DIABETES MEILITUS II
Disusun oleh :
Elsa Damayanti 88213011 Yuliana Ambarwati 88213025
Dian Fajar Lestari 88213012 Lusi Apni Jaya 88214002
Fatahilah Wangsa W 88213013 Iin Arum Kurniasih 88214005
Alamanda Sundayani S88213014 Nani Rohani 88214006
Nabilah Lubnal Wafa 88213015 Hartika Putri Mutriarani88214014
Nurfitri 88213016 Dede Rosdiani 88214016
Zia Agnia Tazkia 88213017 Chitra Siffa Gandara 88214019
Ani Hayati 88213018 Melki Septiani 88214023
Salma Suciani Putri 88213019 Fitrianingsih Yusuf 88214026
Wisni Yuandari 88213020 Inneke Dwi Wulandari88214030
Dini Apriliani 88213021 Karnita Astianzar 88214031
Zahra Aulia Widianti 88213022 Amelia Putri 88214033
Puji Wulandari 88213023
Puji syukur bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Shalawat
beserta salam tidak lupa pula penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang
telah membawa kita kembali ke jalan Allah SWT. Adapun tujuan penulisan
makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikak
Bedah II yang diberikan oleh dosen yang bersangkutan. Dimana dalam makalah ini
penulis akan membahas mengenai” Diabetes meilitus II”.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembacanya
sehingga dapat menambah pengetahuan kita semua. Akhir kata penulis mohon maaf
jika terdapat kesalahan dalam makalah ini, karena penulis masih dalam proses
pembelajaran. Untuk itu penulis menerima saran dan kritik dari pembaca sebagai
batu loncatan bagi penulis untuk pembuatan makalah kedepannya.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
atau faktor pencetus yang berkontribusi terhadap kejadian penyakit. Upaya
pengendalian faktor risiko dapat mencegah diabetes melitus. Prevalensi
diabetes melitus menunjukkan peningkatan seiring dengan bertambahnya umur
penderita yang mencapai puncaknya pada umur 55-64 tahun dan menurun
setelah melewati rentang umur tersebut. Pola peningkatan ini terjadi pada
Riskesdas 2013 dan 2018 yang mengindikasikan semakin tinggi umur maka
semakin besar risiko untuk mengalami diabetes. Peningkatan prevalensi di
tahun 2013-2018 terjadi pada 4 kelompok umur 44-45 tahun , 55-64 tahun, 65-
74 tahun, dan ≥ 75 tahun (Kemenkes RI, 2019.)
2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui definisi dari diabetes mellitus
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari diabetes mellitus
3. Untuk mengetahui etiologi dari diabetes mellitus
4. Untuk mengetahui patofisiologi dari diabetes melitus
5. Untuk mengetahui pathway dari diabetes melitus
6. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari diabetes mellitus
7. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang diabetes mellitus
8. Untuk mengetahui penatalaksanaan pada diabetes mellitus
9. Untuk mengetahui komplikasi dari diabetes mellitus
10. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada kasus diabetes mellitus tipe 2
11. Untuk mengetahui Mengenai Analisis jurnal terkait Intervensi pada kasus
diabetes mellitus tipe 2
1.4 Manfaat
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
4
DM Tipe 1 ini ditandai dengan rusak nya organ pankreas dalam
memproduksi insulin. Orang dengan penyakit diabetes tipe ini tentu
membutuhkan insulin setiap hari untuk bisa mengendalikan kadar
glukosa dalam darahnya. Orang yang tanpa insulin pada penderita
diabetes melitus tipe 1 akan menyebabkan kematian. Angka penderita
diabetes melitus tipe 1 terus meningkat, alasannya masih belum jelas
mungkin karena adanya faktor didalam lingkungan atau infeksi yang
disebabkan oleh virus.
2. Diabetes Melitus Tipe-2
Diabetes Tipe 2 ini ditandai dengan tidak bekerjanya insulin itu sendiri.
Diabetes tipe 2 ini adalah tipe yang sangat tinggi yang sering terjadi
pada penderita diabetes. Diabetes tipe 2 ini lebih banyak menyerang
orang dewasa, namun saat ini meningkat pada anak-anak dan remaja.
Pada diabetes melitus tipe 2 ini, tubuh bisa memproduksi insulin namun
insulin menjadi resisten sehingga insulin menjadi tidak efektif bagi
tubuh dan semakin lama kadar insulin menjadi tidak mencukupi .
resistensi insulin dan penurunan kadar insulin, sama-sama
menyebabkan kadar glukosa darah tinggi.
