DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
STAKIRATUNNIKMAH (P07120421027)
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala Rahmat-
Nya sehingga makalah mengenai “Konsep Teori dan Asuhan Keperawatan Sinrom Nefrotik”
ini dapat tersusun sampai dengan selesai.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terimakasih kepada dosen mata kuliah Keperawatan Medikal
Bedah II yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan
wawasan.
Kami menyadari, makalah yang saya tulis masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
SAMPUL DEPAN…………………………………………………………………………..1
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………2
DAFTAR ISI………………………………………………………………………………...3
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………………….4..
A. Latar Belakang…………………………………………………………………………..4
B. Rumusan Masalah …..…………………………………………………………………..4
C. Tujuan …………………………………………………………………………………..4
BAB 3 PENUTUP………………………………………………………………………….31
A. Kesimpulan……………………………………………………………………………...31
K. Saran…………………………………………………………………………………….32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………...32
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didalam tubuh manusia, terdapat salah satu organ penting yang berkaitan erat dengan
sindrom nefrotik, yaitu ginjal. Ginjal berfungsi mengatur keseimbangan tubuh dan
mengekskresikan zat-zat yang sudah tidak berguna dan beracun jika terus berada didalam
tubuh. Ginjal sangat penting bagi tubuh kita, karena ginjal bertugas mempertahankan
homeostatis bio kimiawi normal didalam tubuh manusia, dengan cara mengeluarkan zat
sisa melalui proses filtrasi, absorbsi, dan augmentasi. Pada saat proses urinasi, bladder
berkontraksi dan urin dikeluarkan melalui uretra. Tetapi semua fungsi organ tersebut
tidak luput dari adanya abnormalitas fungsi, yang mana jika hal itu terjadi dapat
menyebabkan suatu masalah atau gangguan, salah satunya yaitu sindrom nefrotik
(Siburian, 2013; Astuti, 2014).
Sampai pertengahan abad ke-20 morbiditas Sindrom Nefrotik pada anak masih tinggi
yaitu melebihi 50% sedangkan angka mortalitas mencapai 23%. Angka kejadian di
Indonesia pada Sindrom Nefrotik mencapai 6 kasus pertahun dari 100.000 anak berusia
kurang dari 14 tahun (Alatas, 2002). Mortalitas dan prognosis anak dengan sindroma
nefrotik bervariasi berdasarkan etiologi, berat, luas kerusakan ginjal, usia anak, kondisi
yang mendasari dan responnya terhadap pengobatan (Betz & Sowden, 2002).
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana anatomi fisiologi ginjal ?
2) Apa itu Sindroma Nefrotik ?
3) Apa yang menyebabkan terjadinya Sindroma Nefrotik
4) Bagaimana proses terjadinya Sindroma Nefrotik?
5) Bagaimana tanda dan gejala dari Sindroma Nefrotik ?
6) Bagaimana penatalaksanaan untuk penyakit Sindroma Nefrotik ?
7) Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien Sindroma Nefrotik ?
C. Tujuan
1) Untuk mengetahui anatomi fisiologi ginjal
2) Untuk mengetahui Sindroma Nefrotik
3) Untuk mengetahui penyebab terjadinya Sindroma Nefrotik
4) Untuk mengetahui proses terjadinya Sindroma Nefrotik
5) Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Sindroma Nefrotik
6) Untuk mengetahui penatalaksanaan untuk penyakit Sindroma Nefrotik
7) Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan untuk pasien Sindroma
Nefrotik
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
c) Tunika suhmukosa.
d) Lapisan mukosa (lapisan hagian dalam).
13. Uretra Merupakan saluran sempit yang herpangkal pada vesika urinaria
yang herfungsi menyalurkan air kemih ke luar. Pada laki- laki panjangnya
kira-kira 13,7-16,2 cm, terdiri dari;
a) Urethra pars Prostatica
h) Urethra pars memhranosa (terdapat spinchter urethra externa)
c) Urethra pars spongiosa. Urethra pada wanita panjangnya kira-kira
3,7-6,2 cm (Taylor), 3-5 cm (Lewis). Sphincter urethra terletak di
sehelah atas vagina (antara clitoris dan vagina) dan urethra disini
hanya sehagai saluran ekskresi.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan;
a) Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar urethra tetap tertutup.
h) Lapisan suhmukosa, lapisan longgar mengandung pemhuluh darah
dan saraf.
c) Lapisan mukosa.
