KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan
judul"Asuhan Keperawatan Trauma Ginjal”, yang menurut kami dapat
memberikan manfaat yang besar bagi kita untuk mengetahui bahaya penyakit
ini..
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan
memohon permakluman bila mana isi makalah ini ada kekurangan dan ada
tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca.
Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat.
DAFTAR ISI :
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR………………………………………………………… i
DAFTAR ISI………………………………………………………………. ii - iii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang…………………………………………………. 1
B Tujuan……………………………………………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN
A Definisi…………………………… …………………………………………………..…1
B Etiologi……………………………………………………………………………………..1
C Patofisiologi……………………………………………………………………………..2
D Anatomi fisiologi ginjal……………………………………………………….……3
E Komplikasi…………………………………..…………………………………………..8
F Penatalaksanaan.........................................................................9
G Klasifikasi………………………………………………………………………………..11
H Manifestasi klinis…………………………………………………………………….12
I Pemeriksaan Diagnostik…………………………………………………………..13
BAB III PEMBAHASAN
A Pengkajian……………………………………………………………………………….1
B Diagnosa keperawatan…………………………………………………………….5
C Intervensi keperawatan……………………………………………………..……6
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………………….36
B. Saran………………………………………………………………………………………………..37
C. Daftar Pustaka………………………………………………………………………………….38
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling
sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul
atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
Trauma ginjal biasanya terjadi akibat kecelakaan lalulintas atau jatuh.
Trauma ini biasanya juga disertai dengan fraktur pada vertebra thorakal 11-
12. Jika terdapat hematuria kausa trauma harus dapat diketahui. Laserasi
ginjal dapat menyebabkan perdarahan dalam rongga peritoneum.
Tujuan dari penanganan trauma ginjal adalah untuk resusitasi pasien,
mendiagnosis trauma dan memutuskan penanganan terapi secepat
mungkin. Penanganan yang efisien dengan tehnik resusitasi dan
pemeriksaan radiologi yang akurat dibutuhkan untuk menjelaskan
manajemen klinik yang tepat. Para radiologis memainkan peranan yang
sangat penting dalam mencapai hal tersebut, memainkan bagian yang
besar dalam diagnosis dan stadium trauma. Lebih jauh, campur tangan dari
radiologis menolong penanganan trauma arterial dengan menggunakan
angiografi dengan transkateter embolisasi. Sebagai bagian yang penting dar
trauma, radiologi harus menyediakan konsultasi emergensi, keterampilan
para ahli dalam penggunaan alat-alat radiologis digunakan dalam evaluasi
trauma, dan biasanya disertai trauma tumpul pada daerah abdominal.
B. Tujuan
1. Tujuan umum
mahasiswa mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien trauma
ginjal
2. Tujuan khusus
a. Mampu memahami defenisi trauma ginjal
b. Mampu memahami etiologi trauma ginjal
c. Mampu memahami manifestasi klinis trauma ginjal
d. Mampu memahami anatomi fisiologi trauma ginjal
e. Mampu memahami klasifikasi trauma ginjal
f. Mampu memahami patofisiologis trauma ginjal
g. Mampu memahami WOC trauma ginjal
h. Mampu memahami penatalaksanaan trauma ginjalMampu memahami
pemeriksaan diagnostik trauma ginjal
i. Mampu memahami komplikasi trauma ginjal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Trauma ginjal adalah cedera yang mengenai ginjal yang memberikan
manifestasi memar, laserasi, atau kerusakan pada struktur. (Arif Muttaqin,
2011)
Cedera ginjal dapat terjadi secara:
1) Langsung akibat benturan yang mengenai daerah pinggang.
2) Tidak langsung yaitu merupakan cedera deselerasi
akibat pergerakan ginjal secara tiba-tiba didalam rongga
retroperitoneum. (Basuki B. Purnomo, 2003).
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling
sering terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul
atau trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh
berbagai macam rudapaksa baik tumpul maupun tajam.
B. Etiologi
Mekanisme cedera yang dapat menyebabkan injuri pada ginjal adalah
sebagai berikut.