3. Diabetes Melitus Tipe lain
Diabetes melitus tipe lain merupakan penyakit gangguan metabolik
uang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat efek genetik fungsi sel
beta,efek genetik kerja insulin , penyakit eksorin .endokrinopati,karena
obat atau zat kimia ,infeksi,sebab imunolgi yang jarang, sindrom
genetik lain yang berkaitan dengan diabetes melitus.
4. Diabetes Gestasional
Wanita dengan kadar glukosa darah sedikit meningkat diklasifikasikan
memiliki diabetes melitus pada kehamilan . Diabetes pada kehamilan
mulai terjadi pada trimester kedua atau ketiga sehingga perlu dilakukan
skrining atau tes toleransi glukosa pada semua wanita hamil dengan
usia kehamilan antara 24 sampai 28 minggu (Ernawati, 2013). Wanita
yang terdeteksi hiperglikemia beresiko lebih besar mengalami
5
kerugian. Wanita yang dengan hiperglikemia selama kehamilan dapat
mengontrol kadar glukosa darah dengan melakukan diet yang sehat,
olahraga ringan dan pemantauan gula darah. Dalam beberapa kasus,
insulin yang diberikan maupun obat oral dapat diberikan.
2.3 Patofisiologi
Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang berkaitan dengan
defisiensi atau resistensi insulin relative atau absolut dan ditandai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak. (Paramita, 2011).
6
akan mengalami keseimbangan protein negatif dan berat badan menurun serta
cenderung terjadi polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan
energi sehingga pasien menjadi cepat telah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga berkurangnya
penggunaan karbohidrat untuk energi. Hiperglikemia yang lama akan
menyebabkan arterosklerosis, penebalan membran basalis dan perubahan pada
saraf perifer. Ini akan memudahkan terjadinya gangren.
2.4 Pathway
2.5 Etiologi
Etiologi dari penyakit diabetes yaitu gabungan antara faktor genetik dan
faktor lingkungan. Etiologi lain dari diabetes yaitu sekresi atau kerja insulin,
abnormalitas metabolik yang menganggu sekresi insulin, abnormalitas
7
mitokondria, dan sekelompok kondisi lain yang menganggu toleransi glukosa.
Diabetes mellitus dapat muncul akibat penyakit eksokrin pankreas ketika
terjadi kerusakan pada mayoritas islet dari pankreas. Hormon yang bekerja
sebagai antagonis insulin juga dapat menyebabkan diabetes (Putra, 2015).
Resistensi insulin pada otot adalah kelainan yang paling awal terdeteksi dari
diabetes tipe 1 (Taylor, 2013). Adapun penyebab dari resistensi insulin yaitu:
jumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta pankreas. Pada penderita
gangguan toleransi glukosa, kondisi ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan, dan kadar glukosa akan tetap pada level normal atau sedikit
meningkat. Namun, jika sel beta tidak dapat memenuhi permintaan insulin
yang meningkat, maka kadar glukosa akan meningkat dan diabetes tipe II akan
berkembang. Diabetes sering disebabkan oleh faktor genetik dan perilaku atau
gaya hidup seseorang.
8
Ada beberapa faktor yang dapat meningkatkan risiko seseorang untuk
terkena diabetes tipe 2, yaitu:
Pasien diabetes tipe 2 dapat mengalami berbagai gejala, misalnya luka sulit
sembuh, penglihatan kabur, dan mati rasa atau kesemutan di tangan atau kaki.
Namun, gejala-gejala tersebut butuh waktu lama untuk muncul. Pada beberapa
kasus, kondisi ini bahkan bisa tidak disadari sampai terjadi komplikasi.
a. Hipoglikemia ringan
Sistem saraf simpatik terstimulasi, menyebabkan berkeringat, tremor,
takikardia, palpitasi, cemas, dan lapar.
b. Hipoglikemia sedang
Hipoglikemia sedang menyebabkan gangguan fungsi sistem saraf
pusat, termasuk ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, sakit kepala,
kepala pening, konfusi, hilang sebagian memori, kebas pada bibir dan
lidah, bicara tidak jelas, gangguan koordinasi, perubahan emosional,
perilaku irasional, pandangan ganda, dan mengantuk, atau setiap
kombinasi dari gejala ini.
c. Hipoglikemia berat
Pada hipoglikemia berat, fungsi sistem saraf pusat semakin terganggu.
Pasien memerlukan bantuan medis untuk mendapatkan pengobatan.
