Anda di halaman 1dari 111

SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PASIEN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DALAM MENJALANKAN DIET DI
RUANG RAWAT INAP RSUD. dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

( PENELITIAN KORELASIONAL)

Palangka Raya

Oleh:
TRIMARIANE
(NIM: 20210114201190)

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) EKA HARAP
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2022
SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN KEPATUHAN PASIEN


DIABETES MELITUS TIPE 2 DALAM MENJALANKAN DIET DI
RUANG RAWAT INAP RSUD. dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

( PENELITIAN KORELASIONAL)

Palangka Raya

Oleh:
TRIMARIANE
(NIM: 20210114201190)

YAYASAN EKA HARAP


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) EKA HARAP
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2022

i
SURAT PERNYATAAN
KEASLIAN KARYA TULIS DAN BEBAS PLAGIASI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Trimariane

NIM : 2021-01-14201-190

Program Studi : Sarjana Keperawatan

Judul Skripsi : Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi tersebut


secara keseluruhan adalah murni karya sendiri, bukan di buat oleh orang
lain, baik sebagian maupun keseluruhan, bukan plagiasi sebagian atau
keseluruhan dari Skripsi orang lain, kecuali pada bagian-bagian yang
dirujuk sebagai sumber pustaka sesuai dengan aturan penulisan yang berlaku.
Apabila dikemudian hari didapatkan atau dibuktikan bahwa skripsi saya
tersebut merupakan hasil karya orang lain baik sehingga maupun keseluruhan dan
atau plagiasi proposal orang lain, saya sanggup menerima sanksi peninjauan
kembali kelulusan saya, pembatalan kelulusan, pembatalan dan penarikan
ijazah saya.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sungguh-sungguh dan tanpa
paksaan dari pihak manapun, atas perhatiannya disampaikan terima kasih.

Palangka Raya, November 2022


Yang menyatakan,

Trimariane

ii
LEMBAR PERSETUJUAN

Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Nama : Trimariane

Nim : 2021-01-14201-190

Skripsi ini telah disetujui untuk diuji

Tanggal, November 2022

Pembimbing 1 Pembimbing 2

(Henry Wiyono, Ners, M.Kep.) (Takesi Arisandy, Ners, M.Kep.)

iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI

Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Nama : Trimariane

Nim : 2021-01-14201-190

Skripsi Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji

Pada Tanggal, November 2022

TIM PENGUJI:

Ketua : Vina Agustina, Ners., M.Kep. .................................

Anggota I : Henry Wiyono, Ners., M.Kep. .................................

Anggota II : Takesi Arisandy, Ners., M.Kep. .................................

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep

iv
X

PENGESAHAN

Judul : Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes


Melitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

Nama : Trimariane

Nim : 2021-01-14201-190

Skripsi Ini Telah Diuji dan Disetujui Oleh Tim Penguji

Pada Tanggal, November 2022

TIM PENGUJI:

Ketua : Vina Agustina, Ners., M.Kep. .................................

Anggota I : Henry Wiyono, Ners., M.Kep. .................................

Anggota II : Takesi Arisandy, Ners., M.Kep. .................................

Ketua STIKes Eka Harap Ketua Program Studi


Palangka Raya Sarjana Keperawatan

Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes Meilitha Carolina, Ners, M.Kep.

v
MOTTO

“RASA SYUKUR AKAN MENGUBAH APA YANG KITA MILIKI


MENJADI CUKUP”

vi
X

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Kuasa, TuhanYesus, karena atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Hubungan Pengetahuan
Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam
Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD. dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya” tepat pada waktunya. Penulisan Skripsi ini tidak lepas
dari bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, dalam kesempatanini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKES Eka
Harap yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan.
2. Ibu drg. Yayu Indriaty, Sp. KGA, selaku direktur RSUD dr. Doris
Sylvanus telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan Sarjana Keperawatan.
3. Ibu Fahrianie, AMd. Kep., selaku kepala ruangan Anggrek RSUD dr.
Doris Sylvanus yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk melakukan penelitian di ruang Anggrek RSUD
dr. Doris Sylvanus.
4. Ibu Fransiska, S. Kep., Ners, selaku kepala ruangan Anggrek RSUD
dr. Doris Sylvanus yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas
kepada penulis untuk melakukan penelitian di ruang Anggrek RSUD
dr. Doris Sylvanus.
5. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Sarjana Keperawatan yang memberikan dukungan dalam penyelesaian
skripsi ini.
6. Ibu Vina Agustina, Ns., M.Kep Selaku sebagai Ketua Tim Penguji
yang memberikan masukan serta dukungan dalam penulisan skripsi
ini sehingga menjadi lebih baik lagi.
7. Bapak Henry Wiyono, Ners., M.Kep, sebagai Dosen pembimbing I
yang telah banyak mengarahkan dan memberikan ide-ide kepada

vii
penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tepat waktunya.
8. Takesi Arisandy, Ners., M.Kep, selaku pembimbing II yang
membantu, bersedia membagikan ilmunya dan membimbing serta
mengarahkan saya dalam pembuatan skripsi ini, sehingga skripsi
ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
9. Kepada seluruh dosen pengajar Stikes Eka Harap yang memberikan
banyakilmu serta mendidik penulis selama perkuliahan berlangsung.
10. Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh
penulis yang telah banyak mendukung penulis dalam pembuatan
skripsi ini.
Semoga bantuan, dukungan dan perhatian yang telah diberikan kepada
penulis mendapatkan balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari
bahwa dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini memiliki banyak
kekurangan, maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
untuk kesempurnaan skripsi ini.

Palangka Raya, November 2022

Penulis

viii
X

DAFTAR ISI

SURAT PERNYATAAN .................................................................................. ii


LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................iii
PENETAPAN PENGUJI SKRIPSI ................................................................iv
PENGESAHAN ................................................................................................. v
MOTTO ............................................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL............................................................................................. xi
DAFTAR BAGAN ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian .......................................................................................... 4
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 4
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian ........................................................................................ 4
1.4.1 Teoritis ....................................................................................................... 4
1.4.2 Praktis......................................................................................................... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 6
2.1 Konsep Dasar Pengetahuan ........................................................................... 6
2.1.1 Pengertian Pengetahuan ............................................................................. 6
2.1.2 Proses Terjadinya Pengetahuan.................................................................. 7
2.1.3 Tingkat Pengetahuan .................................................................................. 7
2.1.4 Jenis Pengetahuan ...................................................................................... 9
2.1.5 Cara Memperoleh Pengetahuan ................................................................. 9
2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan ................................... 10
2.1.7 Pengukuran Pengetahuan ......................................................................... 11
2.2 Konsep Dasar Kepatuhan ............................................................................ 13
2.2.1 Pengertian Pengetahuan ........................................................................... 13
2.2.2 Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan ................................. 14
2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan ...................................... 14
2.2.4 Tingkat Kepatuhan ................................................................................... 15
2.2.5 Pengukuran Tingkat Kepatuhan ............................................................... 16
2.3 Konsep Dasar Diabetes Melitus .................................................................. 17
2.3.1 Pengertian Diabetes Melitus .................................................................... 17
2.3.2 Penyebab Diabetes Melitus Tipe 2........................................................... 18
2.3.3 Gejala Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 ................................................. 18
2.3.4 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2 ...................................................... 20
2.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus...................................................................... 20
2.3.6 Komplikasi Diabetes Melitus ................................................................... 21
2.3.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus ........................................................... 22
2.4 Diet Diabetes Melitus Tipe 2 ...................................................................... 24
2.4.1 Tujuan Diet Diabetes Melitus .................................................................. 26
2.4.2 Syarat Diet Diabetes Melitus ................................................................... 26
2.4.3 Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian .......................................................... 27

ix
2.4.4 Kepatuhan Diet......................................................................................... 29
2.4.5 Bahan Makanan Yang Dianjurkan ........................................................... 35
2.4.6 Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi/Dihindari) ............... 35
2.4.7 Pengaturan Makanan Pada Diabetes Melitus ........................................... 36
2.5 Penelitian Terkait ........................................................................................ 38
2.6 Kerangka Konsep ........................................................................................ 39
2.7 Hipotesis...................................................................................................... 40
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................... 41
3.1 Desain Penelitian......................................................................................... 41
3.2 Kerangka Kerja ........................................................................................... 42
3.3 Identifikasi Variabel .................................................................................... 44
3.3.1 Variabel Independen (Variabel Bebas) .................................................... 44
3.3.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat) ..................................................... 44
3.4 Definisi Operasional.................................................................................... 45
3.5 Populasi dan Sampel ................................................................................... 48
3.5.1 Populasi .................................................................................................... 48
3.5.2 Sampel ...................................................................................................... 48
3.5.3 Sampling .................................................................................................. 50
3.5.4 Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 50
3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data .......................................................... 50
3.6.1 Pengumpulan Data ................................................................................... 50
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data .................................................................. 52
3.6.3 Analisa Data ............................................................................................. 53
3.7 Pengolahan Data.......................................................................................... 54
3.8 Uji Statistik.................................................................................................. 57
3.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ................................................................ 58
3.9.1 Uji Validitas ............................................................................................ 58
3.9.2 Uji Reliabilitas ......................................................................................... 59
3.10 Etika Penelitian ......................................................................................... 60
Daftar Pustaka
Lampiran

x
X

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan atau
Penyaring Diagnosa Diabetes Melitus (mg/dl).
Tabel 2.2 Penerapan diet ditentukan oleh keadaan penderita, jenis diabetes
melitus dan program pengobatan secara keseluruhan.
Tabel 2.3 Jumlah Bahan Makanan Sehari Menurut Standar Diet Diabetes
Melitus
Tabel 2.4 Jadwal Makan Penderita Diabetes Melitus
Tabel 2.5 Contoh menu diet diabetes melitus 1500 kalori
Tabel 2.6 Hubungan Antara Penanganan Diabetes Melitus: Edkasi Dan
Diet Terhadap Komplikasi Pasien DM Tipe II Di Poliklinik
RSUP dr. Hasan Sadikin Bandung
Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Pengetahuan Dengan
Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di
Ruang Rawat Inap RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

xi
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien


Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Bagan 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien
Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD. dr. Doris Sylvanus Palangka Raya

xii
X

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Survei Pendahuluan

Lampiran 2 Surat Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian Pengetahuan dan Kepatuhan

Lampiran 4 Lembar Konsultasi

xiii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Berdasarkan fenomena yang ada sampai saat ini banyak ditemukan
penderita diabetes melitus yang tidak patuh dalam pelaksanaan diet karena
seringkali tidak memperhatikan asupan makanan yang seimbang baik dari jumlah
yang dimakan, jadwal makan yang seharusnya sesuai dengan Diet dan jenis
makanan yang dianjurkan maupun yang dibatasi. Penyakit diabetes melitus menjadi
salah satu penyakit yang palingsering diderita oleh masyarakat pada saat ini dan
banyak dikenal sebagai penyakit yang erat kaitannya dengan asupan makanan.
Asupan makanan seperti karbohidrat/gula, protein, lemak dan energi yang
berlebihan dapat menjadi faktor resiko terjadinya diabetes melitus. Semakin
berlebihan asupan makanan maka semakin besar pula kemungkinan akan
menyebabkan diabetes melitus (Fatimah, 2015). Diabetes melitus merupakan suatu
kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan adanya peningkatan
kadar gula dalam darah. Gejala klasik dari diabetesmelitus adalah 4P (Polidipsia,
Polifagia, Poliuria, dan Penurunan berat badan yang penyebabnya tidak dapat
dijelaskan). Sedangkan gejala umum antara lain kelelahan, kegelisahan, nyeri
tubuh, kesemutan, mata kabur, gatal, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus
vulva pada wanita (Widiasari, 2021). Diabetes melitus tidak dapat
disembuhkan/bersifat degeneratif tetapi kadar gula dalam darah dapat dikendalikan
melalui empat pilar penatalaksanaan yang terdiri dari edukasi, diet, latihan jasmani
dan intervensi farmakologis. Diet menjadi salah satu hal penting dalam empat pilar
penatalaksanaan diabetes melitus karena dapat membantu menurunkan kadar gula
darah penderita. Penatalaksanaan diet pada pasien diabetes melitus tidak lepas dari
pengelolaan perilaku penderita. Pengetahuan tentang diet sangat penting untuk
penderita diabetes melitus. Kurangnya pengetahuan penderita tentang Diet ini
berdampak terhadap perilaku penderita sehingga menimbulkan adanya
ketidakpatuhan dalam menerapkan diet diabetes melitus. Kepatuhan penderita
terhadap diet menjadi salah satu kendala yang dialami pada penderita diabetes
melitus. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep dan

1
2

pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya termasuk
manusia dan kehidupannya (Lestari, 2018). Kepatuhan atau ketaatan (complience
atau adherance) adalah tingkat seseorang melaksanakan cara suatu saran atau
perintah oleh orang lain (Niven, 2010). Pada tahun 2022 dari bulan Januari-Oktober
jumlah penderita diabetes melitus di ruang Aster sebanyak 33 penderita dan di ruang
Anggrek sebanyak 45 penderita dengan diabetes melitus.
Jumlah penderita diabetes melitus secara global terus meningkat setiap
tahunnya. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2015
jumlah penderita diabetes melitus di dunia meningkat sebanyak 422 juta penderita
dan 1,6 juta penderita meninggal akibat diabetes melitus. Hampir 80% penderita
diabetes melitus ada di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Berdasarkan
data dari Kemenkes (2015) penyakit diabetes melitus menjadi penyebab kematian
nomor tiga di Indonesia dengan persentase sebesar (6,7%), setelah stroke (21,1%)
dan penyakit jantung koroner (12,9%). Pada tahun 2016 Indonesia menempati
peringkat ke tujuh dari sepuluh negara dengan jumlah kasus diabetes melitus
terbanyak di dunia dengan angka kejadian sebanyak 10 juta penderita setelah Cina,
India, Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Meksiko. 2/3 Penderita diabetes melitus
di Indonesia tidak mengetahui dirinya memiliki diabetes dan berpotensi untuk
mengakses layanan kesehatan dalam kondisi terlambat/ditemui sudah dengan
komplikasi. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan
Tengah (2017) diabetes melitus menempati urutan ke lima dari sepuluh penyakit
terbanyak di Kalimantan Tengah yaitu sebanyak 7.254 penderita. Pada tahun 2022
dari bulan Januari-Oktober jumlah penderita diabetes melitus di ruang Aster
sebanyak 33 penderita dan di ruang Anggrek sebanyak 45 penderita dengan
diabetes melitus.
Diabetes melitus sebenarnya dapat dikendalikan dengan gaya hidup sehat
melalui diet yang tepat. Diet pada penderita diabetes melitus hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang, sesuai
dengan kebutuhan kalori dan lebih ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam
hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan. Agar penderita mau mematuhi aturan
diet penderita harus mengerti, menerima dan mampu melaksanakan dietnya. Untuk
itu diharapkan penderita diabetes melitus dapat berperilaku sehat dalam
3

menerapkan diet diabetes melitus. Menurut Notoadmodjo (2012) perilaku yang


didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan. Beberapa hal yang mempengaruhi kurangnya tingkat
pengetahuan pasien tentang diet adalah karena tidak adanya konsultasi gizi di
layanan kesehatan. Faktor usia mempengaruhi pengetahuan pasien tentang diet,
umumnya semakian bertambah usia maka semakin bertambah juga pengetahuan
yang dimiliki oleh pasien dengan diabetes melitus. Faktor pekerjaan juga
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang, pada umumnya orang yang berkerja
di kantoran memperoleh kemudahan informasi dibandingkan orang yang bekerja
sebagai wiraswasta, petani, buruh (Notoatmodjo, 2014). Pasien cenderung bersikap
acuh terhadap penyakitnya sehingga dalam pelaksanaan diet yang telah diberikan
menjadi tidak seimbang yang pada akhirnya kadar gula darah menjadi tidak
terkontrol (Renata, 2018). Dampak dari ketidakpatuhan pasien diabetes melitus
dalam menjalankan diet dapat menimbulkan komplikasi (stroke, jantung, disfungsi
ereksi, gagal ginjal dan kerusasakan sistem saraf) dan pada akhirnya akan
menimbulkan kematian (Purwitaningtyas, 2015).
Adapun cara untuk mencegah ketidakpatuhan Diet dengan memberikan
edukasi yang dilakukan oleh tenaga kesehatan berupa penyuluhan kepada penderita dan
keluarganya tentang diet diabetes melitus. Berdasarkan uraian di atas mengingat
pentingnya penatalaksanaan Diet maka peneliti tertarik untuk mengetahui
Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam
Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.2 Rumusan Masalah


Diabetes melitus menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius, hal ini
dibuktikan dengan jumlah penderita diabetes melitus yang semakin meningkat.
Diabetes melitus merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang disebabkan adanya peningkatan kadar gula dalam darah. Berbagai penelitian
menunjukkan bahwa kepatuhan penderita kepada pola gaya hidup sehat yang
dianjurkan oleh dokter pada pengobatan penyakit yang bersifat kronik, umumnya
masih rendah. Ketidakpatuhan ini merupakan salah satu hambatan untuk
tercapainya tujuan pengobatan. Diet adalah terapi utama pada diabetes melitus.
Penderita yang patuh pada diet akan mempunyai perilaku untuk kontrol kadar gula
4

darah (glikemik) yang lebih baik, dengan kontrol glikemik yang baik dan terus
menerus akan mempunyai pengetahuan untuk dapat mencegah komplikasi akut dan
mengurangi resiko komplikasi jangka panjang. Sebaliknya bagi penderita yang
tidak patuh akan mempengaruhi kontrol glikemiknya menjadi kurang baik bahkan
tidak terkontrol. Hal ini yang akan mengakibatkan komplikasi yang mungkin timbul
tidak dapat dicegah. Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka peneliti
tertarik untuk mengetahui “Bagaimana Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan
Pasien Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya?”

