Anda di halaman 1dari 37

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Medis
2.2 Konsep Keperawatan
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Meningitis adalah radang pada meningen (selaput) yang mengelilingi otak dan
medula spinalis. Meningitis dapat menyerang semua kelompok umur, kelompok
umur yang paling rawan adalah anak- anak usia balita dan orang tua (Andareto,
2015). Insidens 90 % dari semua kasus meningitis bakterial terjadi pada anak yang
berusia kurang dari 5 tahun, insiden puncak terdapat pada rentang usia 6 sampai 12
bulan. Rentang usia dengan angka morbiditas tertinggi adalah dari lahir sampai 4
tahun (Trisnawati & Alfinia, 2017).
Meningitis dianggap sebagai darurat medis yang perlu di kenali dan di obati
secara dini untuk mencegah kerusakan neurologis. Disorientasi dan gangguan memori
juga sering terjadi saat penyakit berlanjut, pasien dapat mengalami letargi, tidak
responif dan koma. Selain itu kejang juga dapat terjadi yang merupakan akibat dari
area iritabilitas di otak. ICP (Intracranial Pressure) meningkat akibat perluasan
pembengkakan di otak atau hidrosefalus. Tanda awal peningkatan ICP mencakup
penurunan tingkat kesadaran dan defisit motorik local.
Anak dengan meningitis bakteri akut mengalami hilang pendengaran (0,5-
6,9% tipe sensorineural permanen dan 10,5% reversibel) yang banyak terjadi pada
anak yang telah sakit selama 24 jam. Infeksi fulminan akut terjadi pada sekitar 10 %
pasien meningitis meningokokus yang memunculkan tanda-tanda septikemia yang
berlebihan. Awitan demam tinggi, lesi purpurik ekstensif (di wajah dan ekstremitas),
syok dan tanda koagulasi intravaskular diseminata (DIC) terjadi secara mendadak,
kematian dapat terjadi dalam beberapa jam setelah awitan infeksi. (McGill, 2016)
Data World Health Organization (WHO) 2015), melaporkan bahwa Pada
tahun 2014 di Afrika ditemukan 14.317 dugaan kasus meningitis dengan jumlah
kematian sebanyak 1.304 jiwa.

2
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medis penyakit Meningitis pada anak ?
2. Bagaimana konsep keperawatan penyakit Meningitis pada anak ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep medis penyakit Meningitis pada anak
2. Mengetahui konsep keperawatan penyakit Meningitis pada anak

3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP MEDIS
A. Definisi Meningitis
Meningitis adalah inflamasi pada meningen atau membran (selaput) yang
mengelilingi otak dan medula spinalis penyebab meningitis meliputi bakteri,piogenik
yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama meningokokos,
pneumokokos, dan basil influenza. Kedua yaitu virus yang disebabkan oleh agen-
agen virus yang sangat berariasi, yang ke tiga adalah organisme jamur (Juliana,
2015).

Gambar 2.1 Meningen normal dan meningitis

4
B. Klasifikasi Meningitis
1. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya:
a. Asepsis
Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau
menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.Eksudat yang biasanya terjadi pada
meningitis bakteri tidak terjadi pada meningitis virus dan tidak ditemukan organisme
pada kultur cairan otak. Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan
otak.Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi bergantung
pada jenis sel yang terlibat.
b. Sepsis
Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh organisme
bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.Bakteri paling
sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu Neiserria meningitdis (meningitis
meningokokus), Streptococcus pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus
influenzae (pada anakanak dan dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontak
langsung, yang mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang
membawa kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang
tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden tertinggi
pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi pada lansia sama
seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau seseorang yang mengalami
gangguan respons imun.
c. Tuberkulosa
Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel.Infeksi meningen
umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui salah satu aliran
darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain, seperti selulitis, atau
melalui penekanan langsung seperti didapat setelah cedera traumatik tulang wajah.
Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus merupakan iatrogenik atau hasil sekunder
prosedur invasif seperti lumbal pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau
TIK)

5
2. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi
pada cairan otak, yaitu:
a. Meningitis Serosa Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium
tuberculosa. Penyebab lainnya virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis Purulenta Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang
meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain: Diplococcus
pneumonia (pneumokokus), Neisseria meningitis (meningokokus), Streptococ
cus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilusinfluenzae, Escherich
ia coli, Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa. (Juliana, 2015)

C. Etiologi Meningitis
Organisme penyebab tergantung usia anak, meningitis pada neonatus adalah
Kuman Escherichia coli, Haemophilus influenza, streptococcus tipe B,
neisseria meningiditis, dan streptococcus pneumonia. Pada bayi dan anak
mudah terserang oleh kuman haemophilus influenza, neisseria meningiditis,
dan streptococcus pneumonia. Sedangkan adolesen berisiko terpapar kuman
neisseria meningiditis, streptococcus pneumonia, herpes, adenovirus, dan
arbovirus. Penyebab lain bisa diikuti oleh penetrasi karena trauma atau
pembedahan tetapi bisa juga karena infeksi lain seperti otitis media, sinusitis,
paringitis celulitid, pneumonia, dan carries gigi,
1) Bakteri : mycbakterium tuberculosa, diplococus pneumoniae
(pneumokok), neisseria meningitis (meningokok), streptococus
haemolyticuss, staphylococus aureus.

mycbakterium tuberculosa diplococus pneumonia neisseria meningitis

6
streptococus haemolyticuss staphylococus aureus

2) Virus, toxoplasma gondhii dan ricketsia

toxoplasma gondhii ricketsia

3) Faktor fredisposisi : jenis kelamin laki-laki lebih sering dari pada wanita
4) Faktor maternal : ruptur membran fetal, infesi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
5) Faktor imunologi : defisiensi mekanisme imun, defisiensi imunoglobin
6) Kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan
dengan sistem persarafan. (Juliana, 2015)

D. Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala meningitis pada anak sebagai berikut:
a. Neonatus: Menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare,
tonus otot melemah, menangis lemah.
b. Anak-anak dan remaja: Demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan
sensori, kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, halusinasi, maniak,
stupor, koma, kaku kuduk, tanda kernig dan brudinzinski positif, ptechial
(menunjukkan infeksi meningococal).