9
Gejala dapat mencakup disorientasi perilaku, kejang, kesulitan terjaga dari
tidur, kehilangan kesadaran.
a. Gejala akut
Gejala akut diabetes melitus yaitu polyphagia (banyak makan),
polydipsia (banyak minum), poliuria (banyak kencing atau sering
kencing di malam hari), nafsu makan bertambah namun berat badan
menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), serta mudah
mengalami kelelahan (Fatimah, 2015).
b. Gejala kronik
Gejala kronik diabetes mellitus seperti rasa kesemutan, kelainan kulit,
mudah mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas, gatal, bisul
yang sulit sembuh, penglihatan kabur gangguan refraksi mata, diplopia,
mulut kering, impotensi pada pria, dan pruritus vulva pada wanita
(Fatimah, 2015). Sedangkan menurut International Diabetes Federation
tahun 2017, juga disebutkan manifestasi klinis dari DM tipe 2 yaitu
penderita dapat mengalami proses penyembuhan luka yang lama
(International Diabetes Federation, 2017)ejala diabetes melitus
dibedakan atas gejala akut dan kronik.
2.7 Pemeriksaan penunjang
10
Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah untuk memperoleh
kadar gula darah yang sesungguhnya karena pasien tidak dapat
mengontrol hasil tes dalam waktu 2- 3 bulan. HBA1c menunjukkan
kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang normal antara 4 - 6%.
Semakin tinggi maka akan menunjukkan bahwa orang tersebut
menderita DM dan beresiko terjadinya komplikasi.
d. Pemeriksaan Elektrolit
Biasanya tejadi peningkatan creatinin jika fungsi ginjalnya telah
terganggu
e. Pemeriksaan darah lengkap
Leukosit, terjadi peningkatan jika terdapat infeksi pada pasien
2.8 Penatalaksanaan
a. Pencegahan hipoglikemia
Edukasi untuk mencegahan atau menurunkan risiko terjadinya
hipoglikemia maka sangat penting dilakukan. Edukasi kepada pasien
dan keluarganya dan juga pemantauan glukosa darah secara mandiri
(self monitoring blood glucose/ SMBG) merupakan strategi utama
dalam upaya pencegahan terhadap tejadinya hipoglikemia.
Pemantauan glukosa darah secara mandiri secara reguler merupakan
cara yang paling efektif untuk mengetahui kecenderungan kadar
glukosa darah dan mengidentifikasi terjadinya hipoglikemia
asimptomatik. Pemantauan dapat dilakukan secara periodik dengan
pemeriksaan kadar glukosa darah kapiler maupun melalui monitoring
glukosa darah secara kontinyu (continous glucose monitoring/CGM)
(American Diabetes Association, 2018).
11
b. Pengunaan obat-obatan dengan dosis rendah sampai optimal atau
gunakan golongan obat yang mempunyai risiko hipoglikemia rendah.
Terapi farmakologis pada penderita diabetes melitus ditujukan untuk
mempertahankan kontrol glikemik selama mungkin tanpa risiko
hipoglikemia, oleh karena itu pemberian obat-obatan sebaiknya dimulai
dengan dosis rendah dan kemudian dilakukan titrasi secara bertahap
hingga mencapai dosis optimal. Sesuai dengan mekanisme kerjanya
maka golongan obat-obatan anti diabetes dikelompokkan dalam dua
kategori utama yaitu kelompok risiko rendah dan kelompok risiko
tinggi sebagai penyebab hipoglikemia. Kelompok risiko tinggi akan
meningkatkan kadar insulin tanpa dipengaruhi kadar glukosa dalam
darah. Sedangkan golongan obat dengan risiko hipoglikemia rendah
berkerja bedasarkan kadar glukosa dalam darah (Mansyur, 2018).
c. Terapi hipoglikemia
Penanganan utama pasien hipoglikemia pada pasien diabetes adalah
deteksi dini dan atasi kadar glukosa darah yang rendah dengan
mengembalikan kadar glukosa darah secepat mungkin ke kadar yang
normal sehingga gejala dan keluhan hipoglikemia juga akan segera
menghilang. Rekomendasi terapi hipoglikemia (Setiati, Alwi dan
Sudoyo, 2015):
1) Hipoglikemia ringan dan sedang Berikan 15-20 gram glukosa
tablet atau yang telah dilarutkan dalam air minum (2-3 sendok
makan).
Cek ulang kadar glukosa darah 15 menit kemudian, bila kadar
glukosa darah masih kurang dari 70 mg/dl maka pemberian 15
gram glukosa dapat diulangi, demikian pula untuk 15 menit
berikutnya.
2) Hipoglikemia berat dan pasien masih sadar Berikan 20 gram
glukosa secara oral.
12
Cek ulang 15 menit kemudian, bila kadar glukosa darah tetap <
70 mg/dl maka ulangi pemberian 20 gram glukosa, demikian
pula untuk 15 menit berikutnya.
3) Hipoglikemia berat dan pasien tidak sadar.
Jika terdapat gejala neuroglikopeni, maka pasien harus
diberikan terapi parenteral yaitu Dextrose 40% 25 ml, diikuti
dengan infus D50% atau D10%, dengan rumus 3-2-1-1.
Lakukan pemantauan gula darah setiap 1-2 jam. Apabila terjadi
hipoglikemia berulang pemberian Dextrose 40% dapat diulang
kembali.
13
2.9 Komplikasi
• Penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti serangan jantung dan stroke
• Kerusakan saraf (neuropati diabetik), yang dapat ditandai dengan mati rasa
hingga nyeri di kaki, atau gangguan pada fungsi seksual
• Kerusakan ginjal (nefropati diabetik) yang kronis dan parah sehingga
dapat menyebabkan gagal ginjal
• Kerusakan mata (retinopati diabetik) yang berisiko menyebabkan
gangguan penglihatan
• Gangguan di kulit, misalnya infeksi bakteri, infeksi virus, atau luka yang
sulit sembuh
• Gangguan pendengaran
• Sleep apnea
• Penyakit Alzheimer
14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Menurut (Bararah, 2013) konsep asuhan keperawatan diabetes mellitus.
Data yang perlu didapatkan adalah:
15
4. Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya dari genogram keluarga terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita diabetes mellitus.
5. Pola fungsional kesehatan
Pola fungsional kesehatan berdasarkan data fokus meliputi :
1) Pola persepsi dan manajemen kesehatan
Terkait kondisi pasien dalam menyikapi kesehatannya
berdasarkan tingkat pengetahuan, perubahan persepsi, tingkat
kepatuhan dalam menjalani pengobatan dan pola mekanisme
koping terhadap penyakitnya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
Efek dari defisiensi insulin akan menyebabkan beberapa
kemungkinan seperti polidipsi, polifagia, poliuria maka dalam
memenuhi kebutuhan nutrisi serta dalam proses metabolisme
akan mengalami beberapa perubahan.
3) Pola eliminasi
Kadar gula yang terlalu tinggi menyebabkan penderita diabetes
melitus sering buang air kecil dengan jumlah urine yang melebihi
batas normal.
4) Pola istirahat dan tidur
Pada penderita penyakit diabetes melitus biasanya mengalami
ketidaknyamanan dalam pola istirahat dan tidurnya karena
diakibatkan adanya tanda dan gejala dari penyakitnya sehingga
harus beradaptasi terkait dengan penyakitnya.
5) Pola aktivitas dan latihan
Akibat nyeri dan adanya luka pada kaki penderita diabetes
melitus menyebabkan adanya hambatan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari dan penderita cenderung mempunyai
keterbatasan dalam mobilitas fisiknya di karenakan kelemahan
atau ketidakberdayaan akibat penyakitnya.
16
6) Pola Kognitif-Perseptual sensori
Pada penderita diabetes melitus cenderung mengalami beberapa
komplikasi pada penyakitnya yang mengakibatkan adanya
perubahan dalam persepsi dan mekanisme kopingnya.
7) Pola persepsi diri dan konsep diri
Penyakit diabetes melitus akan mengakibatkan perubahan pada
fungsional tubuh yang akan mempengaruhi gambaran diri atau
citra diri pada individu yang menderita diabetes.
8) Pola mekanisme koping
Akibat penyakit diabetes melitus yang menahun menyebabkan
penyakit ini akan menimbulkan permasalahan baru pada
penderitanya termasuk pada pola pemikiran dari adaptif akan
menuju ke maladatif sehingga secara otomatis akan
mempengaruhi mekanisme koping.
9) Pola Seksual-Reproduksi
Penyakit diabetes yang menahun dapat menimbulkan kelainan
pada organ reproduksi, penurunan rangsangan dan gairah pada
penderitanya.
10) Pola peran berhubungan dengan orang lain
Penderita diabetes yang mengalami luka yang tak kunjung
sembuh akan menyebabkan dirinya merasa minder atau merasa
malu dan cenderung akan menarik diri.
