Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

MENINGITIS TB

Disusun oleh :
Seto Adi Nugroho
4006180034

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
CAD (CORONARY ARTERY DISEASE) STEMI ANTEROSEPTAL

I. DEFINISI
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai
daerah tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput otak
(Whiteley, 2014).
II. ETIOLOGI
Pada laporan kasus meningitis tuberkulosis, Mycobacterium tuberculosis merupakan
faktor penyebab paling utama dalam terjadinya penyakit meningitis. Pada kasus
meningitis secara umum disebabkan oleh mikroorganisme, seperti virus, bakteri, jamur,
atau parasit yang menyebar dalam darah ke cairan otak (Khan, 2005).

III. MANISFESTASI KLINIK


Gejala klinis meningitis tuberkulosis dapat dibagi dalam 3 (tiga) stadium
(Anderson, 2010) :

1. Stadium I : Prodormal
Selama 2-3 minggu dengan gejala ringan dan nampak seperti gejala infeksi biasa.
Pada anak-anak, permulaan penyakit bersifat subakut, sering tanpa demam, muntah-
muntah, nafsu makan berkurang, murung, berat badan menurun, mudah tersinggung,
cengeng, opstipasi, pola tidur terganggu dan gangguan keadaran berupa apatis. Pada
orang dewasa terdapat panas yang hilang timbul, nyeri kepala, konstipasi, kurang
nafsu makan, fotofobia, nyeri punggung, halusinasi, dan sangat gelisah.

2. Stadium II : Transisi
Berlangsung selama 1-3 minggu dengan gejala penyakit lebih berat dimana penderita
mengalami nyeri kepala yang hebat dan kadang-kadang disertai kejang terutama
pada bayi dan anak-anak. Tanda-tanda rangsangan meningeal mulai nyata, seluruh
tubuh dapat menjadi kaku, terdapat tanda-tanda peningkatan intrakranial, ubun-ubun
menonjol dan muntah yang lebih hebat.
3. Stadium III : Terminal
Ditandai dengan kelumpuhan dan gangguan kesadaran sampai koma. Pada
stadium ini penderita dapat meninggal dunia dalam waktu tiga minggu.

IV. PATOFISIOLOGI
Meningitis tuberkulosis terjadi akibat penyebaran infeksi secara hematogen ke
meningen. Dalam perjalanannya meningitis tuberkulosis melalui 2 tahap yaitu mula-
mula terbentuk lesi di otak atau meningen akibat penyebaran basil secara hematogen
selama infeksi primer. Penyebaran secara hematogen dapat juga terjadi pada TB
kronik, tetapi keadaan ini jarang ditemukan. Selanjutnya meningitis terjadi akibat
terlepasnya basil dan antigen TB dari fokus kaseosa (lesi permukaan di otak) akibat
trauma atau proses imunologi, langsung masuk ke subaraknoid. Meningitis
tuberkulosis biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer (Schlossberg, 2011) .
Kebanyakan bakteri masuk ke cairan serebrospinal dalam bentuk kolonisasi dari
nasofaring atau secara hematogen menyebar ke pleksus koroid parenkim otak, atau
selaput meningen. Vena-vena yang mengalami penyumbatan dapat menyebabkan
aliran retrograde transmisi dari infeksi. Kerusakan lapisan dura dapat disebabkan
oleh fraktur, paska bedah saraf, infeksi steroid secara epidural, tindakan anestesi,
adanya benda asing seperti implan koklear, VP shunt, dan lain-lain. Sering juga
kolonisasi organisme pada kulit dapat menyebabkan meningitis. Meskipun
meningitis dikatakan sebagai peradangan selaput meningen, kerusakan meningen
dapat berasal dari infeksi yang dapat berakibat edema otak, peyumbatan vena dan
menghalang aliran cairan serebospinal yang dapat berakhir dengan hidrosefalus,
peningkatan tekanan intrakranial dan herniasi (Schlossberg, 2011).
V. GAMBAR
VI. PENATALAKSANAAN
Terapi diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yaitu :

1. Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol.
2. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti tuberkulosis, yaitu isoniazid dan rifampisin
hingga 12 bulan.

VII. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG


1. Pemeriksaan LED meningkat pada pasien meningitis TB :
a. Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear
dengan shift ke kiri.
b. Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
c. Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada cairan
serebrospinal.
d. Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan
penyesuaian dosis terapi.
e. Tes serum untuk sifilis jika diduga akibat neurosifilis.
2. Lumbal Pungsi

Lumbal Pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan tekanan
intrakranial. Lumbal pungsi adalah tindakan memasukkan jarum lumbal pungsi ke
dalam kandung dura lewat processus spinosus L4-L5 / L5-S1 untuk mengambil
cairan serebrospinal (Haldar, 2009).

