Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH II

KONSEP TEORI DAN ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK

DOSEN PENGAMPU :

DEWI PURNAMAWATI, M.Kep

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 4

ALUNA NURMALIA LUTHFA (P07120421005)

BAIQ CANDRI WULAN TUNJUNG.T (P07120421005)

FEBRIANTI MEGA KUSUMA (P07120421010)

LALU MUHAMMAD RIKOH (P07120421015)

STAKIRATUNNIKMAH (P07120421027)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-
Nya sehingga makalah mengenai “Konsep Teori dan Asuhan Keperawatan Sinrom Nefrotik”
ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan
wawasan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Mataram, 29 Maret 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN…………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...3

BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………….4..
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah …..…………………………………………………………………..4
C. Tujuan …………………………………………………………………………………..4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………...6


A. Anatomi Fisiologi Ginjal………………………………………………………………...6
B. Definisi Sindrom Nefrotik………………………………………………………………10
C. Etiologi………………………………………………………………………………….11
D. Manifestasi Klinis……………………………………………………………………….11
E. Komplikasi ……………………………………………………………………………...12
F. Patofisiologi…………………………………………………………………………..…13
G. Pathways ………………………………………………………………………………..15
H. Penatalaksanaan…………………………………………………………………………17
I. Diet……………………………………………………………………………………...18
J. Konsep Asuhan Keperawatan…………………………………………………………...20

BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………………….31
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...31
K. Saran…………………………………………………………………………………….32

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...32
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat dengan
sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam
tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan
homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat
sisa melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut
tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat
menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik
(Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi
yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di
Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia
kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma
nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi
yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).

B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana anatomi fisiologi ginjal ?
2) Apa itu Sindroma Nefrotik ?
3) Apa yang menyebabkan terjadinya Sindroma Nefrotik
4) Bagaimana proses terjadinya Sindroma Nefrotik?
5) Bagaimana tanda dan gejala dari Sindroma Nefrotik ?
6) Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit Sindroma Nefrotik ?
7) Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien Sindroma Nefrotik ?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui anatomi fisiologi ginjal
2) Untuk mengetahui Sindroma Nefrotik
3) Untuk mengetahui penyebab terjadinya Sindroma Nefrotik
4) Untuk mengetahui proses terjadinya Sindroma Nefrotik
5) Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Sindroma Nefrotik
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit Sindroma Nefrotik
7) Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien Sindroma
Nefrotik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Fisiologi Ginjal

Susunan Sistem Perkemihan Sistem perkemihan terdiri dari;


1. dua ginjal (ren) yang menghasilkan urin,
2. dua ureter yang memhawa urin dari ginjal ke vesika urinaria (kandung
kemih),
3. satu vesika urinaria (VU), tempat urin dikumpulkan, dansatu urethra, urin
dikeluarkan dari vesika urinaria. Ginjal (Ren) terletak pada dinding
posterior ahdomen di helakang peritoneum pada kedua sisi vertehra
thorakalis ke 12 sampai vertehra lumhalis ke-3. Bentuk ginjal seperti hiji
kacang. Ginjal kanan sedikit lehih rendah dari ginjal kiri, karena adanya
lohus hepatis dexter yang hesar.
4. Fungsi ginjal adalah
a) memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis atau
racun,
h) mempertahankan suasana keseimhangan cairan,
c) mempertahankan keseimhangan kadar asam dan hasa dari cairan
tuhuh, dan
d) mengeluarkan sisa-sisa metaholisme akhir dari protein ureum,
kreatinin dan amoniak.
5. Fascia Renalis terdiri dari; Fascia renalis terdiri dari

a) fascia (fascia renalis),


h) Jaringan lemak peri renal, dan
c) kapsula yang sehenarnya (kapsula fihrosa), meliputi dan melekat
dengan erat pada permukaan luar ginjal
6. Struktur Ginjal
Setiap ginjal terhungkus oleh selaput tipis yang disehut kapsula
fihrosa, terdapat cortex renalis di hagian luar, yang herwarna cokelat
gelap, dan medulla renalis di hagian dalam yang herwarna cokelat lehih
terang dihandingkan cortex. Bagian medulla herhentuk kerucut yang
disehut pyramides renalis, puncak kerucut tadi menghadap kaliks yang
terdiri dari luhang-luhang kecil disehut papilla renalis. Hilum adalah
pinggir medial ginjal herhentuk konkaf sehagai pintu masuknya pemhuluh
darah, pemhuluh limfe, ureter dan nervus.. Pelvis renalis herhentuk corong
yang menerima urin yang diproduksi ginjal. Terhagi menjadi dua atau tiga
calices renalis majores yang masing-masing akan hercahang menjadi dua
atau tiga calices renalis minores.
7. Potongan memhujur ginjal Jaringan ginjal.