1) Trauma penetrasi benda tajam (misalnya: luka tembak, luka tusuk atau
tikam) menyebabkan trauma pada ginjal sehingga terjadi syok akibat
trauma multisistem.
2) Trauma tumpul (misalnya: jatuh, cedera atletik, kecelakaan lalulintas,
akibat pukulan) menyebabkan ginjal malposisi, dan kontak dengan iga
(tulang belakang).
3) Cedera iatrogenik (misalnya: prosedur endourologi, ESWL, biopsiginjal,
prosedur perkutaneus pada ginjal).
4) Intraoperatif (misalnya diagnostik peritoneal lavage).
5) Lainnya (misalnya: penolakan transplantassi ginjal, melahirkan[dapat
menyebabkan laserasi spontan ginjal]. (Arif Muttaqin, 2011)
Trauma ginjal adlah cedera yang mengenai ginjal yang memberikan
manifestasi memar,laserasi, atau kerusakan pada struktur
C. Patofisiologi
Trauma tumpul merupakan penyebab utama dari trauma ginjal.
Dengan lajunya pembangunan, penambahan ruas jalan dan jumlah
kendaraan, kejadian trauma akibat kecelakaan lalu lintas juga semakin
meningkat. Trauma tumpul ginjal dapat bersifat langsung maupun tidak
langsung. Trauma langsung biasanya disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas,
olah raga, kerja atau perkelahian. Trauma ginjal biasanya menyertai trauma
berat yang juga mengenai organ organ lain. Trauma tidak langsung misalnya
jatuh dari ketinggian yang menyebabkan pergerakan ginjal secara tiba tiba
di dalam rongga peritoneum.
Kejadian ini dapat menyebabkan avulsi pedikel ginjal atau robekan
tunika intima arteri renalis yang menimbulkan trombosis. Ginjal yang
terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh
pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang
bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam fascia Gerota. Fascia
Gerota sendiri yang efektif dalam mengatasi sejumlah kecil hematom , tidak
sempurna dalam perkembangannnya. Kantong fascia ini meluas kebawah
sepanjang ureter ,meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta
vena cava inferior, namun mudah untuk sobek oleh adanya perdarahan
hebat sehingga perdarahan melewati garis tengah dan mengisi rongga
retroperitoneal.(Guerriero, 1984). Karena miskinnya fiksasi, ginjal mudah
mengalami dislokasi oleh adanya akselerasi maupun deselerasi
mendadak, yang bisa menyebabkan trauma seperti avulsi collecting
system atau sobekan pada intima arteri renalis sehingga terjadi oklusi
parsial maupun komplet pembuluh darah. Sejumlah darah besar dapat
terperangkap didalam rongga retroperitoneal sebelum dilakukan stabilisasi.
Keadaan ekstrem ini sering terjadi pada pasien yang datang di ruang gawat
darurat dengan kondisi stabil sementara terdapat perdarahan
retroperitoneal. Korteks ginjal ditutupi kapsul tipis yang cukup kuat. Trauma
yang menyebabkan robekan kapsul sehingga menimbulkan perdarahan
pada kantong gerota perlu lebih mendapat perhatian dibanding trauma
yang tidak menyebabkan robekan pada kapsul. Vena renalis kiri terletak
ventral aorta sehingga luka penetrans didaerah ini bisa menyebabkan
trauma pada kedua struktur. Karena letaknya yang berdekatan antara
pankreas dan pole atas ginjal kiri serta duodenum dengan tepi medial ginjal
kanan bisa menyebabkan trauma kombinasi pada pankreas, duodenum dan
ginjal.. Anatomi ginjal yang mengalami kelainan seperti hidronefrosis atau
tumor maligna lebih mudah mengalami ruptur hanya oleh adanya trauma
ringan.(McAninch,2000).
Secara anatomis ginjal dilindungi oleh susunan tulang iga, otot
punggung posterior, lapisan dinding abdomen, serta visera anterior. Oleh
karena itu, cedera ginjal tidak jarang di ikuti oleh cedera organ-organ yang
mengitarinya.
