Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN


DENGAN COLITIS

NAMA ANGGOTA KELOMPOK :


 AYOUNG YULIAN HARI WIBOWO ( A2R18053 )
 CINDY NOVITA DEWI ( A2R18055 )
 DINDA AYU LESTARI ( A2R18063 )
 ERIKA RIZQUNA WATI ( A2R18068 )
 INDAH HARI KUSUMANING ASTUTI ( A2R18072 )
 LISTA AYU RETNANINGRUM ( A2R18077 )
 NITA MONICASARI ( A2R18083 )
 RISKY RAHMANA ( A2R18086 )
 WAHYU EKA WULANDARI ( A2R18093 )

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN

STIKES HUTAMA ABDI HUSADA

TULUNGAGUNG

2021
I. BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kolitis berasal dari kata kolon (usus besar ) dan itis (peradangan). Kolitis ulserativa
merupakan penyakit radang non spesifik kolon yang umumnya berlangsung lama disertai
masa remisi dan eksaserbasi yang berganti- ganti. Sakit abdomen, diare dan perdarahan
rektum merupakan tanda dan gejala yang penting. Frekuensi penyakit paling banyak
antara usia 20-40 tahun dan menyerang ke dua jenis kelamin sama banyak. Insiden kolitis
ulserativa adalah sekitar 1 per 10.000 orang dewasa kulit putih pertahun.
Tugas utama kolon ialah untuk menyimpan sisa makanan yang nantinya harus
dikeluarkan, absorpsi air, elektrolit dan asam empedu. Absorbsi terhadap air dan elektrolit
terutama dilakukan di kolon sebelah kanan, yaitu di coccum dan kolon asenden, dan
sebagian kecil dibagikan kolon lainnya. Begitu juga beberapa macam obat-obat yang
diberikan per rektal dapat dilakukan absorbsi, umunya dalam bentuk supositoria. Kolon
yang normal selama 24 jam dapat melakukan absorbsi 2,5 liter air, 403 mEq Cl.
Sebaliknya kolon mengeluarkan sekresi 45 mEq bikarbonat.
Peradangan kolon akut dapat disebabkan oleh sejumlah agen infeksi yaitu virus,
bakteri, atau parasit. Anifestarsi klinik infeksi ini adalah demam, sakit kejang abdomen
bagian bawah, dan diare yang dapat berdarah. Pada kasus yang berat darah secara dapat
ditemukan dalam feses, dan gambaran klinik dan sigmoidoskopi dapat menyerupai kolitis
ulserativa akut. Sel-sel radang akut terdapat pada infeksi shigella atau salmonella, kolitis
amoeba akut atau kolitis ulserativa idiopatik; sel-sel ini tidak terdapat pada gestroenteris
virus atau dare yang disebabkan oleh enterotoksin. (Aru, 2010)

B. Batasan Masalah
Studi pada asuhan keperawatan ini difokuskan pada konsep penyakit Colitis paru
dan konsep asuham keperawatan Colitis.

C. Rumusan Masalah
Bagaimanakah asuhan keperawatan pasien yang mengalami Colitis?

1
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu menganalisis asuhan keperawatan pasien yang mengalami Colitis
2. Tujuan Khusus
a. Memahami konsep penyakit Colitis
b. Memahami konsep asuhan keperawatan Colitis

2
II. BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Kolitis adalah penyakit inflamasi usus karena penyebab yang diketahui,
biasanya mengenal lapisan mukosa kolon, dapat ringan, kronis atau akut. (Lestari,
2009, hal. 97)
Kolitis adalah gangguan peradangan kronis idiopatik yang terjadi pada usus
besar khususnya bagian kolon desenden sampai rektum. (Muttaqin & Sari, 2013, hal.
546)
2. Etiologi
Penyebab dari kolitis ulseratif sangat beragam, meliputi fenomena autoimun,
faktor genetik, perokok pasif, diet, pascaapendektomi, dan infeksi.
Pada fenomena autoimun, serum, dan mukosa auto-antibodi akan melawan
sel-sel epitel usus yang mungkin terlibat. Pada studi individu dengan kolitis ulseratif
sering ditemukan memiliki antibodi p-antineutrophil cytoplasmic. Pada fenomena
yang diperantarai respon imun, terdapat kelainan humoral dan imunitas yang
diperantarai sel dan/atau reaktivitas umum terhadap antigen bakteri usus. Hilangnya
toleransi terhadap flora usus normal diyakini merupakan peristiwa utama dalam
patogenesis penyakit inflamasi usus. Faktor kerentanan genetik (kromosom 12 dan
16) adalah faktor yang dikaitakan dengan kolitis ulseratif. Sejarah keluarga yang
positif (diamati pada 1 dari 6 keluarga) berhubungan dengan risiko lebih tinggi untuk
terjadinya penyakit. Perokok pasif dikaitkan dengan kolitis ulseratif, sedangkan
perokok justru lebih rendah untuk terjadi kolitis ulseratif. Kondisi ini merupakan
fenomena terbalik dibandingkan dengan enteritis regional (chron’s disease). Faktor
konsumsi makanan, khususnya yang terbuat dari susu dapat mengeksaserbasi
(meningkatkan) respon penyakit. Pascaapendektomi mempunyai asosiasi negatif
dengan kolitis ulseratif. Infeksi tertentu telah terlibat dalam penyakit inflamasi usus,
misalnya campak, infeksi microbakteri atipikal. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 547)

3
3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala dari colitis, yaitu sebagai berikut:
a. Enteritis regional: nyeri seperti kram, sering pada kram kuadran kanan bawah
dengan diare sering mengandung melena dan/atau steatorea
b. Anoreksia
c. Penurunan berat badan
d. Demam
e. Mual, muntah
f. Malaise
g. Peritaltik meningkat
h. Ketidakseimbangan emosional. (Lestari, 2009, hal. 98)
4. Patofisiologi
Kolitis hanya melibatkan mukosa; kondisi ini ditandai dengan
pembentukanan abses dan deplesi dari sel-sel goblet. Dalam kasus yang berat, sub
mukosa mungkin terlibat; dalam beberapa kasus, makin dalam lapisan otot dinding
kolon juga terpengaruh.
Kolitis akut berat dapat mengakibatkan kolitis fulminan atau mega kolon
toksis, yang ditandai dengan penipisan dinding tipis, pembesaran, dilatasi usus besar
yang memungkinkan terjadinya perforasi. Penyakit kronis dikaitkan dengan
pembentukan pseudopolip pada sekitar 15-20% dari kasus. Pada kondisi kronis dan
berat juga dihubungkan dengan resiko peningkatan prekanker kolon, yaitu berupa
karsinoma in situ atau dispalsia. Secara anatomis sebagian besar kasus melibatkan
rektum; beberapa pasien juga mengalami mengembangkan ileitis terminal disebabkan
oleh katub dileocecal yang tidak kompeten. Dalam kasus ini, sekitar 30 cm dari ileum
terminal biasanya terpengaruh.
Selanjutnya terdapat beberapa perubahan imunologis akan terlibat, yaitu :
a. Akumulasi sel-T didalam lamina propia dari segmen kolon yang mengalami
peradangan. Pada pasien dengan ulseratifkolitis, ini adalah sel-T sitotoksik ke
epitel kolon. Perubahan ini disertai dengan peningkatan populasi sel-B dan sel
plasma, dengan peningkatan produksi imunoglobulin-G (Ig-G) dan
imunoglobulin-E (Ig-E).
b. Biopsis sampel kolon dari pasien dengan kolitis ulseratif dapat menunjukkan
peningkatan secara signifikan tingkat Platelet-Activating Factor (PAF). Pelepasan

4
PAF dirangsang oleh leukotrienes, endotoksin, faktor lain yang mungkin
bertanggung jawab atas peradangan mukosa, namun proses ini tidak jelas.
c. Antibody antiklonik telah terdeteksi pada pasien dengan ulseratif kolitis.
Respon awal kolitis ulseratif adalah edema yang berlanjut pada terbentuknya
jaringan parut dan pembentukan ulkus disertai adanya perdarahan. Lesi berlanjut,
yang terjadi secara bergiliran, satu lesi diikuti oleh lesi yang lainnya. Proses penyakit
mulai pada rectum dan akhirnya dapat mengenai seluruh kolon. Pada kondisi ini,
penipisan dinding usus atau ketebalan normal, tetapi dengan adanya respons inflamasi
lokal yaitu edema, serta akumulasi lemak dan hipertrofi dari lapisan otot dapat
memberikan kesan dinding usus menebal sehingga memberikan manifestasi
penyempitan lumen usus dan terjadi pemendekan dari usus. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 547)