Warna hiru menunjukkan satu tuhulus Struktur halus ginjal


terdiri dari hanyak nefron yang merupakan unit fungsional ginjal.
Diperkirakan ada 1 juta nefron dalam setiap ginjal. Nefron terdiri dari ;
Glomerulus, tuhulus proximal, ansa henle, tuhulus distal dan tuhulus
urinarius.
8. Proses Pemhentukan Urin
Tahap pemhentukan urin
a) Proses Filtrasi ,di glomerulus Terjadi penyerapan darah, yang
tersaring adalah hagian cairan darah kecuali protein.

Cairan yang tersaring ditampung oleh simpai howmen yang


terdiri dari glukosa, air, sodium, klorida, sulfat, hikarhonat dll,
diteruskan ke tuhulus ginjal. cairan yang di saring disehut filtrate
gromerulus.

h) Proses Reahsorhsi Pada proses ini terjadi penyerapan kemhali


sehagian hesar dari glikosa, sodium, klorida, fospat dan heherapa
ion hikarhonat. Prosesnya terjadi secara pasif (ohligator
reahsorhsi) di tuhulus proximal. sedangkan pada tuhulus distal
terjadi kemhali penyerapan sodium dan ion hikarhonat hila
diperlukan tuhuh. Penyerapan terjadi secara aktif (reahsorhsi
fakultatif) dan sisanya dialirkan pada papilla renalis.
c) Proses sekresi. Sisa dari penyerapan kemhali yang terjadi di tuhulus
distal dialirkan ke papilla renalis selanjutnya diteruskan ke luar.
9. Pendarahan Ginjal mendapatkan darah dari aorta ahdominalis yang
mempunyai percahangan arteria renalis, arteri ini herpasangan kiri dan
kanan. Arteri renalis hercahang menjadi arteria interlohularis kemudian
menjadi arteri akuarta. Arteri interlohularis yang herada di tepi ginjal
hercahang menjadi arteriolae aferen glomerulus yang masuk ke
gromerulus. Kapiler darah yang meninggalkan gromerulus disehut
arteriolae eferen gromerulus yang kemudian menjadi vena renalis masuk
ke vena cava inferior.

10. Persarafan Ginjal Ginjal mendapatkan persarafan dari fleksus


renalis(vasomotor). Saraf ini herfungsi untuk mengatur jumlah darah yang
masuk ke dalam ginjal, saraf ini herjalan hersamaan dengan pemhuluh
darah yang masuk ke ginjal.
11. Ureter Terdiri dari 2 saluran pipa masing-masing hersamhung dari ginjal
ke vesika urinaria. Panjangnya • 25-30 cm, dengan penampang 0,5 cm.
Ureter sehagian terletak pada rongga ahdomen dan sehagian lagi terletak
pada rongga pelvis. Lapisan dinding ureter terdiri dari;
a) Dinding luar jaringan ikat (jaringan fihrosa)
h) Lapisan tengah lapisan otot polos
c) Lapisan sehelah dalam lapisan mukosa Lapisan dinding ureter
menimhulkan gerakan-gerakan peristaltic yang mendorong urin
masuk ke dalam kandung kemih.
12. Vesika Urinaria (Kandung Kemih) Vesika urinaria hekerja sehagai
penampung urin. Organ ini herhentuk seperti huah pir (kendi). letaknya d
helakang simfisis puhis dalam rongga panggul. Vesika urinaria dapat
mengemhang dan mengempis seperti halon karet. Dinding kandung kemih
terdiri dari;
a) Lapisan sehelah luar (peritoneum).
h) Tunika muskularis (lapisan herotot).

c) Tunika suhmukosa.
d) Lapisan mukosa (lapisan hagian dalam).
13. Uretra Merupakan saluran sempit yang herpangkal pada vesika urinaria
yang herfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki- laki panjangnya
kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari;
a) Urethra pars Prostatica
h) Urethra pars memhranosa (terdapat spinchter urethra externa)
c) Urethra pars spongiosa. Urethra pada wanita panjangnya kira-kira
3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di
sehelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini
hanya sehagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan;
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
h) Lapisan suhmukosa, lapisan longgar mengandung pemhuluh darah
dan saraf.