11) Pola nilai dan kepercayaan
Akibat dari penyakit diabetes melitus dapat mempengaruhi
fungsional struktur tubuh sehingga dapat menyebabkan
perubahan status kesehatan pada penderita diabetes dan akan
mempengaruhi perubahan dalam pelaksanaan kegiatan dalam
beribadah.
6. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik menurut Riyadi (2014) antara lain:
1) Status penampilan kesehatan
17
Biasanya yang sering muncul adalah kelemahan fisik.
2) Tingkat kesadaran
Biasanya normal, latergi, stupor, koma (tergantung kadar gula
darah yang dimiliki dan kondisi fisiologis untuk melakukan
kompensasi kelebihan gula darah).
3) Rambut
Biasanya lebat, tipis ( banyak yang rontok karena kekurangan
nutrisi dan sirkulasi yang buruk). Kulit kepala biasanya normal.
4) Mata
• Sklera: biasanya normal dan ikterik
• Conjungtiva: bisanya anemis pada pasien kekurangan nutrisi
danpasien yang sulit tidur karena sering buang air kecil di
malam hari.
• Pupil: biasanya miosis, midrosis atau anisokor.
5) Telinga
Biasanya simetris kiri dan kanan, gendang telinga biasanya
masih bisa berfungsi dengan baik apabila tidak ada mengalami
infeksi sekunder.
6) Hidung
Biasanya jarang terjadi polip dan sumbatan hidung kecuali ada
infeksi sekunder seperti influenza.
7) Mulut
Biasanya sianosis, pucat (apabila mengalami asidosis atau
penurunan perfusi jaringan).
8) Leher
Biasanya jarang distensi vena jugularis dan pembesaran kelenjar
limfe.
9) Thorak dan paru-paru
Auskultas terdengar stridor (penderitaa mengalami obstruksi
jalan nafas), whezzing (apabila penderita mempunyai riwayat
asma dan bronkithis kronik).
18
10) Sistem kardiovaskuler
Biasanya perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah, takikardi
atau bradikardi, hipertensi atau hipotensi, aritmia, dan
kardiomegalis merupakan tanda dan gejala penderita diabetes
mellitus.
11) Sistem gastrointestinal
Biasanya terdapat polifagia, polidipsi, mual, muntah, diare,
konstipasi, dehidrasi, perubahan berat badan, peningkatan
lingkat abdomen, dan obesitas.
12) Sistem muskuloskletal
Biasanya terjadi penurunan massa otot,cepat lelah, lemah, nyeri,
dan adanya ganggren di ekstremitas.
13) Sistem neurologis
Biasanya terjadi penurunan sensoris, sakit kepala , latergi,
mengantuk, reflek lambat, dan disorientasi.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan gula darah puasa atau fasting blood sugar (FBS).
Untuk menentukan jumlah glukosa darah pada saat puasa, klien
tidak makan dan boleh minum selama 12 jam sebelum test.Hasil
normal 80- 120 mg/ 100 mlserum dan abnormal 140 mg/100 ml
atau lebih.
b. Pemeriksaan gula darah postprandial. Untuk menentukan gula
darah 2 jam setelah makan, denganhasil normal kurang dari 120
mg/100 ml serum dalam abnormal lebih dari 200 mg/100 dl atau
indikasi Diabetes Melitus.Pemeriksaan gula darah sewaktu bisa
dilakukan kapan saja, nilainormalnya adalah 70 – 20 mg/dl.
c. Pemeriksaan toleransi glukosa oral atau oral rolerance test
(TTGO) untuk menentukan toleransi terhadap respons
pemberian glukosa. Pasien tidak boleh makan selama 12 jam
sebelum test dan selama test, pasien boleh minum air putih, tidak
boleh merokok, ngopi atau minum teh selama pemeriksaan (untuk
19
mengatur respon tubuh terhadap karbohidrat) sedikit aktivitas,
kurangi stress, (keadaan banyak aktivitas dan stress menstimulasi
epinephrine dan kartisol karena berpengaruh terhadap
peningkatan glukoneogenesis). Hasil normal puncaknya 1 jam
pertama setelah pemberian 140 mg/dl dan kembali normal 2 atau
3 jam kemudian dan abnormal jika peningkatan tidak kembali
setelah 2 atau 3 jam, urine positifglukosa.
d. Pemeriksaan kolesterol dan kadar serum trigliserida, dapat
meningkat karena ketidakadekuatan kontrol glikemik.