5
Pathway Colitis

(Aru, 2010)

Faktor predisposisi fenomena autoimun, faktor genetik, perokok


pasif, diet, pascaapendektomi dan infeksi

Respons peningkatan progresifitas kolitis

Kolitis ulseratif

Jaringan parut dan pembentukan ulkus pada

Obstruksi usus Respon psikologis Penyempitan Gangguan Perdarahan


megakolom lumen gastrointestina
toksis refraktor intestinal l
terhadap terapi
Kecemasan Gangguan Mual, muntah, anemia
farmakologi
pemenuhan Transportas kembung,
perdarahan masif
informasi i makanan anoreksia,
Intervensi diare
bedah total Kram Cepat
kolektomi dan lelah,
ileustomi Intake nutrisi
keletihan
tidak adekuat.
Nyeri
preoperatif pascaoperatif Penurunan berat
badan. Output Defisit
cairan berlebih perawatan
Kerusaka diri
Port de n jaringa
Respon
entree n Ketidakseimbang
psikologis
pascabedah pascabeda an nutrisi urang
misinterpretasi h dari kebutuhan
perawatan dan
Risiko ketidakseimbanga
penatalaksanaan infeksi n
pengobata cairan dan
n elektrolit
Kecemasa
n Penurunan kemampuan batuk Aktual/risiko
pemenuha efektif ketidakseimbangan
n bersihan jalan nafas
informasi
6
5. Klasifikasi
Kolitis adalah suatu peradangan akut atau kronis pada kolon yang berdasarkan
penyebab dapat diklasifikasi sebagai berikut:
a. Kolitis infeksi misalnya shigelosis, kolitis tuberkolosa, kolitis amebik, kelotis
pseodomembran, kolitis karena virus atau bakteri atau parasit lain.
b. Kolitis non-infeksi misalnya kolitis ulseratif, penyakit chron’s, kolitis radiasi,
kolitis iskemik, kolitis mikroskopik, kolitis non-spesifik. (Lestari, 2009, hal. 97)
6. Komplikasi
a. Ketidakseimbangan elektrolit
b. Dehidrasi, malnutrisi dan anemia
c. Obstruksi dan perforasi usus
d. Hemoragi
e. Syok
f. Fistula dan peritonitis
g. Abses perianal, fistula, dan fisura
h. Depresi. (Lestari, 2009, hal. 99)

7
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Pada umumnya semua orang berpotensi untuk terkena peyakit colitis atau dapat
terjadi pada setiap kelompok usia, tetapi kondisi ini umumnya mulai terjadi pada
mereka yang berusia dibawah 30 tahun (Dr.Marianti, 2018)
b. Status kesehatan saat ini
1) Keluhan Utama
Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis, yaitu berupa nyeri kram pada kuadran
periumbilikal kiri bawah. Kondisi rasa sakit bisa mendahului diare dan
mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah BAB. Diare
biasanya disertai darah. Pasien melaporkan mengeluarkan feses cair 10 – 20
kali sehari. Pasien juga mengeluh saat BAB seperti ada yang menghalangi.
(Muttaqin & Sari, 2013, hal. 549)
2) Alasan Masuk Rumah Sakit
Biasanya pasien mengeluh perdarahan anus, diare, dan sakit perut. (Muttaqin
& Sari, 2013, hal. 549)
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pengkajian riwayat penyakit sekarang, kondisi ringan karena kolitis
adalah penyakit mukosa yang terbatas pada kolon, gejala yang paling umum
adalah perdarahan anus, diare, dan sakit perut. Pada kondisi kelotis berat
terjadi sekitar 10% dari pasien, di dapat keluhan lainnya yang menyertai,
seperti peningkatan suhu tubuh, mual, muntah, anoreksia, perasaan lemah, dan
penurunan nafsu makan. Pasien dengan colitis yang parah dapat mengalami
komplikasi yang mengancam nyawa, termasuk pendarahan parah, megakolon
toksik, atau perforasi usus. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 549)
c. Riwayat kesehatan terdahulu
Riwayat penyakit dahulu penting digali untuk menentukan penyakit dasar yang
menyebabkan kondisi enteritis regional. Pengkajian predisposisi seperti genetik,
lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, dan merokok perlu didokumentasikan.
Anamnesis penyakit sistemik, seperti DM, hipertesi, dan tuberkulosis
dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian preoperatif. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 549)

8
d. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
a) Kesadaran
Kesadaran klien yang terdiri atas compos metis, apatis, somnolen, sopor,
atau koma. (Muttaqin, 2012, hal. 87)
b) Tanda-tanda vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan colitis biasanya
didapat peningkatan suhu tubuh secara signifikan, frekuensi napas
meningkat apabila disertai napas, denyut nadi biasanya meningkat seirama
dengan peningkatan suhu tubuh dan frekuensi pernapasan dan tekanan
darah biasanya sesuai dengan adanya peyakit penyulit seperti hipertensi.
(Muttaqin, 2012, hal. 86)
2) Head To Toe
a) Kepala dan leher
 Rambut: tidak terdapat kelainan pada rambut kecuali jika
adanya komplikasi penyakit rambut yang menyertai
 Mata : perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan penurunan
perfusi ke otak pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan
erythematous yang menyakitkan mata.
 Hidung : tidak terdapat kelainan pada hidung kecuali jika
adanya komplikasi penyakit hidung yang menyertai
 Telinga: tidak terdapat kelainan pada telingan kecuali jika adanya
komplikasi penyakit telinga yang menyertai
 Leher : tidak terdapat kelainan pada leher kecuali jika adanya
komplikasi penyakit leher yang menyertai. (Muttaqin & Sari,
2013, hal. 550)
b) Dada
 Jantung : takikardi dapat mewakili anemia atau hipovolemia.
Turgor kulit ˃ 3 detik menandakan gejala dehidrasi
 Paru : takipnea dapat hadir karna sembelit atau sebagai mekanisme
kompensasi asidosis dalam kasus dehidrasi parah. (Muttaqin
& Sari, 2013, hal. 549)

9
c) Ketiak
Biasanya tidak terjadi
d) Abdomen
Ispeksi: kram abdomen di dapatkan. Perut di dapatkan kembung pada
kondisi kronis, status nutrisi bisa di dapatkan tanda – tanda
kekurangan gizi, seperti atrofi otot dan pasien terlihat kronis
Auskultasi: bising susu bisa normal, hiperaktif atau hipoaktif. Nada
gemerincing bernada tinggi dapat ditemukan pada kasus –
kasus obstruksi.
Palpasi: nyeri tekan abdomen, menunjukan penyakit parah dan
kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran
kanan bawah. Sebuah massa dapat teraba menunjukan obstruksi
atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukan
hipertensi portal dari hepatitis autoimun terkait atau kolanitis
sklerosis
Perkusi: nyeri ketuk dan tympani akibat flatulen. (Muttaqin & Sari, 2013,
hal. 550)
e) Genitalia
Biasanya dapat terjadi peradangan pada area anus karena sering
mengalami diare
f) Ekstemitas
Kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian energi
setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi adalah gejala umum yang ditemukan
pada penyakit inflamasi usus. Sendi besar, seperti lutut, pergelangan kaki,
pergelangan tangan, dan siku, yang paling sering terlibat, tetapi setiap
sendi dapat terlibat. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)
g) Kulit dan kuku
Pada integumen, kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia, penurunan
turgor kulit dan kasus dehidrasi, eritemanodosum dapat terlihat pada
permukaan ekstensor. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)

e. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan laboratorium

10
Temuan pada pemeriksaan laboratorium dalam evaluasi kolitis urseratif
mungkin menunjukan tanda – tanda berikut:
a) Anemia (yaitu hemoglobin ˂ 14 g/dL pada pria dan ˂12 g/dL pada
wanita
b) Trombositosis (yaitu platelet ˃350.000/μL)
c) Peningkatan tingkat sedimentasi (variabel reverensi rentang, biasanya 0-
33 mm/jam) dan peningkatan C-reaktive protein (yaitu ˃100 mg/L).
Kedua temuan ini berkolerasi dengan aktivitas penyakit
d) Hipoalbiminemia (yaitu albumin ˂5,3 g/dl)
e) Hipokalemia (yaitu kalium ˂3,5 mEq/L)
f) Hipomagnesemia (yaitu magnesium ˂1,5 mg/dL)
g) Peningkatan alkalin fosfatase: lebih dari 125 μ/L menunjukan
kolangingitis sclerosing primer (biasanya ˃3 kali batas atas dari kisaran
referensi)
h) Pada diagnosis kolitis kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan
untuk membedakannya dengan disentri yang disebabkan oleh organisme
usus umum, ususnya entamoeba histolica. Feses positif terhadap darah.
(Muttaqin & Sari, 2013, hal. 550)
2) Pemeriksaan radiografik
a) Foto polos abdomen
Sinar rontgen mungkin menunjukak dilatasi colon dalam kasus yang parah
bisa didapatkan megacolon toksik. Selain itu, bukti perforasi, obstruksi,
atau ileus juga dapat diamati.
b) Studi kontras barium enema
Barium enema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan. Dengan
barium enema dapat dilihat adanya megacolon toksik, kondisi ulkus, dan
penyempitan colon. Selain itu, enema barium akan menunjukkan
iregularitas mucosal, pemendekan kolon dan dilatasi lengkung usus.
c) CT Scan
Secara umum CT Scan memainkan peran kecil dalam diagnose colitis
ulseratif. Ct scan dapat menunjukkan penebalan diding colon dan dilatasi
bilayer primer kolangitis sclerosis. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 551)

11
3) Prosedur endoscopy
Prosedur endoscopy dapat menunjukkan mukosa yang rapuh, mukosa
terinflamasi dengan eksudat dan ulserasi. Temuan di sigmoidoscopi flaksibel
dapat memberikan diagnosis colitis. Tujuan lain dari pemeriksaan ini adalah
untuk mendokumentasikan sejauh mana progresifitas penyakit, untuk
memantau aktivitas penyakit, dan sebagai survailans untuk dysplasia atau
kanker. Namun berhati-hati dalam upaya colonoscopy dengan biopsi pada
pasien pada pasien dengan penyakit parah karena resiko yang mungkin
perforasi atau lainnya komplikasi. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 553)
f. Penatalaksanaan
1) Terapi Farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk
mencegah komplikasi, dengan pertimbangan terapi berikut ini:
a) Tumor necrosis factor (TNF) inhibitirs. Agen ini mencegah sitokin
endogen dari mengikat ke reseptor permukaan sel dan mengarahkan
aktivitas biologis.
b) Immunomodulators. Agen ini mengatur faktor-faktor kunci dari system
kekebalan.
c) Antibiotic. Belum terbukti memberikan keuntungan yang konsisten dari
beberapa uji coba terkontrol untuk pengobatan colitis yang parah dan dapat
membantu menghindari suatu infeksi yang mengancam jiwa.
d) Kortikosteriod. Digunakan dalam moderat hingga berat kasus aktif untuk
induksi remisi. Agen ini tidak memiliki manfaat dalam mencegah remisi;
pengguna jangka panjang dapat menyebabkan efek samping. (Muttaqin &
Sari, 2013, hal. 552)
2) Terapi Bedah
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan colitis ulseratif untuk
mengontrol dan mengobati gejala komplikasi. Pembadahan dilakukan sesuai
dengan kondisi klinik individu. Beberapa jenis pembedahan pada colitis
ulseratif, meliputi; subtotal colektomi with ileous tomy and hartmann’s pouch,
total proctocolectomi with ileous tomi, total abdominal colectomy with ileal
rectal anastomosis, total porctocolostomi with continent (kock) pouch, total
proctokolostomi with ileal pouch anal anastomosis, anatransition zone
preservation, dan diverting ilenstomy.

12
Pertimbangan untuk total colectomy adalah sebagai berikut;
a) Revraktori penyakit dengan kegagalan terapi medis.
b) Terdapat bukti karsinoma atau diplasia.
c) Pendarahan parah.
d) Colitis fulminant tidak responsive terhadap pengobatan.
e) Megakolon toksik
f) Berforasi
g) Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk kanker
h) Sistemik komplikasi dari obat, khususnya steroid
i) Gagal tumbuh pada anak-anak. (Muttaqin & Sari, 2013, hal. 553)

2. Diagnosa keperawatan
a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)
Definisi: Pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang
muncul akibat kerusakan jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan
dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International Association for The Study of
Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.

Batasan Karakteristik :
1) Perubahan selera makan.
2) Perubahan tekanan darah.
3) Perubahan frekuensi jantung.
4) Perubahan frekuensi penapasan.
5) Laporan isyarat.
6) Diaforesis.
7) Perilaku distraksi (misalnya : Berjalan mondar-mandir, mencari orang lain
dan aktivitas lain, aktivitas yang berulang).
8) Mengekspresikan perilaku (misalnya : Gelisah, merengek, menangis,
waspada, iritabilitas, mendesah).
9) Masker wajah (misalnya : mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan
mata berpencar atau tetap pada satu focus, meringis).
10) Sikap melindungi area nyeri.

13
11) Fokus menyempit (misalnya : Gangguan persepsi nyeri, hambatan proses
berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan lingkungan).
12) Indikasi nyeri yang dapat diamati.
13) Perubahan posisi untuk menghindar nyeri.
14) Sikap tubuh melindungi.
15) Dilatasi pupil.
16) Melaporkan nyeri secara verbal.
17) Fokus pada diri sendiri.
18) Gangguan tidur.
Faktor yang Berhubungan :
1) Agen cedera (misalnya : biologis, fisik, dan psikologis).

b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh


Definisi : asupan nutrisi tuidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
Batas karakteristik :
Subjektif
1) Kram abdomen
2) Nyeri abdomen(dengan atau tanpa penyakit)
3) Menolak makan
4) Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
5) Melaporkan perubahan sensasi rasa
6) Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan
Objektif
1) Pembuluh kapiler rapuh
2) Diare atau stiatore
3) (adanya bukti) kekurangan makanan
4) Kehilangan rambut yang berlebihan
5) Bising usus hiperaktif
6) Kurang minat terhadap makanan
7) Salah paham
8) Membran mukosa pucat
9) Tonus otot buruk
10) Menolak untuk makan
11) Rongga mulut terluka

14
12) Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau

mengunyah. Faktor yang berhubungan :

1) Penyakit kronis
2) Kesulitan mengunyah atau menelan
3) Faktor ekonomi
4) Intolenransi makanan
5) Faktor ekonomi
6) Kebutuhan metabolik tinggi
7) Reflek mengisap pada bayi tidak adekuat
8) Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
9) Akses terhadap makanan terbatas
10) Hilang nafsu makan
11) Mual dan muntah
12) Pengabaian oleh orang tua
c. Risiko infeksi
Definisi: Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
Faktor Risiko
1) Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)
2) Efek prosedur invasif
3) Malnutrisi
4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:
 Gangguan peristaltik
 Kerusakan integritas kulit
 Perubahan sekresi pH
 Penurunan kerja siliaris
 Ketuban pecah lama
 Ketuban pecah sebelum waktunya
 Merokok
 Statis cairan tubuh
6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:
 Penurunan hemoglobin

15
 Imunosupresi
 Leukopenia
 Supresi respon inflamasi
 Vaksinasi tidak adekuat
Kondisi Klinis Terkait
1) AIDS
2) Luka bakar
3) Penyakit paru obstruktif kronis
4) Diabetes mellitus
5) Tindakan invasif
6) Kondisi penggunaan terapi steroid
7) Penyalahgunaan obat
8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)
9) Kanker
10) Gagal ginjal
11) Imunosupresi
12) Lymphedema
13) Leukositopenia
14) Gangguan fungsi hati

3. Intervensi
a. Nyeri akut (Wilkinson, 2016, p. 296)
Tujuan : memperlihatkan pengendalian nyeri, yang dibuktikan oleh indicator
sebagai berikut (sebutkan 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, atau
selalu):
- Mengenali awitan nyeri
- Menggunakan tindakan pencegahan
- Melaporkan nyeri yang dapat
dikendalikan Kriteria Hasil :
1) Mampu mengenali serangan nyeri.
2) Mampu mendeskripsikan penyebab nyeri.
3) Menggunakan teknik pencegahan nyeri, khususnya teknik non
farmakologis.