Adanya cedera traumatic, menyebabkan ginjal dapat tertusuk oleh iga
paling bawah sehingga terjadi kontusi dan ruptu.fraktur iga atau fraktur
prosesus transverses lumbar vertebrata atas dapat dihubungkan dengan
kontusi renal atau laserasi.Cedera dapat tumpul ( kecelakaan lalu lintas,
jatuh, jedera atletik, akibat pukulan) atau penetrasi ( luka tembak, luka
tikam).
Ketitadak disiplinan dalam menggunakan sabuk pengaman akan
memberikan reaksi goncangan ginjal di dalam rongga retroperitoneum dan
menyebabkan regangan pedikel ginjal sehingga menimbulkan robekan
tunika intima arteri renalis. Robekan ini akanmemacu terbentuknya
bekuan-bekuan darah yang selanjutnya dapat menimbulkan thrombosis
arteri renalis beserta cabang-cabangnya. Kondisi adanya penyakit pada
ginjal seperti hidrnefrosis, kista ginjal, atau tumor ginjal akan memperberat
suatu trauma pada kerusakan struktur ginjal.
Cedera ginjal akan memberikan manifestasi kontusi, laserasi, rupture
dan cedera pedikel renal, atau laserasi internal kecil pada ginjal. Secara
fisiologis, ginjal menerima setengah dari aliran darah aorta abdominal; oleh
karena itu meskipun hanyaterdapat laserasi renal yang kecil, namun hal ini
dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
Cedera ginjal akan memberikan berbagai manifestasi masalah
keperawatan.Mekanisme munculnya, masalah keperawatan pada trauma
ginjal.
D. Anatomi fisiologi ginjal
A. Anatomi Ginjal
1) Makroskopis
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, dibelakang
peritonium (retroperitoneal), didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot
besar (transversus abdominis, kuadratus lumborum dan psoas mayor) di
bawah hati dan limpa. Di bagian atas (superior) ginjal terdapat kelenjar
adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal). Kedua ginjal terletak di sekitar
vertebra T12 hingga L3. Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-
12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, kira-kira sebesar kepalan tangan
manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh tubuh
atau kurang lebih beratnya antara 120-150 gram.
2) Ginjal
Bentuknya seperti biji kacang, dengan lekukan yang menghadap ke
dalam. Jumlahnya ada 2 buah yaitu kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dari
ginjal kanan dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada
ginjal wanita. Ginjal kanan biasanya terletak sedikit ke bawah dibandingkan
ginjal kiri untuk memberi tempat lobus hepatis dexter yang besar. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kedua
ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak
pararenal) yang membantu meredam guncangan.
Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula
fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar, yang berwarna coklat gelap,
dan medulla renalis di bagian dalam yang berwarna coklat lebih terang
dibandingkan cortex. Bagian medulla berbentuk kerucut yang disebut
pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang terdiri dari
lubang-lubang kecil disebut papilla renalis.
Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk konkaf sebagai pintu
masuknya pembuluh darah, pembuluh limfe, ureter dan nervus. Pelvis
renalis berbentuk corong yang menerima urinyang diproduksi ginjal.
Terbagi menjadi dua atau tiga kaliks renalis majores yang masing-masing
akan bercabang menjadi dua atau tiga kaliks renalis minores.
Medulla terbagi menjadi bagian segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusun dari segmen-
segmen tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeks dari tiap
piramid membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk dari kesatuan
bagian terminal dari banyak duktus pengumpul (Price,1995 : 773).
3) Mikroskopis
Ginjal terbentuk oleh unit yang disebut nephron yang berjumlah 1-1,2
juta buah pada tiap ginjal. Nefron adalah unit fungsional ginjal. Setiap
nefron terdiri dari kapsula bowman, tumbai kapiler glomerulus, tubulus
kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus kontortus distal, yang
mengosongkan diri keduktus pengumpul. (Price, 1995)
Unit nephron dimulai dari pembuluh darah halus / kapiler, bersifat sebagai
saringan disebut Glomerulus, darah melewati glomerulus/ kapiler tersebut
dan disaring sehingga terbentuk filtrat (urin yang masih encer) yang
berjumlah kira-kira 170 liter per hari, kemudian dialirkan melalui
pipa/saluran yang disebut Tubulus. Urin ini dialirkan keluar ke saluran
Ureter, kandung kencing, kemudian ke luar melalui Uretra.
