Anda di halaman 1dari 10

TUGAS PJBL KEPERAWATAN

“Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)”


Disusun sebagai tugas blok Hematologi

Disusun Oleh:
Shelly Leonia Siska (135070200131002)
Komang Sanisca Nuansa (135070200131003)
Uswatun Hasanah (135070200131004)
Fidya Lestari Putri (135070207131008)
Asih Hutami Rudy Arsinta (135070207131009)
Alif Fanharnita Briliana (135070207131010)

KELOMPOK 2
K3LN
PROGRAM STUDI ILMU
KEPERAWATAN FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS
BRAWIJAYA MALANG 2014
BAB I
Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)

1.1 Definisi
Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL) adalah keganasan sel yang
terjadi akibat proliferasi sel limfoid yang diblokir pada tahap awal
deferensiasinya. ALL disebut juga dengan kanker sel darah putih yang
memproduksi limfosit mentah/ limfoblas (Macmillan, 2011). ALL
menginfiltrasi sumsum tulang oleh sel limfoblastik yang menyebabkan
anemia, memar dan infeksi. Limfoblas biasanya ditemukan dalam darah
tepi dan selalu ada di dalam sumsum tulang (Maimun, 2013)

1.2 Etiologi
Mayo Clinic (2012) menyebutkan bahwa ALL terjadi ketika
adanya kesalahan di dalam DNA sel sumsum tulang yang berkembang.
Kesalahan tersebut memerintah sel untuk terus tumbuh dan membagi
(proliferasi). Jika sel sehat biasanya akan berhenti membelah dan mati.
Ketika hal ini terjadi, produksi sel darah menjadi tidak normal. Sumsum
tulang menghasilkan sel-sel yang belum matang yang berkembang
menjadi sel-sel limfoblas. Sel abnormal tidak dapat berfungsi dengan baik,
mereka dapat berkembang dan menggeser sel-sel yang sehat. Terdapat tiga
jenis limfosit yaitu Limfosit B, limfosit T dan sel Natural killer. Ketiga
tipe ini merupakan bagian dari sistem kekebalan tubuh untuk melawan
infeksi dan melindungi tubuh. Ketika terdapat terlalu banyak ketiga
macam sel ini di dalam darah, mereka melebihi sel-sel darah lain dan dapat
terakumulasi di dalam sumsum tulang, limpa dan kelenjar getah bening.
ALL adalah jeis paling sering dari leukimia pada anak-anak tetapi dapat
juga terjadi pada orang dewasa (Maimun, 2013).

1.3 Faktor Risiko


American Cancer Society/ ACS (2013) menuliskan adanya
beberapa faktor risiko ALL, yaitu:
- Paparan Radiasi: Korban bom atom Jepang yang masih bertahan hidup
memiliki risiko yang cukup tinggi terkena ALL biasanya dalam waktu
6-8 tahun setelah terkena radiasi. Pengobatan kemoterapi dan terapi
radiasi dapat meningkatkan risiko ALL tetapi sejauh mana risikonya
belum jelas. Meski demikian doktr mencoba membatasi paparan
seseorang terhadap radiasi sebanyak mungkin.
- Sindrom warisan: ALL tidak muncul menjadi penyakit genetik tetapi
ada beberapa sindrom diwariskan yang dapat meningkatkan risiko ALL
antara lain sindrom down, sindrom klinefelter, anemia fanconi,
sindrom bloom, ataksia-telangiectasia, dan neurofibromotosis.
- Ras/etnis: ALL lebih sering terjadi pada bangsa kulit putih daripada
kulit hitam, namun alasan untuk aspek ini belum jelas.
- Jenis kelamin: Laki-laki lebih sering ditemukan menderita ALL
daripada perempuan.
- Memiliki kembar identik yang menderita ALL meningkatkan resiko
terkena ALL.
Proliferasi sel
- Paparan medan elektromagnetik seperti k a b e l listrik tegangan
k a n k er
tinggi dan gas radon.
- Paparan bahan kimia yang digunakan dalam industri seperti benzena
Sel kanker
kankerbersaing
bersaingdengan
denganselselnormal
normal dalam
dan pelarut lainnya. mendapat nutrisi
dalamlimfoma T-sel
- Infeksi virus tertentu: infeksi dengan manusia/ leukimia

virus 1 (HTLV-1) dapat menyebabkan k a s u s langka T-sel ALL.


Inf ill Karibia,
Sebagian besar kasus terjadi di Jepang dan tr a s inamun oenyakit ini
tidak umum di Amerika Serikat (MSaeclmnoilrlmanal, d2ig 0a1n1ti)k.an sel
g
1.4 Epidemiologi kanker
ALL merupakan jenis kanker dan leukimia paling umum pada
anak-anak di AmerDikeap.reAsiLsuLmmsuemmiliki prosentase
26% d a ri s e m u a kanke r
S el k ek u r an ga n
tulang I nfiltrasi Infiltrasi
pada anak-anak sampaitu1l4antgahun dan 75% dari kasus laesuukp aimn
a
miaakaannaakn. Pada SSP orang dewasa, sekitar 1000 kasus baru ALL terjadi setiap
tahun. Di seluruh
duPen niauruinnasniden tertingGGgiantgegrjuaadni di Italia, AmFearkkiktoar
e
Serikat, S w is s d an Kosta
P er ub Rik
a haa n ( S e iter, 2014).peDmibeInntudkonesia,
p e me ritr
beko u siant
tepa t n ya d i RSUP H . A d am MalikInfiltrasi
an leukosit m eta bodarahli sm e ekstra
Medan pada tahun 2004 terdapat 30 penderita ALL (18,52%), tahun 2005ekstra
terd a p a epr e itn ad m
t 39A n e m L e u k o (24,07%), tahun 2006 terdapAant or3ek5siap, enderit a
s i to s is edular
ia
A n em ia Le u k o sit o s is
(21 ,6 1 % ) dan p a d a t a h un
2L0e0u7kotpeerndi apat D5a8yaptaehnadnerita mdeunalg, amnunptarhhosentase
35,8% (Asra, 201 0 ) .
n
tubuh turun Pembesara
Intoleransi Daya Pembesaran
Pataokftiivsii seluruh
Ketidak limfe, nodus
1.5 tahan Mual, muntah, seimbangan
toaslogi tubuh tubuh diare, limfe, liver,
nutrisi (< tulang
menurun perdarahan kebutuhan
tubuh)
Resiko Resiko tinggi
infeksi defisit cairan Nyeri
tubuh
Patofisiologi ALL dimulai dari ditangkapnya sel-sel ganas ALL yaitu
limfoblas di tahap awal pembangunan. Penangkapan ini disebabkan oleh
ekspresi gen normal sebagai akibat dari translokasi kromosom. Limfoblas
menggantikan elemen sumsum normal yang mengakibatkan penurunan
ditandai dalam produksi sel darah normal. Akibatnya terjadi anemia,
trombositopenia dan neutropenia. Limfoblas juga berkembangbiak di
organ selain sumsum, khususnya hati, limpa dan getah bening. Masalah
keperawatan yang muncul adalah perubahan perfusi jaringan, gangguan
nutrisi, intoleransi aktivitas, resiko infeksi, nyeri dan kekurangan cairan
(Seiter, 2014).

1.6 Tanda dan Gejala


Macmillan (2011) menuliskan bahwa gejala yang tampak pada
penderita ALL diantaranya wajah terlihat sangat pucat,sering merasa
sangat lelah atau mudah terengah-engah karena kekurangan sel darah
merah, timbulnya infeksi pada tulang dan sendi, timbulnya infeksi karena
kurangnya sel darah putih yang sehat, perdarahan yang tidak biasa,
termasuk timbulnya memar tanpa sebab yang jelas, gusi berdarah atau
sering mimisan. Gejala lainnya adalah neoplastik, limfadenopati,
splenomegali, dan hepatomegali akibat infiltrasi sel leukemik ke organ-
organ limfoid dapat terjadi (Corwin, 2009).
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membuktikan ALL
adalah hitung darah spesifik yang disertai peningkatan atau defisiensi
variabel hitung sel darah putih. Pemeriksaan sumsum tulang
memperlihatkan proliferasi klonal dan penimbunan sel darah, serta
pemeriksaan cairan serebral spinal untuk menyingkirkan keterlibatan
sistem saraf (Corwin, 2009). Pemeriksaan laboratorium juga dapat
dilakukan. Gejala yang terlihat berdasarkan kelainan sumsum tulang
berupa adanya pansitopesi, limfositosis yang menyebabkan gambaran
darah tepi monoton dan terdapat sel blas. Kadar kolestrol rendah, asam
urat meningkat, hipogamoglobulinemia (infeksi di daerah bronkus).
Pemeriksaan biopsi limpa memperlihatkan proliferasi sel leukimia dan sel
yang berasal dari jaringan limpa yang terdesak, seperti limfosit normal,
RES, granulosit, dan pulp cell. Pemeriksaan sitogenik merupakan
pemeriksaan kromosom-kromosom yang didapat dari contoh sampel
preparat sel darah atau nodus limfe dengan hasil 50-60%. Pemeriksaan ini
perlu dilakukan. 50-70% dari pasien ALL mempunyai kelainan jumlah
kromosom seperti diploid (2n), hiploid (2n-a), hiperploid (2n+a), koriotip
yang pseudodiploid pada kasus dengan jumlah kromosom yang diploid,
bertambah atau hilangnya bagian kromosom serta terdapatnya marker
chromosome yaitu elemen yang secara morfologis bukan merupakan
kromosom normal; dari bentuk yang sangat besar sampai yang sangat kecil
(Nurlaila, 2013).

1.8 Penatalaksanaan
Pengobatan utama untuk ALL adalah kemoterapi. Beberapa orang
mungkin menjalani radioterapi, terapi bertarget, atau transplantasi sel
induk. Hal ini akan tergantung pada jenis ALL yang diderita dan seberapa
baik efek pengobatan bekerja (Macmillan, 2011). Kemoterapu dengan
banya obat dan antibiotik diberikan untuk mencegah perdarahan,
pencangkokan sumsum tulang dapat berhasil mengobati ALL. Produk
darah dan antibiotik spektrum luas diberikan selama prosedur transplantasi
sumsum tulang untuk melawan dan mencegah infeksi. Imunoterapi
termasuk dengan interferon dan sitokin lain, digunakan untuk
memperbaiki daya tahan tubuh yang sempat menurun karena sel darah
putih yang tidak sehat. Terapi tersebut dapat menimbulkan gejala yaitu
peningkatan depresi sumsum tulang lebih lanjut, mual dan muntah. Mual
dan muntah dapat dikendalikan atau diturunkan dengan intervensi
farmakologik dan perilaku. Antosianin (zat kimia yang bersifaat
antioksidan dan melindungi hati) berfungsi sebagai agen kemopreventif
dengan mematikan sel kanker pada sel leukimia (Corwin, 2009).

1.9 Pencegahan
Menurut Asra (2010) ALL dapat dicegah dengan pencegahan
primer yang meliputi segala kegiatan yang dapat menghentikan kejadian
suatu penyakit atau gangguan sebelum penyakit ALL terjadi. Pencegahan
skunder bertujuan untuk menghentikan perkembangan penyakit atau
cederaa menuju suatu perkembangan ke arah kerusakan atau
ketidakmampuan serta pencegahan tersier yang ditujukan untuk
membatasi atau menghalangi perkembangan kemampuan, kondisi, atau
gangguan sehingga tidak berkembang ke tahap lanjut yang membutuhkan
perawatan intensif. Pencegahan primer dapat meliputi pengendalian
terhadap pemaparan sinar radioaktif dengan menggunakan baju khusus
anti radiasi dan pergantian atau rotasi kerja untuk petugas radiologi serta
memberikan pelayanan diagnostik radiologi serendah mungkin sesuai
kebutuhan klinis pasien. Berikutnya adalah pengendalian terhadap
pemaparan lingkungan kimia, mengurangi frekuensi merokok dan
pemeriksaan kesehatan pranikah. Sementara untuk pencegahan skunder
meliputi pendeteksian penyakit secara dini dengan melakukan
pemeriksaan medis dan pengobatan yang cepat dan tepat. Untuk
pencegahan tersier dilakukan perawatan atau penanganan oleh tenaga
medis yang ahli di rumah sakit. Salah satu perawatan yang diberikan yaitu
perawatan paliatif dengan tujuan mempertahankan kualitas hidup penderita
dan memperlambat progresifitas penyakit. Selain itu perbaikan di bidang
psikologi, sosial dan spiritual termasuk dukungan moral dari orang-orang
terdekat juga diperlukan (Pudjo, 2014).
1.10 Komplikasi
Perdarahan akibat jumlah trombosit yang kurang dari normal
(trombositopenia) merupakan komplikasi paling sering dari ALL,
koagulasi intravascular diseminata (KID) yang merupakan suatu sindrom
ditandai dengan aktivasi koagulasi intravaskuler sistemik berupa
pembentukan dan penyebaran deposit fibrin dalam sirkulasi sehingga
menimbulkan trombus mikrovaskuler pada berbagai organ yang dapat
mengakibatkan kegagalan multiorgan dapat mengakibatkan komplikasi
perdarahan berat (Rofinda, 2012). Komplikasi lain yang yang ditemukan
pada kasus ALL berdasarkan penelitian yang dilakukan Sri Mularsih,
seorang dokter bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UGM RSUP pada tahun
2009 menemukan bahwa perdarahan, sepsis, infeksi bakteri, infeksi jamur
dan dekubitus. Anak yang selamat dari leukimia mengalami peningkatan
risiko untuk terjadinya keganasan baru di masa selanjutnya dibandingkan
dengan anak-anak yang tidak sakit leukimia, lebih cenderung berhubungan
dengan sifat agresif regimen kemoterapeutik (radiologi). Regimen terapi
termasuk transplantasi sumsum tulang, dihubungkan dengan depresi
sumsum tulang temporer dan peningkatan resiko perkembangan infeksi
berat yang dapat menyebabkan kematian. Bahkan pada terapi dan remisi
yang berasil, sel-sel leukemik masih tetap ada, meninggalkan gejala sisa
penyakit (Corwin, 2009).
DAFTAR PUSTAKA