7
Tanda-tanda meningitis secara khas meliputi:
1. Gejala meningitis diakibatkan dari infeksi dan peningkatan TIK
a. Sakit kepala dan demam (gejala awal yang sering)
b. Perubahan pada tingkat kesadaran dapat terjadi letargik, tidak responsif, dan
koma.
c. Iritasi meningen mengakibatkan sejumlah tanda sbb:
1) Rigiditas nukal ( kaku leher ). Upaya untuk fleksi kepala mengalami
kesukaran karena adanya spasme otot-otot leher.
2) Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan dengan paha dalam keadan
fleksi kearah abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan sempurna.
3) Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan maka dihasilkan fleksi lutut
dan pinggul. Bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah pada salah
satu sisi maka gerakan yang sama terlihat peda sisi ektremita yang
berlawanan.
a. Mengalami foto fobia, atau sensitif yang berlebihan pada cahaya.
b. Kejang akibat area fokal kortikal yang peka dan peningkatan TIK akibat
eksudat purulen dan edema serebral dengan tanda-tanda perubahan
karakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi),
pernafasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran.
c. Adanya ruam merupakan ciri menyolok pada meningitis meningokokal.
d. Infeksi fulminating dengan tanda-tanda septikimia : demam tinggi tiba-tiba
muncul, lesi purpura yang menyebar, syok dan tanda koagulopati
intravaskuler diseminata. (Juliana, 2015)

E. Patofisiologi
Infeksi menyebar secara vaskular dari fokus infeksi dke tempat lain. Misalnya
organisme dari nasopharynk menyerang pembuluh darah yang mendasari
menyeberangi BBB, dan berkembang biak dalam CSF. Invasi dengan ekstensi
langsung dari infeksi di paranasal dan sinus matoid. Organisme juga bisa masuk

8
dengan implantasi langsung setelah ada luka tembus, fraktur tengkorak yang
menyebabkan pembukaan ke dalam kulit atau sinus, pungsi lumbal atau prosedur
bedah, kelainan anatomi seperti spina bifida, atau benda asing sebagai shunt ventrikel
internal atau perangkat ventrikular eksternal . Setelah tertanam, organisme menyebar
ke CSF, dimana infeksi menyebar ke seluruh ruang subarachnoid.
Proses infeksi seperti yang terlihat pada infeksi bakteri: akumulasi sel radang
eksudasi darah putih, dan berbagai tingkat kerusakan jaringan. Otak menjadi
hyperemic dan edema, dan seluruh permukaan otak ditutupi oleh lapisan eksudat
purulen yang bervariasi dengan jenis organisme. Sebagai contoh, eksudat
meningokokus paling ditandai selama parietal, oksipital, dan daerah cerebellar; tebal,
eksudat fibrinous infeksi pneumokokus terbatas terutama pada permukaan otak,
terutama lobus interior: dan eksudat infeksi streptokokus mirip dengan yang infeksi
pneumokokus, tapi tipis. Sebagai infeksi meluas ke ventrikel, nanah tebal, fibrin, atau
perlengketan dapat menutup jalan lorong sempit dan menghalangi
aliran CSF (Juliana, 2015).

9
PATHWAY MENINGITIS
Infeksi bakteri, virus

Masuk ke pembuluh darah

10
Masuk ke SSP

Masuk melalui luka terbuka atau nasofaring

Trombo emboli

Emboli terlepas ke pembuluh darah

Menyebar ke CSS

Peningkatan tekanan intrakranial

Reaksi local pada meningen

Meningitis

11
Bakteri masuk ke meningen

Respon inflamasi pada meningen

Proses inflamasi Akumulasi secret (eksudat) Kerusakan neurologis

Aktivasi interleukin 1 di Peningkatan komponen darah di serebral CO2 meningkat


hipotalamus

Peningkatan viskositas darah Permeabilitas vascular pada


Pengeluaran prostaglandin serebri

Penurunan perfusi jaringan serebral


Transudasi cairan
Peningkatan kerja thermostat

Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif


Edema serebri
Peningkatan suhu tubuh

Volume tekanan otak meningkat


Hipertermi

Nyeri akut Sakit kepala Tekanan intra kranial

12
F. Komplikasi Meningitis
Komplikasi yang dapat muncul pada meningitis (Juliana, 2015) antara lain :
1. Hidrosefalus
2. Infark serebral
3. Syndrome waterhouse Friederichsen : hipotensi, perdarahan kulit dan kelenjar adrenal
4. Defisit saraf kranial
5. Ensefalitis
6. Abses otak
7. Kerusakan visual
8. Deficit intelektual
9. Kejang
10. Endokarditis
11. Pneumonia
12. Gangguan pembekuan darah
13. Syok septic
14. Efusi subdural
15. Demam yang memanjang
16. Peningkatan intracranial

G. Pencegahan Meningitis

Meningitis dapat dicegah dengan cara mengenali dan mengerti dengan baik faktor
presdisposisi seperti otitis media atau infeksi saluran napas (seperti TBC) dimana dapat
menyebabkan meningitis serosa. Dalam hal ini yang paling penting adalah pengobatan tuntas
(antibiotik) walaupun gejala-gejala infeksi tersebut telah hilang.
Setelah terjadinya meningitis penanganan yang sesuai harus cepat diatasi. Untuk
mengidentifikasi faktor atau jenis organisme penyebab dan dengan cepat memberikan terapi
sesuai dengan organisme penyebab untuk melindungi komplikasi yang serius.
Vaksin konjugat pneumokokus.Vaksin tersebut dianjurkan untuk diberikan kepada bayi
dan anak yang berusia 2 bulan hingga 9 tahun. Pemberian vaksin paling baik dilakukan pada usia
2 bulan, 4 bulan, 6 bulan, 12 bulan dan 15 bulan. Vaksin konjugat pneumokokus juga hanya
menimbulkan efek samping yang ringan seperti kulit kemerahan, sedikit bengkak dan nyeri pada

13
daerah sekitar suntikan. Gejala umum setelah pemberian vaksin seperti demam, mengantuk,
rewel, nafsu makan berkurang, jarang ditemukan pada bayi.
Beberapa upaya preventif pada anak yang dapat dilakukan di antaranya adalah sebagai
berikut :
a. Melaksanakan imunisasi tepat waktu.
b. Pada usia bayi 0-1 tahun usahakan membatasi diri untuk keluar rumah atau jalan-jalan
ketempat-tempat ramai seperti mall, pasar, dan rumah sakit.
c. Menjauhkan anak dari orang yang sakit.
a. Usahakan anak tetap berada pada lingkungan dengan temperatur yang nyaman.
(Suyanto, 2017)

H. Pemeriksaan Penunjang

Analisis CSS dari fungsi lumbal :

1. Meningitis bakterial : tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, jumlah sel darah putih
dan protein meningkat glukosa meningkat, kultur positip terhadap beberapa jenis bakteri.
2. Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya negatif, kultur virus
biasanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa serum : meningkat ( meningitis )
c. LDH serum : meningkat ( meningitis bakteri )
d. Sel darah putih : sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil ( infeksibakteri )
e. Elektrolit darah : Abnormal .
f. ESR/LED :  meningkat pada meningitis
g. Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine : dapat mengindikasikan daerahpusat
infeksi atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi
h. MRI/ scan CT : dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat
ukuran/letakventrikel; hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor
i. Ronsen dada/kepala/ sinus ; mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial.
(Suyanto, 2017)

14
I. Penatalaksanaan Meningitis
1. Penatalaksanaan Medis
a. Antibiotik sesuai jenis agen penyebab
b. Steroid untuk mengatasi inflamasi
c. Antipiretik untuk mengatasi demam
d. Antikonvulsant untuk mencegah kejang
e. Neuroprotector untuk menyelamatkan sel-sel otak yang masih bisadipertahankan
f. Pembedahan: seperti dilakukan VP Shunt (Ventrikel Periton).
g. Pemberian cairan intravena. Pilihan awal yang bersifat isotonik seperti asering atau ringer
laktat dengan dosis yang dipertimbangkan melalui penurunan berat badan anak atau
tingkat dehidrasi. Ini diberikan karena anak yang menderita meningitis sering datang
dengan penurunan kesadaran karena kekurangan cairan akibat muntah,
pengeluaran cairan melalui proses evaporasi akibat hipertermia dan intake cairan
yang kurang akibat kesadaran yang menurun.
h. Pemberian diazepam apabila anak mengalami kejang. Pada dosis awal diberikan 
diazepam 0,5 mg/Kg BB/kali pemberian secara intravena. Setelah kejang dapat
diatasi  maka diberikan fenobarbital dengan dosis awal pada neonatus 30 mg, anak
kurang dari 1 tahun 50 mg sedangkan yang lebih 1 tahun 75 mg. Untuk rumatannya
diberikan fenobarbital 8-10 mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian diberikan selama
2 hari. Sedangkan pemberian fenobarbital 2 hari berikutnya dosis diturunkan menjadi 4-5
mg/Kg BB/ dibagi dalam 2 kali pemberian. Pemberian diazepam selain untuk
menurunkan kejang juga diharapkan dapat menurunkan suhu tubuh karena selain hasil
toksik kuman peningkatan suhu tubuh juga berasal dari kontraksi otot akibat kejang.
i. Penempatan pada ruangan yang minimal rangsangan seperti rangsangan suara, cahaya
dan rangsangan polusi. Rangsangan yang berlebihan dapat membangkitkan kejang pada
anak karena peningkatan rangsangan depolarisasi neuron yang dapat berlangsung cepat.
j. Pembebasan jalan nafas dengan menghisap lendir melalui suction dan memposisikan
anak pada posisi kepala miring hiperekstensi. Tindakan pembebasan jalan nafas dipadu
dengan pemberian oksigen untuk mensupport kebutuhan metabolisme yang meningkat
selain itu mungkin juga terjadi depresi pusat pernafasan karena peningkatan tekanan
intrakranial sehingga perlu diberikan oksigen bertekanan lebih tinggi yang lebih mudah