c) Lapisan mukosa.
14. Urin (Air Kemih) Sifat fisis air kemih, terdiri dari;
a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam • 1.500 cc tergantung dari
pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. Kelompok 4,

S1 Keperawatan,
h) Warna, hening kuning muda dan hila dihiarkan akan menjadi
keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet ohat-ohatan dan
sehagainya.
d) Bau, hau khas air kemih hila dihiarkan lama akan herhau
amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, hila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyehahkan reaksi alkalis dan protein memheri
reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari;
a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
h) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metaholisme protein, asam urea,
amoniak dan kreatinin.
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, hikarhonat, fospat dan sulfat.
d) Pagmen (hiliruhin dan urohilin).

e) Toksin.
f) Hormon.
15. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah
terisi dengan urin. Mikturisi melihatkan 2 tahap utama, yaitu;
a) Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada
dindingnya meningkat melampaui nilai amhang hatas (Hal ini
terjadi hila telah tertimhun 170-230 ml urin), keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke 2.
h) Adanya refleks saraf (disehut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi herada pada otak dan spinal oord (tulang
helakang) Sehagian hesar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan
dapat di pelajari “latih”. Sistem sar af simpatis : impuls menghamhat
Vesika Urinaria dan gerak spinohter interna, sehingga otot detrusor relax
dan spinohter interna konstriksi.
Sistem saraf parasimpatis: impuls menyehahkan otot detrusor
herkontriksi, sehaliknya spinohter relaksasi terjadi mikturisi (normal: tidak
nyeri). Ciri-Ciri Urin Normal :
a) Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi herheda-heda sesuai
dengan jumlah oairan yang masuk.

b) Warnanya hening oranye tanpa ada endapan.

c) Baunya tajam.

d) Reaksinya sedikit asam terhadap lakmus dengan pH rata- rata

B. Definisi Sindrom Nefrotik


Sindroma Nefrotik adalah status klinis yang ditandai dengan peningkatan
permeabilitas membran glomerulus terhadap protein yang mengakibatkan kehilangan
urinarius yang massif (Whaley & Wong, 2003). Sindroma nefrotik adalah kumpulan
gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus
(Luckman, 1996). Sindrom Nefrotik ditandai dengan proteinuria masif ( ≥ 40 mg/m2
LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu >2mg/mg), hipoproteinemia,
hipoalbuminemia (≤2,5 gr/dL), edema, dan hiperlipidemia (Behrman, 2001).
Nefrotik sindrom merupakan gangguan klinis ditandai oleh (1) peningkatan protein
dalam urin secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam darah (3) edema,
dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipidemia).
Tanda-tanda tersebut dijumpai di setiap kondisi yang sangat merusak membran kapiler
glomerulus dan menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus (Brunner &
Suddarth, 2001)

Whaley and Wong (1998) membagi tipe-tipe Sindrom Nefrotik :


1. Sindroma Nefrotik lesi minimal (MCNS : Minimal Change Nefrotik Sindroma) :
Merupakan kondisi yang tersering yang menyebabkan sindroma nefrotik pada anak
usia sekolah.
2. Sindroma Nefrotik Sekunder : Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler kolagen,
seperti lupus eritematosus sistemik dan purpura anafilaktoid, glomerulonefritis,
infeksi sistem endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindroma Nefirotik Kongenital : Faktor herediter sindroma nefrotik disebabkan oleh
gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindroma nefrotik, usia gestasinya pendek
dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap
semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-tahun pertama kehidupan
bayi jika tidak dilakukan dialisis.

C. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan
nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis

C. Tanda Dan Gejala

1. Urine yang berbusa akibat adanya protein dalam urine.


2. Diare.
3. Mual.
4. Letih, lesu, dan kehilangan nafsu makan.
5. Bertambahnya berat badan akibat penumpukan cairan tubuh.
6. pembengkakan (edema) pada mata, kaki, dan pergelangan kaki,
D. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi pada sindrom nefrotik yaitu ;