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien
Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.3.2.1 Mengidentifikasi pengetahuan pasien diabetes melitus dalam menjalankan
diet di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.2 Mengidentifikasi kepatuhan pasien diabetes melitus dalam menjalankan
diet di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2.3 Menganalisis Hubungan Pengetahuan pasien diabetes melitus dengan
kepatuhan dalam menjalankan diet di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah data dan temuan baru
dalam mengidentifikasi variabel-variabel pengetahuan pasien yang akan
mempengaruhi terhadap kepatuhan pasien dalam menjalankan Diet serta untuk
menambah wawasan yang dapat digunakan sebagai masukan pada ilmupengetahuan
dan acuan pengembangan penelitian dalam praktik keperawatan khususnya
pengembangan Ilmu Keperawatan Medikal Bedah.
5

1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Pasien dan Keluarga
Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pasien dan keluarga
sehingga diharapkan pasien dan keluarganya mempunyai pengetahuan yang lebih
baik dalam hal upaya meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan diet diabetes
melitus.
1.4.2.2 Bagi Peneliti
Penelitian ini dapat berguna bagi peneliti, sehingga dapat lebih mengetahui
tentang manfaat dari diet serta dapat mengaplikasikannya pada pasien diabetes
melitus baik di lingkungan kerja, keluarga maupun masyarakat.
1.4.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan informasi bagi
mahasiswa tentang hubungan pengetahuan dan perilaku pasien diabetes melitus
dengan kepatuhan dalam menjalankan diet dan dapat dijadikan bahan masukan bagi
mahasiswa keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, khususnya dalam
memberikan pendidikan kesehatan terutama pada pasien yang mengalami penyakit
diabetes melitus.
1.4.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini sebagai bahan informasi dan bahan perbandingan apabila ada
peneliti yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.
1.4.2.5 Bagi Rumah Sakit
Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi Rumah Sakit Umum
Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dalam memberikan program penyuluhan
kesehatan yang sesuai dengan tingkat pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap
kepatuhan menjalankan diet yang dirawat di Ruang Rawat Inap, sehingga pelayanan
di rumah sakit menjadi berkualitas.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Pengetahuan


2.1.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/mengetahui dan ini terjadi setelah
orangmelakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan
terjadi melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran,
penciuman, perasa dan peraba. Pada waktu penginderaan sampai
menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas
perhatian persepsi terhadap obyek (Wawan dan Dewi, 2017). Sebagian besar
pengetahuan masyarakat atau manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Berdasarkan pengalaman dan penelitian bahwa perilaku yang didasari oleh
pengetahuan akan lebih bertahan lama daripada perilaku yang tidak didasari
oleh pengetahuan (Maryam, 2017).

Menurut Riyanto (2017) pengetahuan adalah informasi atau maklumat


yangdiketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan bukanlah sesuatu
yang sudah ada dan tersedia. Pengetahuan adalah sebagai suatu pembentukan
yang terus- menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami reorganisasi
karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Kamus Besar Bahasa
Indonesia dalam buku Budiman (2013) pengetahuan adalah sesuatu yang
diketahui berkaitan dengan proses pembelajaran. Proses belajar ini
dipengaruhi berbagai faktor dari dalam, seperti motivasi dan faktor luar berupa
sarana informasi yang tersedia serta keadaansosial budaya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengetahuan


merupakan sesuatu yang diperoleh melalui penginderaan manusia sehingga
menghasilkan pengetahuan sebagai pedoman dalam membentuk tindakan
seseorang yang berkaitan dengan proses pembelajaran.

6
7

2.1.2 Proses Terjadinya Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2014), pengetahuan mengungkapkan bahwa
sebelum orang mengadopsi perilaku baru di dalam diri orang tersebut terjadi
prosessebagai berikut:
2.1.2.1 Kesadaran (awareness), dimana orang tersebut menyadari dalam arti
mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulasi (objek).
2.1.2.2 Merasa tertarik (interest), dimana individu mulai menaruh perhatian
dan tertarik pada stimulus.
2.1.2.3 Menimbang (evaluation), individu akan mempertimbangkan terhadap
baikdan tidaknya stimulasi tersebut bagi dirinya hal ini berarti sikap
respondensudah lebih baik lagi.
2.1.2.4 Mencoba (trial), dimana individu mulai mencoba melakukan sesuatu
sesuai dengan apa yang dikehendaki.
2.1.2.5 Beradaptasi (adaption), dimana individu telah berperilaku baru sesuai
dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap terhadap stimulasi.

2.1.3 Tingkat Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Secara
garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu:
2.1.3.1 Mengetahui (know)
Kemampuan untuk mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya, termasuk diantara mengingat kembali (recall) terhadap suatu
yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima. Tingkatan ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa
yang dipelajari yaitu menyebutkan, menguraikan, mengidentifikasi,
menyatakan dan sebagainya.
8

2.1.3.2 Memahami (comprehention)


Suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek
yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut dengan
benar tentang objek yang dilakukan dengan menjelaskan, menyebutkan
contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang
dipelajari.
2.1.3.3 Aplikasi (application)
Kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasidan kondisi sebenarnya, yaitu dengan menggunakan hukum, rumus,
metode, prinsip dan sebagainya dalam kontak atau situasi yang lain.
Misalnya, seseorang yang telahpaham tentang proses perencanaan harus
dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat bekerja atau di
mana saja.
2.1.3.4 Analisis (analysis)
Kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam
komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi dan
masih ada kaitan satu sama lain, kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja dapat menggambarkan, membedakan,
memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
2.1.3.5 Sintesis (synthesis)
Kemampuan untuk menghubungkan, meletakkan atau
menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun, dapat
merencanakan, meringkas, menyesuaikan terhadap suatu teori atau
rumusan yang telah ada. Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan
kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau
didengar dan dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.
2.1.3.6 Evaluasi (evaluation)
Kemampuan untuk melakukan penilaian suatu materi atau objek.
Penilaian-penilaian tersebut berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan
sendiri ataumenggunakan kriteria yang telah ada.
9

2.1.4 Jenis Pengetahuan


Menurut Riyanto (2013), pemahaman masyarakat mengenai
pengetahuan dalam konteks kesehatan sangat beraneka ragam.
Pengetahuan merupakan bagian perilaku kesehatan. Jenis pengetahuan
diantaranya sebagai berikut:

2.1.4.1 Pengetahuan implisit


Pengetahuan implisit adalan pengetahuan yang masih tertanam
dalam bentuk pengalaman seseorang dan berisi faktor-faktor yang
tidak bersifat nyata, seperti keyakinan pribadi, perspektif dan prinsip.
Biasanya pengalaman seseorang sulit untuk ditransfer ke orang lain
baik secara tertulis maupun lisan. Pengetahuan implisit sering kali
berisi kebiasaan dan budaya bahkan bisa tidak disadari.
2.1.4.2 Pengetahuan eksplisit
Pengetahuan eksplisit adalah pengetahuan yang telah
didokumentasikan atau tersimpan dalam wujud nyata, bisa dalam
wujud perilaku kesehatan. Pengetahuan nyata dideskripsikan dalam
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.

2.1.5 Cara Memperoleh Pengetahuan


Menurut Notoatmodjo (2013) dari berbagai macam cara yang telah
digunakan untuk memperoleh kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah
dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
2.1.5.1 Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan
1) Cara coba salah (trial and error)
Cara ini dipakai orang sebelum adanya kebudayaan bahkan
mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini
dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam
memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak
berhasil maka dicoba kemungkinan yang lain sampai berhasil.
2) Cara kekuasaan atau otoritas
Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin
masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang
10

pemerintah dan berbagai prinsip orang lain yang dikemukakan


oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih
dahulu atau membuktikan kebenarannya.
3) Berdasarkan pengalaman pribadi
Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya
memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali
pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan
permasalahan yang dihadapi dimasa lalu.

4) Jalan pikiran
Perkembangan kebudayaan dan cara berpikir umat manusia pun
ikut berkembang. Manusia telah mampu menggunakan
penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.
2.1.5.2 Cara modern dalam memperoleh pengetahuan
Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada
dewasa ini lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode
penelitian ilmiah atau lebih populer disebut metodologi penelitian.
Cara ini dikembangkan oleh Francis Bacon seorang tokoh yang
mengembangkan metode berpikir induktif di mana ia mengadakan
pengamatan langsung terhadap gejala-gejala alam atau
kemasyarakatan. Kemudian hasil pengamatannya tersebut
dikumpulkan dan diklasifikasikan dan akhirnya diambil kesimpulan
umum.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Menurut Wawan dan Dewi, (2017) faktor-faktor yang mempengaruhi
pengetahuan adalah sebagai berikut:
2.1.6.1 Faktor internal
1) Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan
pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada asfek
psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan
dewasa.
11

2) Pendidikan
Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi pendidikan
seseorang makin mudah pula bagi mereka untuk menerima
informasi dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang
mereka miliki.
3) Pekerjaan
Lingkungan perkerjaan dapat menjadikan seseorang
memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung
maupun tidak langsungkarena sering berinteraksi dengan orang
lain sehingga akan memiliki pengetahuan yang baik pula.

4) Minat
Minat menjadikan seseorang untuk mencoba dan menekuni suatu
hal padaakhirnya diperoleh pengetahuan yang lebih mendalam
(Riyanto, 2017).
2.1.6.2 Faktor eksternal
1) Faktor lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun
tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu.
2) Sosial budaya dan ekonomi
Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat
mempengaruhi darisikap dalam menerima informasi.

2.1.7 Pengukuran Pengetahuan


Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau
kuesioner yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari
subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010). Dalam mengukur
pengetahuan harus diperhatikan rumusan kalimat pertanyaan menurut
tahapan pengetahuan. Pengukuran tingkat pengetahuan dilakukan bila
seseorang mampu menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan
12

maupun tulisan, maka dikatakan seseorang tersebut mengetahui bidang


tersebut. Sekumpulan jawaban yang diberikan tersebut dinamakan
pengetahuan (Riyanto, 2017).
Indikator pengetahuan kesehatan adalah “tingginya pengetahuan”
responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok
responden atau masyarakat tentang variabel-variabel atau komponen-
komponen kesehatan. Misalnya berapa % responden atau masyarakat
yang tahu tentang cara-cara mencegah penyakit demam berdarah atau
berapa % masyarakat atau responden yang mempunyai pengetahuan yang
tinggi tentang imunisasi dasar dan sebagainya.Pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan memberikan seperangkat alat tes/kuesioner
tentang objek pengetahuan yang mau diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur
dapat kita sesuaikan. Selanjutnya setiap jawaban benar dari masing-
masing

pertanyaan diberi nilai 1. Penilaian dilakukan dengan cara


membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan
(tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa persentase
dengan rumusan yang digunakan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):
Rumus :
SpSp
N= x 100%
Keterangan:

N = nilai
Sp = skor yang didapat
Sm = skor tertinggi maksimum
Selanjutnya persentase jawaban diintervensikan dalam kalimat
kualitatifdengan acuan sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):
13

Baik : bila subyek mampu menjawab dengan benar 76-100% dari seluruh
pertanyaan.
Cukup : bila subyek mampu menjawab dengan benar 56-75% dari seluruh
pertanyaan.
Kurang : bila subyek mampu menjawab dengan benar ≤ 56% dari seluruh
pertanyaan.

2.2 Konsep Dasar Kepatuhan


2.2.1 Pengertian Kepatuhan
Kepatuhan atau ketaatan (complience atau adherance) adalah
tingkat seseorang melaksanakan cara suatu saran atau perintah oleh orang
lain (Niven, 2010). Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju
terhadap intruksi atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi
apapun yang ditentukan, baik diet, latihan, pengobatan atau menepati
janji pertemuan dengan tenaga kesehatan.
Kepatuhan berarti bersifat patuh, ketaatan, tunduk, patuh pada
ajaran dan aturan. Kepatuhan (adherence) adalah bentuk perilaku yang
timbul akibat adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien
sehingga pasien mengerti rencana dengan segala konsekuensinya dan
menyetujui rencana tersebut sertamelaksanakannya (Kemenkes, 2013).
Jadi kepatuhan adalah suatu pemikiran atau perasaan seseorang di mana
perasaan ini akan menimbulkan respon untuk

melaksanakan apa yang ditugaskan. Perasaan ini bisa berupa menerima,


menanggapi atau menilai.
Berdasarkan pengertian dari beberapa ahli tentang kepatuhan
dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah suatu pemikiran atau
perasaan seseorang yang menimbulkan respon untuk melaksanakan suatu
perintah tentang anjuran, ajaran atau aturan bernilai positif.
14

2.2.2 Variabel Yang Mempengaruhi Tingkat Kepatuhan


Beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kepatuhan
menurut Niven (2010) adalah:
2.2.2.1 Variabel demografi seperti usia ,jenis kelamin, suku bangsa, status
sosio ekonomi dan pendidikan.
2.2.2.2 Variabel penyakit seperti keparahan penyakit dan hilangnya gejala
akibatterapi.
2.2.2.3 Variabel program terapeutik seperti kompleksitas program dan efek
samping yang tidak menyenangkan.
2.2.2.4 Variabel psikososial seperti intelegensia, sikap terhadap tenaga
kesehatan, penerimaan atau penyangkalan terhadap penyakit,
keyakinan agama atau budaya dan biaya financial dan lainnya yang
termasuk dalam mengikuti regimen hal tersebut di atas juga ditemukan
oleh Bart Smet dalam Psikologi Kesehatan.