e. Pemeriksaan hemoglobin glikat (HbAIc). Tes ini mengukur
presentase glukosa yang melekat pada hemoglobin selama hidup
sel darah merah. HbAIc digunakan untuk mengkaji kontrol
glukosa jangka panjang, sehingga dapat memprediksi resiko
komplikasi. Rentang normalnya adalah 5-6 %.
f. Urinalisa positif terhadap glukosa dalam keton. Pada respon
terhadap defisiensi intraseluler, protein lemak diubah menjadi
glukosa (glukoneogenesis) untuk energi. Selama proses
pengubahan ini, asam lemak bebas dipecah menjadi badan keton
oleh hepar. Ketoasidosis terjadi ditunjukkan oleh ketonuria.
Adanya ketonuria menunjukkan adanya ketoasidosis (Tarwoto,
2012).
3.2 Diagnosa
20
3.3 Intervensi
Edukasi :
1. Anjurkan menghindari
olahraga saat kadar glukosa
darah lebih dari250 mg/dl
2. Anjurkan monitor
kadar glukosa darah secara
mandiri
21
3. Anjurkan
kepatuhan terhadap diet
dan olahraga
4. Ajarkan pengelolan
diabetes, Mis : penggunaan
insulin, obatoral
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
insulin, jika perlu
2 Defisit Nutrisi b/d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi :
ketidakmampuan menelan keperawatan, status nutrisi Observasi :
makanan teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil: 2. Identifikasi alergi dan
22
b. Kram/nyeri abdomen
c. Nafsu makan
menurun
Tanda minor :
a. Bising usus hiperaktif
b. Membran mukosa
pucat
c. Serum albumin turun
Rambut rontok berlebihan
Edukasi :
1. Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis mutrien yang
dibutuhkan, jika perlu
3 Defisit Setelah dilakukan tindakan Edukasi Kesehatan
Pengetahuuan keperawatan, diharapkan Observasi :
berhubungan tingkat pengetahuan 1. Identifikasi kesipan
dengan tingkat meningkat dengan kriteria dan kemampuan menerima
pengetahuan hasil: informasi
- Perilaku sesuai 2. Identifikasi faktor-faktor
Definisi : anjuran meningkat yang dapat meningkatkandan
Ketiadaan atau kurangnya - Kemampuan menurunkan motivasiperilaku
informasi kognitif yang menjelaskan pengetahuan hidup bersih dansehat
berkaitan dengan topik tentang suatu topik
tertentu. meningkat
Perilaku sesuai dengan
23
pengetahuan meningkat
- Pertanyaan
tentang masalah yang
dihadapi menurun
- Persepsi yang
keliru terhadap masalah
menurun
- Perilaku membaik
Penyebab : Terapeutik :
a. Keteratasan kognitif 1. Sediakan materi
b. Gangguan dan media pendidikan
fungsi kognitif kesehatan
c. Kekeliruan 2. Berikan
mengikuti anjuran kesempatan untuk
d. Kurang bertanya
terpapar informasi
e. Kurang Edukasi :
mampu mengingat 1. Jelaskan faktor resiko
yang dapat mempemgaruhi
Tanda Mayor : kesehatan
a. Menanyakan 2. Ajarkan perilaku
masalah yang hidup bersih dan sehat
dihadapi
Gejala Mayor :
a. Menunjukkan
perilaku tidak sesuai
anjuran
b. Menunjukkan
persepsi yang keliru
terhadap masalah
Gejala Minor :
24
a. Menjalani
pemeriksaan yang tidak
tepat
b. Menunjukkan
perilaku berlebihan (mis.
Apatis, bermusuhan)
25
BAB IV
ASKEP DM BERDASARKAN KASUS
4.1 Kasus
Tn P, usia 51 tahun, tidak bekerja, datang ke rumah sakit dengan keluhan
luka di kaki kanan yang semakin memberat dan membusuk sejak 2 bulan
sebelum masuk rumah sakit. Luka diawali oleh lepuh-lepuh kecil di
punggung kaki, kemudian penderita memecahkan lepuh-lepuh tersebut.
Luka semakin membesar dan semakin melebar. Pasien kemudian merasakan
kakinya bengkak, teraba panas, berdarah dan bernanah. 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit, Pasien mengeluh mengalami penurunan nafsu makan,
mual namun tidak disertai muntah. Buang air besar dan buang air kecil biasa.
pasien memiliki riwayat penyakit Diabetes Type II sejak 6 tahun lalu. Pasien
tidak memiliki riwayat hipertensi, asma, jantung ataupun alergi. Tidak ada
anggota keluarga yang menderita penyakit kencing manis ataupun
hipertensi.