16
4) Melaporkan perubahan gejala nyeri secara periodic kepada tenaga
kesehatan.
5) Menunjukkan gejala terhadap nyeri (keluhan, menangis, gerakan
lokalisir,ekspresi wajah, gangguan istirahat tidur, agitasi, iritabilitas
meningkat, diaphoresis, penurunan konsentrasi, kehilangan nafsu makan,
dan nausea).
6) Tanda-tanda vital dalam rentang normal (respiratory rate, apical heart rate,
radial heart rate, tekanan darah).
7) Menunjukkan perubahan dampak dari nyeri (disruptive effects), antara lain
penurunan konsentrasi, penurunan motivasi, gangguan tidur, kerusakan
mobilitas fisik, gangguan pemenuhan ADL, dan kerusakan eliminasi urine
dan alvi.
Nursing Interventions Classification (NIC) :
Aktifitas Keperawatan :
1) Kaji nyeri (lokasi, karakteristik, onset/durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan faktor presipitasi dari nyeri).
2) Kaji pengetahuan klien tentang nyeri serta pengalaman sebelumnya.
3) Kaji dampak dari nyeri (gangguan tidur, penurunan nafsu makan,
gangguan aktifitas, penurunan konsentrasi).
4) Beri lingkungan yang nyaman kepada klien.
5) Ajari klien pola manajemen nyeri.
6) Ajari klien penggunaan teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri.
7) Lakukan teknik PCA (Patient Controlled Analgesia) sesuai kebutuhan.
8) Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup untuk mengurangi intensitas
nyeri.
9) Monitoring kepuasan pasien atas pelaksanaan manajemen nyeri.
Penyuluhan pasien/keluarga
1) Sertakan dalam instruksi pemulangan pasien obatt khusus yang harus di
minum, frequensi pemberian, kemungkinan efek samping, kemungkinan
interaksi obat, kewaspadaan khusus saat mengonsumsi obat tersebut
(misalnya pembatasan aktivitas fisik, pembatasan diet) dan nama orang
yang harus dihubungi bila mengalami nyeri membandel.

17
2) Instruksikan pasien untuk menginformasikan kepada perawat jika
peredaan nyeri tidak dapat dicapai.
3) Informasikan kepada asien tentang prosedur yang dapat meningkatkan
nyeri dn tawarkan strategi koping yang disarankan.
4) Perbaiki kesalahan persepsi tentang analgesic narkotik atau opioid
(misalnya, risiko ketergantungan atau overdosis)
5) Managemen Nyeri : berikan informasi tentang nyeri, seperti penyebab
nyeri, berapa lama akan berlangsung, dan antisipasi ketidaknyamanan
akibat prosedur.
6) Managemen Nyeri : ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
(misalnya, umpan-balik biologis, transcutaneous electrical nerve
stimulation (TENS), hypnosis, relaksasi, imajinasi terbimbing, terapi
musik, distraksi, terapi bermain, terapi aktivitas, akupresur, kompres
hangat atau dingin, dan masase) sebelum, setelah, dan jika
memungkinkan, selama aktivitas yang menimbulkan nyeri, sebelum
nyeri terjadi atau meningkat dan bersama penggunaan tindakan
peredaran nyeri yang lain.
Aktifitas kolaboratif
Gunakan tindakan pengendalian nyeri sebelum nyeri menjadi lebih berat
laporkan kepada dokter jika tindakan tidak berhasil atau jika keluhan saat ini
merupakan perubahan yang bermakna dari pengalaman nyeri pasien di masa
lalu.
b. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang darike butuhan tubuh
Tujuan : pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang
adekuat Kriteria hasil:
1) Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi
individu
2) Menunjukkan peningkatan BB

Intervensi

Aktivitas keperawatan

1) Teneukan motivasi pasien untuk mengubah kebiasaan makan.


2) Pantau nilai laboratorium, khusunya transferin, albumin, dan elektrolit.

18
Menejemen nutrisi :

1) Ketahui makanan kesukaan pasien


2) Tentukan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.
3) Pantau kandungan nutrisi dan kalori pada catatan asupan.
4) Timbang pasien pada interval yang tepat.

Penyuluhan untuk pasien/keluarga

1) Ajrakan metode untuk perencanaan makan.


2) Ajarkan pesien atau keluarga tentang makanan yang bergizi dan tidak
mahal.
3) Menejeman nutri : beriakn informasi yang tepat tentang
keseimbangan nutrisi dan bagaimana memenuhinya.

Aktivitas kolaboratif

1) Diskusikan dengan ahli gizi dalam menentukan kebutuhan protein pasien


yang menglami ketidakadekuatan asupan protein atau kehilangan protein
(misal, pasien anoreksia nervosa atau pasien penyakit glomerular/dialisis
peritoneal)
2) Diskusikan dengan dokter kebutuhan stimulasi nafsu makan, makanan
pelengkap, pemberian makanan melaui selang, atau nutrisi perenteral total
agar asupan kalori yang adekuat dapat dipertahankan.
3) Rujuk ke dokter untuk menentukan penyebab gangguan nutrisi.
4) Rujuk ke program gizi di komunitas yang tepat, jika pasie tidak dapat
membeli atau menyiapkan mkanan yang adekuat.
5) Manajemen nutrisi : tentukan dengan melakukan kolaborasi bersama ahli
gizi, jika diperlukan, jumlah kalori dan jenis zat gizi yang dibutuhkan
unntuk memenuhi kebutuhan nutrisi (khususnya untuk pasien dengan
kebutuhan energi tinggi, seperti pasien pasca bedah dan luka bakar trauma
demam, dan luka)

19
c. Resiko infeksi
Tujuan: Faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian resiko
komunitas: penyakit menular; status imun; pengendalian resiko: penyakit
menular seksual dan penyembuhan luka: primer dan sekunder.
Kriteria Hasil :
1) Terbebas dari tanda dan gejala infeksi
2) Memperlihatkan higiene yang adekuat
3) Mengindikasikan statu gastrointestinal, pernapasan, genitourinaria, dan
imun dalam batas normal
4) Menggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi
5) Melaporkan tanda dan gejala infeksi serta mengikuti prosedur skrining
dan pemantauan
Intervensi
Aktivitas keperawatan
1) Pantau tanda dan gejala infeksi (misalnya, suhu tubuh, denyut jantung,
drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urine, suhu kulit, lesi
kulit, keletihan, dan malaise)
2) Kaji faktor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
(misalnya, usia lanjut, usia kurang dari 1 tahun, luluh imun, dan
malnutrisi)
3) Pantau hasil laboratorium (misal, hitung darah lengkap, hitung granulosit
absolut, hitung jenis, protein serum, dan albumin)
4) Amati penampilan praktik higiene personal untuk perlindungan terhadap
infeksi.
Penyuluhan untuk Pasien/ Keluarga
1) Jelaskan kepada pasien dan keluarga mengapa atau terapi meningkatkan
resiko terhadap infeksi
2) Instruksikan untuk menjaga higiene personal untuk melindungi tubuh
terhadap infeksi (misal, mencuci tangan)
3) Jelaskan rasional dan manfaat serta efek samping imunisasi
4) Berikan pasien dan keluarga metode untuk imunisasi (misal, formulir
informasi, buku catatan harian)
Pengendalian Infeksi:
Ajarkan pasien teknik mencuci tangan yang benar

20
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruang pasien.
Aktivitas Kolaboratif
1) Ikuti protokol institusi untuk melaporkan infeksi yang dicurigai atau
kultur positif
2) Pengendalian Infeksi : Berikan terapi antibiotik bila diperlukan

21
III. DAFTAR PUSTAKA

Aru, S. W. (2010). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: Interna Publishing.