2.2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan


2.2.3.1 Faktor internal
1) Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah
orang melakukan penginderaan manusia, yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.
Pengetahuan merupakan hal yangsangat penting dan membentuk
tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
2) Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap
seseorang terhadap suatu objek adalah perasaaan pendukung
atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak
memihak pada objek tertentu.

3) Kemampuan adalah bakat seseorang untuk melakukan tugas


fisik maupun mental, kemampuan seseorang pada umumnya
stabil. Kemampuan individu mempengaruhi karakteristik
pekerjaan, perilaku, tanggung jawab, pendidikan dan memiliki
hubungan secara nyata terhadap kinerja pekerjaan.
4) Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau
15

organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Dengan


demikian motivasi mempunyai tiga aspek, yaitu keadaan
terdorong dalam diri organisme yaitu kesiapan bergerak karena
kebutuhan, perilaku yang timbul dan terarah karena keadaan ini,
goal atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.
2.2.3.2 Faktor eksternal
1) Karakteristik organisasi meliputi komitmen organisasi dan
hubungan antara teman kerja yang sekerja dan supervisor yang
akan berpengaruh terhadap kepuasan kerja dan perilaku
individu.
2) Karakteristik kelompok adalah unit komunitas yang terdiri dari
dua orang atau lebih yang memiliki kesatuan tujuan dan
pemikiran serta integrasi antar anggota yang kuat. Anggota
kelompok melaksanakan peran tugas, peran pembentukan,
pemeliharaan kelompok dan peran individu.
3) Karakteristik pekerjaan adalah sifat yang berbeda antara jenis
pekerjaan yang satu dengan yang lainnya yang bersifat khusus
dan merupakan inti dari pekerjaan yang berisikan sifat-sifat
tugas yang ada di dalam semua pekerjaan serta dirasakan oleh
para pekerja sehingga mempengaruhi sikap atau perilaku
terhadap pekerjaannya.
4) Karakteristik lingkungan apabila perawat harus bekerja dalam
lingkunganyang terbatas dan berinteraksi secara konstan dengan
staf lain, pengunjungdan tenaga kesehatan lain. Kondisi seperti
ini yang akan menurunkan motivasi perawat terhadap
pekerjaannya, dapat menyebabkan stress dan menimbulkan
kepenatan.

2.2.4 Tingkat Kepatuhan


Menurut Niven (2012) beberapa tingkat kepatuhan yaitu:
2.3.4.1 Sangat patuh
Seseorang dikatakan sangat patuh apabila melakukan tugas atau
tanggungjawab secara berulang-ulang dan mandiri tanpa ada dorongan
16

atau paksaan dari luar atau orang lain sehingga mampu memberikan
dampak yang baik.
2.3.4.2 Patuh
Seseorang dikatakan patuh apabila mampu melakukan tugas atau
tanggungjawab secara mandiri dengan dorongan orang lain atau tanpa
ada dorongan dari luaratau orang lain sehingga mampu memberikan
dampak yang baik.
2.3.4.3 Tidak patuh
Seseorang dikatakan tidak patuh apabila tidak mampu dalam
melaksanakan tugas atau tanggung jawab sesuai ketentuan dan
peraturan yang berlaku.
2.3.4.4 Sangat tidak patuh
Seseorang dikatakan sangat tidak patuh yaitu tidak mampu
dalam melaksanakan tugas atau tanggung jawab yang diberikan dalam
kehidupan sehari- hari.

2.2.5 Pengukuran Tingkat Kepatuhan


Menurut Arikunto (2014), bentuk presentase untuk melihat
derajat kepatuhan dalam menilai derajat kepatuhan dapat dilakukan
dengan memberikan lembar observasi sebagai alat ukur kepatuhan.
Penilaian dalam bentuk checklist berdasarkan tingkat kepatuhan
responden dengan jawaban “ya” mendapat skor 1 dan jawaban “tidak”
mendapat skor 0. Hasil ukur dari lembar observasi ini akan dihitung dari
total responden dan mencari nilai rata-rata untuk mengetahui apakah
responden dikatakan patuh atau tidak dalam melaksanakan anjuran atau
nasehat yang diberikan.
Cara mengukur kepatuhan yaitu dengan bentuk presentase untuk
melihat derajat kepatuhan, dapat digunakan dengan rumus (Arikunto,
2014):
17

P= x 100 %

Keterangan:
P: total
x: nilai yang didapat

N: jumlah pernyataan100 nilai konstanta


Kategori tingkat kepatuhan dengan scoring sebagai berikut:
1) Sangat patuh (76%-100%)
2) Patuh (56%-75%)
3) Tidak patuh (26%-55%)
4) Sangat tidak patuh (< 26%)

2.3 Konsep Dasar Diabetes Melitus


2.3.1 Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah gangguan metabolik kronik yang tidak
dapat disembuhkan, tetapi dapat dikontrol yang dikarakteristikkan
dengan ketidak ade kuatan penggunaan insulin (Barbara Engram, 2014).
Diabetes melitus adalah kumpulan gejala yang timbul pada seseorang
yang mengalami peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat
kekurangan hormon insulin secara absolute atau relatif (Jauhari dan
Nasution, 2015). Diabetes melitus adalah gangguan metabolisme
karbohidrat ketika suplai insulin tidak ada tidak cukup atau tidak efektif
karena resistensi insulin (Marlene Hurst, 2015).

Diabetes Mellitus Tipe 2 merupakan penyakit hiperglikemi akibat


insensivitas sel terhadap insulin. Kadar insulin mungkin sedikit menurun
atau berada dalam rentang normal. Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-
sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai non
insulin dependent diabetes mellitus. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah
penyakit gangguan metabolik yang ditandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta (Johnson, 2014).
18

2.3.2 Penyebab Diabetes Melitus Tipe 2


Menurut Smeltzer dan Bare (2014), penyebab dari diabetes melitus
adalah:

2.3.2.1 Usia lanjut pada umumnya adalah penderita diabetes melitus tipe 2. Pada
orang-orang yang berumur fungsi organ tubuh semakin menurun hal ini
diakibatkan aktivitas sel beta pankreas untuk menghasilkan insulin
menjadi berkurang dan sensitifitas sel-sel jaringan menurun sehingga tidak
menerima insulin.
2.3.2.2 Obesitas pada orang gemuk aktivitas jaringan lemak dan otot menurun
sehingga dapat memicu timbulnya diabetes melitus.
2.3.2.3 Riwayat keluarga adalah faktor resiko utama seorang akan mengalami
diabetes melitus, secara genetik pasien diabetes melitus akan
mempengaruhi keturunannya. Hal ini dikarenakan seorang dengan riwayat
keluarga diabetes memiliki kelainan gen yang mengakibatkan tubuh tidak
menghasilkan insulin dengan baik.
2.3.2.4 Aktifitas fisik dapat mengontrol gula darah. Glukosa akan diubah menjadi
energi pada saat beraktivitas fisik. Aktivitas fisik mengakibatkan insulin
semakin meningkat sehingga kadar gula dalam darah akan berkurang.
2.3.2.5 Pola makan di mana kebiasaan makan yang banyak meningkatkan resiko
diabetes. Makan yang sekaligus banyak memicu insulin dan reseptor untuk
bekerja lebih keras, sehingga reseptor glukosa lebih cepat mengalami
kerusakan.
2.3.2.6 Merokok perokok aktif memiliki resiko 76% lebih tinggi untuk terserang
diabetes melitus tipe 2 dibanding dengan yang tidak terpajan.
2.3.2.7 Stress dapat meningkatkan kandungan glukosa darah karena stress
menstimulus organ endokrin untuk mengeluarkan ephinefrin. Orang yang
megalami stress memiliki resiko 1,67 kali untuk menderita diabetes
melitus tipe 2 dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami stress.

2.3.3 Gejala Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2


2.3.3.1 Pengeluaran urin (poliuria)
Poliuria adalah keadaan di mana volume air kemih dalam 24 jam
meningkat melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala diabetes
melitus dikarenakan kadar gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh
tidak sanggup untuk mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya
melalui urin.
19

2.3.3.2 Timbul rasa haus (polidipsia)


Polidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar
glukosa terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan
asupan cairan.
2.3.3.3 Timbul rasa lapar (polifagia)
Pasien diabetes melitus akan merasa cepat lapar, hal ini disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis, sedangkan kadar glukosa
dalam darah cukup tinggi.
2.3.3.4 Berkeringat
Banyak glukosa yang tidak dapat terurai akan dikeluarkan oleh tubuh
melalui keringat sehingga pada pasien diabetes melitus akan mudah
berkeringat banyak.
2.3.3.5 Lesu
Penderita diabetes melitus akan mudah merasakan lesu. Hal ini
disebabkan karena pada gukosa dalam tubuh sudah banyak dibuang oleh
tubuh melalui keringatatau urin, sehinggu tubuh merasa lesu dan mudah
lelah.
2.3.3.6 Penyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien diabetes melitus disebabkan
karena tubuh terpaksa mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan
energi.
2.3.3.7 Gejala kronik
Kulit terasa panas, kebas, seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa tebal
pada kulit, kram, mudah mengantuk, penglihatan memburuk (buram) yang
ditandai dengan sering berganti lensa kacamata, gigi mudah goyah dan
mudah lepas,keguguran pada ibu hamil dan ibu melahirkan dengan berat
bayi yang lebih dari 4 kilogram, gatal di daerah kemaluan atau lipatan
kulit, bisul atau luka yang lama sembuh, infeksi pada pria dan keputihan
pada perempuan.
20

2.3.4 Patofisiologi Diabetes Melitus Tipe 2


Menurut Smeltzer dan Bare (2014), patofisiologi dari diabetes
melitus adalah:

Diabetes tipe 2 terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin,


yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan
terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya
insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam
metabolismeglukosa di dalam sel.

Resistensi insulin pada diabetes tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi


intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa
yang berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe 2 dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut sering
bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsia,
luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan menjadi kabur (jika
kadar glukosanya sangat tinggi).

2.3.5 Diagnosis Diabetes Melitus


Dalam menegakkan diagnosis diabetes melitus patokan yang
dijadikan acuan adalah pemeriksaan glukosa darah, dalam hal ini dikenal
adanya istilah pemeriksaan penyaring dan uji diagnostik diabetes melitus.
2.3.5.1 Pemeriksaan penyaring
Pemeriksaan penyaring dilakukan dengan memeriksa kadar gula
darah sewaktu (GDS) atau gula darah puasa (GDP), yang selanjutnya dapat
dilanjutkan dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar.
21

Tabel 2.1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan atau
Penyaring Diagnosa Diabetes Melitus (mg/dl).

Bukan Belum DM
DM Pasti DM
Kadar Glukosa Darah sewaktu (mg/dl) < 110 110-199 ≥ 200
< 90 90-199 ≥ 200
Kadar Glukosa Darah Puasa (mg/dl) < 110 110-125 ≥ 126
< 90 90-109 ≥ 110
Sumber : Konsesus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia, 2011.
2.3.5.2 Uji diagnostik
Uji diagnostik dikerjakan pada kelompok yang menunjukkan
gejala atau tanda diabetes melitus. Bagi yang mengalami gejala khas
diabetes melitus, kadar GDS ≥ 200 mg/dl atau GDP ≥ 126 mg/dl sudah
cukup untuk menegakkan diagnosisdiabetes melitus.

2.3.6 Komplikasi Diabetes Melitus


2.3.6.1 Komplikasi metabolik akut
1) Hipoglikemia merupakan keadaan kronik gangguan saraf yang
disebabkan penurunan glukosa darah. Gejala-gejala
hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin seperti
adanya rasa lapar, keringat dingin, gemetar, sakit kepala dan
palpitasi juga akibat kekurangan glukosa dalam otak.
2) Ketoasidosis diabetik disebabkan karena kelebihan kadar
glukosa dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh
sangat menurun sehingga mengakibatkan kekacauan metabolik
yang ditandai oleh trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis.
3) Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmolar nonketotik)
adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600
mg/dl (Price dan Wilson, 2005).
2.3.6.2 Komplikasi metabolik kronik
1) Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) seperti
kerusakan mata, kerusakan ginjal (nefropati diabetik) dan
kerusakan saraf (neuropati diabetik).
22

2) Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler) seperti


penyakitjantung koroner dan penyakit serebrovaskuler.

2.3.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus


Menurut Perkeni (2015) tujuan penatalaksanaan diabetes secara
umum adalah meningkatkan kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan
penatalaksanaanmeliputi:
1) Tujuan jangka pendek: menghilangkan keluhan diabetes melitus,
memperbaikikualitas hidup dan mengurangi resiko komplikasi akut.
2) Tujuan jangka panjang: mencegah dan menghambat progresivitas
penyulitmikroangiopati dan makroangiopati.
3) Tujuan akhir pengelolaan: turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes
melitus.
2.3.7.1 Langkah-langkah penatalaksanaan umum
Perlu dilakukan evaluasi medis yang lengkap pada pertemuan
pertamayang meliputi:
1) Riwayat penyakit seperti usia, pola makan, status nutrisi, status
aktifitas fisik riwayat perubahan berat badan, pengobatan yang
pernah diperoleh sebelumnyasecara lengkap, termasuk terapi gizi
medis dan diabetes melitus secara mandiri pengobatan yang
sedang dijalani, termasuk obat yang digunakan, perencanaan
makan dan program latihan jasmani.
2) Pemeriksaan fisik seperti pengukuran tinggi, berat badan, tekanan
darah, pemeriksaan funduskopi, pemeriksaan rongga mulut dan
kelenjar tiroid, pemeriksaan jantung, pemeriksaan kaki secara
komprehensif (evaluasi kelainan vaskular, neuropati dan adanya
deformitas).
3) Evaluasi laboratorium melalui pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dan duajam setelah TTGO dan pemeriksaan kadar HbA1c.
4) Penapisan komplikasi harus dilakukan pada setiap penderita yang
baru terdiagnosis diabetes melitus tipe 2.
23

2.3.7.2 Langkah-langkah penatalaksanaan khusus


Penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan menerapkan
pola hidup sehat (terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik) bersamaan
dengan intervensi

farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral dan/atau


suntikan. Hal tersebut dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan
diabetes melitus, yaitu:
1) Edukasi
Edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu
dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan
bagian yang sangat penting dari pengelolaan diabetes melitus secara
holistik (Perkeni, 2015). Edukasi Diabetes merupakan suatu proses
pendidikan dan pelatihan tentang pengetahuan diabetes dan
ketrampilan yang dapat menunjang perubahan perilaku yang
diperlukan untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal,
penyesuaian psikologis dan kualitas hidup yang lebih baik secara
berkelanjutan.
2) Perencanaan makan (diet)/terapi nutrisi medis (TNM)
Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa
darah dan lipid, nutrisi yang optimal serta
mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Prinsip pengaturan
makan pada penyandang diabetes melitus hampir sama dengan
anjuran makan untuk masyarakat umum, yaitu makanan yang
seimbangdan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-
masing individu. Penderita diabetes melitus perlu diberikan
penekanan mengenai pentingnya keteraturan jadwal makan, jenis
dan jumlah kandungan kalori, terutama pada mereka yang
menggunakan obat yang meningkatkan sekresi insulin atau terapi
insulin itu sendiri.
3) Jasmani/olahraga
Latihan jasmani merupakan salah satu pilar dalam
pengelolaan diabetesmelitus apabila tidak disertai adanya nefropati.
24

Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara


teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama sekitar 30-45 menit.
Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan glukosa darah sebelum
latihan jasmani. Apabila kadar glukosa darah < 100 mg/dl penderita
harus mengkonsumsi karbohidrat terlebih dahulu dan bila > 250
mg/dl dianjurkan untuk menunda latihan jasmani.
4) Terapi farmakologis
Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan
makan danlatihan jasmani (gaya hidup sehat). Terapi farmakologis
terdiri dari obat oral

dan bentuk suntikan. Menurut Soegondo (2014), penatalaksanaan


medis pada penderita dengan diabetes melitus meliputi:
(1) Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya
OHO dibagi menjadi empat golongan: pemicu sekresi insulin,
penambah sensitivitas terhadap insulin, penghambat
glukoneogenesis dan penghambat glukosidase alfa.
(2) Insulin diperlukan pada keadaan penurunan berat badan yang
cepat, hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis,
ketoasidosis diabetik dan gangguan fungsi ginjal atau hati yang
berat.
(3) Terapi kombinasi pemberian OHO maupun insulin selalu
dimulai dengandosis rendah untuk kemudian dinaikkan secara
bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah.

