STROKE INFARK
DISUSUN OLEH
Mengetahui,
Kepala Ruangan IGD RSDS
Kurniawati ,SST
NIP. 19680604 198803 2 005
LAPORAN PENDAHULUAN STROKE INFARK
A. DEFINISI
B. ETIOLOGI
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan
kongesti disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan
karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Menurut Hudak dan Gallo dalam buku keperawatn Kritis (1996: 258-
260), yaitu:
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-
otot bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Defici aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas
emosional, kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan
toleransi terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah,
kekacuan mental dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
a. Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
b. Defisit bahasa/komunikasi
- Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
- Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
- Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap
tingkat)
- Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang
dituliskan)
- Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).
2) Non Dominan
D. PATOFISIOLOGI
Klasifikasi ( Arief Mansoer, dkk, 2000) berdasarkan Klinik
a. Stroke Hemoragik (SH)
Stroke yang terjadi karena perdarahan Sub arachnoid, mungkin
disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah
tertentu, biasanya terjadi saat pasien melakukan aktivitas atau saat
aktif. Namun bisa juga terjadi saat istirahat, kesadaran pasien
umumnya menurun.
b. Stroke Non Hemoragik (SNH)
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya
terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari.
Tidak terjadi iskemi yang menyebabkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder, kesadaran pasien umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan
hilang dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai
beberapa jam (24 jam)
b. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun
akut. Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif
beberapa jam sampai beberapa hari.
c. Stroke Complete
E. KOMPLIKAS
Ada beberapa komplikasi CVA infark (Muttaqin, 2008: 253)
a. Dalam hal imobilisasi:
Infeksi pernafasan (Pneumoni), nyeri tekan pada decubitus, Konstipasi
b. Dalam hal paralisis:
Nyeri pada punggung,Dislokasi sendi, deformitas
c. Dalam hal kerusakan otak:
Epilepsy, Sakit kepala
d. Hipoksia serebral
e. Herniasi otak
f. Kontraktur
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium :
b. Pada pemeriksaan paket stroke: Viskositas darah pada apsien CVA ada
peningkatan VD > 5,1 cp, Test Agresi Trombosit (TAT), Asam
Arachidonic (AA), Platelet Activating Factor (PAF), fibrinogen (Muttaqin,
2008: 249-252)
c. Analisis laboratorium standar mencakup urinalisis, HDL pasien CVA
infark mengalami penurunan HDL dibawah nilai normal 60 mg/dl, Laju
endap darah (LED) pada pasien CVA bertujuan mengukur kecepatan sel
darah merah mengendap dalam tabung darah LED yang tinggi
menunjukkan adanya radang. Namun LED tidak menunjukkan apakah itu
radang jangka lama, misalnya artritis, panel metabolic dasar (Natrium
(135-145 nMol/L), kalium (3,6- 5,0 mMol/l), klorida,) (Prince, dkk ,
2005:1122)
d. Pemeriksaan sinar X toraks: dapat mendeteksi pembesaran jantung
(kardiomegali) dan infiltrate paru yang berkaitan dengan gagal jantung
kongestif (Prince,dkk,2005:1122)
e. Ultrasonografi (USG) karaois: evaluasi standard untuk mendeteksi
gangguan aliran darah karotis dan kemungkinan memmperbaiki kausa
stroke (Prince, dkk, 2005:1122).
f. Angiografi serebrum: membantu menentukan penyebab dari stroke secara
Spesifik seperti lesi ulseratrif, stenosis, displosia fibraomuskular, fistula
arteriovena, vaskulitis dan pembentukan thrombus di pembuluh besar
(Prince, dkk, 2005:1122).
g. Pemindaian dengan Positron Emission Tomography (PET):
mengidentifikasi seberapa besar suatu daerah di otak menerima dan
memetabolisme glukosa serta luas cedera (Prince, dkk ,2005:1122)
h. Ekokardiogram transesofagus (TEE): mendeteksi sumber kardioembolus
potensial (Prince, dkk, 2005:1123).
i. CT scan: pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema,
posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens
fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel atau menyebar ke permukaan
otak (Muttaqin, 2008:140).
j. MRI: menggunakan gelombang magnetik untuk memeriksa posisi dan
besar / luasnya daerah infark (Muttaqin, 2008:140).
k. Penatalaksanaan medis :
G. PENTALAKSANAAN MEDIS
l. Ada bebrapa penatalaksanaan pada pasien dengan CVA infark (Muttaqin,
2008:14):
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi
pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi
alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem
kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
c. Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
d. Osmoterapi antara lain:
Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam waktu 15-
30 menit, 4-6 kali/hari.
Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
e. Posisi kepala head up (15-30⁰)
f.Menghindari mengejan pada BAB
g. Hindari batuk
h. Meminimalkan lingkungan yang panas
DAFTAR PUSTAKA
Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Juwono, T., 1993, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.
Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu
Pendekatan Baru Millenium III, Bangkalan.