Nefron berfungsi sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit)
dalam tubuh dengan cara menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan
dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya
akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan menggunakan
mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin.
4) Vaskularisasi ginjal
Arteri renalis dicabangkan dari aorta abdominalis kira-kira setinggi
vertebra lumbalis II. Vena renalis menyalurkan darah kedalam vena
kavainferior yang terletak disebelah kanan garis tengah. Saat arteri renalis
masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi arteri interlobaris
yang berjalan diantara piramid selanjutnya membentuk arteri arkuata
kemudian membentuk arteriola interlobularis yang tersusun paralel dalam
korteks. Arteri interlobularis ini kemudian membentuk arteriola aferen
pada glomerulus (Price, 1995).
Glomeruli bersatu membentuk arteriola aferen yang kemudian
bercabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
disebut kapiler peritubular. Darah yang mengalir melalui sistem portal ini
akan dialirkan kedalam jalinan vena selanjutnya menuju vena interlobularis,
vena arkuarta, vena interlobaris, dan vena renalis untuk akhirnya mencapai
vena cava inferior. Ginjal dilalui oleh sekitar 1200 ml darah permenit suatu
volume yang sama dengan 20-25% curah jantung (5000 ml/menit) lebih dari
90% darah yang masuk keginjal berada pada korteks sedangkan sisanya
dialirkan ke medulla. Sifat khusus aliran darah ginjal adalah otoregulasi
aliran darah melalui ginjal arteiol afferen mempunyai kapasitas intrinsik
yang dapat merubah resistensinya sebagai respon terhadap perubahan
tekanan darah arteri dengan demikian mempertahankan aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus tetap konstan ( Price, 1995).
5) Persarafan Pada Ginjal
Menurut Price (1995) “Ginjal mendapat persarafan dari nervus renalis
(vasomotor), saraf ini berfungsi untuk mengatur jumlah darah yang masuk
kedalam ginjal, saraf ini berjalan bersamaan dengan pembuluh darah yang
masuk ke ginjal”.
B. Fisiologi Ginjal
Ginjal adalah organ yang mempunyai pembuluh darah yang sangat
banyak (sangat vaskuler) tugasnya memang pada dasarnya adalah
“menyaring/membersihkan” darah. Aliran darah ke ginjal adalah 1,2
liter/menit atau 1.700 liter/hari, darah tersebut disaring menjadi cairan
filtrat sebanyak 120 ml/menit (170 liter/hari) ke Tubulus. Cairan filtrat ini
diproses dalam Tubulus sehingga akhirnya keluar dari ke-2 ginjal menjadi
urin sebanyak 1-2 liter/hari.
1. Fungsi Ginjal
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau racun,
b) mempertahankan keseimbangan cairan tubuh,
c) mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari cairan tubuh,
dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum, kreatinin
dan amoniak.
e) Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.
f) Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
g) Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah
E. Komplikasi
a. Komplikasi awal terjadi I bulan pertama setelah cedera
1. Urinoma
2. Delayed bleeding
3. Urinary fistula
4. Abses
5. Hipertensi
b. Komplikasi Lanjut
a. Hidronefrosis
b. Arteriovenous fistula
c. Piolenofritis
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tindakan konservatif ditujukan pada trauma minor. Pada keadaan ini
dilakukan observasi tanda-tanda vital (tensi, nadi, suhu tubuh),
kemungkinan adanya penambahan masa di pinggang, adanya pembesaran
lingkar perut, penurunan kadar hemoglombin dan perubahan warna urin
pada pemeriksaan urin. Trauma ginjal minor 85% dengan hematuri akan
berhenti dan sembuh secara spontan. Bed rest dilakukan sampai hematuri
berhenti.
2. Pembedahan
Penatalaksanaan pembedahan di lakukan pada truma ginjaldengan tanda-
tanda syok yang sangat jelas tujuan untuk segera menghentikan
perdarahan.