2.4 Diet Diabetes Melitus Tipe 2


Diet adalah pola konsumsi makanan yang berkembang menurut
kebutuhan fisiologis, faktor-faktor budaya dan religius, ketersediaan,
biaya/harga dan kesenangan pribadi. Ada banyak macam diet terapeutik
yang diterapkan untuk penanganan penyakit yaitu diet diabetes melitus,
diet rendah lemak, diet tinggi protein serta diet rendah garam (Jauhari,
2015). Diet diabetes melitus merupakan pengaturan pola makan bagi
penderita diabetes melitus berdasarkan jumlah, jenis dan jadwal
25

pemberian makanan (Sulistyowati, 2011).


Diet diabetes melitus menjadi petunjuk dalam kebiasaan makan
yang terdiridari kelompok makanan dan komposisi bahan gizi yang khusus
bagi pasien diabetes melitus. Tjokopurwo (dikutip dalam Suprihatin,
2012) mengatakan bahwa diet diabetes melitus adalah pengaturan
makanan yang diberikan kepada penderita diabetes melitus di mana diet
yang dilakukan harus tepat jumlah energi yang dikonsumsi dalam satu
hari, tepat jadwal sesuai 3 kali makan utama dan 3 kali makanan selingan
dengan interval waktu 3 jam antara makan utama dan makanan selingan
serta tepat jenis yaitu menghindari makanan yang tinggi kalori.
Penderita diabetes melitus dianjurkan mengatur pola makan
seimbang. Akan tetapi, dari hasil penelitian terhadap penderita diabetes
melitus ternyata 75% tidak mengikuti pola makan atau diet yang
dianjurkan (Nurrahmani, 2012). Diet

yang baik merupakan kunci keberhasilan terapi diabetes. Diet yang


dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dan sesuai
dengan kecukupan gizi baik dalam hal karbohidrat 60-70%, protein 10-
15% dan lemak 20-25% (Nabyl,2012). Prinsip diet bagi penderita diabetes
melitus adalah mengurangi dan mengaturkonsumsi karbohidrat sehingga
tidak menjadi beban bagi mekanisme pengaturan gula darah.
Pengaturan makan (diet) merupakan komponen utama
keberhasilan pengelolaan diabetes melitus akan tetapi mempunyai
kendala yang sangat besar yaitu kepatuhan seseorang untuk
menjalaninya. Prinsip pengaturan makan pada penderita diabetes melitus
hampir sama dengan anjuran makan untuk orang sehat masyarakat
umum, yaitu makanan yang beragam bergizi dan berimbang atau lebih
dikenal dengan gizi seimbang maksudnya adalah sesuai dengan
kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Hal yang sangat
penting ditekankan adalah pola makan yang disiplin dalam hal jadwal
makan, jenis dan jumlah makanan atau terkenal dengan 3J. Pengaturan
porsi makanan sedemikian rupa sehingga asupan zat gizi tersebar
sepanjang hari.
26

2.4.1 Tujuan Diet Diabetes Melitus


Menurut Jauhari (2015) tujuan diet diabetes melitus adalah
membantu penderita memperbaiki kebiasaan makan dan olahraga untuk
mendapatkan kontrol metabolik yang lebih baik, dengan cara:
1) Mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal dengan
keseimbangan asupan makanan dengan insulin atau obat
hipoglikemik oral dantingkat aktifitas fisik.
2) Mencapai dan mempertahankan kadar lipid serum normal.
3) Memberi cukup energi untuk mempertahankan atau mencapai berat
badan normal.
4) Menghindari atau menangani komplikasi akut penderita yang
menggunakan insulin seperti hipoglikemia, komplikasi jangka
pendek, masalah yang berhubungan dengan latihan jasmani dan
komplikasi kronik diabetes seperti: penyakit ginjal, neuropati,
hipertensi dan penyakit jantung.
5) Meningkatkan derajat kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang
optimal.
6) Menegakkan pilar utama dalam terapi diabetes melitus, sehingga
penderita dapat melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasa.

2.4.2 Syarat Diet Diabetes Melitus Tipe 2


Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut maka diet yang diberikan
harus memenuhi syarat sebagai berikut:
1) Jumlah energi yang diberikan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
umur, jenis kelamin, tinggi badan, aktivitas fisik, proses
pertumbuhan dan kelainan metabolik.
2) Jumlah karbohidrat disesuaikan dengan kesanggupan tubuh untuk
menggunakannya, yaitu berkisar 60-70% dari total konsumsi.
Makanan/minuman yang mengandung gula dibatasi dan digunakan
jenis karbohidrat kompleks/makanan yang berserat.
3) Protein berkisar 12-20% dan digunakan protein yang bernilai tinggi.
4) Lemak berkisar antara 20-25% dan lemak jenuh serta kolesterol tidak
27

dikonsumsi.
5) Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan kebutuhannya.
2.4.2.1 Hal-hal yang harus diperhatikan dalam diet diabetes melitus yaitu:
1) Diet diabetes harus mengarahkan berat badan ke berat normal,
mempertahankan glukosa darah sekitar normal, dapat memberikan
modifikasidiet sesuai keadaan penderita misalnya penderita diabetes
melitus gestasional,makanan disajikan menarik dan mudah diterima.
2) Diet diberikan dengan cara 3 kali makan utama dan 3 kali makanan
antara
(snack) dengan interval 3 jam.
3) Buah yang dianjurkan adalah buah yang kurang manis, misalnya
pepaya, pisang, apel, tomat, semangka dan kedondong.
4) Hindari minum alkohol karena dapat menyebabkan peningkatan efek
hipoglikemik dan menghambat glukoneogenesis.
5) Gunakan minyak goreng dalam jumlah terbatas (± ½ sdm untuk sekali
makan).
6) Biasakan memasak dengan cara menumis, merebus, memepes,
memanggang serta menanak dan hindari kebiasaan menggoreng
makanan dengan banyak minyak.

7) Dalam pelaksanaan diet sehari-hari hendaknya mengikuti pedoman.


2.4.2.2 Perbedaan diet diabetes melitus dengan makanan biasa yaitu:
1) Penggunaan hidrat arang/karbohidrat dibatasi.
2) Jumlah makanan sehari dan pembagiannya diatur dengan dengan
baik, lebih- lebih pada penderita diabetes melitus yang belum
terkendali atau yang mendapatkan obat atau insulin.
3) Melakukan diet diabetes melitus dengan aturan 3J meliputi jumlah,
jadwal danjenis makanan (Kariadi, 2009).

2.4.3 Jenis Diet Dan Indikasi Pemberian


Diet yang digunakan sebagai bagian dari penatalaksanaan diabetes
melitus dikontrol berdasarkan kandungan energi, protein, lemak dan
karbohidrat. Sebagai pedoman dipakai delapan jenis diet diabetes melitus
sebagaimana dapat di lihat dalam tabel 2.2. Penerapan diet ditentukan oleh
28

keadaan penderita, jenis diabetes melitus dan program pengobatan secara


keseluruhan.

Tabel 2.2 Jenis Diet Diabetes Melitus Menurut Kandungan Energi,


Protein, Lemakdan Karbohidrat.
Jenis Diet Energi (kkal) Protein (g) Lemak Karbohidrat
(g)
I 1100 43 30 172
II 1300 45 35 192
III 1500 51,5 36,5 235
IV 1700 55,5 36,5 275
V 1900 60 48 299
VI 2100 62 53 319
VII 2300 73 59 369
VIII 2500 80 60 396
Sumber: Jauhari, 2015.
Keterangan:
1) Jenis diet I s/d III diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk.
2) Jenis diet IV s/d V diberikan kepada penderita diabetes tanpa komplikasi.
3) Jenis diet VI s/d VIII diberikan kepada penderita kurus, diabetes remaja
(juvenile diabetes) atau diabetes dengan komplikasi.
Diet diabetes melitus dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu diet
Adan diet B. Diet B dengan komposisi 68% karbohidrat, 20% lemak dan 12%
protein,

lebih cocok untuk orang Indonesia dibandingkan dengan diet A yang terdiri
atas 40-50% karbohidrat, 30-35% lemak dan 20-25% protein. Diet B selain
mengandung karbohidrat lumayan tinggi, juga kaya serat dan rendah
kolesterol. Berdasarkan penelitian diet tinggi karbohidrat kompleks dalam
dosis terbagi dapatmemperbaiki kepekaan sel beta pankreas.
Sementara itu tingginya serat dalam sayuran jenis A (bayam, buncis,
kacang panjang, jagung muda, labu siam, wortel, pare, nangka muda)
ditambah sayuran jenis B (kembang kol, jamur segar, seledri, toge, ketimun,
gambas, cabai hijau, labuair, terung, tomat, sawi) akan menekan kenaikan
kadar glukosa dan kolesterol darah. Bawang merah dan putih serta buncis
baik sekali jika ditambahkan dalam diet diabetes karena secara bersama-
sama dapat menurunkan kadar lemak darah dan glukosa darah.
29

2.4.4 Kepatuhan Diet


Kepatuhan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan dalam
penatalaksanaan penyakit diabetes melitus. Hal tersebut dikarenakan
perencanaan makan merupakan salah satu dari empat pilar utama dalam
pengelolaan diabetes melitus (Perkeni, 2015). Menurut Ellis (2010)
kepatuhan diet merupakan masalah besar yang terjadi pada penderita diabetes
melitus. Hal ini didukung oleh Tovar (2007) yang mengatakan bahwa diet
merupakan kebiasaan yang paling sulit diubah dan paling rendah tingkat
kepatuhannya dalam manajemen diri seorang penderita diabetes melitus.
Penatalaksanaan diet diabetes melitus meliputi tiga hal utama yang
harus dilaksanakan oleh penderita diabetes melitus yaitu “3J” meliputi jumlah
makanan, jadwal makan yang harus diikuti dan jenis makanan yang harus
diperhatikan.
2.4.4.1 Jumlah makanan
Pada umumnya, pengaturan jumlah makanan dibuat berdasarkan
tinggi badan, berat badan, jenis aktifitas dan juga umur. Berdasarkan hal ini,
akan dihitung dan ditentukan jumlah kalori untuk masing-masing
penderita. Jumlah bahan makanan sehari untuk standar diet diabetes
melitus dinyatakan dalam satuan penukar.

Tabel 2.3 Jumlah Bahan Makanan Sehari Menurut Standar Diet Diabetes
Melitus
Golongan Bahan Standar Diet
Makanan
110 1300 1500 1700 1900 2100 2300 2500
0 kkal kkal kkal kkal kkal kkal kkal
kkal
Nasi/penukar 2 1/2 3 4 5 5 1/2 6 7 7 1/2
Ikan/penukar 2 2 2 2 2 2 2 2
Daging/penukar 1 1 1 1 1 1 1 1
Tempe/penukar 2 2 2 1/2 2 1/2 3 3 3 5
Sayuran/penukar A S S S S S S S S
Sayuran/penukar B 2 2 2 2 2 2 2 2
Buah/penukar 4 4 4 4 4 4 4 4
Susu/penukar - - - - - - 1 1
Minyak/penukar 3 4 4 4 6 7 7 7
Sumber: Almatsier, 2013.
30

Keterangan:
1 penukar nasi = 100gr (3/4 gls) 1 penukar sayuran = 100gr (1gls)
1 penukar daging = 35gr (1 ptg sdg) 1 penukar susu = 20gr (4sdm)
1 penukar ikan = 40gr (1 ptg sdg) 1 penukar minyak = 5gr (1sdt)
1 penukar tahu = 50gr (1 ptg sdg) 1 penukar buah = setara dengan 1 buah
1 penukar tempe = 50gr (2ptg sdg) pepaya potong besar (110gr)

Jumlah energi yang dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus


berbeda dengan orang tanpa diabetes melitus. Total energi diperoleh dari
karbohidrat, protein dan lemak. 1 gram karbohidrat dan protein masing-
masing menghasilkan 4kkal dan 1 gram lemak menghasilkan 9 kkal.

Menurut Perkeni (2015) ada beberapa cara untuk menentukan


jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes melitus, antara lain
dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30
kal/kg BB ideal. Jumlah kebutuhan tersebut ditambah atau dikurangi
bergantung pada beberapa faktor yaitu: jenis kelamin, umur, aktivitas, berat
badan dan lain-lain. Beberapa cara perhitungan berat badan ideal adalah
sebagai berikut:
1) Perhitungan berat badan ideal (BBI) menggunakan rumus Broca yang
dimodifikasi: Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg.
(1) Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah
150cm, rumus dimodifikasi menjadi: Berat badan ideal (BBI) = (TB
dalam cm - 100) x 1 kg.

(2) BB Normal: BB ideal ± 10%.


(3) Kurus: kurang dari BBI - 10 %.
(4) Gemuk: lebih dari BBI + 10 % .
2) Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh (IMT).
Indeks massa tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB (kg)/TB
(m2). Klasifikasi IMT yaitu:
(1) BB kurang < 18,5. (2) BB normal 18,5-22,9.
(3) BB lebih ≥ 23,0.
(4) Dengan resiko23,0-24,9.
31

(5) Obes I 25,0-29,9.

(6) Obes II ≥ 30.

Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan kalori antara lain:


1) Jenis kelamin
Kebutuhan kalori basal perhari untuk perempuan sebesar 25
kal/kgBBsedangkan untuk pria sebesar 30 kal/kgBB.
2) Umur
(1) Pasien usia di atas 40 tahun, kebutuhan kalori dikurangi 5%
untuk setiapdekade antara 40 dan 59 tahun.
(2) Pasien usia diantara 60 dan 69 tahun, dikurangi 10%.
(3) Pasien usia di atas usia 70 tahun, dikurangi 20%.
3) Aktivitas fisik atau pekerjaan
(1) Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas
fisik.
(2) Penambahan sejumlah 10% dari kebutuhan basal diberikan pada
keadaanistirahat.
(3) Penambahan sejumlah 20% pada pasien dengan aktivitas ringan:
pegawaikantor, guru, ibu rumah tangga.
(4) Penambahan sejumlah 30% pada aktivitas sedang: pegawai
industri,mahasiswa, militer yang sedang tidak perang.
(5) Penambahan sejumlah 40% pada aktivitas berat: petani, buruh, atlet.
(6) Penambahan sejumlah 50% pada aktivitas sangat militer dalam
keadaanlatihan berat: tukang becak, tukang gali.

