antar keluarga nya dengan keluhan nyeri hebat di
bagian abdomen. Setelah di lakukan tindakan Pemeriksaan Radiografik, dengan cara foto
polos abdomen di dapatkan hasil bahwa sinar rontgen menunjukkan dilatasi colon dalam
kasus yang parah yaitu megacolon toksik. Selain itu bukti perforasi, obstruksi, atau ileus,
juga dapat di amati.
ASKEP KMB
b. Keluhan Utama :
Px. Mengeluh nyeri hebat pada area abdomen
2. Riwayat Penyakit Sekarang ( PQRST ) :
P : Penyebab timbulnya nyeri karena infeksi oleh bakteri pada abdomen nyeri
kram pada kuadran periumbilikal kiri bawah.
Q : Nyeri terasa seperti di tusuk tusuk
R : Lokasi nyeri di temukan pada bagian abdomen kanan dan kiri
S : GCS / Skala nyeri 5
T : Keluhan nyeri di rasakan setiap saat, nyeri terasa hilang timbul, nyeri terjadi
secara mendadak, dan termasuk nyeri akut.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :
Px. dahulu pernah mengalami demam tifoid, karena akibat makanan yang di konsumsi
nya sehari hari kurang bersih, selain itu px juga gemar merokok dan sering meminum
alkohol. Pada keluarganya terdapat penyakit menurun yaitu hipertensi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Terdapat penyakit menurun dari ibu px. yaitu Hipertensi .
POLA AKTIFITAS SEHARI-HARI
3. Masalah Tidur Adanya nyeri yang di derita, px. Adanya terapi seperti Infus,
sulit untuk tidur dan adanya rasa nyeri, px.
4. Hal-hal yang Jika px. merasa nyaman Tidak nyaman
mempermudah tidur
5. Hal-hal yang Aadanya nyeri yang hilang timbul Terapi penggantian infus,
mempermudah pasien pada mata px, maka px sulit TTV, Nyeri berat pada mata
terbangun untuk istirahat tidur px.
B. Pola Eliminasi
1. B A B
- Warna Kuning Kuning
- Bau Khas Khas
- Konsistensi Encer Encer
- Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
- Frekwensi 1 kali sehari 1 kali sehari
- Kesulitan BAB Terjadi Diare Terjadi Diare
- Upaya mengatasi Diet buah dan sayur Diet buah dan sayur
2. B A K
- Warna Kuning keruh Kuning keruh
- Bau Amoniak Amoniak
- Konsistensi Kuning keruh Kuning keruh
- Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
- Frekwensi 3-4 kali sehari 3-4 kali sehari
ASKEP KMB
- Kesulitan BAK Tidak ada masalah BAK Tidak ada masalah BAK
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
2. Minum
- Frekwensi 4-5 kali sehari 4-5 kali sehari
- Jenis Air putih Air putih
- Diit Air putih Air putih
- Pantangan Minuman beralkohol dan bersoda Minuman alkohol dan soda
- Yang Disukai Minuman manis Minuman manis
- Yang Tdk disukai Kopi pahit Kopi pahit
- Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
- Masalah minum Tidak ada masalah Tidak ada masalah
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada
E. Pola Kegiatan / Aktifitas Px. hoby memancing ikan di Bed rest, sesekali menuju
Lain sungai, dan olahraga sepak bola kamar mandi dengan
menyeret kaki nya dengan
bantuan keluarga
F. Kebiasaan
- Merokok Tidak Tidak
- Alkohol Tidak Tidak
- Jamu, dll Tidak Tidak
ASKEP KMB
E. Hubungan dengan orang lain / interaksi sosial :
Interaksi sosial pasien bagus dan banyak kerabat yang mengunjungi dan mensuport
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Sanak keluarga, sanak saudara, anak Tn. S
ASKEP KMB
2. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan :
Mata lengkap, namun tidak simetris antara kanan dan kiri, mata kanan px.