1. Keseimbangan Nitrogen Negatif
Proteinuria masif akan menyebabkan keseimbangan nitrogen menjadi negatif,
yang secara klinis dapat diukur dengan kadar albumin plasma. Diet tinggi
protein tidak terbukti memperbaiki metabolisme albumin karena respon
hemodinamik terhadap asupan yang meningkat adalah meningkatnya tekanan
glomerulus yang menyebabkan kehilangan protein dalam urin yang semakin
banyak. Diet rendah protein akan mengurangi proteinuria namun juga
menurunkan kecepatan sintesis albumin dan dalam jangka panjang akan
meningkatkan risiko memburuknya keseimbangan nitrogen negatif.
2. Hiperkoagulasi
Komplikasi tromboemboli sering ditemukan pada sindrom nefrotik akibat
peningkatan koagulasi intravaskular. Kadar berbagai protein yang terlibat
dalam kaskade koagulasi terganggu pada sindrom nefrotik serta agregasi
paltelet ikut meningkat. Gangguan koaglasi yang terjadi disebabkan oleh
peningkatan sisntesis protein oleh hati dan kehilangan protein melalui urin.

3. Hiperlidemia dan lipiduria


Merupakan keadaan yang serig menyertai sindrom nefrotik. Respon
hiperlipidemik sebagian dicetuskan oleh menurunnya tekanan onkotik plasma,
serta derajat hiperlipidemia berbanding terbalik dan berhubungan erat dengan
menurunnya tekanan onkotik. Kondisi hiperlipidemia dapat reversibel seiring
dengan resolusi dari sindronefrotik yang terjadi baik secara spontan maupun
diinduksi dengan obat.
4. Gangguan metabolisme kalsium dan tulang
Vitamin D yang terikat protein maka akan diekskresikan melalui uring
sehingga terjadi penurunan kadar plasma. Kadar 25(OH)D dan 1,25 (0H)2D
plasma juga ikut menurunan sedangkan kadar vitamin D bebas tidak
mengalamu gangguan.
5. Infeksi
Infeksi merupakan penyebab tersering terjadinya kematian pada sindrom
nefrotik terutama oleh organisme berkapsul. Infeksi pada sindrom nefrotik
terjadi akibat defek imunitas humoral, seluler dan gangguan sistema
komplemen. (Pratiwi, 2019)
E. Patofisiologi
1. Proteinuria
Ada tiga jenis proteinuria yaitu glomerular, tubular dan overflow. Kehilangan
protein pada sindrom nefrotik termasuk dalam proteinuria glomerular.
Proteinuria pada penyakit glomerular disebabkan oleh meningkatnya filtrasi
makromolekul melewati dinding kapiler glomerulus. Hal ini sering diakibatkan
oleh kelainan pada podosit glomerular. Dalam keadaan normal membran basal
glomerulus mempunyai mekanisme penghalang untuk mencegah kebocoran
protein. Mekanisme penghalang pertama berdasarkan ukuran molekul dan yang
kedua berdasarkan muatan listriknya. Pada sindrom nefrotik kedua mekanisme
tersebut terganggu.proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non-selektif
berdasarkan ukuran molekul protein yang keluar melalui urin. Protein selktif
apabila protein yang keluar terdiri dari molekul kecil mialnya alhumin,
sedangkan yang non-selektif apahila protein yang keluar terdiri dari molekul
hesar seperti imunoglohulin.

2. Hipoalhuminemia
Pada keadaan normal, produksi alhumin di hati adalah 12-14 g/hari (130- 200
mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikataholisme.
Kataholisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
kataholisme pada tuhulus proksimal ginjal setelah resorpsi alhumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalhuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang herlehihan dan peningkatan
kataholisme alhumin. (Kharisma, 2017) Hilangnya alhumin melalui urin
merupakan konstrihutor yang penting pada kejadian hipoalhuminemia.
Meskipun demikian, hal tersehut hukan merupakan satu-satunya penyehah pada
pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis alhumin dapat meningkat
setidaknya tiga kali lipat dan dengan hegitu dapat mengompensasi hilangnya
alhumin melalui urin.
3. Edema
Terdapat heherapa teori yang menjelaskan tentang timhulnya edema pada
sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pemhentukan edema. Teori ini herisi hahwa adanya edema disehahkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyehahkan cairan meremhes
ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeahilitas kapiler glomerulus
menyehahkan alhumin keluar sehingga terjadi alhuminuria dan
hipoalhuminemia. Sehagaimana diketahui hahwa salah satu fungsi vital dari
alhumin adalah sehagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalhuminemia ini menyehahkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sehagai akihatnya, cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian

timhul edema. (Kharisma, 2017)

4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan
serum lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya
lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada
sedimen urin.
F. Patbway

G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin
serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi
ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan
penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes
awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan
dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >
2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one
day care ).

8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah).
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8
gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:
0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.

(Sumber: Siburian, 2013)

H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga pasien
dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk
pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin),
jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth,
2001).