4) Stres metabolik
Penambahan 10-30% tergantung dari beratnya stress metabolik
(sepsis,operasi, trauma).
5) Berat badan
(1) Penyandang diabetes melitus yang gemuk, kebutuhan kalori
dikurangisekitar 20-30% tergantung kepada tingkat kegemukan.
(2) Penyandang diabetes melitus kurus, kebutuhan kalori ditambah
sekitar 20- 30% sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan
BB.
32

(3) Jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000-1200 kal


perhari untukwanita dan 1200-1600 kal perhari untuk pria.
Secara umum, makanan siap saji dengan jumlah kalori yang
terhitung dankomposisi tersebut di atas, dibagi dalam 3 porsi besar untuk
makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan
ringan (10-15%) diantaranya.Tetapi pada kelompok tertentu perubahan
jumlah, jadwal dan jenis makanan dilakukan sesuai dengan kebiasaan.
Untuk penyandang diabetes melitus yang mengidap penyakit lain, pola
pengaturan makan disesuaikan dengan penyakit penyerta.
2.5.4.3 Jadwal makan yang harus diikuti
Penderita diabetes melitus harus membiasakan diri untuk makan
tepat padawaktu yang telah ditentukan. Prinsip dasar pengaturan jadwal
makan pada penderitadiabetes melitus adalah 3 kali makan utama dan 3
kali makan selingan yang diberikan dalam interval kurang lebih 3 jam
(Perkeni, 2015). Penjadwalan dilakukan dengan disiplin waktu agar dapat
membantu pankreas mengeluarkan insulin secara rutin.
Hal ini dimaksudkan agar terjadi perubahan pada kandungan
glukosa darah penderita diabetes melitus, sehingga diharapkan dengan
perbandingan jumlahmakanan dan jadwal yang tepat maka kadar glukosa
darah akan tetap stabil dan penderita diabetes melitus tidak merasa lemas
akibat kekurangan zat gizi. Jadwal makan standar untuk penderita
diabetes melitus yaitu:

Tabel 2.4 Jadwal Makan Penderita Diabetes Melitus


Jenis Makanan Waktu Total Kalori

Makan pagi 07:00 20%


Selingan 10:00 10%
Makan siang 13:00 30%
Selingan 16:00 10%
Makan sore/malam 19:00 20%
Selingan 21:00 10%
Sumber: Waspadji, 2008.
Tabel 2.5 Contoh menu diet diabetes melitus 1500 kalori
33

Pagi : - Nasi/
(pkl. 06.00-07.00) - Roti tawar 70 gram 2 iris
- Telur dadar 50 gram 1 butir
- Selada+tomat+mentimun Sekehendak
- Susu rendah lemak 20 gram 4 sdm

Pukul 10.00 : - Jus melon 190 gram 1 ptg bsr

Siang : - Nasi 200 gram 11/2 gls


(pkl. 12.00-13.00) - Pepes ikan 40 gram 1 ptg sdg
- Tempe goreng 50 gram 2 ptg sdg
- Sayur asem 100 gram 1 gls
- Jeruk 110 gram 2 bh bsr
Pukul 16.00 : - Pisang rebus 50 gram 1 bh

Malam : - Nasi 100 gram ¾ gls


(pkl. 18.00-19.00) - Ungkep/opor ayam 40 gram 1 ptg sdg
- Parkedel tahu kukus 110 gram 1 biji bsr
- Tumis sayuran 100 gram 1 gls
- Pepaya 100 gram 1 ptg sdg

Pukul 21.00 : - Apel 85 gram 1 bh

Sumber: Kariadi, 2009.


2.5.4.3 Jenis makanan yang harus diperhatikan
Penderita diabetes melitus harus mengetahui dan memahami
jenis makanan apa yang boleh dimakan secara bebas dan makanan yang
mana harus dibatasi. Komposisi makanan yang dianjurkan (Perkeni,
2015) yaitu:
1) Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan
energi. Terutama karbohidrat yang berserat tinggi. Pembatasan
karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan. Glukosa dalam
bumbu diperbolehkan sehingga

penyandang diabetes dapat makan sama dengan makanan keluarga


yang lain. Sukrosa tidak boleh lebih dari 5% total asupan energi.
Pemanis alternatif dapat digunakan sebagai pengganti glukosa, asal
tidak melebihi batas aman konsumsi harian (Accepted Daily
Intake/ADI). Dianjurkan makan tiga kali sehari dan bilaperlu dapat
34

diberikan makanan selingan seperti buah atau makanan lain sebagai


bagian dari kebutuhan kalori sehari.
2) Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori
dan tidak diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.
Komposisi yang dianjurkan lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori
lemak tidak jenuh ganda < 10%. Selebihnya dari lemak tidak jenuh
tunggal. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah yang banyak
mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain: daging
berlemak dan susu fullcream. Konsumsi kolesterol dianjurkan < 200
mg/hari.
3) Protein
Kebutuhan protein sebesar 10-20% total asupan energi.
Sumber protein yang baik adalah ikan, udang, cumi, daging tanpa
lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-
kacangan, tahu dan tempe.
4) Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes melitus
sama dengan orang sehat yaitu < 2300 mg perhari. Penyandang
diabetes melitus yang juga menderita hipertensi perlu dilakukan
pengurangan natrium secara individual. Sumber natrium antara lain
adalah garam dapur, vetsin, soda dan bahan pengawet seperti natrium
benzoat dan natrium nitrit.
5) Serat
Penyandang diabetes melitus dianjurkan mengonsumsi serat
dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat
yang tinggi serat. Anjuran konsumsi serat adalah 20-35 gram/hari
yang berasal dari berbagai sumber bahan makanan.
6) Pemanis alternatif
Pemanis alternatif aman digunakan sepanjang tidak melebihi
batas aman (Accepted Daily Intake/ADI). Pemanis alternatif
dikelompokkan menjadi
35

pemanis berkalori dan pemanis tak berkalori. Pemanis berkalori


perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari
kebutuhan kalori, seperti glukosa alkohol dan fruktosa. Fruktosa tidak
dianjurkan digunakan padapenyandang diabetes melitus karena dapat
meningkatkan kadar LDL, namun tidak ada alasan menghindari
makanan seperti buah dan sayuran yang mengandung fruktosa alami.

2.4.5 Bahan Makanan Yang Dianjurkan


Menurut Jauhari (2015) bahan makanan yang dianjurkan untuk diet
diabetesmelitus yaitu:
1) Sumber karbohidrat kompleks, seperti nasi, roti, mie, kentang,
singkong, ubi dan sagu.
2) Sumber protein rendah lemak, seperti ikan, ayam tanpa kulit, susu
rendah lemak, tempe, tahu dan kacang-kacangan.
3) Sumber lemak dalam jumlah terbatas yaitu bentuk makanan yang
mudah dicerna. Makanan terutama diolah dengan cara dipanggang,
dikukus, disetup, direbus dan dibakar.

2.4.6 Bahan Makanan Yang Tidak Dianjurkan (Dibatasi/Dihindari)


Bahan makanan yang tidak dianjurkan (dibatasi/dihindari) untuk
diet diabetes melitus (Jauhari, 2015) yaitu:
1) Mengandung banyak gula sederhana, seperti:
(1) Gula pasir, gula jawa.
(2) Sirup, jambu, jeli, buah-buahan yang diawetkan dengan gula,
susu kentalmanis, minuman botol ringan dan es krim.
(3) Kue-kue manis, dodol, cake dan tarcis.
2) Mengandung banyak lemak, seperti: cake, makan siap saji (fast
food), goreng-gorengan.
3) Mengandung banyak natrium, seperti: ikan asin, telur asin,
makanan yangdiawetkan.
36

2.4.7 Pengaturan Makanan Pada Diabetes Melitus


Menurut Mariyani (2012) pengaturan makanan pada diabetes
melitus meliputi:
1) Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe 1
Waktu pemberian makanan untuk penderita yang mendapat
insulin jenis intermediate atau long acting harus disesuaikan dengan
waktu saat insulinbekerja. Bila makanan terlambat diberikan maka
saat insulin bekerja, tidak ada makanan atau makanan kurang dari
seharusnya sehingga terjadi hipoglikemia (kadar gula darah kurang
dari normal). Sebaliknya bila makanan terlalu banyak tidak sesuai
dengan jumlah insulin yang diberikan, maka akan terjadi
hiperglikemia (kadar gula darah lebih dari normal).
Seringkali menu makanan yang tepat dan waktu makan yang
teratur dapat mencegah masalah tersebut. Untuk mengurangi resiko
terjadinya kardiovaskuler, makanan untuk semua penderita diabetes
harus mempunyai kandungan lemak yang rendah. Kandungan lemak
tidak boleh lebih dari 30% dari total energi dengan perbandingan
antara asam lemak jenuh dan tak jenuh 1:1 dan kandungan kolesterol
kurang dari 350 mg/hari.
Penderita diabetes melitus tipe 1 dianjurkan untuk
mengkonsumsi seratdalam jumlah yang cukup. Serat dalam jumlah
cukup akan menurunkan kecepatan absorpsi karbohidrat serta
menurunkan kadar lipid dalam serum sehingga dapat menekan
kenaikan kadar gula darah setelah makan. Selain itu juga dapat
menekan kenaikan kadar kolesterol yang diekskresikan ke dalam
usus dari empedu.
2) Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe 2
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 pengaturan makanan
merupakanhal yang sangat penting. Bila hasil pengaturan makanan
tidak sesuai dengan yang diharapkan diperlukan obat-obat
hipoglikemia OAD (oral anti-diabetic) atau insulin. Mayoritas
penderita diabetes melitus tipe 2 mengalami obesitas, oleh karena itu
37

tujuan utama dari pengaturan makanan adalah menurunkan berat


badan ke berat badan ideal. Untuk itu penderita diberi diet rendah
kalori atau rendah energi. Dengan diet rendah kalori pada umumnya
keadaan hiperglikemia dapat diperbaiki.

Pada beberapa penderita pengurangan jumlah total energi


waktu puasa dapat menormalkan kadar glukosa. Penderita diabetes
melitus tipe 2 yang kurus tidak memerlukan pembatasan jumlah
energi yang ketat. Akan tetapi, semua penderita diabetes melitus tipe
2 harus mengurangi lemak dan kolesterol sertameningkatkan rasio
asam lemak tak jenuh dengan asam lemak jenuh.
2.5 Penelitian Terkait
2.5.1 Hubungan Antara Penanganan Diabetes Melitus: Edukasi dan Diet terhadap Komplikasi Pasien DM Tipe II

Tabel 2.6 Hubungan Antara Penanganan Diabetes Melitus: Edukasi dan Diet terhadap Komplikasi Pasien DM Tipe II Di Poliklinik RSUP
dr. Hasan Sadikin Bandung
Desain Penelitian dan Uji
Populasi Penelitian Hasil Penelitian Statistik yang digunakan

Populasi dalam penelitian ini adalah Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan Penelitian ini merupakan penelitian
pasien rawat jalan diabetes melitus di antara edukasi mengenai DM dengan komplikasi didapatkan nilai p deskriptif korelasi dengan desain
Poliklinik RSUP dr. Hasan Sadikin value (0,041) dengan α (5%) dan untuk hubungan antara kepatuhan retrospektif. Analisa data diolah
Bandung. Populasi sebanyak 95 orang diet DM dengan kejadian komplikasi mendapatkan hubungan yang menggunakan uji Chi-Square Test.
dengan sampel sebanyak 50 orang. signifikan dengan didapatkan nilai p value (0,020) dengan α (5%).
Untuk itu disarankan khususnya kepada responden agar ikut serta
jika ada penyuluhan yang diberikan oleh tenaga kesehatan serta patuh
terhadap pilar penanganan DM khususnya Diet DM yang dianjurkan
oleh tenaga kesehatan.

38
39

2.6 Kerangka Konsep


Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan
antara konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penilaian yang akan
dilakukan (Notoatmodjo, 2010). Kerangka konsep dalam penelitian ini yaitu:
Faktor Mempengaruhi Pengetahuan: Faktor Mempengaruhi Kepatuhan:
1. Internal 1. Pengetahuan
a. Umur
2. Sikap
b. Pendidikan
3. Kemampuan
c. Pekerjaan
4. Motivasi
d. Minat
5. Komunitas
2. Eksternal
6. Pekerjaan
a. Lingkungan
7. Lingkungan
b. Sosial budaya dan ekonomi

Pengetahuan Diet Diabetes Melitus: Kepatuhan Diet Diabetes Melitus:


1. Pengertian diet diabetes melitus 1. Kepatuhan meng mengontrol jumlah
2. Prinsip diet diabetes melitus makanan yaitu porsi makanan yang
3. Tujuan diet diabetes melitus dikonsumsi oleh pasien diabetes
melitus.
4. Syarat diet diabetes melitus
2. Kepatuhan mengontrol jadwal makan
5. Pengaturan diet diabetes melitussecara yaitu waktu makan yang tetap bagi
umum pasien diabetes melitus yaitu 3x
6. Kebutuhan kalori makanan pokok, 2-3x selingan dalam
7. Faktor-faktor penentu kebutuhanenergi interval 3 jam.
8. Pengaturan makanan pada 3. Kepatuhan mengontrol jenis makanan
diabetes melitus tipe 1 yaitu macam makanan yang
9. Pengaturan makanan pada diperbolehkan untuk dikonsumsi
diabetes melitus tipe 2 pasien diabetes melitus.

Kategori : Kategori :
1. Baik : 76-100% 1. Sangat patuh : 76-100%
2. Cukup : 56-75% 2. Patuh : 56-75%
3. Kurang : <56% 3. Tidak patuh : 26-55%
4. Sangat tidak patuh : <26%

Keterangan:

: Diteliti : Berhubungan
: Berpengaruh : Tidak dilakukan penelitian

Gambar 2.3 Kerangka Konsep Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan


Pasien Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat
Inap RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya.
40

2.7 Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata hipo (lemah) dan tesis (pernyataan) yaitu
suatu pernyataan yang masih lemah membutuhkan pembuktian untuk
menegaskan apakah hipotesis tersebut dapat diterima atau harus ditolak
berdasarkan fakta atau data empiris yang telah dikumpulkan dalam penelitian
(Hidayat, 2014).
Hipotesis merupakan proposisi keilmuan yang dilandasi oleh kerangka
konsep penelitian dan merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang
dihadapi, yang dapat diuji kebenarannya berdasarkan fakta empiris. Hipotesis
yang digunakan adalah H0 dan H1. Menurut Nursalam (2017) beberapa tipe
hipotesis dalam penelitian salah satunyayaitu:
1) Hipotesis Nol (H0) adalah hipotesis yang digunakan untuk pengukuran
statistik dan interpretasi hasil statistik. Hipotesis nol dapat sederhana atau
kompleks dan bersifatsebab atau akibat.
2) Hipotesis Alternatif (H1) adalah hipotesis penelitian. Hipotesis ini
menyatakan adanya suatu hubungan, pengaruh dan perbedaan antar dua atau
lebih variabel.
3) Hipotesis yang diajukan akan dilakukan perhitungan uji statistik untuk
memutuskan apakah hipotesis ditolak atau gagal ditolak. Ketentuan uji
statistik yang berlaku adalah sebagai berikut:
(1) Bila nilai p value ≤ alpha 0,05 maka keputusannya adalah H0 ditolak
dan H1 diterima artinya ada pengaruh antara variabel independen dan
dependen.
(2) Bila nilai p value ≥ alpha 0,05 maka keputusannya adalah H0 diterima
dan H1 ditolak artinya tidak ada pengaruh antara variabel independen
dan variabel dependen.
(3) Di mana nilai alpha adalah batas maksimal kesalahan yang dijadikan
patokan oleh peneliti dan nilai p (p-value) adalah nilai kesalahan yang
didapat peneliti dari hasil perhitungan statistik (hasil uji statistik).
Hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ada Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam
Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran ilmu
pengetahuan atau pencegahan suatu masalah yang pada dasarnya menggunakan
ilmiah (Notoadmodjo, 2012). Desain penelitian adalah suatu strategi penelitian
dalam mengidentifikasi permasalahan sebelum perencanaan akhir pengumpulan
data dan digunakan untuk mengidentifikasikan struktur penelitian yang akan
dilaksanakan (Nursalam, 2017). Desain penelitian merupakan hasil akhir dari suatu
tahap keputusan yang dibuat dalam penelitian yang berhubungan dengan
bagaimana suatu penelitian bisa diterapkan.
Penelitian ini menggunakan desain korelasional, yaitu mengkaji hubungan
antara variabel. Peneliti dapat mencari, menjelaskan suatu hubungan,
memperkirakan dan menguji berdasarkan teori yang ada. Penelitian korelasional
bertujuan untuk mengungkapkan hubungan korelatif antarvariabel. Hubungan
korelatif mengacu pada kecenderungan bahwa variasi suatu variabel diikuti oleh
variasi variabel lain. Dengan demikian pada desain penelitian korelasional peneliti
melibatkan minimal dua variabel (Nursalam, 2017).
Dilihat dari cara pengumpulan dan pengolahan data, maka penelitian dan
pembahasannya menggunakan rancangan cross sectional (hubungan dan asosiasi).
Penelitian cross sectional merupakan suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
kolerasi antara variabel independen dan dependen yang diukur sekaligus dalam
waktu yang sama. Rancangan penelitian ini dilakukan pengukuran atau pengamatan
pada saat bersamaan atau sekali waktu (Hidayat, 2011). Dalam penelitian ini
peneliti ingin mengetahui Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien
Diabetes Melitus Tipe 2 Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

41
42

3.2 Kerangka Kerja


Kerangka kerja merupakan tahap yang penting dalam suatu penelitian yaitu
menyusun kerangka konsep. Konsep adalah abstraksi dari suatu realitas agar dapat
dikomunikasikan dan membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan antar
variabel baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti.
Kerangka kerja merupakan bagan kerja rancangan kegiatan penelitian yang
akan dilakukan. Kerangka kerja meliputi populasi, sampel, teknik sampling
penelitian, teknik pengumpulan data dan analisa data (Hidayat, 2011). Pada
penelitian ini kerangka kerjanya meliputi bagan rancangan kegiatan penelitian yang
dilakukan, meliputi penetapan populasi dan sampel penelitian, teknik sampling,
desain penelitian, jenis instrumen, pengolahan data (editing, coding, scoring dan
tabulating), uji statistik, perumusan hipotesis dan kesimpulan. Adapun kerangka
kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
43

Populasi
Semua pasien yang menderita penyakit diabetes melitus di Ruang Rawat Inap (Ruang
Anggrek dan Ruang Aster) RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya (∑50 pasien)

Teknik Sampling
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah
purposive sampling

Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua pasien diabetes melitus yang dirawat di
Ruang Rawat Inap (Ruang Anggrek dan Ruang Aster ) RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya yang memenuhi kriteria inklusi.