14. Urin (Air Kemih) Sifat fisis air kemih, terdiri dari;
a) Jumlah ekskresi dalam 24 jam • 1.500 cc tergantung dari
pemasukan (intake) cairan dan faktor lainnya. Kelompok 4,
S1 Keperawatan,
h) Warna, hening kuning muda dan hila dihiarkan akan menjadi
keruh.
c) Warna, kuning tergantung dari kepekatan, diet ohat-ohatan dan
sehagainya.
d) Bau, hau khas air kemih hila dihiarkan lama akan herhau
amoniak.
e) Berat jenis 1,015-1,020.
f) Reaksi asam, hila lama-lama menjadi alkalis, juga tergantung dari
pada diet (sayur menyehahkan reaksi alkalis dan protein memheri
reaksi asam).
Komposisi air kemih, terdiri dari;
a) Air kemih terdiri dari kira-kira 95% air.
h) Zat-zat sisa nitrogen dari hasil metaholisme protein, asam urea,
amoniak dan kreatinin.
c) Elektrolit, natrium, kalsium, NH3, hikarhonat, fospat dan sulfat.
d) Pagmen (hiliruhin dan urohilin).
e) Toksin.
f) Hormon.
15. Mikturisi Mikturisi ialah proses pengosongan kandung kemih setelah
terisi dengan urin. Mikturisi melihatkan 2 tahap utama, yaitu;
a) Kandung kemih terisi secara progresif hingga tegangan pada
dindingnya meningkat melampaui nilai amhang hatas (Hal ini
terjadi hila telah tertimhun 170-230 ml urin), keadaan ini akan
mencetuskan tahap ke 2.
h) Adanya refleks saraf (disehut refleks mikturisi) yang akan
mengosongkan kandung kemih.
Pusat saraf miksi herada pada otak dan spinal oord (tulang
helakang) Sehagian hesar pengosongan di luar kendali tetapi pengontrolan
dapat di pelajari “latih”. Sistem sar af simpatis : impuls menghamhat
Vesika Urinaria dan gerak spinohter interna, sehingga otot detrusor relax
dan spinohter interna konstriksi.
Sistem saraf parasimpatis: impuls menyehahkan otot detrusor
herkontriksi, sehaliknya spinohter relaksasi terjadi mikturisi (normal: tidak
nyeri). Ciri-Ciri Urin Normal :
a) Rata-rata dalam satu hari 1-2 liter, tapi herheda-heda sesuai
dengan jumlah oairan yang masuk.
c) Baunya tajam.
C. Etiologi
Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi dua menurut Muttaqin, 2012 adalah:
1. Primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit ginjal, seperti glomerulonefritis, dan
nefrotik sindrom perubahan minimal
2. Sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit sistemik lain,
seperti diabetes mellitus, sistema lupus eritematosus, dan amyloidosis
2. Hipoalhuminemia
Pada keadaan normal, produksi alhumin di hati adalah 12-14 g/hari (130- 200
mg/kg) dan jumlah yang diproduksi sama dengan jumlah yang dikataholisme.
Kataholisme secara dominan terjadi pada ekstrarenal, sedangkan 10% di
kataholisme pada tuhulus proksimal ginjal setelah resorpsi alhumin yang telah
difiltrasi. Pada pasien sindrom nefrotik, hipoalhuminemia merupakan
manifestasi dari hilangnya protein dalam urin yang herlehihan dan peningkatan
kataholisme alhumin. (Kharisma, 2017) Hilangnya alhumin melalui urin
merupakan konstrihutor yang penting pada kejadian hipoalhuminemia.
Meskipun demikian, hal tersehut hukan merupakan satu-satunya penyehah pada
pasien sindrom nefrotik karena laju sintesis alhumin dapat meningkat
setidaknya tiga kali lipat dan dengan hegitu dapat mengompensasi hilangnya
alhumin melalui urin.