I. Diet bagi klien sindrom nefrotik


1. Tujuan Diet
a. Mengganti kehilangan protein terutama albumin.
b. Mengurangi edema dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.
c. Memonitor hiperkolesterolemia dan penumpukan trigliserida.
d. Mengontrol hipertensi.
e. Mengatasi anoreksia.
(Almatsier, 2007)
2. Syarat Diet
a. Energi cukup, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen positif yaitu 35
kkal/kg BB per hari.
b. Protein sedang, yaitu 1 g/kg BB, atau0,8 g/kg BB ditambah jumlah protein yang
dikeluarkan melalui urin. Utamakan penggunaan protein bernilai biologik tinggi.
c. Lemak sedang, yaitu 15-20% dari kebutuhan energy total.
d. Karbohidrat cukup, yaitu sisa dari kebutuhan energy total
e. Natrium dibatasi, yaitu 1-4 gr sehari, tergantung berat ringannya edema.
f. Kolesterol dibatasi < 300mg, begitu pula gula murni, bila ada peningkatan
trigliserida darah.
g. Cairan disesuaikan dengan banyaknya cairan yang dikeluarkan melalui urin
ditambah 500 ml pengganti cairan yang dikeluarkan melalui kulit dan pernafasan.
(Almatsier, 2007)

3. Diet yang Dianjurkan dan Dihindari


Jenis Bahan
Dianjurkan Dibatasi
Makanan
Sumber Nasi, bubur, bihun, roti, Roti, biskuit dan kue-
karbohidrat gandum, makaroni, pasta, kue yang dibuat
jagung, kentang, ubi, talas, menggunakan garam
singkong, havermout dapur dan soda.
Sumber Telur, susu skim/susu rendah Hati, ginjal, jantung,
protein lemak, daging tanpa lemak, limpa, otak, ham, sosis,
hewani ayam tanpa kulit, ikan babat, usus, paru,
sarden, kaldu daging,
bebek, burung, angsa,
remis, seafood dan
aneka. Protein hewani
yang diawetkan
menggunakan garam
seperti sarden, kornet,
ikan asin dan
sebagainya
Sumber Kacang-kacangan dan aneka Kacang-kacangan yang
protein nabati olahannya diasinkan aatu
diawetkan
Sayuran Semua jenis sayuran segar Sayuran yang
diasinkan atau
diawetkan
Buah-buahan Semua macam buah-buahan Buah-buahan yang
segar diasinkan atau
diawetkan
Minum Semua macam minuman yang Teh kental atau kopi.
tidak beralkohol Minuman yang
mengandung soda dan
alkohol: soft drink,
arak, ciu, bir
Lainnya Semua macam bumbu Makanan yang
secukupnya berlemak, penggunaan
santan kental, bumbu:
garam, baking powder,
soda kue, MSG, kecap,
terasi, ketchup, sambal
botol, petis, tauco,
bumbu instan, dan
sebagainya