Informed Consent

Variabel Independen: Variabel Dependen:


1) Pengetahuan pasien tentang diet Kepatuhan pasien dalam
diabetes melitus. menjalankan diet diabetes melitus.

Kuesioner

Pengolahan Data
Editing, Coding, Scoring, Tabulating

Uji Statistik
Dengan Teknik Analisa Univariat dan Bivariat (Uji Rank Spearman)

Hipotesis H1/H0
H1 Diterima atau ditolak

Penyajian, Hasil

Kesimpulan
Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien
Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
44

3.3 Identifikasi Variabel


Identifikasi variabel merupakan bagian penelitian dengan cara menentukan
variabel-variabel yang ada dalam penelitian. Variabel adalah perilaku atau
karakteristik yang memberikan nilai beda terhadap sesuatu seperti benda, manusia
dan lainnya. Variabel juga merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang
didefinisikan sebagai suatu penelitian bersifat konkret dan secara langsung dapat
diukur. Sesuatu yang konkret tersebut bisa diartikan sebagai suatu variabel dalam
penelitian (Nursalam, 2017). Berdasarkan hubungan fungsional ataupun perannya
variabel dibedakan menjadi dua yaitu:

3.3.1 Variabel Independen (Variabel Bebas)


Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan
atau timbulnya variabel dependen (terikat). Variabel ini juga dikenal dengan nama
variabel bebas artinya bebas dalam mempengaruhi variabel lain, variabel ini punya
nama lain seperti variabel prediktor, risiko atau kausa (Hidayat, 2011). Variabel
independen (bebas) adalah variabel yang mempengaruhi atau nilainya menentukan
variabel lain. Variabel bebas biasanya dimanipulasi terhadap variabel lain. Dalam
ilmu keperawatan variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi
keperawatan yang diberikan kepada pasien untuk mempengaruhi tingkah laku
pasien (Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini variabel independennya adalah
Pengetahuan pasien tentang diet diabetes melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

3.3.2 Variabel Dependen (Variabel Terikat)


Variabel dependen (terikat) adalah variabel yang dipengaruhi nilainya dan
ditentukan oleh variabel lain. Variabel respon akan muncul sebagai akibat dari
manipulasi variabel-variabel lain. Variabel terikat adalah faktor yang diamati dan
diukur untuk menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel bebas
(Nursalam, 2017). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependennya adalah
kepatuhan pasien dalam menjalankan diet diabetes melitus di Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
45

3.4 Definisi Operasional


Definisi operasional adalah definisi berdasarkan karakteristik yang diamati
dari sesuatu yang didefinisikan tersebut. Karakteristik yang dapat diamati (diukur)
itulah yang merupakan kunci definisi operasional. Dapat diamati artinya
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat
terhadap suatu objek atau fenomena yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang
lain (Nursalam, 2017).
Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional
berdasarkan karakteristik yang diamati, memungkinkan peneliti untuk melakukan
observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena.
Defenisi operasional ditentukan berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran
dalam penelitian. Sedangkan cara pengukuran merupakan cara dimana variabel
dapat diukur dan ditentukan karakteristiknya (Hidayat, 2011). Definisi operasional
pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1: Definisi Operasional Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam Menjalankan Diet Diabetes Melitus Di
Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
Variabel Definisi Operasional Parameter Alat Ukur Skala Skor

Variabel independen Segala sesuatu yang Pemahaman pasien tentang Kuesioner Ordinal Nilai:
1) Pengetahuan pasien dipahami pasien tentang pentingnya diet diabetes Benar = 1
tentang diet diabetes diet diabetes melitus. melitus: Salah = 0
melitus 1) Pengertian diet diabetes
melitus Penilaian:
2) Prinsip diet diabetes Sp
melitus N= x 100%
3) Tujuan diet diabetes Sm
melitus
4) Syarat diet diabetes Keterangan:
melitus N : Nilai
5) Pengaturan diet diabetes Sp : Skor yang didapat
melitus secara umum Sm : Skor tertinggi maksimal
6) Kebutuhan kalori
7) Faktor-faktor penentu Kategori:
kebutuhan energi 1. Baik, jika nilai : 76-100%
8) Pengaturan makanan 2. Cukup, jika nilai : 56-75%
pada diabetes melitus 3. Kurang, jika nilai : < 56%
tipe 1
9) Pengaturan makanan
pada diabetes melitus
tipe 2

46
Variabel dependen Ketaatan yang dilakukan Kepatuhan pasien dalam Kuesioner Ordinal Skor:
2) Kepatuhan pasien dalam pasien dalam menjalankan diet diabetes Ya 1
menjalankan diet pelaksanaan diet diabetes melitus: Tidak 0
diabetes melitus. melitus 1) Kepatuhan mengontrol
jumlah makanan yaitu
Penilaian:
porsi makanan yang
dikonsumsi oleh pasien P = 𝑥 x 100 %
diabetes melitus. 𝑛
2) Kepatuhan mengontrol Keterangan:
jadwal makan yaitu P : Total
waktu makan yang tetap
x : Nilai yang didapat
bagi pasien diabetes n : Jumlah pernyataan
melitus yaitu 3x makanan
pokok, 2-3x selingan
dalam interval 3 jam. Kategori:
3) Kepatuhan mengontrol 1) Sangat patuh : 76%-100%
jenis makanan yaitu 2) Patuh : 56%-75%
macam makanan yang 3) Tidak patuh : 26%-55%
diperbolehkan untuk 4) Sangat tidak patuh : < 26%
dikonsumsi pasien
diabetes melitus

47
48

3.5 Populasi dan Sampel


3.5.1 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek atau objek dengan karakteristik yang
akan diteliti. Bukan hanya objek atau subjek yang diteliti dan dipelajari, tetapi
seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subjek atau objek tersebut
(Hidayat, 2011). Populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang telah
ditetapkan (Nursalam, 2017). Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien
yang menderita diabetes melitus di Ruang Rawat Inap ( Ruang Anggrek dan Ruang
Aster ) RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3.5.1.1 Populasi target
Populasi target adalah populasi yang memenuhi kriteria sampling dan
menjadi sasaran akhir penelitian. Populasi target bersifat umum dan biasanya pada
penelitian klinis dibatasi oleh karakteristik demografis seperti jenis kelamin atau
usia (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini populasi targetnya adalah pasien yang
didiagnosa mengalami diabetes melitus yang dirawat di Ruang rawat Inap (Ruang
Anggrek dan Ruang Aster ) RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3.5.1.2 Populasi terjangkau (accessible population)
Populasi terjangkau adalah populasi yang memenuhi kriteria penelitian
dan biasanya dapat dijangkau oleh peneliti dari kelompoknya. Peneliti biasanya
menjadi sampel pada populasi target tersebut dan diharapkan dapat dipergunakan
untuk mewakili kelompok populasi (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini populasi
terjangkaunya adalah pasien yang menjalani terapi pengobatan diabetes melitus
yang dirawat di Ruang rawat Inap (Ruang Anggrek dan ruang Aster) RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya.

3.5.2 Sampel
Sampel terdiri atas bagian populasi terjangkau yang dapat dipergunakan
sebagai subjek penelitian melalui sampling, sampel harus cukup banyak dan dapat
mewakili populasi yang ada. Semakin besar sampel yang dipergunakan semakin
baik dan mewakili hasil yang akan diperoleh sehingga mengurangi angka kesalahan
(Nursalam, 2017).
49

Jika kita akan meneliti sebagian dari populasi, maka penelitian tersebut
disebut penelitian sampel. Sampel merupakan sebagian dari populasi yang akan
diteliti. Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah
dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Arikunto, 2014). Teknik sampling
merupakan cara yang ditempuh dalam pengambilan sampel, agar memperoleh
sampel yang sesuai dengan keseluruhan subjek penelitian. Pada penelitian ini
sampel yang diambil adalah pasien yang menderita diabetes melitus di Ruang
Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
3.5.2.1 Kriteria sampel
Penentuan kriteria sampel sangat membantu peneliti untuk mengurangi
bias hasil penelitian, khususnya jika terdapat variabel-variabel kontrol ternyata
mempunyai pengaruh terhadap variabel yang diteliti (Nursalam, 2017). Kriteria
sampel dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria umum subjek penelitian dari suatu populasi
target yang terjangkau dan akan diteliti. Pertimbangan ilmiah harus menjadi
pedoman saat menentukan kriteria inklusi (Nursalam, 2017). Kriteria inklusi pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Pasien yang positif didiagnosa menderita diabetes melitus.
(2) Pasien diabetes melitus yang dirawat di Ruang Rawat Inap (Ruang Anggrek dan
Ruang Aster) RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
(3) Pasien dengan kesadaran baik.
(4) Pasien yang kooperatif.
(5) Pasien yang bersedia menjadi responden.
(6) Ada dilokasi penelitian pada saat pengumpulan data.
(7) Bersedia mengisi inform consent.

2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek dari
penelitian karena berbagai sebab dengan atau kata lain tidak layak untuk diteliti
atau tidak memenuhi kriteria inkulsi pada saat penelitian berlangsung penyebabnya
antara lain adanya hambatan etis, menolak menjadi responden atau berada pada
50

suatu keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian (Nursalam,


2017). Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
(1) Pasien diabetes melitus dengan komplikasi.
(2) Pasien yang tidak mampu berkomunikasi dengan baik.

3.5.3 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili populasi (Nursalam, 2017).
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat
mewakili dari populasi. Teknik sampling, merupakan cara-cara yang ditempuh
dalam pengambilan sampel, agar memperoleh sampel yang benar benar sesuai
dengan keseluruhan subjek penelitian (Nursalam, 2020). Dalam penelitian ini
Teknik sampling yang di gunakan adalah menggunakan consecutive sampling yang

menetapkan subjek yang memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam


penelitian sampai kurun waktu tertentu.

3.5.4 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan pada tahun 2022 yang diawali dengan survei
pendahuluan, penyusunan Skripsi, pengumpulan data, pengolahan hasil dan
penulisan laporan penelitian. Pengumpulan data survei pendahuluan dilakukan pada
bulan September 2022. Tempat penelitian dilaksanakan pada pasien diabetes
melitus di Ruang Rawat Inap (Ruang Anggrek dan Ruang Aster) RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

3.6 Pengumpulan Data dan Analisa Data


3.6.1 Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek danproses
pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2017). Pengumpulan data merupakan kegiatan penelitian untuk
melakukan pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian. Sebelum
melakukan pengumpulan data sebaiknya dilihat alat ukur pengumpulan data
tersebut (Hidayat, 2008).
51

3.6.1.1 Prosedur pengumpulan data


Proses pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek
dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu
penelitian. Langkah dalam pengumpulan data bergantung pada rancangan
penelitian dan teknik instrumen yang digunakan. Selama proses pengumpulan data,
peneliti memfokuskan pada penyediaan subjek, melatih tenaga pengumpulan data
(jika diperlukan), memperhatikan prinsip validitas dan reliabilitas serta
menyelesaikan masalah yang terjadi agar data dapat terkumpul sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan (Nursalam, 2017).
Tahap-tahap melakukan pengumpulan data adalah:
1) Tahap persiapan
(1) Persiapan materi dan konsep yang mendukung jalannya penelitian.
(2) Studi pendahuluan untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam
penelitian.
(3) Menyusun skripsi penelitian dan konsultasi dengan dosen pembimbing.
(4) Melaksanakan ujian penelitian skripsi.
(5) Melakukan revisi penelitian skripsi yang dikonsultasikan kepada
pembimbing sebelum melakukan penelitian.
(6) Mengurus perijinan dengan instansi terkait supaya mendapatkan ijin
pelaksanaan penelitian.
2) Tahap pelaksanaan
(1) Mengumpulkan data primer dan data sekunder dari sampel penelitian.
(2) Melakukan informed consent kepada pasien dan keluarga untuk
memberikan informasi dan memberikan persetujuan menjadi responden.
(3) Melakukan wawancara dengan responden.
(4) Melakukan pengecekan data.
(5) Mengolah dan menganalisis data.
(6) Membuat laporan hasil penelitian.
(7) Seminar hasil penelitian.
(8) Pengumpulan skripsi.
Langkah-langkah dalam pengumpulan data pada penelitian ini sebagai berikut:
(1) Persiapan instrumen
Pada tahap ini peneliti mempersiapkan instrumen yang digunakan pada saat
52

pengumpulan data berupa informed consent untuk menjadi responden.


(2) Persiapan administrasi
Tahap ini peneliti mengurus perijinan tempat penelitian dengan mengajukan
permohonan ijin penelitian dari Ketua STIKes Eka Harap Palangka Raya yang
ditunjukkan ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
(3) Tahap pelaksanaan
Tahap ini peneliti melakukan pengumpulan data dengan tahap memilih
responden sesuai kriteria inklusi, memberikan informasi kepada responden
dengan jelas, meminta persetujuan pasien menjadi responden, menentukan
responden dan melakukan kontrak penelitian.