15
masuk ke saluran pernafasan. Pemberian oksigen pada anak dengan meningitis
dianjurkan konsentrasi yang masuk bisa tinggi melalui masker oksigen.
k. Pemberian antibiotik yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab. Antibiotik yang
sering dipakai adalah ampisillin dengan dosis 300-400mg/KgBB dibagi dalam 6 dosis
pemberian secara intrevena dikombinasikan dengan kloramfenikol 50 mg/KgBB dibagi
dalam 4 dosis pemberian. Pemberian antibiotik ini yang paling rasional melalui kultur
dari pembelian cairan serebrospinal melalui lumbal fungtio.
2. Penatalaksanaan di Rumah:
a. Tempatkan anak pada ruangan dengan sirkulasi udara baik, tidak terlalu panas dan tidak
terlalu lembab. Sirkulasi udara yang baik berfungsi mensupport penyediaan oksigen
lingkungan yang cukup karena anak yang menderita demam terjadi peningkatan
metabolisme aerobik yang praktis membutuhkan masukan oksigen yang cukup. Selain itu
ruangan yang cukup oksigen juga berfungsi menjaga fungsi saluran pernafasan dapat
berfungsi dengan baik. Adapun lingkunganyang panas selain mempersulit perpindahan
panas anak ke lingkungan juga dapat terjadi sebaliknya kadang anak yang justru
menerima paparan sinar dari lingkungan.
b. Tempatkan anak pada tempat tidur yang rata dan lunak dengan posisi kepala miring
hiperektensi. Posisi ini diharapkan dapat menghindari tertekuknya jalan nafas sehingga
mengganggu masuknya oksigen ke saluran pernafasan.
c. Berikan kompres hangat pada anak untuk membantu menurunkan demam. Kompres ini
berfungsi memindahan panas anak melalui proses konduksi. Perpindahan panas anak
supaya dapat lebih efektif dipadukan dengan pemberian pakaian yang tipis sehingga
panas tubuh anak mudah berpindah ke lingkungan.
d. Berikan anak obat turun panas (dosis disesuaikan dengan umur anak). Untuk patokan
umum dosis dapat diberikan anak dengan usia sampai 1 tahun 60 – 120 mg, 1-5 tahun
120-150 mg, 5 tahun ke atas 250-500 mg yang diberikan rata-rata 3 kali sehari.
e. Anak diberikan minum yang cukup dan hangat dengan patokan rata-rata kebutuhan 30-40
cc/KgBB/hari. Cairan ini selain secara volume untuk mengganti cairan yang hilang
karena peningkatan suhu tubuh juga berfungsi untuk menjaga kelangsungan fungsi sel
tubuhyang sebagian besar komposisinya adalah unsur cairan. Sedangkan minuman hangat
dapat membantu mengencerkan sekret yang kental pada saluran pernafasan.

16
3. Penatalaksanaan Keperawatan

Perawatan diberikan awalnya di emergensi sampai kondisi anak stabil kemudian di


ruangan, perawatan yang diberikan meliputi:

a. Observasi status pernapasan anak.


b. Observasi status neurologis.
c. Tempatkan anak dengan posisi miring atau terlentang.
d. Pertahankan hidrasi dengan memberikan cairan peroral.
e. Lindungi untuk mengatasi terjadinya komplikasi
f. Tempatkan anak di ruang isolasi dan gunakan standar precaustion.
g. Batasi pengunjung dan kurangi stimulus (cahaya dan bising). (Suyanto, 2017)

 Dampak Terhadap Pemenuhuhan Kebutuhan Dasar Manusia (Dalam Konteks


Keluarga)

Kebutuhan fungsional yang mungkin akan terganggu pada anak dengan meningitis
antara lain:
1) Kebutuhan rasa aman dan nyaman.
Kebutuhan rasa aman terganggu karena meningitis dapat membuat anak mengalami
penurunan kesadaran yang berakibat penurunan respon terhadap rangsangan dari dalam seperti
pengeluaran sekresi trakeobronkial maupun dari luar seperti rangsangan yang berupa panas,
nyeri maupun rangsangan suara. Kondisi ini dapat berakibat anak berisiko cedera fisik sehingga
terganggu rasa amannya. Sedangkan rasa nyaman mengalami gangguan karena anak mengalami
peningkatan suhu tubuh rata-rata di atas 37,5ºC.
2) Kebutuhan oksigenasi.
Peningkatan sekresi trakeobronkial dan spasme otot bronkial dapat menjadi jalan nafas
sempit sehingga asupan oksigen mengalami penurunan. Pada pengkajian ini mungkin ditemukan
anak terlihat pucat sampai kebiruan terutama di jaringan perifer. Anak juga terlihat frekuensi
pernafasan meningkat >30x/menit sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.
3) Kebutuhan cairan dan elektrolit

Anak yang menderita meningitis mengalami peningkatan rangsangan pengeluaran


gastrointestinal karena penekanan pada saraf pusat. Peningkatan rangsangan ini dapat berakibat

17
mual dan muntah yang berakibat proyektil akibat peningkatan tekanan intrakranial. Penderita
dapat mengalami defisit cairan tubuh 18 yang dapat dilihat pada pemantauan balance cairan,
yaitu jumlah cairan yang keluar lebih banyak daripada jumlah cairan yang masuk. Jumlah
muntah mungkin juga cukup banyak, dapat mencapai kurang lebih 500 cc dalam sehari. Pada
saat kesadaran yang masih baik anak yang sudah dapat berbicara dengan baik akan
mengatakan haus.

Meningitis berdasarkan manifestasi klinis menurut Jika dikaitkan dengan kebutuhan


dasar manusia menurut Maslow maka akan di dapatkan masalah yang mengganggu kebutuhan
Fisiologis

a. Kebutuhan Oksigenasi Peningkatan

sekresi trakeobronkial dan spasme otot bronkial dapat menjadikan jalan nafas sempit
sehingga asupan oksigen mengalami penurunan. Pada pengkajian ini mungkin ditemukan anak
terlihat pucat sampai kebiruan terutama dijaringan perifer. Anak juga terlihat frekuensi 9
pernafasannya meningkat > 30x/menit sebagai kompensasi pemenuhan kebutuhan oksigen tubuh.

18
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian fokus yang memungkinkan muncul pada anak dengan Meningitis
1) Identitas Klien
1. Nama : tidak terkaji
2. Tgl. Lahir : tidak terkaji
3. Usia : tidak terkaji
4. Pendidikan : tidak terkaji
5. Alamat : tidak terkaji
6. Nama Ayah/Ibu : tidak terkaji
7. Pekerjaan Ayah : tidak terkaji
8. Pekerjaan Ibu : tidak terkaji
9. Agama : tidak terkaji
10. Alamat : tidak terkaji
11. Suku / Bangsa : tidak terkaji
2) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua membawa anaknya untuk
meminta pertolongan kesehatan adalah panas badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat
kesadaran.
3) Riwayat Penyakit Saat Ini
Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman penyebab.Pada pengkajian
klien dengan meningitis, biasanya didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat dari
infeksi dan peningkatan TIK.Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan
demam.Sakit kepala dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi
meningen.Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan
meningitis bakteri.Disorientasi dan gangguan memori biasanya merupakan awal adanya
penyakit.
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkingkan adanya hubungan
atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan

19
napas bagian atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan
bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh immunologis pada masa sebelumnya.
1) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital (TTV).Pada klien dengan
meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41oC,
dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya
dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-tanda
peningkatan TIK.
a. Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis biasanya berkisar pada tingkat
letargi, stupor, dan semikomatosa.Apabila kliensudah mengalami koma maka penilaian GCS
sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi untuk memantau
pemberian asuhan keperawatan.
b. Fungsi serebri
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara klien
dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut
biasanya status mental klien mengalami perubahan.
c. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I: Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan fungsi penciuman.
2) Saraf II: Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan papiledema
mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif disertai abses serebri dan efusi
subdural yang menyebabkan terjadinya peningkatan TIK.
3) Saraf III, IV, dan VI: Pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil pada klien meningitis yang
tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada tahap lanjut meningitis
yang telah mengganggu kesadaran, tanda-tanda perubahan dari fungsi dan reaksi pupil
akan didapatkan. Dengan alasan yang tidak diketahui, klien meningitis mengeuh
mengalami fotofobia atau sensitif yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V: Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada otot wajah dan
refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII: Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.

20
6) Saraf VIII: Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X: Kemampuan menelan baik.
8) Saraf XI: Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius. Adanya usaha dari
klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk (regiditas nukal)
9) Saraf XII: Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra
pengecapan normal.
a. Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada meningitis tahap
lanjut mengalami perubahan.
b. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau periosteum derajat
refleks pada respons normal. Refleks patologis akandidapatkan pada klien meningitis
dengan tingkat kesadaran koma. Adanya refleks Babinski (+) merupakan tanda adanya
lesi UMN.
c. Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia.Pada keadaan tertentu klien
biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan meningitis disertai
peningkatan suhu tubuh yang tinggi.Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan
dengan meningitis.Kejang terjadi sekunder akibat area fokal kortikal yang peka.
d. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri, dan suhu
normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaa tubuh.Sensasi proprioseptif dan
diskriminatif normal.
e. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik rutin pada klien meningitis meliputi laboratorium klinik rutin
(Hb, leukosit, LED, trombosit, retikulosit, glukosa).Pemeriksaan faal hemostatis
diperlukan untuk mengetahui secara awal adanya DIC.Serum elektrolit dan serum
glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya ketidakseimbangan elektrolit terutama
hiponatremia.
2) Pengkajian Pola Fungsi Gordon
1. Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan

21
a. Status kesehatan anak sejak lahir : tidak terkaji
b. Pemeriksaan kesehatan secara rutin, imunisasi : tidak terkaji
c. Penyakit yang menyebabkan anak absent dari sekolah : tidak terkaji
d. Praktek pencegahan kecelakaan (pakaian, menukar popok, dll) : tidak terkaji
e. Kebiasaan merokok orang tua : tidak terkaji
f. Keamanan tempat bermain anak dari kendaraan : tidak terkaji
g. Praktek keamanan orang tua (produk rumah tangga, menyimpan obat-obatan, dll) :
tidak terkaji
2. Nutrisi metabolik
a. Pemberian ASI / PASI , jumlah minum, kekuatan menghisap : tidak terkaji
b. Makanan yang disukai / tidak disukai : tidak terkaji
c. Makanan dan minuman selama 24 jam, adakah makanan tambahan/vitamin : tidak
terkaji
d. Kebiasaan makan : tidak terkaji
e. Alat makan yang digunakan : tidak terkaji
f. BB lahir dan BB saat ini : tidak terkaji
g. Masalah di kulit (rash, lesi, dll) : tidak terkaji
h. Status nutrisi orang tua / keluarga : tidak terkaji
3. Pola eliminasi
a. Pola edefekasi (kesulitan, kebiasaan, ada darah/tidak) : tidak terkaji
b. Mengganti pakaian dalam / diapers (bayi) : tidak terkaji
c. Pola eliminasi urin (frekuensi ganti popok basah / hari, kekuatan keluarnya uin, bau,
warna ) : tidak terkaji
d. Pola eliminasi orang tua: tidak terkaji
4. Aktivitas dan pola latihan
a. Rutinitas mandi (kapan, bagaimana, di mana, sabun yang digunakan ) : tidak terkaji
b. Kebersihan sehari-hari : tidak terkaji
c. Aktivitas sehari-hari (jenis permaian, lama, teman bermain, penampilan anak saat
bermain, dll) : tidak terkaji
d. Tingkat aktivitas anak/bayi secara umum : tidak terkaji
e. Persepsi terhadap kekuatan ( kuat/lemah) : tidak terkaji

22
f. Kemampuan kemandirian anak ( mandi, makan, toileting, berpakaian, dll) : tidak
terkaji
g. Aktivitas / pola latihan dan pemeliharaan anak/rumah : tidak terkaji
5. Pola istirahat tidur
a. Pola istirahat / tidur anak (jumlahnya) : tidak terkaji
b. Perubahan pola istirahat, mimpi buruk, nocturia : tidak terkaji
c. Posisi tidur anak : tidak terkaji
d. Pola tidur orang tua : tidak terkaji
6. Pola kognitif – persepsi
a. Reponsive secara umum anak : tidak terkaji
b. Respons anak untuk bicara, suara, objek sentuhan : tidak terkaji
c. Respon untuk meraih mainan : tidak terkaji
d. Vokal suara, pola bicara kata-kata, kalimat : tidak terkaji
e. Gunakan stimulasi, bicara mainan, dsb. : tidak terkaji
f. Kemampuan untuk mengatakan nama, waktu, alamat, nomor telepon, dsb : tidak
terkaji
g. Kemampuan anak untuk mengidentifikasi kebutuhan : lapar, haus, nyeri, tidak
nyaman : tidak terkaji
h. Masalah dengan penglihatan, pendengaran, sentuhan, dsb. : tidak terkaji
i. Orang tua ksulitan membuat keputusan, judgments. : tidak terkaji
7. Persepsi diri – pola konsep diri
a. Status mood bayi / anak (irritabilitas) : tidak terkaji
b. Pemahaman anak terhadap identitas diri, kompetensi,dll Anak / bayi : : tidak terkaji
c. Banyak teman : tidak terkaji
d. Persepsi diri : tidak terkaji
e. Kesiapan / takut : tidak terkaji
f. Perspesi diri sebagai orang tua : tidak terkaji
g. Pendapat umum tentang identitas, kompetensi : tidak terkaji
8. Pola peran – hubungan
a. Struktur keluarga. : tidak terkaji
b. Masalah / stressor keluarga : tidak terkaji