Dr.Marianti. (2018, juli 10). Kolitis Ulseratif. Retrieved september 5, 2018, from

Alodoker:
https://www.alodokter.com/kolitis-ulseratif

Lestari, A. P. (2009). Endoskopi Gastrointestinal. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin & Sari, A. ,. (2013). Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan Keperawatan


Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Muttaqin, A. (2012). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: Salemba Medika.

Wilkinson. (2016). Diagnose Keperawatan. Jakarta: EGC.

ASKEP KMB
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
“HUTAMA ABDI HUSADA”
Ijin Pendirian Mendiknas RI Nomor : 113/D/O/2009

Jl. Dr. Wahidin Sudiro Husodo Telp./Fax: 0355-322738


Tulungagung 66224
Alamat E-mail : stikeshahta@yahoo.co.id

PENGKAJIAN DATA DASAR DAN FOKUS

Pengkajian diambil tgl : 3 Oktober 2021 Jam : 10.00 WIB


Tanggal Masuk : 2 Oktober 2021 No. reg : 11928866
Ruangan / Kelas : Virtual/03
No. Kamar : 15
Diagnosa Masuk : Peradangan Usus Besar
Diagnosa Medis : Colitis

IV. IDENTITAS
1. Nama : Tn. S
2. Umur : 40 Tahun
3. Jenis Kelamin : Laki laki
4. Agama : Islam
5. Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia
6. Bahasa : Indonesia
7. Pendidikan : SMA
8. Pekerjaan : Wiraswasta
9. Alamat : Dsn. Maron, Desa : Boyolangu, Tulungagung
10. Alamat yg mudah dihubungi : No.Hp : 0895333142706
11. Ditanggung oleh : Askes / Astek / Jamsostek / JPS / Sendiri
V. RIWAYAT KESEHATAN KLIEN
1. Keluhan utama / Alasan Masuk Rumah Sakit :
a. Alasan Masuk Rumah Sakit :
Pada tanggal 2 Agustus 2021 Pukul 22.00 WIB Px. yang sedang bekerja di perusahaan
marmer desa campurdarat, mengalami nyeri serius di bagian abdomen, diare dan
perdarahan rektum. Setelah itu Px. mendapat penanganan medis sementara di Puskesmas
Boyolangu. Lalu pada tanggal 3 Oktober 2021 Pukul 08.00 WIB Px. dirujuk ke rumah
sakit Dokter Iskak Tulungagung, di antar keluarga nya dengan keluhan nyeri hebat di
bagian abdomen. Setelah di lakukan tindakan Pemeriksaan Radiografik, dengan cara foto
polos abdomen di dapatkan hasil bahwa sinar rontgen menunjukkan dilatasi colon dalam
kasus yang parah yaitu megacolon toksik. Selain itu bukti perforasi, obstruksi, atau ileus,
juga dapat di amati.

ASKEP KMB
b. Keluhan Utama :
Px. Mengeluh nyeri hebat pada area abdomen
2. Riwayat Penyakit Sekarang ( PQRST ) :
 P : Penyebab timbulnya nyeri karena infeksi oleh bakteri pada abdomen nyeri
kram pada kuadran periumbilikal kiri bawah.
 Q : Nyeri terasa seperti di tusuk tusuk
 R : Lokasi nyeri di temukan pada bagian abdomen kanan dan kiri
 S : GCS / Skala nyeri 5
 T : Keluhan nyeri di rasakan setiap saat, nyeri terasa hilang timbul, nyeri terjadi
secara mendadak, dan termasuk nyeri akut.
3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu :
Px. dahulu pernah mengalami demam tifoid, karena akibat makanan yang di konsumsi
nya sehari hari kurang bersih, selain itu px juga gemar merokok dan sering meminum
alkohol. Pada keluarganya terdapat penyakit menurun yaitu hipertensi.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga :
Terdapat penyakit menurun dari ibu px. yaitu Hipertensi .
POLA AKTIFITAS SEHARI-HARI

SEBELUM MASUK RS DI RUMAH SAKIT

A. Pola Tidur / Istirahat


1. Waktu Tidur Sewaktu waktu Sewaktu waktu

2. Waktu Bangun Sewaktu waktu Sewaktu waktu

3. Masalah Tidur Adanya nyeri yang di derita, px. Adanya terapi seperti Infus,
sulit untuk tidur dan adanya rasa nyeri, px.
4. Hal-hal yang Jika px. merasa nyaman Tidak nyaman
mempermudah tidur

5. Hal-hal yang Aadanya nyeri yang hilang timbul Terapi penggantian infus,
mempermudah pasien pada mata px, maka px sulit TTV, Nyeri berat pada mata
terbangun untuk istirahat tidur px.

B. Pola Eliminasi
1. B A B
- Warna Kuning Kuning
- Bau Khas Khas
- Konsistensi Encer Encer
- Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
- Frekwensi 1 kali sehari 1 kali sehari
- Kesulitan BAB Terjadi Diare Terjadi Diare
- Upaya mengatasi Diet buah dan sayur Diet buah dan sayur

2. B A K
- Warna Kuning keruh Kuning keruh
- Bau Amoniak Amoniak
- Konsistensi Kuning keruh Kuning keruh
- Jumlah Tidak terkaji Tidak terkaji
- Frekwensi 3-4 kali sehari 3-4 kali sehari
ASKEP KMB
- Kesulitan BAK Tidak ada masalah BAK Tidak ada masalah BAK
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

C. Pola Makan dan Minum


1. Makan
- Frekwensi 3 kali sehari 3 kali sehari
- Jenis Nasi, Sayur, Lauk Nasi, Sayur, Lauk
- Diit Tinggi kalori tinggi protein Tinggi kalori tinggi protein
- Pantangan Protein hewani Protein hewani
- Yang Disukai Daging, telur, kacang2 an Buah buahan
- Yang Tdk disukai Tidak ada Tidak ada
- Alergi Tidak ada Tidak ada
- Masalah makan Tidak ada Tidak ada
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

2. Minum
- Frekwensi 4-5 kali sehari 4-5 kali sehari
- Jenis Air putih Air putih
- Diit Air putih Air putih
- Pantangan Minuman beralkohol dan bersoda Minuman alkohol dan soda
- Yang Disukai Minuman manis Minuman manis
- Yang Tdk disukai Kopi pahit Kopi pahit
- Alergi Tidak ada alergi Tidak ada alergi
- Masalah minum Tidak ada masalah Tidak ada masalah
- Upaya mengatasi Tidak ada Tidak ada

D. Kebersihan diri / personal


hygiene :
1. Mandi Px. sering mandi Px. sering mandi
2. Keramas Px. sering keramas Px. sering keramas
3. Pemeliharaan gigi dan Baik Baik
mulut
4. Pemeliharaan kuku Baik Baik
5. Ganti pakaian Sering mengganti pakaian Sering mengganti pakaian

E. Pola Kegiatan / Aktifitas Px. hoby memancing ikan di Bed rest, sesekali menuju
Lain sungai, dan olahraga sepak bola kamar mandi dengan
menyeret kaki nya dengan
bantuan keluarga

F. Kebiasaan
- Merokok Tidak Tidak
- Alkohol Tidak Tidak
- Jamu, dll Tidak Tidak

VI. DATA PSIKO SOSIAL


A. Pola Komunikasi :
Px. berespon dan senang saat di ajak komunikasi
B. Orang yang paling dekat dengan klien :
Keluarga px.
C. Rekreasi
Hobby : Memancing ikan di sungai
Penggunaan Waktu Senggang :
Memancing ikan di sungai, bersosialisasi dengan teman
D. Dampak dirawat di Rumah Sakit :
Px. mengatakan sulit tidur, namun tubuhnya terasa enak setelah mengonsumsi obat dan
diit yang di sarankan

ASKEP KMB
E. Hubungan dengan orang lain / interaksi sosial :
Interaksi sosial pasien bagus dan banyak kerabat yang mengunjungi dan mensuport
F. Keluarga yang dihubungi bila diperlukan :
Sanak keluarga, sanak saudara, anak Tn. S