3. Pemeriksaan Radiologis
Foto Toraks
Pemeriksaan radiologis meliputi pemeriksaan foto toraks, foto kepala, CT-Scan dan
MRI. Foto toraks untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya
pada pneumonia dan tuberkulosis, sementara foto kepala dilakukan karena
kemungkinan adanya penyakit pada mastoid dan sinus paranasal. Pada penderita
dengan meningitis tuberkulosis umumnya didapatkan gambaran tuberkulosis paru
primer pada pemeriksaan rontgen toraks, kadang-kadang disertai dengan penyebaran
milier dan kalsifikasi. Gambaran rontgen toraks yang normal tidak menyingkirkan
diagnosa meningitis tuberkulosis (Kliegman, 2011).
VIII. ASUHAN KEPEERAWATAN
1. Data fokus pengkajian
a. Anamnesa.
1. Biodata : terdiri dari nama lengkap, jenis kelamin, umur, penanggung jawab,
pekerjaan, pendidikan, agama, alamat, suku bangsa.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan sekarang
3) Riwayat kesehatan masa lalu : Penyakit (masa kanak-kanak, penyakit yang
terjadi secara berulang-ulang, operasi yang pernah dialami) Riwayat sakit
TB paru,
4) riwayat kesehatan keluarga Orang tua, Saudara kandung, Anggota
keluarga lain. Faktor resiko TBC.
5) Keadaan psikologis Perilaku, Pola emosional, Konsep diri, Penampilan
intelektual, Pola pemecahan masalah, Daya ingat.
b. Pemeriksaan fisik
1.
1) Aktivitas / istirahat
Gejala : perasaan tidak enak (malaise ), keterbatasan yang ditimbulkan
kondisinya.
Tanda : Ataksia, masalah berjalan, kelumpuhan, gerakan involunter,
kelemahan secara umum, keterbatasan dalam rentang gerak.
2) Sirkulasi
Gejala : adanya riwayat kardiologi, seperti endokarditis, beberapa penyakit
jantung Conginetal ( abses otak ).
Tanda : tekanan darah meningkat, nadi menurun dan tekanan nadi berat
(berhubungan dengan peningkatan TIK dan pengaruh dari pusat vasomotor).
Takikardi, distritmia (pada fase akut) seperti distrimia sinus (pada meningitis).
3) Eliminasi
Tanda : Adanya inkotinensia dan retensi.
4) Makanan dan Cairan
Gejala : Kehilangan napsu makan, kesulitan menelan (pada periode akut)
Tanda : Anoreksia, muntah, turgor kulit jelek, membrane mukosa kering.
5) Hygiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri (pada
periode akut)
6) Neurosensori
Gejala : sakit kepala (mungkin merupan gejala pertama dan biasanya berat).
Pareslisia, terasa kaku pada semua persarafan yang terkena, kehilangan sensasi
(kerusakan pada saraf cranial). Hiperalgesia / meningkatnya sensitifitas
(minimitis) . Timbul kejang (minimitis bakteri atau abses otak) gangguan
dalam penglihatan, seperti Diplopia (fase awal dari beberapa infeksi).
Fotopobia (pada minimitis). Ketulian (pada minimitis / encephalitis) atau
mungkin hipersensitifitas terhadap kebisingan, adanya halusinasi penciuman /
sentuhan.
Tanda :
 status mental / tingkat kesadaran ; letargi sampai kebingungan yang berat
hingga koma, delusi dan halusinasi / psikosis organic (encephalitis).
 Kehilangan memori, sulit mengambil keputusan (dapat merupakan gejala
Berkembangnya hidrosephalus komunikan yang mengikuti meningitis
bacterial)
 Afasia / kesulitan dalam berkomunikasi.
 Mata (ukuran / reaksi pupil) : unisokor atau tidak berespon terhadap
cahaya
(peningkatan TIK), nistagmus (bola mata bergerak terus menerus).
 Ptosis (kelopak mata atas jatuh) . Karakteristik fasial (wajah) ; perubahan
pada
Fungsi motorik da nsensorik (saraf cranial V dan VII terkena)
 Kejang umum atau lokal (pada abses otak). Kejang lobus temporal. Otot
Mengalami hipotonia /flaksid paralisis (pada fase akut meningitis). Spastik
( encephalitis).
 Hemiparese hemiplegic (meningitis / encephalitis)
 Tanda brudzinski positif dan atau tanda kernig positif merupakan indikasi
adanya
Iritasi meningeal (fase akut)
 Regiditas muka (iritasi meningeal)
 Refleks tendon dalam terganggu, brudzinski positif
 Refleks abdominal menurun.
7) Nyeri / Kenyamanan
Gejala : sakit kepala ( berdenyut dengan hebat, frontal ) mungkin akan
diperburuk oleh ketegangan leher /punggung kaku ,nyeri pada gerakan ocular,
tenggorokan nyeri
Tanda : Tampak terus terjaga, perilaku distraksi /gelisah menangis / mengeluh.
8) Pernapasan
Gejala : Adanya riwayat infeksi sinus atau paru
Tanda : Peningkatan kerja pernapasan (tahap awal), perubahan mental (letargi
sampai koma) dan gelisah
9) Keamanan
Gejala :
 Adanya riwayat infeksi saluran napas atas atau infeksi lain, meliputi
mastoiditis
Telinga tengah sinus, abses gigi, abdomen atau kulit, fungsi lumbal,
pembedahan,
Fraktur pada tengkorak / cedera kepala.
 Imunisasi yang baru saja berlangsung ; terpajan pada meningitis, terpajan
oleh
Campak, herpes simplek, gigitan binatang, benda asing yang terbawa.
 Gangguan penglihatan atau pendengaran
Tanda :
 suhu badan meningkat,diaphoresis, menggigil
 Kelemahan secara umum ; tonus otot flaksid atau plastic
 Gangguan sensoris