3. Eksplorasi
a. Indikasi Absolut
Indikasi absolut adalah adanya perdarahan ginjal persisten yang
ditandai oleh adanya hematom retroperitoneal yang meluas dan
berdenyut. Tanda lain adalah adanya avulsi vasa renalis utama pada
pemeriksaan CT scan atau arteriografi.
b. Indikasi Relatif
1. Jaringan Nonviable
Parenkim ginjal yang nekrosis lebih dari 25% adalah indikasi relatif
untuk dilakukan eksplorasi.
2. Ekstravasasi Urin
Ekstravasasi urin menandakan adanya cedera ginjal mayor. Bila
ekstravasasi menetap maka membutuhkan intervensi bedah.
3. Incomplete Staging
Penatalaksanaan nonoperatif dimungkinkan apabila telah dilakukan
pemeriksaan imaging untuk menilai derajat trauma ginjal. Adanya
incomplete staging memerlukan pemeriksaan imaging dahulu atau
eksplorasi /rekonstruksi ginjal. Pada pasien dengan kondisi tidak
stabil yang memerlukan tindakan laparotomi segera, pemeriksaan
imaging yang bisa dilakukan hanyalah one shot IVU di meja
operasi. Bila hasil IVU abnormal atau tidak jelas atau adanya
perdarahan persisten pada ginjal harus dilakukan eksplorasi ginjal.
4. Trombosis Arteri
Trombosis arteri renalis bilateral komplit atau adanya ginjal soliter
dibutuhkan eksplorasi segera dan revaskularisasi.
5. Trauma Tembus
Pada trauma tembus indikasi absolut dilakukan eksplorasi adalah
perdarahan arteri persisten. Hampir semua trauma tembus renal
dilakukan tindakan bedah. Perkecualian adalah trauma ginjal tanpa
adanya penetrasi peluru intraperitoneum Luka tusuk sebelah
posterior linea aksilaris posterior relatif tidak melibatkan cedera
organ lain.(Brandes, 2003)
H. Klasifikasi
a) Trauma renal minor mencakup kontusi, hematom dan beberapa laserasi
dikorteks ginjal.
b) Cedera renal mayor mencakup laserasi mayor disertai rupture kapsul
ginjal.
c) Trauma vaskuler (renal kritikal) meliputi laserasi multiple yang parah pada
ginjal disertai cedera panda suplay vaskuler ginjal
Klasifikasi trauma ginjal menurut Sargeant dan Marquadt yang
dimodifikasi oleh Federle:
Grade I
Lesi meliputi :
a) Kontusi ginjal
b) Minor laserasi korteks dan medula tanpa gangguan pada
sistem pelviocalices
c) Hematom minor dari subcapsular atau perinefron (kadang –
kadang)
d) 75 – 80 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade II
Lesi meliputi :
a) Laserasi parenkim yang berhubungan dengan tubulus
kolektivus sehingga terjadi extravasasi urine
b) Sering terjadi hematom perinefron
c) Luka yang terjadi biasanya dalam dan meluas sampai ke
medulla
d) 10 – 15 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade III
Lesi meliputi
a) Ginjal yang hancu
b) Trauma pada vaskularisasi pedikel ginjal
c) 5 % dari keseluruhan trauma ginjal
Grade IV
Meliputi lesi yang jarang terjadi yaitu:
a) Avulasi pada ureteropelvic junction
b) Laserasi pada pelvis renal
I. Manifestasi klinis
Anda kardinal dari trauma (ruptur) ginjal adalah hematuria, yang
dapat bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat
diukur dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya
ialah adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan
rigiditas pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan
kontur pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya dengan
hematoma perinefrik. Pada kasus perdarahan atau efusi retroperitoneal,
trauma ginjal kemungkinan dihubungkan dengan ileus paralitik, yang bisa
menimbulkan bahaya karena membingungkan untuk didiagnosis dengan
trauma intraperitoneal.