VII. KONSEP DIRI


A. Gambaran Diri
Px. bersyukur atas kehidupan yang di berikan Allah SWT
B. Harga Diri
Px. tidak malu atas dirinya dan sakit yang di idapnya
C. Ideal Diri
Px. ingin segera pulih dan berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya
D. Identitas Diri
Px. adalah seorang ayah, suami, berperan dalam lingkungan sosial ( bertetangga )
E. Peran
Px. adalah seorang ayah, suami, berperan dalam lingkungan sosial ( bertetangga ) dan
saudara
VIII. DATA SPIRITUAL
A. Ketaatan Beribadah :
Px. taat dalam beribadah sesuai keyakinan dan kepercayaannya
B. Keyakinan terhadap sehat / sakit :
Px. yakin penyakit yang di alaminya merupakan ganjaran dari Allah SWT
C. Keyakinan terhadap penyembuhan :
Px. bersabar dalam menjalani terapi yang di tentukan

IX. PEMERIKSAAN FISIK


A. Kesan Umum / Keadaan Umum
k/u : Nyeri Akut, px. lemah lesu, terpasang infus NACL 20tpm, dan di lakukan terapi
bedah
B. Tanda – tanda vital
Suhu Tubuh : 37,7 derajat celcius Nadi : 60 x per menit
Tekanan darah : 160/70 mmHg Respirasi : 17 x per menit
Tinggi Badan : 170 cm Berat Badan : 80 kg
C. Pemeriksaan Kepala dan Leher
1. Kepala dan rambut
a. Bentuk Kepala : oval atau lonjong
Ubun-ubun : teraba normal
Kulit kepala : normal
b. Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut :
Penyebaran rambut merata, keadaan rambut baik
Bau : tidak berbau
Warna : mayoritas putih
c. Wajah
Warna Kulit : sawo matang
Struktur Wajah : oval simetris lonjong

ASKEP KMB
2. Mata
a. Kelengkapan dan kesimetrisan :
Mata lengkap, namun tidak simetris antara kanan dan kiri, mata kanan px.
terlihat merah dan bengkak ke ungu an
b. Kelopak Mata ( Palpebra ) :
Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
c. Konjuctiva dan sklera :
1. Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Pupil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah dengan pembuluh
darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila diangkat akan berdarah,
membran merupakan jaringan nekrotik yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin,
menembus jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran yang terjadi pada
konjungtivitis kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
1) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar, edema konjungtiva berat,
kemosis konjungtiva bulbi, flikten peradangan disertai neovaskularisasi

d. Pupil :

Pupil: reaksi sinar, isokor, pemeriksaan fundus okuli dengan


optalmoskop untuk melihat, adanya kekeruhan pada media penglihatan yang
keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.

e. Kornea dan iris


Kornea: erosi kornea, uji fluoresin positif, infiltrat, tertimbunnya sel radang, pannus
(terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah yang membentuk tabir kornea),
flikten, ulkus, sikatrik
Iris: rubeosis (radang pada iris), gambaran kripti pada iris

f. Ketajaman penglihatan / visus:


Ketajaman penglihatan: Uji formal ketajaman penglihatan harus merupakan bagian dari
setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan diuji dengan kartu mata (snellen) yang
diletakkan 6 meter. Hasilnya, pada mata kiri px. 20/20 kaki atau 6/6m yang berarti
dalam jarak 20 kaki 6 meter, maka masih tajam untuk meihat, sedangkan mata kanan
pasien tidak dapat membaca snellen card.

g. Tekanan bola mata :


dengan menggunakan alat tonometri, di dapatkan sudut antara kornea dan iris
tetap terbuka dan terjadi peningkatan tekanan bola mata

ASKEP KMB
3. Hidung
a. Tulang hidung dan posisi septum nasi :
normal, simetris
b. Lubang Hidung :
normal, lembab, bersih
c. Cuping hidung :
tidak terdapat pernafasan cuping hidung, cuping hidung simetris

4. Telinga
a. Bentuk telinga : simetris
Ukuran telinga : sedang
Ketenggangan telinga : lentur
b. Lubang telinga :
simetris, terdapat serumen ( normal )
c. Ketajaman pendengaran :
normal, px. dapat mendengarkan detik jam secara keras
5. Mulut dan faring
a. Keadaan bibir :
kering, sedikit pecah pecah dan pucat
b. Keadaan gusi dan gigi :
bersih
c. Keadaan lidah :
lidah sedikit kotor
d. Orofarings :
normal
6. Leher
a. Posisi trakhea : tidak bergeser
b. Tiroid : tidak ada pembesaran
c. Suara : jelas
d. Kelenjar Lymphe : tidak terdapat pembesaran
e. Vena jugularis : tidak terdapat bendungan vena jugularis

f. Denyut nadi coratis : teraba jelas

D. Pemeriksaan Integumen ( Kulit )


a. Kebersihan : bersih
b. Kehangatan : hangat
c. Warna : sawo matang
d. Turgor : turgor normal, elastis
e. Tekstur : elastis
f. Kelembaban : sedikit kering
g. Kelainan pada kulit : tidak terdapat kelainan

ASKEP KMB
E. Pemeriksaan payudara dan ketiak
a. Ukuran dan bentuk payudara :
ukuran : normal, bentuk payudara : menggantung dan sinetris
b. Warna payudara dan areola :
warna payudara : sawo matang, aerola : coklat kehitaman
c. Kelainan-kelainan payudara dan puting :
tidak terdapat kelainan
d. Axila dan clavicula :
tidak terdapat pembengkakan

F. Pemeriksaan Thorak / dada


1. Inspeksi Thorak
a. Bentuk Thorak : normal chest
b. Pernafasan
Frekwensi : 30x permenit
Irama : Regullar
c. Tanda-tanda kesulitan bernafas :
tidak terdapat kesulitan bernafas ( sesak ), tidak ada pernafasan cuping hidung
2. Pemeriksaan Paru
a. Palpasi getaran suara ( vocal fremitus ) :
getaran paru paru kanan dan kiri sama
b. Perkusi :
terdengar suara resonan
c. Auskultasi
Suara Nafas :
vesikular ( normal )
Suara Ucapan :
Normal, tidak ada bronkoponi
Suara Tambahan :
Tidak ada
3. Pemeriksaan Jantung
a. Inspeksi dan Palpasi
- Pulsasi : tidak terlihat adanya pusasi
- Ictus cordis : ics v mid clavicula sinistra
b. Perkusi
Batas-batas jantung :
 BJ 1 : ICS IV linea sternalis sinistra ( katub trikuspidalis )
ICS V linea midclavicula atau apeks ( katub mitral )
 BJ 2 : ICS II linea sternalis desktra ( katub aorta )
ICS II linea sternalis sinistra atau ICS III linea sternalis dekstra
( katub pulmonal )
 BJ 3 ( bising jantung seperti mur mur ) jika ada

Auskultasi
- Bunyi jantung I : lup tunggal
- Bunyi jantung II : dup tunggal
- Bunyi jantung Tambahan : tidak ada
- Bising / Murmur : seperti suara angin
- Frekwensi denyut jantung : 60x per menit

ASKEP KMB
G. Pemeriksaan Abdomen
a. Inspeksi
- Bentuk abdomen : Tidak simetris
- Benjolan / Massa : Terdapat benjolan pada kuadran periumbilikal kiri bawah
- Bayangan pembuluh darah pada abdomen
Tidak ada
b. Auskultasi
- Peristaltik Usus : 20x permenit ( tidak normal, terjadi diare )
- Bunyi jantung Anak / BJA : tidak terdapat suara mur mur
c. Palpasi
- Tanda nyeri tekan : nyeri pada kuadran periumbilikal kiri bawah
- Benjolan / massa : tidak ada
- Tanda-tanda ascites : tidak ada
- Hepar : tidak terdapat pembesaran hepar
- Lien : tidak ada pembesaran lien
- Titik Mc. Burne : tidak ada nyeri tekan mc. burne
d. Perkusi
- Suara Abdomen
Friction Rub ( bising kasar seperti memarut )
- Pemeriksaan Ascites
Tidak ada

H. Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya


1. Genetalia
a. Kelainan – kelainan pada genetalia eksterna dan daerah inguinal
tidak ada
2. Anus dan Perineum
a. Lubang anus :
ada, normal
b. Kelainan – kelainan pada anus dan perineum :
tidak ada

I. Pemeriksaan Muskuloskeletal ( Ekstrimitas )


a. Kesimetrisan Otot :
otot simetris
b. Pemeriksaan Oedem :
tidak terdapat oedem pada ekstremitas
c. Kekuatan Otot :
kekuatan otot skala

5 3

1 3

d. Kelainan – kelainan pada ekstrimitas dan kuku :


tidak ada

J. Pemeriksaan Neurologi
1. Tingkat kesadaran ( secara kuantitatif ) / GCS :
4-5-6 kesadaran penuh
2. Tanda – tanda rangsangan otak ( meningeal sign ) :
Tidak ada kaku duduk
3. Syaraf otak( Nervus cranialis ) :
Tidak ada parese ( kelumpuhan otak )
4. Fungsi Motorik :
Px. mampu mobilitas
5. Fungsi Sensorik :
Px. mampu merasakan panas, dingin
ASKEP KMB
6. Refleks :
a. Refleks Fisiologis
Reflek tendon ( biceps, triceps, pergelangan, platella, tumit )
b. Refleks Patologis
respon plantar ( babinski )

K. Pemeriksaan Status Mental


a. Kondisi Emosi / Perasaan
Px. dapat menata emosi sebagai dasar untuk memotivasi diri sendiri
b. Orientasi
menganalisa situasi, px. dapat mempersiapkan diri dari cemas ke kondisi konstruktif
dalam menghadapi masalah
c. Proses berfikir ( ingatan, atensi, keputusan, perhitungan )
px. mampu untuk mengingat, dan dapat mengambil keputusan
d. Motivasi ( Kemauan )
px yakin akan segera sembuh dari penyakitnya
e. Persepsi
px. yakin bahwa penyakitnya merupakan ganjaran dari Allah SWT
f. Bahasa
Bahasa px jelas, mudah di fahami, dan berempati ketika di ajak komunikasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Diagnosa Medis : Colitis
B. Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Medis :
Pemeriksaan Hasil Normal
Sinar - X * Lesi menyebar pada kolon * Tidak terdapat lesi pada kolon
* Pemendekan kolon * Panjang kolon 1,5 M
Endoskopi * Mukosa yang rapuh * Mukosa tidak terdapat eksudat
* Mukosa terinflamasi dengan dan ulserasi
eksudat dan ulserasi
Sigmoidoskopi * Mukosa yang rapuh * Mukosa berlapisan dengan
* Mukosa terinflamasi dengan lendir untuk melapisi lambung
eksudat dan ulserasi * Mukosa tidak terinflamasi dan
tidak adanya cairan eksudat
hanya cairan lendir untuk
melindungi lambung dari asam
lambung
Kolonoskopi * Mukosa rapuh dengan ulkus * Mukosa berlapisan dengan
pada kolon kiri lendir untuk melapisi lambung.
Tes Laboratorium * Hemoglobin rendah Lk : 13,5 - 18 g/dl
Pr : 11,5 – 16 g/dl

* Albumin rendah 3,5 – 5 g/dl

1. Laboratorium
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
2. Rontgen
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………

3. E C G
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
ASKEP KMB
4. U S G
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………
5. Lain – lain
……………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………

PENATALAKSANAAN DAN TERAPI

Terapi obat :

 Menangani Inflamasi : Sulfsalazin ( Azulfidine ) atau Sulfisoxazal ( Gantrisin ) : 1 x 2

 Menangani Infeksi : Antibiotic : 1x1

 Membantu mencegah kekambuhan : Azulfidin : 1x1

 Mengurangi peradangan : Kortikosteroid : 1x2

Mahasiswa

WAHYU EKA WULANDARI


____________________________
NIM. A2R18093

ASKEP KMB
ANALISA DATA
Nama pasien : Tn. S
Umur : 40 Tahun
No. Register : 11928866
Diagnosa :
 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ( inflamasi )
 Aktual/Risiko defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d intake makanan yang
kurang adekuat ( ketidak mampuan mencerna makanan )

KEMUNGKINAN
KELOMPOK DATA PENYEBAB MASALAH
(Pokok Masalah)
Tanda Mayor Makanan tidak higienis Nyeri Akut

Ds : Virus / Bakteri
1. Px. mengeluh nyeri pada area
kuadran periumbilikal kiri Infeksi Hipotalamus
bawah Mediator nyeri

Do : Nyeri Akut
1. Tampak meringis
2. Bersikap protektif Peradangan
3. Gelisah
4. Frekwensi nadi meningkat Peningatan suhu tubuh
5. Sulit tidur
Anoreksia
Tanda Minor
Resiko gangguan pemenuhan
Ds : - nutrisi

Do :
1. Tekanan darah meingkat
2. Pola nafas berubah
3. Nafsu makan berubah
4. Proses berpikir terganggu
5. Diaforesis

Tanda mayor : Fungsi saluran cerna terganggu Risiko Defisit Nutrisi


Ds : -
Do : - Kesulitan dalam
Tanda Minor : Mencerna kalori Penurunan
Ds : - absorbsi nutrisi
Do : -

Intake kurang dari kebutuhan

 Berat badan 20% atau


lebih di bawah rentang berat
badan ideal
 Bising usus hiperaktif
 Cepat kenyang setelah
makan
 Kehilangan rambut
berlebihan

ASKEP KMB
 Kelemahan otot untuk
menelan
 Ketidakmampuan
menelan makanan
 Kurang minat pada
makanan

RISIKO DEFISIT NUTRISI

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN

Nama pasien : Tn. S


Umur : 40 Tahun
No. Register : 11928866

TANGGAL TANGGAL TANDA


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
MUNCUL TERATASI TANGAN
01 5 Oktober Nyeri akut b/d agen pencedera ΏΨᴥ
2021
fisiologis ( oeganisme patogen )

02 5 Oktober Aktual/Risiko tinggi ΏΨᴥ


2021
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b.d intake makanan
yang kurang adekuat

ASKEP KMB
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
Nama pasien : Tn. S
Umur : 40 Tahun
No. Register : 11928866
DIAGNOSA
NO LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)
KEPERAWATAN

1. Nyeri akut b/d agen pencedera Setelah di lakukan tindakan Pemberian Analgetik
fisiologis ( organisme patogen keperawatan selama 1x24 Tindakan :
jam di dapatkan : Observasi :
) Menurun : - Identifikasi karakteristik
- Keluhan nyeri nyeri ( mis. Pencetus,
- Meringis pereda, kualitas, lokasi,
- Sikap protektif intensitas, frekwensi,
- Gelisah durasi )
- Ksulitan tidur - Identifikasi riwayat alergi
Membaik : obat
- Frekwensi nadi - Identifikasi kesesuaian
jenis analgesik ( mis.
Narkotika, non-narkotik,
atau NSAID ) dengan
tingkat keparahan nyeri
- Monitor tanda tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgetik
- Monitor efektivitas
analgesik
Terapiutik :
- Diskusikan jenis analgesik
yang di sukai untuk
mencapai analgesia
optimal, jika perlu
- Pertimbangkan
penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar
dalam serum
- Tetapkan target efektifitas
analgesik untuk
mengoptimalkan respon
pasien
- Dokumentasikan respon
terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak di
inginkan
Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan
efek samping obat
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
dosis dan jenis analgesik,
jika perlu

ASKEP KMB
2. Setelah di lakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 1. Kaji terhadap adanya tanda
Aktual/Risiko tinggi
jam di dapatkan : kekurangan volume cairan : kulit
ketidakseimbangan nutrisi dan membran mukosa kering,
penurunan turgor kulit, oliguria,
kurang dari kebutuhan tubuh
klelahan, penurunan suhu,
b.d intake makanan yang peningkatan hematokrit,
peningkatan berat jenis urine,
kurang adekuat
dan hipotensi.