FORMAT PENGKAJIAN
KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. P Ruang :-
Umur : 51 Tahun No Medrec : -
I. Identitas
A. Identitas Klien
Nama lengkap : Tn. P
Umur : 51 Tahun
Jenis kelamin : Laki – Laki
Pekerjaan : Tidak bekerja
Tanggal Pengkajian : 12 Juli 2023
Diagnosa Medis : Diabetes Mellitus II
26
KELUHAN UTAMA
Klien mengeluh luka di kaki kanan yang semakin memberat dan membusuk
sejak 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Luka semakin membesar dan
semakin melebar. Serta kaki nya bengkak, teraba panas, berdarah dan
bernanah.
1. Keadaan umum
- Kesadaran (GCS): 15 / compos mentis
- Tanda-tanda vital (TD,Nadi,Suhu,RR)
TD : 120/70 mmHg
N : 90x/menit
27
RR : 20/m
S : 36.5 C
- BB : 58 kg
- TB : 167 cm
Mata
Konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik
Leher
JVP 5-2 cmH20, kelenjar getah bening tak teraba
Dada
Bunyi Jantung I-II regular
Abdomen
Terdapat nyeri tekan epigastrium, hati & limpa tak teraba, bising
usus (+)
Ekstremitas Bawah
Tidak terdapat edema, Terdapat luka yang mengeluarkan nanah
dan masih terbuka di kaki kanan dengan ukuran 15x8cm kaki terasa
tebal, kebas, dan pegal pada dorsum pedis
2. Pemeriksaan Penunjang
3. Data penunjang
Hematologi
28
Hematokrit 23 38-50 vol% menurun
MVC/MCH/MCHC
(MCU)
29
Leukosit 2-3 0-5 Normal
Silinder - - Normal
Kristal - - Normal
Protein ++ - Meningkat
Glukosa + - Meninggkat
Keton - - Normal
30
SO2% 98.0 96-100 % Normal
BE ecf 0.3
SBC 25.2
TCO2 168
4. Terapi/Pengobatan
Terapi:
• Cefotaxime 3x1gr/hari
5. Analisa data
31
No DATA ETIOLOGI MASALAH
DO :
kadar gula darah naik
- Hasil GDS 431
mg/dL
Hiperglikemia
- Klien mengeluh
luka dikaki
Insulin menurun
kanan.
- Klien
mengatakan Glukosa tidak masuk ke sel
ekstremitas
bawah melepuh.
Proses penyembuhan luka terhambat
DO :
Resiko infeksi
32
masih terbuka di kaki
kanan.
- Klien
mengatakan
Insulin menurun
kakinya bengkak
, teraba panas ,
berdarah dan
Glukosa tidak masuk ke sel
bernanah
- Klien
Proses penyembuhan luka terhambat
mengatakan luka
semakin
memberat dan
Luka tidak mendapat suplai O2 dari darah
membusuk
Do :
Kerusakan dan kematian jaringan
- Terdapat pus
luka dan masih
terbuka di
pedis dextra
dengan ukuran
15x8 cm.
33
6. Diagnosa Keperawatan
3. Kerusakan integritas kulit b.d luka tidak mendapat suplai o2 dari darah
Terapeutik Terapeutik
34
- Berikan - Membantu -Memberikan
asupan cairan agar tidak asupan cairan
oral dehidrasi oral
Edukasi Edukasi
- Ajarkan - Memberikan -Mengajarkan
pengelolaan informasi kepada pengelolaan
diabetes. pasien tentang diabetes.
pengelolaan
diabetes
Kolaborasi
Berkolaborasi
Kolaborasi - Membantu dengan tim
- Kolaborasi menyeimbangkan medis
dengan tim atau mengontrol mengenai
medis kadar gula terapi
mengenai farmakologi.
terapi
farmakologi. Perawatan
Setelah Luka
dilakukan Observasi :
tindakan Perawatan -- Untuk - memonitor
2. kerusakan integritas keperawatan Luka mengetahui karakteristik
kulit berhubungan 3x24 jam Observasi : keadaan luka dari luka (mis.