3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data


Instrumen atau alat ukur adalah alat atau fasilitas yang digunakan dalam
mengumpulkan data penelitian agar lebih mudah dan hasilnya lebih baik dalam arti
cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah diolah. Variasi instrumen
penelitian adalah angket, checklist atau daftar centang, pedoman wawancara dan
pedoman pengamatan (Sujawerni, 2014). Instrumen dibuat dalam suatu penelitian
bila peneliti telah menentukan kerangka konsep dan menyusun berbagai
variabelnya. Pada penyusunan instrumen penelitian tahap awal perlu dituliskan
data-data tentang karakteristik responden seperti umur, pendidikan, pekerjaan dan
data demografi lainnya (Nursalam, 2017). Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berupa kuesioner dan observasi.
3.6.2.1 Kuesioner
Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada para
responden untuk dijawab. Kuesioner merupakan instrumen pengumpulan data yang
efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang
bisa diharapkan dari para responden (Sujarweni, 2014).
Pada penelitian ini peneliti menggunakan angket atau kuesioner
Pengetahuan yang diapodsi dari penelitian Venna (2018), terdiri dari 30 pertanyaan.
Pengertian diet diabetes melitus pada soal nomor 1-2. Prinsip diet diabetes melitus
pada soal nomor 3-4. Tujuan diet diabetes melitus pada soal nomor 5-6. Syarat diet
diabetes melitus pada soal nomor 7-13. Pengaturan diet diabetes melitus secara umu
53

pada soal nomor 14-18. Kebutuhan kalori pada soal nomor 19-20. Faktor-faktor
penentu kebutuhan energi pada soal nomor 21-24. Pengaturan makanan pada diabetes
melitus tipe 1 pada soal nomor 25-27. Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe
2 pada soal nomor 28-30. 30 pertanyaan sudah diuji valid dan reabilitas. Pengujian
dilakukan di Ruang Marwah Rumah Sakit Islam Pelayanan Kesehatan Umat
Muhammadiyah Palangka Raya, dengan sasaran 10 paseien dengan diagnosa
diabetes melitus.
Kemudian untuk kuesioner kepatuhan, diadopsi dari penelitian Rista Nur
Kumala (2018), terdiri dari 10 permyataan. Untuk kategori patuh mengontrol jumlah
dan porsi makanan terdapat pada penyataan 1-2. Untuk kategori patuh mengontrol
jadwal makan terdapat pada penyataan 3-6. Untuk kategori patuh mengontrol jenis
makanan terdapat pada penyataan 7-10. 10 pernyataan sudah diuji valid dan
reabilitas, diambil dari jurnal tentang kepatuhan diet pada pasien diabetes melitus.

3.6.3 Analisa Data


Analisa data merupakan bagian yang sangat penting untuk mencapai tujuan
pokok penelitian, yaitu menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang
mengungkap fenomena (Nursalam, 2017). Analisa data dapat dibagi dalam analisa
univariat dan analisa bivariat.
3.6.3.1 Analisa univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan
karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2012). Bentuk analisis
univariat tergantung dari jenis datanya. Analisis data disajikan dalam bentuk tabel,
distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik. Analisis univariat adalah
analisa yang dilakukan untuk menganalisis tiap variabel dari hasi penelitian.
Analisa univariat berfungsi untuk meringkas kumpulan data hasil pengukuran

sedemikian rupa sehingga kumpulan data tersebut berubah menjadi informasi yang
berguna dan pengelolaan datanya hanya satu variabel saja, sehingga dinamakan
univariat (Sujarweni, 2014).
Analisa univariat terdiri dari data umum meliputi data demografi
responden yaitu nama (inisial), jenis kelamin, umur, pendidikan terakhir, lama
menderita diabetes melitus dan berdasarkan pernah atau tidak mendapatakan
54

sumber informasi tentang diet diabetes melitus. Sedangkan data khususnya adalah
data yang dikumpulkan langsung dari responden meliputi tingkat pengetahuan
pasien tentang diet diabetes melitus, perilaku pasien dalam menjalankan diet
diabetes melitus dan kepatuhan pasien dalam menjalankan diet diabetes melitus.
3.6.3.2 Analisa bivariat
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk mengetahui
kemungkinan adanya hubungan atau korelasi dari dua variabel (Notoatdmojo,
2012). Analisa bivariat adalah analisa data untuk menganalisis dua variabel.
Analisis jenis ini sering digunakan untuk mencari hubungan atau pengaruh x dan
y antara variabel satu dengan yang lainnya. Pada penelitian ini peneliti mencari
hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien diabetes melitus dalam
menjalankan diet.

3.7 Pengolahan Data


Dalam melakukan analisis, data terlebih dahulu harus diolah dengan tujuan
mengubah data menjadi informasi. Dalam statistik informasi yang diperoleh
dipergunakan untuk proses pengambilan keputusan terutama dalam pengujian
hipotesis. Dalam proses pengolahan data terdapat langkah-langkah yang harus
ditempuh meliputi (Hidayat, 2008):

3.7.1 Seleksi Data (Editing)


Proses pemeriksaan data di lapangan sehingga dapat menghasilkan data
yang akurat untuk pengelolaan data selanjutnya kegiatan yang dilakukan adalah
memeriksa apakah semua pertanyaan penelitian sudah dijawab dan jawaban yang
tertulis dapat dibaca secara konsisten. Proses editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

3.7.2 Pemberian Kode (Coding)


Data yang sudah terkumpul diberi kode pada setiap lembar jawaban untuk
memudahkan analisis. Pemberian kode pada setiap jawaban sangat penting artinya
jika pengolahan dilakukan dengan komputer. Pemberian kode dilakukan oleh
peneliti dengan menuliskan pada kolom disamping jawaban yang telah diisi
responden. Kode yang digunakan berupa angka yang selanjutnya akan diproses
55

dengan komputer (Hidayat, 2008). Pemberian kode dalam penelitian ini adalah:
3.7.2.1 Data umum (data demografi)
1) Kode responden
(1) R1,R2,R3…..dan seterusnya (untuk kode responden)
(2) P1,P2,P3… .. dan seterusnya (untuk kode kuesioner pengetahuan)
(3) K1,K2,K3….dan seterusnya (untuk kode observasi kepatuhan)
2) Jenis kelamin
(1) Laki-laki :1
(2) Perempuan :2
3) Umur
(1) 26-35 tahun :1
(2) 36-45 tahun :2
(3) 46-55 tahun :3
(4) 56-64 tahun :4
(5) 65 tahun ke atas :5
4) Pendidikan terakhir
(1) Tidak sekolah :1
(2) SD :2
(3) SMP :3
(4) SMA :4
(5) DIII/Perguruan Tinggi/Sederajat :5
5) Apakah pernah mendapat informasi tentang diet diabetes melitus?
a. Tidak pernah 1
b. Pernah 2
6) Jika pernah, sumber informasi yang didapat dari mana?
a. Media cetak/elektronik 1
b. Keluarga/tetangga 2
c. Petugas kesehatan 3
3.7.2.2 Data khusus
1) Kuesioner tingkat pengetahuan tentang diet diabetes melitus
(1) Jika benar nilai 1
(2) Jika salah nilai 0
56

2) Kriteria tingkat pengetahuan


(1) Kurang 1
(2) Cukup 2
(3) Baik 3
3) Kriteria kepatuhan
(1) Sangat tidak patuh 1
(2) Tidak patuh 2
(3) Patuh 3
(4) Sangat patuh 4

3.7.3 Menentukan Skor (Scoring)


Scoring adalah memberikan skor terhadap semua item yang telah diisi
responden. Kegiatan pemberian skor dilakukan pada setiap lembar kuesioner sesuai
dengan skor pada definisi operasional (Arikunto, 2014). Scoring adalah
menentukan skor atau nilai untuk setiap item pertanyaan, untuk menentukan nilai
terendah dan tertinggi, menetapkan jumlah kuesioner dan bobot masing-masing
kuesioner (Nursalam, 2017). Dengan rincian kriteria sebagai berikut:
3.7.3.1 Tingkat pengetahuan
1) Bila jawaban responden “benar” maka nilainya 1
2) Bila jawaban responden “salah” maka nilainya 0
Skala jawaban terkumpul kemudian dianalisa dengan persentase
menggunakan rumus:
Sp
N= x 100%
Sm
Keterangan:
N : nilai
Sp : skor yang didapat
Sm : skor tertinggi maksimun
Selanjutnya presentase jawaban sebagai berikut:
1) Baik, jika nilai : 76-100%
2) Cukup, jika nilai : 56-75%
3) Kurang, jika nilai : < 56%
3.7.3.2 Kepatuhan
57

1) Bila jawaban yang diobservasi “ya” maka nilainya 1


2) Bila jawaban yang diobservasi “tidak” maka nilainya 0

Skala jawaban terkumpul, kemudian dianalisa dengan persentase


menggunakan rumus:

P = 𝑥 x 100 %

Keterangan:
P : total
x : nilai yang didapat
n : jumlah pernyataan
Selanjutnya presentase jawaban sebagai berikut:
1) Sangat patuh : 76%-100%
2) Patuh : 56%-75%
3) Tidak patuh : 26%-55%
4) Sangat tidak patuh : < 26%
3.7.4 Pengelompokkan Data (Tabulating)
Tabulasi data adalah proses penyusunan data ke dalam bentuk tabel, pada
tahap ini dianggap telah selesai diproses sehingga harus segera disusun ke dalam
bentuk format yang telah dirancang. Membuat tabulasi data dengan memasukkan
data ke dalam tabel, mengatur semua angka sehingga dapat dihitung dalam berbagai
kategori. Tabulasi data dilakukan setelah proses editing dan scoring selesai.

3.8 Uji Statistik


Uji statistik digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya hubungan
antara dua variabel yang berskala ordinal. Uji statistik yang digunakan adalah
Spearman Rank. Nilai korelasi ini disimbolkan dengan Rho. Analisis dilakukan
dengan menggunakan perangkat lunak komputer dengan uji statistik metode
Spearman Rank (Rho) dengan menggunakan tingkat kemaknaan 5% atau nilai alpha
0,05 (5%) dimana kriteria pengujiannya adalah sebagai berikut:
1) Bila p value ≤ alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik ada
hubungan yang bermakna.
2) Bila p value > alpha (0,05%) maka hubungan tersebut secara statistik tidak
58

mempunyai hubungan yang bermakna.


3) SPSS statistik (Statistic Product and Service Solution) yaitu suatu program
komputer unutk menentukan hasil input data. SPSS statistik yang dipakai yaitu
versi 20.0.
Langkah-langkah uji Spearman Rank dengan SPSS:
1) Klik data view dan masukkan nilai dari masing-masing variabel
2) Klik analyze kemudian correlate kemudian bivariate
3) Pada kotak dialog bivariate correlations, masukan variabel independen pada
kotak variables. Variabel dependent dimasukkan pada bagian correlation
coefficient.
4) Beri tanda centang pada spearman.
5) Klik OK.
3.9 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas
3.9.1 Uji Validitas
Validitas merupakan instrumen penelitian yang digunakan untuk mengukur
ketepatan dan kecermatan data yang diteliti. Validitas dapat diartikan sebagai aspek
kecermatan pengukuran. Validitas tidak hanya menghasilkan data yang tepat tetapi
juga memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut (Donsu, 2016).
Uji validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau keaslian suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila
dapat mengungkapkan data dari variabel yang diteliti secara tepat (Nursalam,
2017). Uji validitas dilakukan untuk menguji validitas setiap pertanyaan angket,
teknik uji yang digunakan adalah korelasi Product Moment. Skor setiap pertanyaan
yang diuji validitasnya dikorelasikan dengan skor total seluruh pertanyaan dengan
rumus sebagai berikut (Ariyanto, 2013):
Rumus :
𝑛 ( ∑ 𝑋𝑌)−(∑ 𝑋).(∑ 𝑌)
rxy=
√[𝑛.∑ 𝑋2− (∑ 𝑋)2].[𝑛.∑ 𝑌2−∑ 𝑌)2]

Keterangan :
rxy : Koefisien korelasi
∑X : Jumlah skor item
∑Y : Skor total seluruh pertanyaan
59

n : Jumlah responden uji coba

3.9.2 Uji Reliabilitas


Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat
pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti menunjukkan
sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap asas bila dilakukan
pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama dengan menggunakan
alat ukur yang sama (Nursalam 2017).
Pertanyaan yang sudah valid dilakukan uji reliabilitas dengan cara
membandingkan r tabel dengan r hasil. Jika nilai r hasil adalah alpha yang terletak
diawal output dengan tingkat kemaknaan 5% (0,05) maka setiap
pertanyaan/pernyataan kuesioner dikatakan valid, jika r alpha lebih besar dari

konstanta (0,6) maka pertanyaan-pernyataan tersebut reliabel. Reliabel artinya


dapat dipercaya, jadi dapat diandalkan. Teknik uji reliabilitas yang digunakan
dengan koefisien Reliabilitas Alpha Cronbach yaitu (Budiman, 2013):

Keterangan:
r11 = Reabilitas instrumen
k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal
b2 = Jumlah varians butir
t2 = Varians total
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha Cronbach diukur berdasarkan
skala alpha 0 sampai 1. Apabila skala alpha tersebut dikelompokkan ke dalam lima
kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan alpha dapat
dipersentasikan ke dalam tabel berikut:
Tabel 3.2 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha (α)
Alpha Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20 Kurang Reliabel
> 0,20 s.d 0,40 Agak Reliabel
> 0,40 s.d 0,60 Reliabel
> 0,60 s.d 0,80 Cukup Reliabel
60

> 0,80 s.d 1,00 Sangat Reliabel


Sumber: Hidayat (2010).
Pada kolom corrected item-total correction bandingkan dengan nilai r tabel,
apabila lebih besar dari nilai r tabel, maka item dinyatakan valid. Apabila nilai
corrected item-total correction ada yang lebih kecil dari nilai r tabel maka item
tidak valid dan dikeluarkan dari instrumen penelitian. Pada nilai yang bersifat
marginal dapat dilakukan perbaikan pernyataan pada item kuesioner (Susilo, 2014).
Hasil uji akan dibandingkan antara nilai r hitung dan r tabel dengan taraf signifikan
0,05. Apabila hasil r hitung > r tabel maka pertanyaan dinyatakan valid untuk
digunakan penelitian

3.10 Etika Penelitian


Etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat penting
dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan langsung dengan
manusia (Hidayat, 2008). Etika dalam penelitian ini ada tiga bagian meliputi:

3.10.1 Lembar Persetujuan (Informed Consent)


Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan
responden dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent diberikan
sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk
menjadi responden. Responden harus mendapatkan informasi secara lengkap
tentang tujuan penelitian yang akan dilaksanakan, mempunyai hak untuk bebas
berpartisipasi atau menolak menjadi responden. Tujuan informed consent adalah
agar subjek mengerti maksud dan tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya.
Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak responden.