A. Intervensi Pemenuhan
Cairan :
1. identifikasi faktor penyebb,
spesifikasi usia dan adanya
riwayat penyakit lain.
2. Lakukan pemasangan IVFD
3. Dokumentasi dengan akurat
tentang asupan dan haluaran
cairan
4. Bantu pasien apabila muntah

B. Intervensi pada penurunan


kadar elektrolit :
1. Evaluasi kadar elektrolit
serum
2. Dokumentasi perubahan klinik
dan laporkan dengan tim medis.
3. Monitor khusus
ketidakseimbangan elektrolit
pada lansia.

C. Kolaborasi dengan tim medis


terapi farmakologis
1. Antimikroba
2. Antidiare/antimotilitas
+

ASKEP KMB
TINDAKAN KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN

Nama Pasien : Tn. S Umur : 40 Tahun No. Register : 11928866 Kasus : Cidera Tendon

TANGGAL/ TANDA TANGGAL/ TANDA


NO NO. DX IMPLEMENTASI EVALUASI
JAM TANGAN JAM TANGAN
1 1 4 Oktober 2021 Observasi : 4 Oktober 2021
08.00 WIB - BHSP 17.00 WIB S: Pasien mengatakan nyeri berkurang
- Observasi TTV sebelum pemberian O: K/U membaik
analgetik Px. tampak tenang
TD: 130/70 mmHg TD: 110/70 mmHg
N: 60 x/mnt N: 60 x/mnt
S: 38,7 C S: 34,7 C
RR: 25 x/mnt RR: 17 x/mnt
08.10 WIB - Identifikasi karakteristik nyeri ( mis. P: nyeri akibat inflamasi
Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, Q: nyeri seperti ditusuk tusuk
intensitas, frekwensi, durasi ) R: nyeri pada tendon achilles
 P: nyeri akibat inflamasi S: skala 3
Q: nyeri seperti ditusuk tusuk T: nyeri hilang timbul sekali/jam
R: nyeri pada periumbilikal kiri A: Masalah teratasi sebagian
bawah P: Intervensi dilanjutkan
S: skala 5  TTV sesudah dan sebelum
T: nyeri hilang timbul sekali/jam pemberian analgetik
- Identifikasi riwayat alergi obat  Pemberian kortikosteroid pereda
08.15 WIB
 Tidak ada riwayat alergi obat nyeri dengan dosis 200-400mg
08.20 WIB - Identifikasi kesesuaian jenis analgesik  Terapi infus dengan dosis 20tpm
( mis. Narkotika, non-narkotik, atau
NSAID ) dengan tingkat keparahan 8 Oktober 2021 A: Masalah teratasi
nyeri 08.00 WIB P: Intervensi di hentikan
 Pemberian Menangani Inflamasi :
Sulfsalazin ( Azulfidine ) atau
Sulfisoxazal ( Gantrisin ) : 1 x 2
 Menangani Infeksi : Antibiotic : 1x1
 Membantu mencegah kekambuhan :
ASKEP KMB
Azulfidin : 1x1
 Mengurangi peradangan : Kortikosteroid
: 1x2
- Monitor tanda tanda vital sesudah
08.30 WIB
pemberian analgetik
 TD: 120/70 mmHg
N: 60 x/mnt
S: 34,7 C
RR: 17 x/mnt
08.40 WIB - Monitor efektivitas analgesik
 Setelah di berikan ibuprofen, TTV di
dapatkan normal
Terapiutik :
09.00 WIB - Mendiskusikan jenis analgesik yang di
sukai untuk mencapai analgesia optimal,
jika perlu
 Ketika terjadi nyeri, px. cocok
dengan penggunaan analgetik
kortikostroid
09.20 WIB - Pertimbangkan penggunaan infus
kontinu, atau bolus opioid untuk
mempertahankan kadar dalam serum
 Terpasang terapi infus dengan dosis
20tpm
09.35 WIB - Menetapkan target efektifitas analgesik
untuk mengoptimalkan respon pasien
- Mendokumentasikan respon terhadap
09.45 WIB
efek analgesik dan efek yang tidak di
inginkan
10.00 WIB Edukasi :
- Jelaskan efek terapi dan efek samping
obat
 Penggunaan kortikosteroid memiliki
beberapa efek samping pada px
yaitu : perut kembung, mual dan
muntah, diare/sembelit, sakit maag,
demam, sakit kepala, perubahan
ASKEP KMB
mood.
4 Oktober 2021
2 2 1. Sebagai parameter dasar untuk memberi 4 Oktober 2021 S : Px. Mengatakan merasa cepat kenyang, padahal
intervensi terapi cairan atau pemenuhan 08.00 WIB porsi makan yang di habiskan lumayan banyak.
hidrasi Sebelum di beri tindakan keperawatan, pasien
hanya menghabiskan persi makan yang sedikit
08.00 WIB
A. Intervensi pemenuhan cairan :
O : K/U membaik
Px. Tampak tenang, tidak gelisah
1. Parameter dalam menentukan intervensi TD : 130/80mmHg
kedruratan. Adanya riwayat keracunan dan N : 60x/menit
lanjut usia memberikan tingkat keparahan S : 32,2 C
dari kondisi ketidakseimbangan cairan dan RR : 17X/menit
elektrolit P : tidak nafsu makan akibat colitis ( nyeri
2. Apabila kondisi diare dan muntah bagian abdomen, karen bakteri patogen dari
berlanjut, maka dilakukan pemasangan makanan yang tidak higienis )
IVFD. Pemberian cairan intravena di Q : Nyeri seperti di tusuk tusuk
sesuaikan dengan derajat dehidrasi. R : Nyeri pada periumbilikal bagian kiri
S : Skala 3
Pemberian 1-2 L cairan Ringer Laktat
T : Nyeri hilang timbul sekali/jam
dengan tetesan cepat sebagai kompensasi A : Masalah teratasi sebagian
awal hidrasi cairan di berikan untuk P : Intervensi di lanjutkan
mencegah syok hipovolemik. Manajemen cairan dan nutrisi
3. Sebagai evaluasi penting dari intervensi  Timbang berat badan pasien
hidrasi dan mencegah terjadinya over hidrasi.  Hitung dan menimbang output ( urine )
4. Aspirasi muntah dapat terjadi terutama dengan baik
pada usia lanjut dengan perubahan  Monitor adanya edema dan ascites
kesadaran. Perawat mendekatkan tempat  Monitor keseimbangan cairan
muntah dan memberikan masase ringan pada
pundak untuk membantu menurunkan Pemberian nutrisi total parental ( TPN ):
 Perhatikan kepatenan infus
respons nyeri dari muntah.
 Monitor berat badan
 Monitor asupan dan output

A: Masalah teratasi
09.00 WIB B. Intervensi pada penurunan kadar elektrolit 8 Oktober 2021 P: Intervensi di hentikan
: 08.00 WIB
1. Untuk mendeteksi adanya kondisi
hiponatremi dan hipokalemi sekunder dari
hilangnya elektrolit dari plasma.
ASKEP KMB
2. Perubahan klinik seperti penurunan urine
output secara akut perlu di beritahu kepada
tim medis untuk mendapatkan intervensi
selanjutnya dan menurunkan risiko
terjadinya asidosis metabolik
3. Individu lansia dapat dengan cepat
mengalami dehidrasi dan menderita kadar
kalium rendah ( hipokalemia ) sebagai akibat
diare. Individu lansia juga di instruksikan
untuk mengenali tanda tanda hipokalemia
karena kadar kalium rendah dapat
memperberat kerja digitalis, yang dapat
menimbulkan toksisitas digitalis.

C. Kolaborasi dengan tim medis terapi


10.00 WIB
farmakologis
1. Memberikan antimikroba sesuai dengan
pemeriksaan feses agar pemberian
antimikroba dapat rasional di berikan dan
mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Agen ini di gunakan untuk menurunkan
frekwensi diare. Salah satu obat yang lazim
di berikan adalah Loperamide ( Imodium )

FORMAT PENYULUHAN KESEHATAN

ASKEP KMB
Topik : ………………………………..
Sasaran : ………………………………..
Ruang : ………………………...……...

TUJUAN UMUM TUJUAN KHUSUS POKOK BAHASAN MATERI METODE AVA EVALUASI

ASKEP KMB

Anda mungkin juga menyukai