dengan luka tidak diharapkan - Monitor ( drainase, warna, drainase,
mendapat suplai O2 masalah teratasi karakteristik ukuran, dan bau) warna, ukuran,
dari darah yang dengan kriteria luka (mis. bau)
ditandai dengan hasil : - tidak drainase,
ada tanda - warna, ukuran,
Ds :
tanda infeksi, bau) -mengurangi Terapeutik :
- Klien ketebalan dan resiko infeksi - melakukan
mengatakan tekstur jaringan dan kerusakan prosedur rawat
kakinya normal. - Terapeutik : luka aseptic
bengkak ,
35
teraba Menunjukkan - Lakukan jaringan yang
panas , terjadinya prosedur rawat lebih parah.
berdarah proses luka aseptic - memonitor
dan penyembuhan -menandakan kulit akan
bernanah luka. area sirkulasi adanya
- Klien
- Monitor kulit buruk yang dapat kemerahan
36
- Ajarkan
- Ajarkan -untuk prosedur
prosedur mempercepat perawatan
perawatan proses luka secara
luka secara kesembuhan Mandiri
Mandiri pasien dan tidak
terjadi infeksi.
Kolaborasi :
Kolaborasi : - Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
pemberian - Untuk antibiotic
antibiotic mengetahui
karakteristik luka
dari ( drainase,
Setelah warna, ukuran,
dilakukan dan bau)
37
bawah tangan dan perawatan pencegahan
melepuh. badan luka infeksi Edukasi
meningkat . - Edukasi
DO :
Edukasi –Untuk pencegahan
-Terdapat luka yang - Edukasi mencegah infeksi
mengeluarkan pus pencegahan kelanjutan
dan masih terbuka infeksi terjadinya infeksi
di kaki kanan.
Kolaborasi
- Kolaborasi
Kolaborasi dengan tenaga
- Kolaborasi medis untuk
dengan tenaga pemberian
medis untuk obat – obatan
pemberian antibiotika
obat – obatan
antibiotika
38
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
Diabetes Mellitus merupakan penyakit yang ditandai dengan naiknya
kadar glukosa dalam darah akibat pankreas tidak menghasilkan insulin atau
tubuh resisten terhadap insulin. Faktor pencetus penyakit diabetes melitus
antara lain: pola makan yang saat ini menjadi trend seperti mengkonsumsi
makanan siap saji, minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurang
olahraga.
Selama ini umumnya ada tiga tipe diabetes melitus yaitu tipe I Insulin
Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) diabetes tergantung dengan insulin
dan Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus dan tipe II Non Insulin
Dependent Diabetus Mellitus (NIDDM) diabetes yang tidak tergantung
dengan insulin. Tipe II mencakup 80-90% dari seluruh kasus diabetes
melitus dan umumnya penderita mengalami kelebihan berat badan. Diabetes
Melitus tipe II biasanya ditandai dengan adanya polyphagia, poliuri,
polidipsia, kesemutan, kelelahan kelemahan fisik dan berat badan menurun.
Pada diabetes melitus lanjut dapat mengakibatkan gangguan metabolik akut
(ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang (retinopatik diabetik),
mikroangiopati, makroangiopati dan gangrene. Diabetus Mellitus tipe III
atau disebut Diabetes mellitus gestasional atau diabetes melitus yang terjadi
hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan
interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM
mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20-50% dari
wanita penderita GDM bertahan hidup.
39
5.2 Saran
Penyakit gula atau diabetes melitus (DM) dapat menyerang siapa
saja, tua-muda, kaya-miskin, atau kurus-gemuk. Penyakit diabetes tidak
dapat disembuhkan, namun dapat dicegah. Setiap tahunnya trend penderita
DM di tiap negara meningkat. Untuk itulah, agar kita semua terhindar dari
DM. mulai dari sekarang, dari diri sendiri, mari kita hindari segala sesuatu
yang mungkin dapat memicu DM dalam diri kita, salah satunya dengan tetap
menjaga pola hidup yang sehat.
40
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/441902832/ASUHAN-KEPERAWATAN-
DIABETES-MELITUS-DM-TIPE-II
https://www.alodokter.com/diabetes-tipe
2/komplikasi#:~:text=Beberapa%20komplikasi%20yang%20dapat%20dialami,ata
u%20gangguan%20pada%20fungsi%20seksual
chrome-
extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/7541/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf
http://jajangbahrudin.blogspot.com/2015/05/soal-keperawatan-jiwa-tk-iii-
akper.html?m=1
https://www.scribd.com/document/441902832/ASUHAN-KEPERAWATAN-
DIABETES-MELITUS-DM-TIPE-II
https://pustaka.poltekkes-pdg.ac.id/repository/KTI_ANNISA(183110163).pdf
http://repository.unissula.ac.id/23759/2/40901800096_fullpdf.pdf
41
42