Dokter harus memperhatikan fraktur iga, fraktur pelvis atau trauma
vertebra yang dapat berkembang menjadi trauma ginjal. Nausea dan
vomiting dapat juga ditemukan. Kehilangan darah dan shock kemungkinan
akan ditemukan pada perdarahan retroperitoneal.
a) Nyeri
b) Hematuria
c) Mual dan muntah
d) Distensi abdomen
e) Syok akinat trauma multisystem
f) Nyeri pada bagian punggung
g) Hematoma di daerah pinggang yang semakin hari semakin besar
h) Massa di rongga panggul
i) Ekimosis
j) Laserasi atau luka pada abdomen lateral dan rongga panggul
J. Pemeriksaan Diagnostik
Pengkajian Diagnostik
PIV
Pemeriksaan PIV dilakukan jika pada anamnesis didapatkan riwayat
mekanisme cedera
1) Luka tusuk atau luka tembak yang mengenai ginjal
2) Cedera tumpul ginjal memberikan tanda-tanda hematuria makrospik,dan
3) Cedera tumpul ginjal yang memberikan tanda-tanda hematuria mikroskopik
dengan desrtai syok
CT Scan
Pemeriksaan ini dilakukan apabila denagn pemeriksaan PIV belum di dapat
diagnosis yang menerangkan kondisi keadaan ginjal pascatrauma.
C. Intervensi keperawatan
Untuk intervensi pada masalah keperawatan nyeri, pemenuhan
informasi, ketidakseimbangan nutrisi dan kecemasan dapaty disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien batu ginjal.
Aktual/resiko tinggi syok hipovolemik b.d. pengeluaran darah massif pada arteri
renal
Tujuan: Dalam waktu 1x 24 jam gangguan volume dan syok hipovolumi teratasi.
Criteria evaluasi:
Klien tidak mengeluh pusing,membrane mukosa lembap,turgor kulit
normal,TTV dalam batas normal ,CRT <3 detik,urine > 600 ml/hari.
Laboratorium:nilai hematokrit dan protein
serummeningkat,BUN/kreatinin menurun
INETERVENSI RASIONAL
Monitoring status cairan ( turgot Jumlah dan tipe cairan pengganti
kulit,membrane mukosa urine ditentukan dari keadaan status cairan.
output). Penurunan volume cairan
mengakibatkan menurunnya produksi
urine <600 ml/hari karena merukan
tanda-tanda terjadinya syok
hipovolemik.
Kaji perubahan dalam. Perdarahan harus dikendalikan.
Auskultasi TD.Bandingkan kedua Hipotensi dapat terjadi pada
lengan, ukur dalam keadaan hopovolemik yang memberikan
berbaring,duduk,atau berdiri bila manifestasi sudah terlibatnya system
memungkinkan. kardiovaskuler untuk melakukan
kompensasi mempertahankan tekanan
darah.
Kaji warna kulit,suhu, sianosis, nadi Mengetahui adanya pengaruh adanya
parifer,dan diaphoresis secara teratur. peningkatan tahanan perifer.
Pantau frekuensi jantung dan irama Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjuk kan komplikasi disritmia.
Kolaborasi Jalur yang paten penting untuk
Pertahankan pemberian cairan pemberian cairan cepat dan
secara intravena memudahkan perawat dalam
Pembedahan perbaikan melakukan control intake dan output
cairan.
Pembedahan ditujukan pada trauma
ginjal mayor dengan tujuan untuk
segera menghentikan
perdarahan.Selanjutnya mungkin perlu
dilakukan debridemen,reparasi ginjal
( berupa renorafi atau penyambungan
vaskuler ) atau tidak jarang harus
dilakukan nefrektomi parsial bahkan
nefrektomi total karena keruskan ginjal
yang sangat berat.
Risiko tinggi infeksi b.d. adanya port den entrée dari luka pembedahan
Tujuan:Dalam waktu 12x24 jam tidak terjadi infeksi, terjadi perbaikan pada
integritas jaringan lunak.
Kriteria evaluasi:
Jahitan dilepas pada hari ke 12 tanpa adanya tanda-tanda infeksi dan
peradangan pada area luka pembedahan
Leukosit dalam batas normal.TTV dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji jenis pembedahan, hari Mengidentifikasi kemajuan dan
pembedahan dan apakah adanya penyimpangan dari tujuan yang
order khusus dari tim dokter bedah diharapkan.
dalam melakukan perawatan luka.
Lakukan mobilisasi miring kiri-kanan Mencegah penekanan setempat yang
tiap 2 jam berlanjut pada nekrosis jaringan lunak.