23
c. Interaksi antara anggota keluarga dan anak. : tidak terkaji
d. Respon anak / bayi terhadap perpisahan. : tidak terkaji
e. Pola bermain : tidak terkaji
f. Peran ikatan orang tua : tidak terkaji
g. Pekerjaan / social / hubungan perkawinan : tidak terkaji
9. Seksualitas
a. Perasaan sebagai laki-laki / perempuan : tidak terkaji
b. Pertanyaan sekitar sexuality dan respon orang tua : tidak terkaji
c. Riwayat reproduksi orang tua : tidak terkaji
d. Kepuasan seksual / masalah : tidak terkaji
10. Koping – pola toleransi stress
a. Stress pada anak : tidak terkaji
b. Pola penanganan masalah, keyakinan agama : tidak terkaji
Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) : tidak terkaji
d. Keyakinan : tidak terkaji
11. Nilai – pola keyakinan
a. Perkembangan moral anak, pemilihan perilaku, komitmen : tidak terkaji
b. Keyakinan akan kesehatan, keyakinan agama : tidak terkaji
Orang tua :
c. Sesuatu yang bernilai dalam hidupnya(spirituality) semangat untuk masa depan :
tidak terkaji
d. Keyakinan akan kesembuhan, dampak penyakit dan tujuan : tidak terkaji

24
2. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif (D.0017)
Kategori : Fisiologis
Sub kategori : Sirkulasi
2. Nyeri Akut (D.0077)
Kategori : Psikologis
Sub kategori : Nyeri dan Kenyamanan
3. Hipertermi (D.0130)
Kategori : Lingkungan
Sub kategori :Keamanan dan Proteksi

25
3. Intervensi Keperawatan
No. SDKI SLKI SIKI Rasional
1. Risiko Perfusi Serebral Tidak Efektif Perfusi Serebral Manajemen Peningkatan Observasi
(D.0017) (L.02014) Tekanan Intrakranial 1. Kita harus
Kategori : Fisiologis Definisi : (I.06194) mengetahui apa
Sub kategori : Sirkulasi Ketidakadekuatan aliran Tindakan penyebab
Definisi : darah serebral untuk Observasi terjadinya
Berisiko mengalami penurunan sirkulasi menunjang fungsi otak. - Identifikasi peningkatan
darah ke otak. penyebab tekanan
Faktor Risiko: peningkatan TIK intracranial
1. Keabnormalan masa (mis. Lesi, karena jika tidak
protrombin/atau masa gangguan cepat diobati
tromboplastin parsial metabolism, edema maka akan
2. Penurunan kinerja ventrikel kiri serebral) menimbulkan
3. Aterosklerosis aorta - Monitor kondisi serius
4. Diseksi arteri tanda/gejala yang
5. Fibrilasi atrium peningkatan TIK menyebabkan
6. Tumor otak (mis. Tekanan darah kondisi serius
7. Stenosis karotis meningkat, tekanan hinggga
8. Miksoma atrium nadi melbar, mengancam
9. Koagulopati (mis. Anemia sel bradikardia, pola nyawa.
sabit) napas ireguler, 2. Kita harus tahu
10. Dilatasi kardiomiopati kesadaran menurun) apa tanda gejala

26
11. Koagulasi intravascular diseminata - Monitor MAP TIK agar kita
12. Embolisme (Mean Arterial bisa mencegah
13. Cedera kepala Pressure) sebelum tekanan
14. Hiperkolesteronemia - Monitor CVP TIKnya
15. Hipertensi (Central Venous meningkat dan
16. Endokarditis infektif Pressure), jika membahayakan
17. Katup prostetik mekanis perlu nyawa seseorang
18. Stenosis mitral - Monitor ICP (Intra 3. Agar tercapai
19. Neoplasma otak Cranial Pressure), menurunkan
20. Infark miokard akut jika tersedia MAP di bawah
21. Sindrom sick sinus - Monitor CPP 25% dan tekanan
22. Penyalahgunaan zat (Cerebral Perfusion sistolik/ diastole/
23. Terapi trombolitik Pressure) normal.
24. Efek samping tindakan (mis. - Monitor status 4. Untuk
Tindakan operasi bypass) pernapasan menentukan
- Monitor intake dan status volume
output cairan pasien dan
Terapeutik kebutuhan cairan
- Minimalkan dan untuk
stimulus dengan memeriksa
menyediakan adanya
lingkungan yang tamponade4

27
tenang 5. Monitor ICP atau
- Berikan posisi semi pemantauan
fowler tekanan intra
- Hindari maneuver cranial adalah tes
valsava diagnostik yang
- Cegah terjadi membantu
kejang menetukan
- Hindari penggunaan apakah tekanan
PEEP cairan
- Hindari pemberian serebrospinal
cairan IV hipotonik tinggi atau
- Atur ventilator agar rendah sehingga
PaCO2 optimal dapat di berikan
- Pertahankan suhu intervensi atau
tubuh normal penanganan
Kolaborasi segera.
- Kolaborasi 6. CPP atau tekanan
pemberian sedasi perfusi serebral
dan anti konvulsan, adalah gradien
jika perlu tekanan bersih
- Kolaborasi yang mendorong
pemberian diuretic pengiriman