2. Masalah keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap penyebaran infeksi
b. Perubahan perfusi jaringan serebral
c. Nyeri (akut)
d. Ansietas / ketakutan

3. Diagnosa keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap (penyebaran infeksi berhubungan dengan statis cairan
tubuh.
b. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang
mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
c. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.
d. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung
(hospitalisasi).
4. Intervensi keperawatan
a. Resiko tinggi terhadap ( penyebaran ) infeksi berhubungan dengan statis cairan
tubuh.
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak ; mencapai masa
penyembuhan tepat waktu, tanpa penyebaran infeksi endogen atau keterlibatan
orang lain
Intervensi :
1) Pertahankan teknik aseptik dan cuci tangan baik pasien, pengunjung,
maupun staf.
Rasional ; menurunkan resiko pasien terkena infeksi sekunder. Mengontrol
penyebaran sumber infeksi, mencegah pemajanan pada individu terinfeksi (
mis : individu yang mengalami infeksi saluran napas atas )
2) Pantau dan catat secara teratur tanda-tanda klinis dari proses infeksi.
Rasional : Terapi obat akan diberikan terus menerus selama lebih 5 hari
setelah suhu turun ( kembali normal ) dan tanda-tanda klinisnya jelas.
Timbulnya tanda klinis terus menerus merupakan indikasi perkembangan
dari meningokosemia akut yang dapat bertahan sampai berminggu minggu /
berbulan bulan atau penyebaran pathogen secara hematogen / sepsis.
3) Ubah posisi pasien dengan teratur tiap 2 jam.
Rasionalisasi ; Mobilisasi secret dan meningkatkan kelancaran secret yang
akan menurunkan resiko terjadinya komplikasi terhadap pernapasan.
4) Catat karakteristik urine, seperti warna, kejernihan dan bau
Rasionalisasi ; Urine statis, dehidrasi dan kelemahan umum meningkatkan
resiko terhadap infeksi kandung kemih / ginjal / awitan sepsis.
5) Kolaborasi tim medis
Rasional : Obat yang dipilih tergantung pada infeksi dan sensitifitas
individu. Catatan ; obat cranial mungkin diindikasikan untuk basilus gram
negative, jamur, amoeba.

b. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral yang


mengubah / menghentikan aliran darah arteri / vena.
Hasil yang diharapkan / kriteria pasien anak : mempertahankan tingkat
kesadaran , mendemontrasikan tanda-tanda vital stabil, melaporkan tak adanya /
menurunkan berat sakit kepala, mendemontrasikan adanya perbaikan kognitif
dan tanda peningkatan TIK.
Intervensi
1) Perubahan tirah baring dengan posisi kepala datar dan pantau tanda vital
sesuai indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
Rasional : perubahan tekanan CSS mungkin merupakan adanya resiko
herniasis batang otak yang memerlukan tindakan medis dengan segera.
2) Pantau / catat status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan
keadaan normalnya, seperti GCS.
Rasional : pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran
dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menntukan
lokasi, penyebaran / luas dan perkembangan dari kerusakan serebral.
3) Pantau masukan dan keluaran . catat karakteristik urine, turgor kulit, dan
keadaan membrane mukosa.
Rasional : hipertermia meningkatkan kehilangan air tak kasat mata dan
meningkatkan resiko dehidrasi, terutama jika tingkat kesadaran menurun /
munculnya mual menurunkan pemasukan melalui oral.
4) Berikantindakan yang memberikan rasa nyaman seperti massage punggung,
lingkungan yang tenang, suara yang halus dan sentuhan yang lembut.
Rasional : meningkatkan istirahat dan menurunkan stimulasi sensori yang
berlebihan.
5) Pantau gas darah arteri. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan.
Rasional : terjadinya asidosis dapat menghambat masuknya oksigen pada
tingkat sel yang memperburuk / meningkatkan iskemia serebral.
6) Berikan obat sesuai indikasi.

c. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan adanya proses inflamasi / infeksi.


Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien anak : melaporkan nyeri hilang /
terkontrol, menunjukkan poster rileks dan mampu tidur / istirahat dengan tepat.
Intervensi :
1) Berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan reaksi terhadap stimulasi dari luar atau sensitifitas
pada cahaya dan meningkatkan istirahat / relaksasi.
2) Tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan yang penting .
Rasional : menurunkan gerakan yang dapat meningkatkan nyeri.
3) Berikan latihan rentang gerak aktif / pasif secara aktif dan massage otot
daerah leher/bahu.
Rasional : dapat membantu merelaksasikan ketegangan otot yang
menimbulkan reduksi nyeri atau rasa tidak nyaman tersebut.
4) Berikan analgetik, seperti asetaminofen dan kodein
Rasional : mungkin diperlukan untuk menghilangkan nyeri yang berat.
Catatan : narkotik merupakan kontraindikasi sehingga menimbulkan
ketidak akuratan dalam pemeriksaan neurologis.

d. Ansietas / ketakutan berhubungan dengan pemisahan dari system pendukung


(hospitalisasi).
Hasil yang diharapkan / criteria evaluasi pasien anak : mengikuti dan
mendiskusikan rasa takut, mengungkapkan kekurang pengetahuan tentang
situasi, tampak rileks dan melaporkan ansietas berkurang sampai pada tingkat
dapat diatasi.
Intervensi
1) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari pasien / keluarga. Catat adanya
tanda-tanda verbal atau non verbal.
Rasional : gangguan tingkat kesadaran dapat mempengaruhi ekspresi rasa takut
tetapi tidak menyangkal keberadaannya. Derajat ansietas akan dipengaruhi
bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2) Berikan penjelasan hubungan antara proses penyakit dan gejala.
Rasional : meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa takut karena
ketidaktahuan dan dapat membantu dan menurunkan ansietas.
3) Jawab setiap pertanyaan dengan penuh perhatian dan berikan informasi tentang
prognosa penyakit.
Rasional : penting untuk menciptakan kepercayan karena diagnosa meningitis
mungkin menakutkan, ketulusan dan informasi yang akurat dapat memberikan
keyakinan pada pasien dan juga keluarga
4) Libatkan pasien / keluarga dalam perawatan, perencanaan kehidupan sehari-
hari, membuat keputusan sebanyak mungkin.
Rasional : meningkatkan perasaan kontrol terhadap diri dan meningkatkan
kemandirian.
5) Lindungi privasi pasien jika terjadi kejang.
Rasional : memperhatikan kebutuhan privasi pasien memberikan peningkatan
akan harga diri pasien dan melindungi pasien dri rasa malu.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Whiteley, Richard J., 2014. Infection Of Central Nervous System. 4th ed.
China;Lippincott Williams & Wilkins.

Ahmed, Z., Khan, S. S., Khan, M., Tanveer, A., & Lone, Z. A., 2005, Synergistic Effect
of Salvadora persicaExtracts,Tetracycline and Penicillin Against Staphylococcus
aureus, African Journal of Basic & Applied Sciences, 2 (1-2), 25-29.

Doenges, Marilyn. E., et al, 1999. Rencana asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi III. Jakarta: EGC.

Arief Mansjoer. 2000. Asuhan Keperawatan Pada System Saraf. Jakarta. EGC

Suriadi, Rita Yuliani. 2006. Asuhan Keperawatan pada Anak Ed 2 Jakarta : Percetakan
Penebar Swadaya

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit.Ed 2. Jakarta : EGC

Alpers, Ann. 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph. Ed.20. Jakarta : EGC

FKUI, 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II Ed 3. Jakarta : FKUI

Smeltzer, Suzanne C & Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth Vol 2, Edisi 8, Jakarta : EGC

Price &Wilson. 2006. Patofiisiologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. ED.6.


Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai