Dosen Pembimbing :
Mata Kuliah :
Keperawatan Anak II
Disusun Oleh :
Kelompok 5
1. Endang Kurniati (21806039)
2. Muhammad Nur Hatan (21806051)
3. Resty Enjelia Ibrahim (21806060)
A. DEFINISI
Leukemia adalah penyakit keganasan sel darah yang berasal dari sum sum tulang
yang di tandai oleh proliferasi sel-sel yang abnormal dalam darah tepi. (Muthia dkk,
2012)
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain.
(Arief Mansjoer, dkk, 2002 : 495).
B. KLASIFIKASI
a. Leukemia Mielogenus Akut (LMA)
LMA mengenai sel sistem hematopoetik yang kelak berdiferensiasi ke semua sel
mieloid; monosit, granulosit (basofil, netrofil, eosinofil), eritrosit, dan trombosit.
Semua kelompok usia dapat terkena. Insidensi meningkat sesuai dengan
bertambahnya usia. Merupakan leukemia nonlimfositik yang paling sering terjadi.
b. Leukemia Mielogenus Kronis (LMK)
LMK juga dimasukkan dalam sistem keganasan sel sistem mieloid. Namun lebih
banyak sel normal dibanding bentuk akut, sehingga penyakit ini lebih ringan. LMK
jarang menyerang individu dibawah 20 tahun. Manifestasi mirip dengan gambaran
LMA tetapi dengan tanda dan gejala yang lebih ringan. Pasien menunjukkan tanpa
gejala selama bertahun-tahun, peningkatan leukosit kadang sampai jumlah yang luar
biasa, limpa membesar.
c. Leukemia Limfositik Kronis (LLK)
LLK merupakan kelainan ringan mengenai individu usia 50 – 70 tahun. Manifestasi
klinis pasien tidak menunjukkan gejala. Penyakit baru terdiagnosa saat pemeriksaan
fisik atau penanganan penyakit.
d. Leukemia Limfositik Akut (LLA)
LLA dianggap sebagai proliferasi ganas limfoblast. Sering terjadi pada anak-anak,
laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Puncak insiden usia 4 tahun, setelah
usia 15 tahun. LLA jarang terjadi. Limfosit immatur berproliferasi dalam sumsum
tulang dan jaringan perifer sehingga mengganggu perkembangan sel normal.
C. ETIOLOGI
a. Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA
merupakan leukemia paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak
insiden antara usia 2-4 tahun, LMA terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan
LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun. LLK merupakan kelainan pada
orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih tinggi pada pria
dibandingkan pada wanita. Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara
Kaukasia (kulit putih) dibandingkan dengan kelompok kulit hitam.
Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker. Menyerang 9 dari
setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali
kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling
sering pada orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling
sering sebelum usia 4 tahun.
b. Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat
menyebabkan leukemia. Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat
setelah sinar radioaktif digunakan. Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin
dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko menderita leukemia 10 kali lebih besar
dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut.
c. Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon)
diduga dapat meningkatkan risiko terkena leukemia. Sebagian besar obat-obatan
dapat menjadi penyebab leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa dapat
menyebabkan leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan
bahwa orang yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia
terutama LMA (OR=2,26 dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia
kemungkinan 2,26 kali terpapar benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita
leukemia.
d. Faktor genetic
virus tertentu menyebabkan terjadinya perubahan struktur gen (Tcell Leukimia-
Lhympoma virus/HLTV)
e. Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
D. PATIFISIOLOGI
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap
infeksi. Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan
kebutuhan tubuh. Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang
yang lebih dari normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak
berfungsi seperti biasanya. Sel leukemia memblok produksi sel darah normal, merusak
kemampuan tubuh terhadap infeksi. Sel leukemia juga merusak produksi sel darah lain
pada sumsum tulang termasuk sel darah merah dimana sel tersebut berfungsi untuk
menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi
kromosomal yang terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat
meliputi perubahan angka, yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom,
atau perubahan struktur termasuk translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan
insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom atau lebih mengubah bahan genetik, dengan
perkembangan gen yang berubah dianggap menyebabkan mulainya proliferasi sel
abnormal.
Leukemia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel darah putih
mengalami gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan
tersebut seringkali melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan
genetik sel yang kompleks). Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal
dari pembelahan sel, sehingga sel membelah tidak terkendali dan menjadi ganas. Pada
akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam
organ lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
E. MANIFESTASI KLINIS
a. Anemia
Disebabkan karena produksi sel darah merah kurang akibat dari kegagalan sumsum
tulang memproduksi sel darah merah. Ditandai dengan berkurangnya konsentrasi
hemoglobin, turunnya hematokrit, jumlah sel darah merah kurang. Anak yang
menderita leukemia mengalami pucat, mudah lelah, kadang-kadang sesak nafas.
b. Perdarahan
Tanda-tanda perdarahan dapat dilihat dan dikaji dari adanya perdarahan mukosa
seperti gusi, hidung (epistaxis) atau perdarahan bawah kulit yang sering disebut
petekia. Perdarahan ini dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. Apabila
kadar trombosit sangat rendah, perdarahan dapat terjadi secara spontan.
c. Penurunan kesadaran
Disebabkan karena adanya infiltrasi sel-sel abnormal ke otak dapat menyebabkan
berbagai gangguan seperti kejang sampai koma.
d. Suhu tubuh tinggi dan mudah infeksi
Disebabkan karena adanya penurunan leukosit, secara otomatis akan menurunkan
daya tahan tubuh karena leukosit yang berfungsi untuk mempertahankan daya tahan
tubuh tidak dapat bekerja secara optimal.
e. Penurunan nafsu makan
f. Kelemahan dan kelelahan fisik
F. KOMPLIKASI
a. Anemia
b. Terinfeksi berbagai penyakit : hal ini dikarenakan sel darah putih yang ada kurang
berfungsi dengan baik meskipun jumlahnya berlebihan tetapi sudah berubah menjadi
ganas sehingga tidak mampu melawan infeksi dan benda asing yang masuk ke dalam
tubuh. Di samping itu, pada leukimia, obat-obatan anti leukimia menurunkan
kekebalan.
c. Perdarahan, hal ini terjadi sebagai akibat penekanan sel leukimia pada sum-sum
tulang sehingga sel pembeku darah produksinya berkurang.
d. Gangguan metabolisme : Berat badan turun, demam tanpa infeksi yang jelas, Kalium
dan kalsium darah meningkat atau rendah, gejala asidosis sebagai akibat asam laktat
meningkat.
e. Penyusupan sel leukimia pada organ-organ : Terlihat organ limpa membesar, gejala
gangguan saraf otak, gangguan kesuburan, tanda-tanda bendungan pembuluh
pembuluh darah paru.
G. PEMERIKASAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan laboratorium
1) Darah tepi
Pada pemeriksaan darah tepi ditemukan sel muda limfoblas dan biasanya
ada leukositosis (60%), kadang-kadang leukopenia (25%). Jumlah leukosit
biasanya berbanding langsung dengan jumlah blas. Jumlah leukosit neutrofil
seringkali rendah, demikian pula dengan kadar hemoglobin dan trombosit. Hasil
pemeriksaan sum-sum tulang biasanya menunjukkan sel blas yang dominan.
Gejala yang terlihat dari darah tepi berdasarkan pada kelainan sum-sum
tulang berupa adanya pansitopenia, limfositosis yang kadang-kadang
menyebabkan gambaran darah tepi monoton.
2) Sumsum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan ditemukan gambaran yang
monoton yaitu hanya terdiri dari sel limfopoitik patologis sedangkan sistem lain
terdesak.
3) Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliferasi sel leukimia dan sel yang
berasal dari jaringan limpa yang terdesak.
b. Cairan cerebrospinal
Bila sel patologis dan protein meningkat, maka merupakan suatu leukimia meningeal.
Keadaan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit. Untuk pencegahannya
adalah dengan pemberian metotreksat (MTX).
H. PENATALAKSANAAN
a. Program terapi
1) Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
- Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi
anemi. Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari
10.000/mm³, maka diperlukan transfusi trombosit.
- Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
2) Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya
tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
- Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi
kanker sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara
kombinasi dengan maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5%
baik secara sistemik maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-
gajala yang tampak.
- Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
- Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
- Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remis
3) Fase Pelaksanaan Kemoterapi
- Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase
induksi dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak
ada dan di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari
5%.
- Fase profilaksis sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine, dan hydrocortison
melalui intratekal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak. Terapi
irradiasi kranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan sistem saraf pusat.
- Konsolidasi
Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan
remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh.
Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi sumsum tulang,
maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat dikurangi.
b. Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi
terus menerus.
c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia.
Sinar berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh
tempat menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel
seperti proton, elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat
diberikan jika terdapat keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah
bening setempat.
d. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan
oleh dosis tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum
tulang juga berguna untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker. Pada
penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani
transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human
Lymphocytic Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa
dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan
pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon terhadap
pengobatan.
e. Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan penyakit
leukemia dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk
penderita leukemia dengan keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi
perdarahan dan antibiotik untuk mengatasi infeksi.
I. DIAGNOSA
1. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan intake yang tidak
adekut, mual dan muntah
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
5. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
J. PATHWAY
Pusing
KASUS
An.H datang ke RS bersama ibunya dengan keluhan demam sejak 6 hari yang lalu serta lemas
dan lesu. Hasil anamnesa pemeriksaan fisik didapatkan RR 20x/menit, S 38,60 C derajat
celcius, N 80 x/menit, TD 90/70 mmHg. Ibu klien mengatakan An.H tidak mau makan dan
berat badannya menurun, ketika diberi makan klien merasa mual dan muntah, lidahnya
terdapat sariawan, bibir kering serta pucat, dan akral dingin.
I. DATA UMUM
A. Identitas Klien
Nama : An. H
Tanggal lahir : Makassar, 15 Oktober 2014
Umur : 3 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Makassar
Agama : Islam
Diagnosa medis : Leukimia
Tanggal Masuk :
Tanggal Pengkajian :
B. Identitas Penanggung Jawab
Nama : Ny. R
Umur : 27 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Makassar
Hubungan dengan klien : Ibu kandung
? ? ? ?
G1
? ?
G2 30 27
G3
7 3
G1: Orang tua dari ayah dan orang tua dari ibu masih hidup, dan dalam keadaan sehat
G2 : Ayah klien anak terakhir dari 2 bersaudara, dan ibu klien anak pertama dari 2
bersaudara
2 2
Do :
1. Klien tampak lemas dan lesu Daya tahan tubuh menurun
Do :
1. Klien tampak mual dan muntah
ketika makan
2. BB : 14 kg
3 Ds : Gangguan
1. Ibu klien mengatankan anaknya Kelemahan otot dan anggota mobilitas fisik
gerak
lemas dan lesu
2. Ibu klien mengatakan terjadi
Gangguan aktivitas
penurunan berat badan pada
anaknya
Gangguan mobilitas fisik
Do :
1. Klien tampak lemas dan lesu
2. Konjungtiva tampak pucat
3. BB : 14 kg
DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO Diagnosa Keperawatan
1 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan intake yang tidak adekut,
mual dan muntah
3 Ganguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan otot
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
3 Ganguan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat 1. Dasar untuk
berhubungan dengan keperawatan selama kemampuan klien memberikan
kelemahan otot 3x24jam. yang masih ada alternatif dan
2. Rubah posisi latihan gerak yang
Criteria hasil : dengan sering sesuai dengan
1. Klien dapat dengan personal kemampuannya
melakukan cukup 2. Menghilangkan
mobilitas secara 3. Berikan tekanan pada
bertahap. lingkungan yang jaringan dan
2. Klien mampu nyaman meningkatkan
berpindah tempat sirkulasi.
tanpa bantuan. 3. Untuk menghindari
cedera
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Lanjutkan intervensi 1, 3
Sabtu 1 08:00 1. Monitor tanda-tanda vital S:
12/12/2 H/ - Ibu klien mengatakan, klien
0 TD : 90/70 mmHg merasa lebih enakan setelah
S : 3 70 C di rungan isolasi
RR : 20 x/i - Keluarga klien dan klien
N : 80 x/i sudah menerapkan perilaku
hidup bersih untuk
08:20
2. Istirahatkan klien pada ruangan mengurangi terjadinya infeksi
khusus/isolasi
H/ O:
- TTV
Ibu klien mengatakan, klien
TD : 90/70 mmHg
merasa lebih enakan setelah di
S : 370 C
rungan isolasi
RR : 20 x/i
08:40
N : 80 x/i
3. Anjurkan klien dan keluarga
- Cotrimovazole : 2 x 120
untuk memelihara kebersihan
mg
diri dan lingkungan klien
Dexamethason : 3 x 400
H/
mg
Keluarga klien dan klien sudah
menerapkan perilaku hidup
bersih untuk mengurangi A:
terjadinya infeksi Masalah teratasi
09:00 P:
4. Kolaborasi dengan tim medis Pertahankan intervensi 1, 2, 3, 4
dalam pemberian medikasi
sesuai indikasi
H/
Cotrimovazole : 2 x 120 mg
Dexamethason : 3 x 400 mg