terlihat merah dan bengkak ke ungu an
b. Kelopak Mata ( Palpebra ) :
Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
c. Konjuctiva dan sklera :
1. Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Pupil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh
darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat akan berdarah,
membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin,
menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadi pada
konjungtivitis kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
1) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar, edema konjungtiva berat,
kemosis konjungtiva bulbi, flikten peradangan disertai neovaskularisasi
d. Pupil :
ASKEP KMB
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi :
normal, simetris
b. Lubang Hidung :
normal, lembab, bersih
c. Cuping hidung :
tidak terdapat pernafasan cuping hidung, cuping hidung simetris
4. Telinga
a. Bentuk telinga : simetris
Ukuran telinga : sedang
Ketenggangan telinga : lentur
b. Lubang telinga :
simetris, terdapat serumen ( normal )
c. Ketajaman pendengaran :
normal, px. dapat mendengarkan detik jam secara keras
5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir :
kering, sedikit pecah pecah dan pucat
b. Keadaan gusi dan gigi :
bersih
c. Keadaan lidah :
lidah sedikit kotor
d. Orofarings :
normal
6. Leher
a. Posisi trakhea : tidak bergeser
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. Suara : jelas
d. Kelenjar Lymphe : tidak terdapat pembesaran
e. Vena jugularis : tidak terdapat bendungan vena jugularis
ASKEP KMB
E. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara :
ukuran : normal, bentuk payudara : menggantung dan sinetris
b. Warna payudara dan areola :
warna payudara : sawo matang, aerola : coklat kehitaman
c. Kelainan-kelainan payudara dan puting :
tidak terdapat kelainan
d. Axila dan clavicula :
tidak terdapat pembengkakan
Auskultasi
- Bunyi jantung I : lup tunggal
- Bunyi jantung II : dup tunggal
- Bunyi jantung Tambahan : tidak ada
- Bising / Murmur : seperti suara angin
- Frekwensi denyut jantung : 60x per menit
ASKEP KMB
G. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Tidak simetris
- Benjolan / Massa : Terdapat benjolan pada kuadran periumbilikal kiri bawah
- Bayangan pembuluh darah pada abdomen
Tidak ada
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 20x permenit ( tidak normal, terjadi diare )
- Bunyi jantung Anak / BJA : tidak terdapat suara mur mur
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : nyeri pada kuadran periumbilikal kiri bawah
- Benjolan / massa : tidak ada
- Tanda-tanda ascites : tidak ada
- Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar
- Lien : tidak ada pembesaran lien
- Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan mc. burne
d. Perkusi
- Suara Abdomen
Friction Rub ( bising kasar seperti memarut )
- Pemeriksaan Ascites
Tidak ada
5 3
1 3
J. Pemeriksaan Neurologi
1. Tingkat kesadaran ( secara kuantitatif ) / GCS :
4-5-6 kesadaran penuh
2. Tanda – tanda rangsangan otak ( meningeal sign ) :
Tidak ada kaku duduk
3. Syaraf otak( Nervus cranialis ) :
Tidak ada parese ( kelumpuhan otak )
4. Fungsi Motorik :
Px. mampu mobilitas
5. Fungsi Sensorik :
Px. mampu merasakan panas, dingin
ASKEP KMB
6. Refleks :
a. Refleks Fisiologis
Reflek tendon ( biceps, triceps, pergelangan, platella, tumit )
b. Refleks Patologis
respon plantar ( babinski )
PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Colitis
B. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis :
Pemeriksaan Hasil Normal
Sinar - X * Lesi menyebar pada kolon * Tidak terdapat lesi pada kolon
* Pemendekan kolon * Panjang kolon 1,5 M
Endoskopi * Mukosa yang rapuh * Mukosa tidak terdapat eksudat
* Mukosa terinflamasi dengan dan ulserasi
eksudat dan ulserasi
Sigmoidoskopi * Mukosa yang rapuh * Mukosa berlapisan dengan
* Mukosa terinflamasi dengan lendir untuk melapisi lambung
eksudat dan ulserasi * Mukosa tidak terinflamasi dan
tidak adanya cairan eksudat
hanya cairan lendir untuk
melindungi lambung dari asam
lambung
Kolonoskopi * Mukosa rapuh dengan ulkus * Mukosa berlapisan dengan
pada kolon kiri lendir untuk melapisi lambung.
Tes Laboratorium * Hemoglobin rendah Lk : 13,5 - 18 g/dl
Pr : 11,5 – 16 g/dl
1. Laboratorium
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
2. Rontgen
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
3. E C G
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
ASKEP KMB
4. U S G
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
5. Lain – lain
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
Terapi obat :
Mahasiswa
ASKEP KMB
ANALISA DATA
Nama pasien : Tn. S
Umur : 40 Tahun
No. Register : 11928866
Diagnosa :
Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( inflamasi )
Aktual/Risiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat ( ketidak mampuan mencerna makanan )
KEMUNGKINAN
KELOMPOK DATA PENYEBAB MASALAH
(Pokok Masalah)
Tanda Mayor Makanan tidak higienis Nyeri Akut
Ds : Virus / Bakteri
1. Px. mengeluh nyeri pada area
kuadran periumbilikal kiri Infeksi Hipotalamus
bawah Mediator nyeri
Do : Nyeri Akut
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Peradangan
3. Gelisah
4. Frekwensi nadi meningkat Peningatan suhu tubuh
5. Sulit tidur
Anoreksia
Tanda Minor
Resiko gangguan pemenuhan
Ds : - nutrisi
Do :
1. Tekanan darah meingkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Diaforesis
ASKEP KMB
Kelemahan otot untuk
menelan
Ketidakmampuan
menelan makanan
Kurang minat pada
makanan
ASKEP KMB
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. S
Umur : 40 Tahun
No. Register : 11928866
DIAGNOSA
NO LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d agen pencedera Setelah di lakukan tindakan Pemberian Analgetik
fisiologis ( organisme patogen keperawatan selama 1x24 Tindakan :
jam di dapatkan : Observasi :
) Menurun : - Identifikasi karakteristik
- Keluhan nyeri nyeri ( mis. Pencetus,
- Meringis pereda, kualitas, lokasi,
- Sikap protektif intensitas, frekwensi,
- Gelisah durasi )
- Ksulitan tidur - Identifikasi riwayat alergi
Membaik : obat
- Frekwensi nadi - Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik ( mis.
Narkotika, non-narkotik,
atau NSAID ) dengan
tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
- Monitor efektivitas
analgesik
Terapiutik :
- Diskusikan jenis analgesik
yang di sukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
- Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
- Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak di
inginkan
Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
jika perlu
ASKEP KMB
2. Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 1. Kaji terhadap adanya tanda
Aktual/Risiko tinggi
jam di dapatkan : kekurangan volume cairan : kulit
ketidakseimbangan nutrisi dan membran mukosa kering,
penurunan turgor kulit, oliguria,
kurang dari kebutuhan tubuh
klelahan, penurunan suhu,
b.d intake makanan yang peningkatan hematokrit,
peningkatan berat jenis urine,
kurang adekuat
dan hipotensi.
A. Intervensi Pemenuhan
Cairan :
1. identifikasi faktor penyebb,
spesifikasi usia dan adanya
riwayat penyakit lain.
2. Lakukan pemasangan IVFD
3. Dokumentasi dengan akurat
tentang asupan dan haluaran
cairan
4. Bantu pasien apabila muntah
ASKEP KMB
TINDAKAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Tn. S Umur : 40 Tahun No. Register : 11928866 Kasus : Cidera Tendon
A: Masalah teratasi
09.00 WIB B. Intervensi pada penurunan kadar elektrolit 8 Oktober 2021 P: Intervensi di hentikan
: 08.00 WIB
1. Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari
hilangnya elektrolit dari plasma.
ASKEP KMB
2. Perubahan klinik seperti penurunan urine
output secara akut perlu di beritahu kepada
tim medis untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya dan menurunkan risiko
terjadinya asidosis metabolik
3. Individu lansia dapat dengan cepat
mengalami dehidrasi dan menderita kadar
kalium rendah ( hipokalemia ) sebagai akibat
diare. Individu lansia juga di instruksikan
untuk mengenali tanda tanda hipokalemia
karena kadar kalium rendah dapat
memperberat kerja digitalis, yang dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.
ASKEP KMB
Topik : ………………………………..
Sasaran : ………………………………..
Ruang : ………………………...……...
TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN MATERI METODE AVA EVALUASI
ASKEP KMB