Risiko tinggi infeksi b.d.adanya port den entrée dari luka pembedahan
INTERVENSI
Lakukan perawatan luka: Perawatan luka sebaiknya tidak setiap
Lakukan perawatan luka steril hari untuk menurunkan kontak
pada hari ke-3 operasi dan tindakan dengan luka yang dalam
diulang setiap 2 hari sekali. kondisi steril sehingga mencegah
Bersihkan luka dengan cairan kontaminasi kuman ke luka bedah.
antiseptic jenis iodine providum Pembersihan debris ( sisa
dengan cara swabbing dari arah fagotosis,jaringan mati) dan kuman
dalam ke luar. sekitar luka dengan mengoptimlkan
kelebihan dari iodine providium
Bersihkan bekas sisa iodine sebagai antiseptic dan denagn arah
providum dengan alcohol 70% dari dalam keluar dapat mencegah
atau normal saline dengan cara kontaminasi kuman ke jaringan luka.
swabbing dari arah dalam ke Antiseptik iodine providum
luar mempunyai kelemahan dalam
menurunkan proses epitelisasi
Tutup luka dengan kasa steril jaringan sehingga memperlambat
dan tutup dengan plester pertumbuhan luka, maka harus
adhesif yang menyeluruh dibersihkan dengan alkohol atau
menutupi kasa normal saline.
Penutupan secara menyeluruh dapat
menghindari kontaminasi dari benda
atau udara yang bersentuhan dengan
lulka bedah.
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma ginjal adalah cedera yang mengenai ginjal yangmemberikan
manifestasi memar, laserasi, atau kerusakan padastruktur. (Arif Muttaqin,
2011)
Trauma ginjal merupakan trauma pada sistem urologi yang paling sering
terjadi. Kejadian penyakit ini sekitar 8-10% dengan trauma tumpul atau
trauma abdominal. Pada banyak kasus, trauma ginjal selalu dibarengi
dengan trauma organ penting lainnya. Pada trauma ginjal akan
menimbulkan ruptur berupa perubahan organik pada jaringannya. Sekitar
85-90% trauma ginjal terjadi akibat trauma tumpul yang biasanya
diakibatkan oleh kecelakaan lalulintas.
Trauma ginjal adalah cedera pada ginjal yang disebabkan oleh
berbagai macam rupa paksa baik tumpul maupun tajam.
Anda kardinal dari trauma (ruptur) ginjal adalah hematuria, yang dapat
bersifat massif atau sedikit, tetapi besarnya trauma tidak dapat diukur
dengan volume hematuria atau tanda-tanda luka. Tanda lainnya ialah
adanya nyeri pada abdomen dan lumbal, kadang-kadang dengan rigiditas
pada dinding abdomen dan nyeri lokal. Jika pasien datang dengan kontur
pinggang yang kecil dan datar, kita dapat mensuspeknya dengan
hematoma perinefrik.
B. SARAN
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat memahami dan mempelajari
dari isi makalah ini agar berguna untuk mengaplikasikan dalam
memberikan pelayanan kepada anak dengan gangguan diare.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari masih banyak
kekurangan, penulis berharap bagi pembacanya untik mengkritik guna
untuk menyempurnakan makalh ini
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Linda Jual. (1995). Rencana Asuhan & Dokumentasi
Keperawatan(terjemahan).. Jakarta PT EGC.
Doenges, et al. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (terjemahan). PT EGC.
Jakarta.
Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Volume I
(terjemahan).. Jakarta PT EGC.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Surabaya Airlangga
University Press.
Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan)..
Bandung. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran
Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta FKUI.
Guyton. (1995) Fisiologi manusia dan mekanisme penyakit. Alih bahasa petrus
Andrianto. Jakarta: EGC
Sylvia Anderson Price (1992). Patofisiologi.. Buku 2 edisi 4. Jakarta EGC
Elord,Rachel. 2000. Nursing Assessment Urunary System. In medical-Surgical
Nursing.
Assessment and management of Clinical problem . Missouri: Mosby Company.
Gillenwater J.L.,Grayhack J.t., dan Howards S.S. (eds).1996.adult and pediatric
Urology.