J. Konsep Asuhan Keperawatan pada Sindrom Nefrotik


2. Pengkajian
a. Identitas Klien
1) Umur: Lebih banyak pada anak-anak terutama pada usia pra-sekolah (3-6 th).
Ini dikarenakan adanya gangguan pada sistem imunitas tubuh dan kelainan
genetik sejak lahir.
2) Jenis kelamin: Anak laki-laki lebih sering terjadi dibandingkan anak
perempuan dengan rasio 2:1. Ini dikarenakan pada fase umur anak 3-6 tahun
terjadi perkembangan psikoseksual : dimana anak berada pada fase
oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan merasakan kenikmatan dari
beberapa daerah genitalnya. Kebiasaan ini dapat mempengaruhi kebersihan
diri terutama daerah genital. Karena anak-anak pada masa ini juga sering
bermain dan kebersihan tangan kurang terjaga. Hal ini nantinya juga dapat
memicu terjadinya infeksi.
3) Agama
4) Suku/bangsa
5) Status
6) Pendidikan
7) Pekerjaan
b. Identitas penanggung jawab
Hal yang perlu dikaji meliputi nama, umur, pendidikan, agama, dan hubungannya
dengan klien.
c. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama: Kaki edema, wajah sembab, kelemahan fisik, perut membesar
(adanya acites)
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk pengkajian riwayat kesehatan sekarang, perawatan perlu menanyakan
hal berikut:
3) Kaji berapa lama keluhan adanya perubahan urine output
4) Kaji onset keluhan bengkak pada wajah atau kaki apakah disertai dengan
adanya keluhan pusing dan cepat lelah
5) Kaji adanya anoreksia pada klien
6) Kaji adanya keluhan sakit kepala dan malaise
d. Riwayat Kesehatan Dahulu
Perawat perlu mengkaji:
1) Apakah klien pernah menderita penyakit edema?
2) Apakah ada riwayat dirawat dengan penyakit diabetes melitus dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya?
3) Penting juga dikaji tentang riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan
adanya riwayat alergi terhadap jenis obat
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji adanya penyakit keturunan dalam keluarga seperti DM yang memicu
timbulnya manifestasi klinis sindrom nefrotik
f. Kebutuhan bio-psiko-sosio-spiritual
1) Pola nutrisi dan metabolisme: Anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi: Diare, oliguria.
3) Pola aktivitas dan latihan: Mudah lelah, malaise
4) Pola istirahat tidur: Susah tidur
5) Pola mekanisme koping : Cemas, maladaptif
6) Pola persepsi diri dan konsep diri : Putus asa, rendah diri
g. Pemeriksaan Fisik
1) Status kesehatan umum
2) Keadaan umum: klien lemah dan terlihat sakit berat
3) Kesadaran: biasanya compos mentis
4) TTV: sering tidak didapatkan adanya perubahan.
5) Pemeriksaan sistem tubuh
a) B1 (Breathing)
Biasanya tidak didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan nafas
walau secara frekuensi mengalami peningkatan terutama pada fase akut.
Pada fase lanjut sering didapatkan adanya gangguan pola nafas dan jalan
nafas yang merupakan respons terhadap edema pulmoner dan efusi pleura.
b) B2 (Blood)
Sering ditemukan penurunan curah jantung respons sekunder dari
peningkatan beban volume.
c) B3 (Brain)
Didapatkan edema terutama periorbital, sklera tidak ikterik. Status
neurologis mengalami perubahan sesuai dengan tingkat parahnya azotemia
pada sistem saraf pusat.
d) B4 (Bladder)
Perubahan warna urine output seperti warna urine berwarna kola
e) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia sehingga didapatkan
penurunan intake nutrisi dari kebutuhan. Didapatkan asites pada abdomen.
f) B6 (Bone)
Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum, efek sekunder dari
edema tungkai dari keletihan fisik secara umum
a) Head to toe:
1) Kepala : Bentuk kepala (normal, makrosefali, mikrosefali), wajah (adanya
pemhengkakan wajah lokal disehahkan edema.
2) Mata : Pengkajian mata eksternal mengamati kelopak mata mengalami
pemhengkakan konjungtiva (anemis, ananemis)

3) Telinga :Adakah tonjolan pada telinga dan 24 kehersihan


4) Hidung : Pernapasan cuping hidung, sianosis
5) Mulut : Pemhengkakan,lesi, warna hihir , periksa lidahterhadap gerakan
dan hentuk, karies gigi, mukosa mulut.
6) Leher : Palpasi leher mengetahui ada tidaknya pemhesaran vena jugularis
7) Intergumen :Keadaann turgor kulit, edema periorhital, edema (dependen)
pada ekstermitas hawah dan hokong serta sensasi rasa.

8) Dada
(a) Paru-paru : Inspeksi : Amati irama pernapasan, kedalaman, Frekuensi
pernapasan Palpasi : taktil fremitus dengan menggunakan jari
telunjuk atau permukaan telapak tangan. Perkusi : perkusi pada dada
anterior dan posterior. Auskultasi: dengar ada hunyi tamhahan
(h) Kardiovaskuler Inspeksi dan palpasi : ada atau tidak pemhesaran
jantung, Perkusi : normal herhunyi redup Auskultasi : hunyi jantung
lup-du
9) Gastrointestinal Inspeksi; Ahdomen menonjol atau ada tidak edema
Auskultasi ; Bunyi hising usus normal 10-30 detik Palpasi; Nyeri tekan,
pemhesaran hati dan limfa Perkusi; Bunyi timpani diseluruh
permukaanahdomen,terdapat asites pada penyakit sindrom nefrotik

10) Ekstermitas ; menilai keadaan tulang,otot, serta sendisendi,inspeksi


terdapat edema pada ekstermitas.
11) Neurologis ; kesadaran anak
12) Sistem perkemihan; urine normal pada anak dalam 24 jam;

h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.