28
osmosis, jika perlu oksigen ke
- Kolaborasi jaringan otak.
pemberian pelunak Sehingga perlu
tinja, jika perlu dilakukan
pemantauan
untuk
memastikan
terjadi
pengiriman
oksigen ke otak.
7. Untuk
mengetahui
perkembangan
status kesehatan
pasien dan
mencegah
komplkasi
lanjutan
8. Untuk
menentukan
keseimbangan
cairan tubuh

29
klien dan
menentukan
tingkat dehidrasi
klien

2. Nyeri Akut (D.0077) Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri Manajemen Nyeri


Kategori : Psikologis (L.08066) Observasi : Observasi :
Sub kategori : Nyeri dan Kenyamanan Definisi : 1. Identifikasi lokasi, 1. Mengetahui lokasi
Definisi : Pengalaman sensorik karakteristik, nyeri, karakteristik
Pengalaman sensorik atau emosional yang atau emosional yang durasi, frekuensi, nyeri, berapa lama
berkaitan dengan kerusakan jaringan berkaitan dengan kualitas, intensitas nyeri dirasakan
aktual atau fungsional, dengan onset kerusakan jaringan actual nyeri. serta kualitas dan
mendadak atau lambat dan berintensitas dan fungsional, dengan 2. Identifikasi skala intensitas nyeri
ringan hingga berat yang berlangsung onset mendadak atau nyeri yang dirasakan
kurang dari tiga bulan. lambat dan berintensitas 3. Identifikasi faktor pasien untuk
Penyebab ringan hingga berat dan yang memperberat mengetahui
1. Agen pencedera fisiologis(mis. konstan. dan memperingan penanganan apa
Inflamasi, iskemnia, neoplasma) Kriteria hasil ; nyeri yang akan
2. Agen pencedera kimiawi (mis. Setelah dilakukan Terapeutik diberikan.
Terbakar, nahan kimia iritan) tindakan keperawatan 1. Berikan teknik non 2. Dengan
3. Agen pencedera fisik (mis. Abses, 3x24 jam masalah nyeri farmakologi untuk mengidentifikasi
amputasi, terbakar, terpotong, akut teratasi dengan mengurangi rasa skala nyeri yang
mengangkat berat, prosedur indicator : nyeri (mis. TENS, dirasakan klien,

30
oprasi, trauma, latihan fisik 1. Keluhan nyeri hipnosis, dapat membantu
berlebihan) menurun dari akupresure, terapi perawat dalam
Gejala dan Tanda Mayor meningkat musik, menetapkan
Subjektif menjadi sedang biofeedback, terapi diagnose yang
1. Mengeluh nyeri 2. Meringis pijat, aromaterapi, mungkin untuk
Objektif menurun dari teknik imajinasi diberikan kepada
1. Tampak meringis meningkat terbimbing, klien
2. Bersikap Protektif(mis. Waspada, menjadi sedang kompres hangat 3. Mengetahui dan
posisi menghindari nyeri) 3. Sikap protektif atau dingin, terapi menghindari faktor
3. Gelisah menurun dari bermain). yang memperberat
4. Frekuensi nadi meningkat meningkat 2. Kontrol lingkungan nyeri.
5. Sulit tidur menjadi sedang yang memperberat Terapeutik
Gejala dan Tanda Minor 4. Gelisah menurun rasa nyeri (mis. 1. Agar pasien tidak
Subjektif dari meningkat suhu ruangan, akan
(tidak tersedia) menjadi sedang pencahayaan, ketergantungan
Obejektif 5. Kesulitan tidur kebisingan). pada obat.
1. Tekanan darah meningkat menurun dari 3. Pertimbangkan 2. Agar pasien tidak
2. Pola nafas berubah cukup meningkat jenis dan sumber akan
3. Nafsu makan berubah menjadi sedang nyeri dalam ketergantungan
4. Proses berpikir teganggu 6. Menarik diri pemilihan strategi pada obat.
5. Menarik diri menurun dari meredakan nyeri. 3. Mencegah agar
6. Berfokus pda diri sendiri cukup meningkat Edukasi tidak akan timbul

31
7. Diaforesis menjadi cukup 1. Jelaskan penyebab, masalah lain yang
Kondisi Klinis Terkait menurun periode, dan akan di rasakan
1. Kondisi pembedahan 7. Berfokus pada pemicu nyeri. oleh pasien
2. Cedera traumatis diri sendiri 2. Jelaskan strategi sehinnga tindakan
3. Infeksi menurun dari meredakan nyeri. berfokus pada
4. Sindrom koroner akut cukup meningkat 3. Jelaskan manajemen nyeri
Glaukoma menjadi cukup farmakologi untuk Edukasi
menurun mengurangi rasa 1. Dengan mengetahui
8. Diaforesis nyeri. penyebab, periode,
menurun dari Kolaborasi dan pemicu nyeri
meningkat 1. Kolaborasi maka pasien dapat
menjadi cukup pemberian analgetik mengatasi rasa
menurun jika perlu nyeri sendiri.
9. Frekuensi nadi 2. Agar pasein dapat
menurun dari memilih strategi
memburuk untuk meredakan
menjadi sedang nyeri yang ia
10. Pola nafas rasakan sendiri
menurun dari sesuai
cukup keinginan dan
memburuk kenyamanannya.
menjadi cukup 3. Agar tindakan