Macmillan. 2011. “What is Acute Lymphoblastic Leukimia”.


http://www.macmillan.org.uk/cancerinformation/cancertypes/leukimiaacutelym
phoblastic/AboutALL/WhatisALL.aspx. Diakses pada 8 September 2014 pukul
19.27
Maimun, Budiman. 2013. “Leukimia Limfoblastik Akut pada Dewasa dengan
Fenotif Bilineage.” http://journal.unair.ac.id/filerPDF/PDF%20Vol.%2013-02-
07.pdf. Diakses pada 8 September 2014 pukul 19.29
Mayo Clinic Staff. 2012. “Diseases and Condition Acute Lymphoblastic
Leukimia”. http://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/acute-
lymphoblastic-leukimia/basics/causes/con-20042915. Diakses pada 8
September 2014 pukul 19.42
ACS. 2013. “Leukimia Acute Lymphooblastic (ALL) in Adults”.
http://www.cancer.org/cancer/leukimia-
acutelymphocyticallinadults/detailedguide/leukimia-acute-lymphoblasti-risk-
factors. Diakses pada 8 September 2014 pukul 20.18
Seiter, Karen et al. 2014. “Acute Lymphoblastic Leukimia (ALL)”.
http://emedicine. medscape.com/article/207631-overview#a0156. Diakses pada
8 September 2014 pukul 20.28
Asra, D. 2010. “Leukimia Limfoblastik Akut”.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20969/4/chapter%2011.pdf.
Diakses pada 8 September 2014 pukul 20.20
Corwin, Elizabeth J. 2009. “Buku Saku Patofasiologi edisi 3”.
http://books.google.co.id/books?id=Ob-
MJ2p(GdA&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false. Diakses pada
8 September 2014 pukul 20.36
Nurlaila. 2013. “Asuhan Keperawatan Anak dengan Leukimia”.
http://www.digilib.stikesmuhgombong.ac.id/files/disk1/5/jtstikesmuhgo-gdl-
nurlaila-245-1-askepan-a.pdf. Diakses pada 8 September 2014 pukul 20.49
Satria. 2014. “Waspadai Kanker pada Anak”. http://ugm.a.id?id?berita?8837-
waspadai.kanker.pada.anak. Diakses pada 8 September 2014 pukul 21.14
Rafinda, Zelly Dia. 2012. “Kelainan Hemostasis pada Leukimia”.
http://jurnal.fk.unand.ac.id/articles/vol_1no_2/68-74.pdf. Diakses pada 8
September 2014 pukul 21.32
Mulatsij, Sri, Meilina, Sylvia. 2009. “Leukimia :Limfoblastik Akut pada
Anak Usia di bawah Satu Tahun”. http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-3-
12.pdf. Diakses pada 8 September 2014 pukul 21.27

Anda mungkin juga menyukai