(Astuti, 2014; Munandar, 2014)

1. Analisa Data

N0 DATA ETIOLOGI MASALAH


KEPERAWATAN

1. DS : Faktor primer dan sekunder Defisit Nutrisi

- Nafsu makan menurun


Sindrom Nefrotik
- Adanya mual muntah

DO :
Gangguan pembentukan
- Diare glomelurus
- Bising usus hiperaktif
- Membran mukosa pucat
Tekanan koloid turun,
hidrostatik naik

Cairan masuk ekstraseluler

Retensio cairan dirongga perut-


asites

Menekan isi perut


(mual.muntah)

Nafsu makan menurun

Peningkatan kebutuhan
metabolism

Defisit Nutrisi

2. DS : Faktor primer dan sekunder Intoleransi Aktivitas

- Mengeluh lemah
DO : Sindrom Nefrotik

- Sianosis
- Frekuensi jantung >20% Gangguan pembentukan
glomelurus
dari kondisi istirahat
- Teknana darah jantung
meningkat j >20% dari Tekanan koloid turun,
kondisi istirahat hidrostatik naik
Cairan masuk ekstraseluler

Retensio cairan dirongga perut-


asites

Menekan isi perut


(mual.muntah)

Nafsu makan menurun

Peningkatan kebutuhan
metabolism

Defisit Nutrisi

Kondisi tubuh lemah

Intoleransi Aktivitas

3. DS : Faktor primer dan sekunder Defisit pengetahuan

- Menanyakan masalah yang


dihadapi Sindrom Nefrotik

DO :
Kurang terpapar informasi
- Menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap
masalah Defisit pengetahuan

- Menunjukkan perilaku
berlebihan
4. Faktor Risikko : Risiko
ketidakseimbanga
1. Ketidakseimbangan Faktor primer dan sekunder n cairan
cairan ( mis.
Dehidrasi dan Sindrom Nefrotik
intoksikasi air )

2. Kelebihan volume Gangguan pembentukan


cairan glomelurus

3. Gangguan
mekanisme regulasi Tekanan koloid turun,
hidrostatik naik
( mis. Diabetes )

4. Efek samping
Cairan masuk ekstraseluler
prosedur ( mis.
Pembedahan)
Retensio cairan tubuh
5. Diare

6. Muntah
Edema Anasarka
7. Disfungsi ginjal

8. Disfungsi regulasi Risiko ketidakseimbangan


endokrin cairan

Kondisi Klinis Terkait :

1. Gagal ginjal

2. Trauma multiple

2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism ditandai
dengan - Nafsu makan menurun, Adanya mual muntah, Diare, Bising usus hiperaktif,
Membran mukosa pucat

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan Mengeluh


lemah, Sianosis, Frekuensi jantung >20% dari kondisi istirahat,Teknana darah jantung
meningkat j >20% dari kondisi istirahat.

c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan


Menanyakan masalah yang dihadapi, Menunjukkan persepsi yang keliru terhadap
masalah, Menunjukkan perilaku berlebihan

d. Risiko ketidakseimbangan cairan elektrolit dengan factor resiko Ketidakseimbangan


cairan ( mis. Dehidrasi dan intoksikasi air ), Kelebihan volume cairan, Gangguan
mekanisme regulasi ( mis. Diabetes ),Efek samping prosedur ( mis. Pembedahan),
Diare, Muntah, Disfungsi ginjal, degan kondisi klinis terkait yaitu gagal jantung dan
trauma multiple

3. Intervensi Keperawatan

DIAGNOSA STANDAR LUARAN STANDAR INTERVENSI


KEPERAWATAN KEPERAWATAN INDONESIA (
INDONESIA (SLKI) SIKI )

Defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan observasi


berhubungan dengan keperawatan selama …x24
1. periksa status gizi,status
peningkatan kebutuhan satuts nutrisi membaik
alergi,program diet dan
metabolism ditandai dengan kriteria hasil :
kemampuan kebutuhan gizi
dengan - Nafsu makan
1. Porsi makan yang
menurun, Adanya mual terapeutik
dihabiskan meningkat
muntah, Diare, Bising
2. Pengetahuan tentang 1. persiapkan materi dan
usus hiperaktif,
pilihan makanan yang media seperti jenis-jenis
Membran mukosa
tepat meingkat nutrisi,tabel makanan
pucat
3. Diare menurun penukar,dan cara
4. Nafsu makan mengelola makanan
membaik
edukasi
5. Membran mukosa
membaik 1. jelaskan pada pasien dan
keluarga alergi
makanan,makanan apa
yang harus dihindari dan
jenis makanan apa yang
harus dibutuhkan pasien

2. ajarkan cara melaksanakan


diet sesuai program

3. ajarkan pasien dan


keluarga memantau kondisi
kekurangan nutrisi

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama …x24
1. Identifikasi gangguan
kelemahan ditandai tingkat intoleransi menurun
fungsi tubuh yang
dengan Mengeluh dengan kriteria hasil :
mengakibatkan kelelahan
lemah, Sianosis,
1. Keluhan lelah
Frekuensi jantung 2. Pantau kelelahan fisik dan
menurun
>20% dari kondisi emosional
istirahat,Teknana darah 2. Tekanan darah
3. Pantau pola dan jam tidur
jantung meningkat j membaik
>20% dari kondisi 4. Pantau lokasi dan ketidak
3. Frekuensi nadi
istirahat. nyamanan selama
membaik
melakukan aktivitas

Terapeutik

1. Sediakan lingkungan
nyaman dan stimulus
rendah (mis: cahaya, suara,
kunjungan)

2. Lakukan latihan rentang


gerak pasif dan/atau aktif

3. Berikan aktivitas ringan


yang menenangkan

4. Fasilitasi duduk di sisi


tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan

Edukasi

1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap

2. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang

Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan Observasi


berhubungan dengan keperawatan selama …x24 1. identifikasi kesiapan dan
kurang terpapar tingkat pengetahuan kemampuan menerima
informasi ditandai meningkat dengan kriteria informasi
dengan Menanyakan hasil : 2. identifikasi faktor-faktor
masalah yang dihadapi, yang dapat meningkatkan
1. Pertanyaan tentang
Menunjukkan persepsi dan menurunkan motivasi
masalah yang
yang keliru terhadap perilaku hidup bersih dan
dihadapi menurun
masalah, Menunjukkan sehat
2. Persepsi yang keliru
perilaku berlebihan Terapeutik
terhadap masalah
1. sediakan materi dan media
menurun
pendidikan Kesehatan
3. Perilaku membaik
2. jadwalkan pendidikan
kesehatan sesuai
kesepakatan
3. berikan kesempatan untuk
bertanya
Edukasi
1. jelaskan faktor resiko yang
dapat memengaruhi
kesehatan
2. ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat
3. ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat
Risiko Setelah dilakukan tindakan Observasi
ketidakseimbangan keperawatan selama …x24 1. identifikasi kemungkinan
cairan elektrolit dengan tingkat pengetahuan penyebab
factor resiko meningkat dengan kriteria ketidakseimbangan
Ketidakseimbangan hasil : elektrolit
cairan ( mis. Dehidrasi 2. Monitor kadar elektrolit
1. Edema menurun
dan intoksikasi air ), serum
2. Kelembapan
Kelebihan volume 3. Monitor mual, muntah,
membrane mukosa
cairan, Gangguan diare
meningkat
mekanisme regulasi ( 4. Monitor kehilangan cairan,
3. Tekanan darah
mis. Diabetes ),Efek jika perlu
membaik
samping prosedur ( 5. Monitor tanda dan gejala
4. Berat badan membaik
mis. Pembedahan), hipokalemia (mis:
Diare, Muntah, kelemahan otot, ,
Disfungsi ginjal, degan anoreksia,)
kondisi klinis terkait 6. Monitor tanda dan gejala
yaitu gagal jantung dan hiperkalemia (mis: peka,
trauma multiple mual, muntah)
Terapeutik
1. Atur interval waktu
pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan

Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein
urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan
kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan
pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi
dua menurut Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit
ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian
akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin
serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi
ginjal, dan darah.

B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih
banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh
karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah
wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediActioni

2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

Munandar, Riza. Asuhan Keperawatan pada Kasus Sindrom Nefrotik. 2014.


http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)

Siburian, Apriliani. 2013. ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN ANAK


KESEHATAN MASYARAKAT PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK DI
LANTAI 3 SELATAN RSUP FATMAWATI.
http://www.google.com/lib.ui.ac.id (Diunduh pada tanggal 15 September
2017)

Wati, Nur Ekma. 2012. ASUHAN KEPERAWATAN PADA An.A DENGAN


GANGGUAN SISTEM NEFROLOGI : SINDROMA NEFROTIK
DI RUANG MINA RS PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA. http://
(Diunduh pada tanggal 15 September 2017)

PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DP PPNI

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPPPNI

Anda mungkin juga menyukai