32
membaik manajemen nyeri
11. Tekanan darah yang diberikan
menurun dari tepat dan sesuai
memburuk saran sehingga
menjadi sedang nyeri yang di
12. Proses berpikir rasakan akan
menurun dari teratasi.
cukup Kolaborasi
memburuk Agar pasien dapat
menjadi cukup mengetahui terapi
membaik farmakologi (obat-
obatan) yang dapat
digunakan selain
non farmakologi
jika terapi non
farmakologi tidak
berhasil.
3. Hipertermi (D.0130) Termoregulasi SIKI Manajemen
Kategori : Lingkungan (L.14134) Manajemen Hipertermia: Hipertermia
Sub kategori :Keamanan dan Proteksi Definisi : Observasi: Observasi
Definisi : Pengaturan suhu tubuh - Identifikasi penyebab - Dengan
Suhu tubuh meningkat di atas rentang agar tetatp berada pada hipertermia mengidentifikasi
normal tubuh. rentang normal. - Monitor suhu tubuh penyebab dari

33
Penyebab Kriteria hasil : - Monitor kadar hipertermi
1. Dehidrasi Setelah dilakukan elektrolit perawat dapat
2. Terpapar lingkungan panas tindakan keperawatan Terapeutik : dengan mudah
3. Proses penyakit (mis. 3x24 jam malah - Sediakan lingkungan untuk
Infeksi, kanker) hipertermia teratasi yang dingin memberikan
4. Ketidaksesuaian pakaian dengan indicator : Edukasi : intervensi
dengan suhu lingkungan 1. Kulit merah - Anjurkan tirah baring berdasarkan
5. Peningkatan laju membaik dari Kolaborasi : penyebabnya
metabolism cukup meningkat - Kolaborasi pemberian - Memantau suhu
6. Respon trauma menjadi cukup cairan dan elektrolit tubuh dilakukan
7. Aktivitas berlebihan menurun intravena, (jika perlu). untuk
8. Penggunaan incubator 2. Kejang membaik memastikan suhu
Gejala dan Tanda Mayor dari cukup tubuh pasien
Subjektif meningkat sudah berada di
(tidak tersedia) menjadi cukup batas normal
Objektif menurun - Memonitor kadar
1. Suhu tubuh di atas nilai normal 3. Takikardi elektrolit pasien
Gejala dan tanda minor membaik dari dilakukan untuk
Subjektif cukup meningkat memastikan
(tidak tersedia) menjadi cukup cairan elektrolit
Objektif menurun klien tetap berada
1. Kulit merah 4. Takipnea pada nilai normal

34
2. Kejang membaik dari Terapeutik
3. Takikardi cukup meningkat - Agar suhu tubuh
4. Takipnea menjadi cukup tidak semakin
5. Kulit terasa hangat menurun tinggi
5. Suhu tubuh Edukasi
Kondisi klinis terkait membaik dari - Untuk
1. Proses infeksi cukup memburuk menghilangkan
2. Hipertiroid menjadi cukup stress pada otot-
3. Stroke membaik otot punggung
4. Dehidrasi 6. Suhu kulit Kolaborasi
5. Trauma membaik dari - Pemberian cairan
6. Prematuritas cukup memburuk dan elektrolit
menjadi cukup melalui intravena
membaik. dilakukan untuk
mengatasi
kekurangan cairan
pada pasien

35
BAB III

PENUTUP

A. Simpulan
a. Meningitis adalah radang dari selaput otak (arachnoid dan piamater).
b. Etiologi : Bakteri, virus,  faktor prediposisi, faktor maternal, faktor imunologi, anak
dengan kelainan sistem saraf pusat, pembedahan atau injury yang berhubungan dengan
sistem persarafan.
c. Klasifikasi Meningitis :Meningitis bacterial /purulenta /septik, Meningitis virus,
Meningitis jamur
d. Trias klasik gejala meningitis adalah demam, sakit kepala, dan kaku kuduk. Namun pada
anak di bawah usia dua tahun, kaku kuduk atau tanda iritasi meningen lain mungkin tidak
ditemui.
e. Komplikasi : Hidrosefalus obstruktif, Meningococcal septicemia (mengingocemia),
Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC, perdarahan adrenal bilateral), SIADH
( Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone ), Efusi subdural, Kejang, Edema dan
herniasi serebral, Cerebral palsy, Gangguan mental, Gangguan belajar, Attention deficit
disorder
f. Melihat kenyataan Meningitis menyerang anak – anak secara mendadak, penulis berharap
pembaca lebih sadar dan hati-hati serta peduli tentang bagaimana cepatnya penyakit
meningitis menyerang anak – anak di atas dua tahun.
B. Saran
a. Tenaga kesehatan
Sebagai tim kesehatan agar lebih bisa meningkatkan pengetahuan tentang meningitis dan
problem solving yang efektif  dan juga sebaiknya kita memberikan informasi atau health
education mengenai meningitis kepada para orang tua anak yang paling utama.
b. Masyarakat
Masyarakat sebaiknya mengindari hal-hal yang dapat memicu terjadinya meningitis dan
meningkatkan pola hidup yang sehat.

36
DAFTAR PUSTAKA

Juliana. 2015. Analisis Praktik Klinik Keperawatan pada Pasien Meningitis di Ruang Pediatric
Intensive Care Unit RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun 2015. Samarinda :
Program Studi Profesi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Samarinda
McGill F, Heyderman RS, Panagiotou S, Tunkel AR, Solomon T. 2016. Acute Bacterial
Meningitis in Adults. Lancet, 388:3036-47
Suyanto. 2017. Analisa Praktik Residensi Keperawatan Medikal Bedah pada Gangguan Sistem
Neurologi : Meningitis Tuberkulosis Menggunakan Pendekatan Model Adaptasi Roy di
Rumah Sakit Cipto mangunkusumo. Depok : Program pendidikan Ners Speasialis
Universitas Negeri Indonesia Depok.
Tisnawati & Alfinia. 2017. Asuhan Keperawatan pada Anak Dengan Kasus Meningitis di Ruang
Rawat Anak Irna Kebidanan dan Anak Rsup Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Menara Ilmu,
Vol. XI, Jilid, Hal. 174-183
WHO. 2015. World Health Statistics. Geneva: WHO Library Cataloguing.

37

Anda mungkin juga menyukai