3. Edema
Terdapat heherapa teori yang menjelaskan tentang timhulnya edema pada
sindrom nefrotik. Underfilled theory merupakan teori klasik tentang
pemhentukan edema. Teori ini herisi hahwa adanya edema disehahkan oleh
menurunnya tekanan onkotik intravaskuler dan menyehahkan cairan meremhes
ke ruang interstisial. Adanya peningkatan permeahilitas kapiler glomerulus
menyehahkan alhumin keluar sehingga terjadi alhuminuria dan
hipoalhuminemia. Sehagaimana diketahui hahwa salah satu fungsi vital dari
alhumin adalah sehagai penentu tekanan onkotik. Maka kondisi
hipoalhuminemia ini menyehahkan tekanan onkotik koloid plasma
intravaskular menurun. Sehagai akihatnya, cairan transudat melewati dinding
kapiler dari ruang intravaskular ke ruang interstisial kemudian
4. Hiperkolesterolemia
Hampir semua kadar lemak (kolesterol, trigliserid) dan lipoprotein serum
meningkat pada sindrom nefrosis. Hal ini dapat dijelaskan dengan penjelasan
antara lain yaitu adanya kondisi hipoproteinemia yang merangsang sintesis
protein menyeluruh dalam hati, termasuk lipoprotein. Selain itu katabolisme
lemak menurun karena terdapat penurunan kadar lipoprotein lipase plasma,
sistem enzim utama yang mengambil lemak dari plasma. Beberapa peningkatan
serum lipoprotein yang di filtrasi di glomerulus akan mencetuskan terjadinya
lipiduria sehingga adanya temuan khas oval fat bodies dan fatty cast pada
sedimen urin.
F. Patbway
G. Pemeriksaan Penunjang
Penegakan diagnosis sindrom nefrotik tidak ditentukan dengan hanya penampilan klinis.
Diagnosis sindrom nefrotik dapat ditegakkan melalui beberapa pemeriksaan penunjang
berikut yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin
serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi
ginjal, dan darah, dimana :
1. Urinalisis
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguri ) yang terjadi dalam 24-48
jam setelah ginjal rusak, warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan adanya
darah, Hb, Monoglobin, Porfirin. Berat jenis kurang dari 1,020 menunjukkan
penyakit ginjal. Protein urin meningkat (nilai normal negatif). Urinalisis adalah tes
awal diagnosis sindrom nefrotik. Proteinuria berkisar 3+ atau 4+ pada pembacaan
dipstik, atau melalui tes semikuantitatif dengan asam sulfosalisilat, 3+ menandakan
kandungan protein urin sebesar 300 mg/dL atau lebih, yang artinya 3g/dL atau lebih
yang masuk dalam nephrotic range.
2. Pemeriksaan sedimen urin
Pemeriksaan sedimen akan memberikan gambaran oval fat bodies: epitel sel yang
mengandung butir-butir lemak, kadang-kadang dijumpai eritrosit, leukosit, torak
hialin dan torak eritrosit.
3. Pengukuran protein urin
Pengukuran protein urin dilakukan melalui timed collection atau single spot
collection. Timed collection dilakukan melalui pengumpulan urin 24 jam, mulai dari
jam 7 pagi hingga waktu yang sama keesokan harinya. Pada individu sehat, total
protein urin ≤ 150 mg. Adanya proteinuria masif merupakan kriteria diagnosis.
Single spot collection lebih mudah dilakukan. Saat rasio protein urin dan kreatinin >
2g/g, ini mengarahkan pada kadar protein urin per hari sebanyak ≥ 3g.
4. Albumin serum
kualitatif : ++ sampai ++++
kuantitatif :> 50 mg/kgBB/hari (diperiksa dengan memakai reagen ESBACH)
5. Pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan imunologis
6. USG renal: Terdapat tanda-tanda glomerulonefritis kronik.
7. Biopsi ginjal
Biopsi ginjal diindikasikan pada anak dengan SN kongenital, onset usia > 8 tahun,
resisten steroid, dependen steroid atau frequent relaps, serta terdapat manifestasi
nefritik signifikan. Pada SN dewasa yang tidak diketahui asalnya, biopsy mungkin
diperlukan untuk diagnosis. Penegakan diagnosis patologi penting dilakukan karena
masing-masing tipe memiliki pengobatan dan prognosis yang berbeda. Penting untuk
membedakan minimal-change disease pada dewasa dengan glomerulosklerosisfokal,
karena minimal-change disease memiliki respon yang lebih baik terhadap steroid.
Prosedur ini digunakan untuk mengambil sampel jaringan pada ginjal yang kemudian
akan diperiksa di laboratorium. Adapan prosedur biopsi ginjal sebagai berikut :
a. Peralatan USG digunakan sebagai penuntun. USG dilakukan oleh petugas
radiologi untuk mengetahui letak ginjal.
b. Anestesi (lokal).
c. Jarum (piston biopsi). Apabila tidak ada piston biopsi dapat menggunakan jarum
model TRUCUT maupun VIM SILVERMAN.
d. Tempat (pool bawah ginjal, lebih disukai disukai ginjal kiri).
e. Jaringan yang didapatkan dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu untuk
pemeriksaan mikroskop cahaya & imunofluoresen.
f. Setelah biopsi.
1) Berikan pasien tengkurap + - sejam, tetapi apabila pada posisi tengurap pasien
mengalami sejas nafas maka biopsi dilakukan pada posisi duduk
2) Anjurkan untuk minum banyak
3) Monitor tanda-tanda vital terutama tekanan darah, & lakukan pemeriksaan lab
urin lengkap.
g. Apabila tidak terdapat kencing darah (hematuria) maka pasien dipulangkan.
Biasanya untuk pada pasien yang beresiko rendah, pagi biopsi sore pulang (one
day care ).
8. Darah
Hb menurun adanya anemia, Ht menurun pada gagal ginjal, natrium meningkat tapi
biasanya bervariasi, kalium meningkat sehubungan dengan retensi dengan
perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah nerah).
Penurunan pada kadar serum dapat menunjukkan kehilangan protein dan albumin
melalui urin, perpindahan cairan, penurunan pemasukan dan penurunan sintesis
karena kekurangan asam amino essensial. Kolesterol serum meningkat (umur 5-14
tahun : kurang dari atau sama dengan 220 mg/dl). Pada pemeriksaan kimia darah
dijumpai Protein total menurun (N: 6,2-8,1 gm/100ml), Albumin menurun (N:4-5,8
gm/100ml), α1 globulin normal (N: 0,1-0,3 gm/100ml), α2 globulin meninggi (N:
0,4-1 gm/100ml), β globulin normal (N: 0,5-0,9 gm/100ml), γ globulin normal
(N: 0,3-1 gm/100ml), rasio albumin/globulin <1 (N:3/2), komplemen C3
normal/rendah (N: 80-120 mg/100ml), ureum, kreatinin dan klirens kreatinin normal.
H. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal. Menjaga pasien
dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari mungkin diperlukan untuk
meningkatkan diuresis guna mengurangi edema. Masukan protein ditingkatkan untuk
menggantikan protein yang hilang dalam urin dan untuk membentuk cadangan protein di
tubuh. Jika edema berat, pasien diberikan diet rendah natrium. Diuretik diresepkan untuk
pasien dengan edema berat, dan adrenokortikosteroid (prednison) digunakan untuk
mengurangi proteinuria (Brunner & Suddarth, 2001).
Medikasi lain yang digunakan dalam penanganan sindrom nefrotik mencakup agens
antineoplastik (Cytoxan) atau agens imunosupresif (Imuran, Leukeran, atau siklosporin),
jika terjadi kambuh, penanganan kortikosteroid ulang diperlukan (Brunner & Suddarth,
2001).
8) Dada
(a) Paru-paru : Inspeksi : Amati irama pernapasan, kedalaman, Frekuensi
pernapasan Palpasi : taktil fremitus dengan menggunakan jari
telunjuk atau permukaan telapak tangan. Perkusi : perkusi pada dada
anterior dan posterior. Auskultasi: dengar ada hunyi tamhahan
(h) Kardiovaskuler Inspeksi dan palpasi : ada atau tidak pemhesaran
jantung, Perkusi : normal herhunyi redup Auskultasi : hunyi jantung
lup-du
9) Gastrointestinal Inspeksi; Ahdomen menonjol atau ada tidak edema
Auskultasi ; Bunyi hising usus normal 10-30 detik Palpasi; Nyeri tekan,
pemhesaran hati dan limfa Perkusi; Bunyi timpani diseluruh
permukaanahdomen,terdapat asites pada penyakit sindrom nefrotik
h. Pemeriksaan Diagnostik
Urinalisis didapatkan hematuria secara mikroskopik, proteinuria, terutama
albumin. Keadaan ini juga terjadi akibat meningkatnya permeabilitas membran
glomerulus.
1. Analisa Data
DO :
Gangguan pembentukan
- Diare glomelurus
- Bising usus hiperaktif
- Membran mukosa pucat
Tekanan koloid turun,
hidrostatik naik
Peningkatan kebutuhan
metabolism
Defisit Nutrisi
- Mengeluh lemah
DO : Sindrom Nefrotik
- Sianosis
- Frekuensi jantung >20% Gangguan pembentukan
glomelurus
dari kondisi istirahat
- Teknana darah jantung
meningkat j >20% dari Tekanan koloid turun,
kondisi istirahat hidrostatik naik
Cairan masuk ekstraseluler
Peningkatan kebutuhan
metabolism
Defisit Nutrisi
Intoleransi Aktivitas
DO :
Kurang terpapar informasi
- Menunjukkan persepsi
yang keliru terhadap
masalah Defisit pengetahuan
- Menunjukkan perilaku
berlebihan
4. Faktor Risikko : Risiko
ketidakseimbanga
1. Ketidakseimbangan Faktor primer dan sekunder n cairan
cairan ( mis.
Dehidrasi dan Sindrom Nefrotik
intoksikasi air )
3. Gangguan
mekanisme regulasi Tekanan koloid turun,
hidrostatik naik
( mis. Diabetes )
4. Efek samping
Cairan masuk ekstraseluler
prosedur ( mis.
Pembedahan)
Retensio cairan tubuh
5. Diare
6. Muntah
Edema Anasarka
7. Disfungsi ginjal
1. Gagal ginjal
2. Trauma multiple
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisit nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolism ditandai
dengan - Nafsu makan menurun, Adanya mual muntah, Diare, Bising usus hiperaktif,
Membran mukosa pucat
3. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
1. Sediakan lingkungan
nyaman dan stimulus
rendah (mis: cahaya, suara,
kunjungan)
Edukasi
1. Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
2. Anjurkan menghubungi
perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak
berkurang
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nefrotik sindrom adalah gangguan klinik yang ditandai dengan peningkatan protein
urine (proteinuria), edema, penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia), dan
kelebihan lipid dalam darah (hiperlipidemia). Kejadian ini diakibatkan oleh kelebihan
pecahan plasma protein ke dalam urine karena peningkatan permeabilitas membran
kapiler glomerulus. (dr. Nursalam, dkk. 2009). Penyebab sindrom nefrotik dibagi menjadi
dua menurut Muttaqin, 2012 adalah primer, yaitu berkaitan dengan berbagai penyakit
ginjal, dan sekunder, yaitu yang diakibatkan infeksi, penggunaan obat, dan penyakit
sistemik lain.
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria
sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Meningkatnya permeabilitas
dinding kapiler glomerular akan berakibat pada hilangnya protein plasma dan kemudian
akan terjadinya proteinuria. Kelanjutan dari proteinuria menyebabkan hipoalbuminemia.
Dengan menurunya albumin, tekanan osmotic plasma menurun sehingga cairan
intravascular berpindah ke dalam intertisial. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis yaitu urinalisis, pemeriksaan sedimen urin, pengukuran protein urin, albumin
serum, pemeriksaan serologis untuk infeksi dan kelainan immunologis, USG renal, biopsi
ginjal, dan darah.
B. Saran
Pembaca sebaiknya tidak hanya membaca dari materi makalah ini saja karena masih
banyak referensi yang lebih lengkap yang membahas materi dari makalah ini. Oleh
karena itu, pembaca sebaiknya membaca dari referensi dan literatur lain untuk menambah
wawasan yang lebih luas tentang materi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Huda Nurarif, S.Kep., Ns., dan Hardhi Kusuma S.Kep., Ns. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA NIC
NOC Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: MediActioni
2010. Askep Sindrom Nefrotik. http:// (diakses pada tanggal 15 September 2017)
PPNI (2018). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta : DP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan Edisi 1. Jakarta : DP PPNI