3.10.2 Tanpa Nama (Anonymity)


Subjek mempunyai hak untuk menerima bahwa data yang diberikan harus
dijaga kerahasiaannya. Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak
mencantumkan nama pada lembar pengumpulan data, cukup dengan inisial dan
memberi nomor atau kode pada masing-masing lembar tersebut (Hidayat 2008).
Dalam menjaga kerahasiaan identitas subjek peneliti tidak mencantumkan nama
subjek pada lembaran pengumpulan data (kuesioner dan lembar observasi), tetapi
61

lembaran tersebut diberi nomor kode tertentu dikumpulkan dan dijamin


kerahasiaannya oleh peneliti (Nursalam, 2017).
3.10.3 Kerahasiaan (Confidentiality)
Confidentiality merupakan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik
informasi maupun berbagai masalah lainnya (Nursalam, 2017). Pada penelitan ini,
peneliti memberikan jaminan kerahasiaan semua informasi yang telah dikumpulkan
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.
3.10.4 Manfaat (Beneficence)
Hal ini menekankan pada manfaat dan kebaikan yang akan diterima oleh
responden (Nursalam, 2017).
3.10.5 Tidak Berbahaya (Non-Maleficence)
Etika yang menegaskan bahwa penelitian tidak berbahaya secara langsung
pada subjek penelitian sebagai tujuan utamanya, karena tidak melakukan perlakuan
apapun pada subjek penelitian (Nursalam, 2017). Pada penelitian ini subjek
penelitian hanya diminta untuk mengisi lembar kuesioner.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan mengenai penelitian hubungan pengetahuan dengan


kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan diet di Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Data ini diambil dari responden di
Ruang Rawat Inap dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang berjumlah 40
reponden sesuai dengan sampel yang diperlukan dengan tehnik consecutive
sampling. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 14 November 2022 sampai
dengan tanggal 14 Desember 2022 menggunakan metode non-probability
sampling dengan cara pengumpulan data menggunakan kuesioner yang diberikan
langsung kekeluarga pasien. Data umum responden berdasarkan usia, jenis
kelamin, pendidikan terakhir, lama menderita DM, mendapatkan informasi
mengenai DM, dan sumber informasi mengenai DM. Data khusus yaitu penelitian
hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam
menjalankan diet di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
4.1 Hasil penelitian
4.1.1 Gambaran lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang
mulai beroperasi sejak tahun 1961 sebagai sebuah rumah sakit kecil berkapasitas
16 tempat tidur yang dilengkapi dengan peralatana kesehatan beserta
laboratorium. Pada tahun 1978 rumah sakit terus dikembangkan menjadi 100 TT
dan pada tahun 1980 kelas rumah sakit ditingkatkan menjadi kelas C sesuai
dengan kriteria Departemen Kesehatan RI dan SK Gubernur Kalimantan Tengah
Nomor 641/KPTS/1980 dengan kapasitas 162 TT. Sembilan belas tahun
kemudian pada tahun 1999 sesuai Perda Nomor 11 tahun 1999 RSUD dr. Doris
Sylvanus menjadi kelas B non pendidikan. Pada tahun 2014 RSUD dr. Doris
Sylvanus sudah menjadi Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menteri
Kesehatan RI Nomor HK 02.03/I/0115/2014 Tentang penetapan RSUD dr. Doris
Sylvanus sebagai Rumah Sakit Pendidikan. Dan pada tahun 2017 RSUD dr. Doris
Sylvanus sudah memiliki 357 TT. RSUD dr. Doris Sylvanus berlokasi di Jalan

62
63

Tambun Bungai No. 4 Palangka Raya, Kec. Pahandut, Kel. Langkai, Kota
Palangkara Raya, Kalimantan Tengah. Sumber daya manusia yang ada di RSUD
dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya meliputi tenaga Dokter Spesialis /
Subspesialis berjumlah 52 PNS dan 6 kontrak, serta untuk tenaga kesehatan dan
struktural berjumlah 1.077 pegawai tetap.
Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
:
No. Jenis Bangunan
1. Farmasi
2. IGD
3. Gizi
4. Pemeliharaan Kantor
5. Pemeliharaan (Workshop)
6. Kamar Jenazah
7. Tata Usaha Rawat Inap
8. Rehabilitasi Medik
9. Paviliun I (Anggrek)
10. Paviliun II (Melati)
11. Paviliun III (Lavender)
12. Ruangan Penyakit Dalam Pria (Aster)
13. Ruangan Penyakit Dalam Wanita (Bougenville)
14. Ruangan Perinatologi & Bersalin (Cempaka)
15. Ruangan Bedah Pria dan Wanita (Dahlia dan Edelweis)
16. Ruangan Penyakit Anak (Flamboyant)
17. Ruangan Penyakit Paru (Gardenia)
18. Ruangan Penyakit saraf, dll (Nusa Indah)
19. Ruangan Bedah Sentral (IBS)
20. Ruangan ICU
21. Ruangan HCU (Lavender)
22. Ruangan ICCU (Sakura)
23. Ruangan NICU
64

24. Ruangan Hemodialisa


25. Poliklinik
26. Gedung Administrasi (Kantor)
27. Gedung Perlengkapan, Kamar Jahit dan Kamar Cuci
28. Satpam
29. Tempat Pembakaran Sampah
30. Diklat
31. Asrama Putra
32. Asrama Putri
33. Gedung Genset
34. Gudang Inventris
35. Tempat Parkir
36. Pembuatan Drainase & Pengolahan Limbah
37. Tempat Incenerator
38. Tempat Genset
39. Gudang Farmasi &Perlengkapan
40. Selasar
41. Rumah Dinas (18 rumah)
Tabel 4.1 Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya

Gambar 4.1 Lokasi Penelitian RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
65

4.1.1.1 Visi, Misi, dan Motto RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
1. Visi : “Menjadi Rumah Sakit Pendidikan Unggulan Di Kalimantan”
2. Misi :
1) Meningkatkan pelayanan yang bermutu prima dan berbasis Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Kedokteran (IPTEKDOK)
2) Meningkatkan Sumber Daya Manusia yang profesional dan berkomitmen
tinggi
3) Meningkatkan prasarana dan sarana yang modern
4) Meningkatkan manajemen yang efektif dan efisien
5) Meningkatkan kualitas pendidikan dan penelitian di bidang kedokteran
dan kesehatan
3. Motto RSUD dr. Doris Sylvanus
BAJENTA BAJORAH
“Memberikan Pelayanan dan Pertolongan Kepada Semua Orang Dengan
Baik, Ramah Tamah, Tulus Hati, Dan Kasih Sayang”
4.1.1.2 Akreditasi
Pada tahun 2014 RSUD dr. Doris Sylvanus sudah menjadi Rumah Sakit
kelas B Pendidikan sesuai dengan SK Menteri Kesehatan RI Nomor HK
02.03/I/0115/2014 Tentang penetapan RSUD dr. Doris Sylvanus sebagai Rumah
Sakit Pendidikan.
4.1.2 Data Umum
4.1.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia diperoleh melalui kuesioner yang
dibagikan kepada 45 responden, adapun hasilnya sebagai berikut :
Usia Responden Jumlah Persentasi %.
26-35 Tahun 1 2,3%
36-45 Tahun 6 13,3%
46-55 Tahun 11 24,4%
56-64 Tahun 21 46,7%
>65 Tahun 6 13,3%
Total 45 100%
Tabel 4.1 distribusi responden berdasarkan usia (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa usia responden paling banyak


pada rentang usia 56-64 tahun sebanyak 21 responden (46,7%), usia 46-55 tahun
66

sebanyak 11 responden (24,4%), 36-45 tahun sebanyak 6 responden (13,3%), usia


> 65 tahun sebanyak 6 responden (13,3%), usia 36-45 tahun sebanyak 6
responden (13,3%), usia > 65 tahun sebanyak 6 responden (13,3%), dan 26-35
tahun sebanyak 1 responden (2,3%).
4.1.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh melalui
kuesioner yang dibagikan kepada 45 responden, adapun hasilnya sebagai berikut:
Jenis Kelamin
Jumlah Persentasi %.
Responden
Laki-Laki 24 53,3%
Perempuan 21 46,7%
Total 45 100%
Tabel 4.2 distribusi responden berdasarkan jenis kelamin (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan jenis kelamin responden yang paling


banyak yaitu laki-laki dengan jumlah 24 responden (53,3%) dan untuk perempuan
dengan jumlah 21 responden (46,7%).
4.1.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan terakhir diperoleh melalui
kuesioner yang dibagikan kepada 45 responden, adapun hasilnya sebagai berikut:
Pendidikan Terakhir
Jumlah Persentasi %.
Responden
Tidak Sekolah 0 0%
SD 2 4,4%
SMP 5 11,1%
SMA 18 40%
Perguruan Tinggi 20 44,5%
Total 45 100%
Tabel 4.3 distribusi responden berdasarkan pendidikan terakhir (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan pendidikan t e r a k h i r responden


yang paling banyak yaitu perguruan tinggi dengan jumlah 20 responden (44,5%),
SMA 18 responden (40%), SMP 5 responden (11,1%), SD 2 responden (4,4%) dan
untuk yang tidak bersekolah dengan jumlah 0 responden (0%).
4.1.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Lama Menderita Diabetes Melitus
Karakteristik responden berdasarkan lama menderita Diabetes Melitus
diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada 45 responden, adapun
hasilnya sebagai berikut:
67

Lama Menderita DM Jumlah Persentasi %.


1 Tahun 11 24,5%
2-5 Tahun 16 35,5%
≥ 6 Tahun 18 40%
Total 45 100%
Tabel 4.4 distribusi responden berdasarkan lama menderita DM (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan lama menderita DM responden yang


paling banyak yaitu ≥ 6 tahun dengan jumlah 18 responden (40%), 2-5 tahun
dengan jumlah 16 responden (35,5%) dan untuk yang 1 tahun dengan jumlah 11
responden (24,5%).
4.1.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah Mendapat Informasi
Tentang Diet Diabetes Melitus
Karakteristik responden berdasarkan pernah mendapat informasi tentang
diet Diabetes Melitus diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada 45
responden, adapun hasilnya sebagai berikut:
Pernah Mendapat
Informasi tentang Jumlah Persentasi %.
diet DM
Pernah 15 33,3%
Tidak Pernah 30 66,7%
Total 45 100%
Tabel 4.5 distribusi responden berdasarkan pernah mendapat informasi tentang diet DM (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan pernah mendapat informasi tentang


diet Diabetes Melitus responden yang paling banyak yaitu tidak pernah dengan
jumlah 30 responden (66,7%), dan pernah dengan jumlah 15 responden (33,3%).
4.1.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Sumber Informasi Tentang Diet
Diabetes Melitus
Karakteristik responden berdasarkan sumber informasi tentang diet
Diabetes Melitus diperoleh melalui kuesioner yang dibagikan kepada 45
responden, adapun hasilnya sebagai berikut:
Sumber Informasi
Jumlah Persentasi %.
Tentang Diet DM
Media 16 35,6%
Cetak/Elektronik
Keluarga/Tetangga 18 40%
Petugas Kesehatan 11 24,4%
Total 45 100%
Tabel 4.6 distribusi responden berdasarkan sumber informasi tentang diet DM (n=45)
68

Berdasarkan tabel di atas menunjukan sumber informasi tentang diet


Diabetes Melitus yang paling banyak yaitu dari keluarga/tentangga dengan jumlah
18 responden (40%), media cetak/elektronik 16 responden (35,6%), dan dari
petugas kesehatan dengan jumlah 11 responden (24,4%),
4.1.3 Data Khusus
4.1.3.1 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pasien Tentang Diet
Diabetes Melitus Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya
Adapun pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat
Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dibagi menjadi 3 kategori yaitu
baik, cukup, dan kurang. Secara rinci dapat dilihat pada tabel berikut :
Pengetahuan Pasien Tentang Diet Diabetes Melitus
Kategori Jumlah Persentase%
Baik 13 28,9%
Cukup 14 31,1%
Kurang 18 40%
Total 45 100%
Tabel 4.7 distribusi responden berdasarkan pengetahuan pasien tentang diet DM (n=45)
Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa responden paling banyak
memiliki pengetahuan kurang tentang diet DM sebanyak 18 responden (40%),
Cukup sebanyak 14 responden (31,1%), dan baik sebanyak 13 responden (28,9%).
4.1.3.2 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kepatuhan Pasien Dalam
Menjalankan Diet Diabetes Melitus Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya
Adapun tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan diet DM di Ruang
Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dibagi menjadi 4 kategori
yaitu sangat patuh, patuh, tidak patuh, dan sangat tidak patuh. Secara rinci dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tingkat Kepatuhan Pasien Dalam Menjalankan Diet DM
Kategori Jumlah Persentase%
Sangat Patuh 2 4,4%
Patuh 7 15,6%
Tidak Patuh 16 35,6%
Sangat Tidak Patuh 20 44,4%
Total 45 100%
Tabel 4.8 distribusi responden berdasarkan tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan diet DM
(n=45)
69

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa responden paling banyak


sangat tidak patuh dalam menjalankan diet DM sebanyak 20 responden (44,4%),
tidak patuh 16 responden (35,6%), patuh 7 responden (15,6%), dan sangat patuh
sebanyak 2 responden (4,4%).
4.1.3.3 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus
Dalam Menjalankan Diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya
Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam
menjalankan diet Diabetes Melitus menggunakan uji Spearman Rank. Secara rinci
dapat dilihat pada tabel berikut :
Tingkat Kepatuhan Pasien Menjalankan Diet DM
Pengetahuan
Sangat
Tentang Diet Sangat Tidak
Patuh Tidak Total
DM Patuh Patuh
Patuh
Baik 1 6 5 1 13
Cukup 1 0 1 12 14
Kurang 0 1 10 7 18
Total 2 7 16 20 45
Tabel 4.9 Hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus Dalam
Menjalankan Diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya (n=45)

Berdasarkan tabel di atas menunjukan bahwa hasil analisis hubungan


pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan diet
Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
diperoleh bahwa dari 13 responden memiliki pengetahuan baik dengan tingkat
kepatuhan sangat patuh sebanyak 1 responden, patuh 6 responden, tidak patuh 5
responden, dan sangat tidak patuh 1 responden. 14 responden memiliki
pengetahuan cukup dengan tingkat kepatuhan sangat patuh sebanyak 1 responden,
patuh 0 responden, tidak patuh 1 responden, dan sangat tidak patuh 12 responden.
Sedangkan 18 responden memiliki pengetahuan kurang dengan tingkat kepatuhan
sangat patuh sebanyak 0 responden, patuh 1 responden, tidak patuh 10 responden,
dan sangat tidak patuh 7 responden.
70

pengetahuan kepatuhan
Spearman's rho Pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .320*
Sig. (2-tailed) . .032
N 45 45
Kepatuhan Correlation Coefficient .320* 1.000
Sig. (2-tailed) .032 .
N 45 45

*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Hasil uji statistik Spearman Rank diperoleh nilai p = 0,032 . Maka, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan diet Diabetes Melitus. (p
value: 0,032, α: 0,05).
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pengetahuan Pasien Tentang Diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat
Inap dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 45 responden bahwa
pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya yang dilakukan oleh peneliti didapat hasil
responden memiliki pengetahuan kurang tentang diet DM sebanyak 18 responden
(40%), Cukup sebanyak 14 responden (31,1%), dan baik 13 responden (28,9%).
Hal ini didukung bahwa pengetahuan penderita tentang DM merupakan sarana
yang dapat membantu penderita menjalankan penanganan diabetes selama
hidupnya sehingga semakin banyak dan semakin baik penderita mengerti tentang
penyakitnya semakin mengerti bagaimana harus mengubah perilakunya dan
mengapa hal itu diperlukan. Maka semakin banyak informasi yang didapat pasien,
semakin baik pula pengetahuan yang dimiliki pasien.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu/mengetahui dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa
dan peraba. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian persepsi terhadap obyek (Wawan dan
Dewi, 2017). Menurut Riyanto (2017) pengetahuan adalah informasi atau
maklumat yang diketahui atau disadari oleh seseorang. Pengetahuan bukanlah
sesuatu yang sudah ada dan tersedia. Pengetahuan adalah sebagai suatu
71

pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami
reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru. Salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Informasi DM bisa
didapatkan melalui edukasi DM. Edukasi DM merupakan salah satu bentuk empat
pilar penatalaksanaan DM yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai
DM agar dapat meningkatkan kemampuan pasien dalam mengelola penyakitnya.
Informasi minimal diberikan setelah diagnosis ditegakkan, mencakup
pengetahuan dasar tentang diabetes, penatalaksanaan DM, pemantauan mandiri
kadar gula darah, sebab-sebab tingginya kadar gula darah dan lain-lain. (Aziz,
2020).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan antara fakta dan teori,
mayoritas responden masuk dalam kategori berpengetahuan kurang. Hal ini
menunjukan bahwa pengetahuan diet baik bagi pasien DM, agar terhindar dari
komplikasi yang bisa dialami mulai komplikasi akut hingga kronis. Tingkat
pengetahuan yang rendah tentang perawatan diri dapat memperburuk kondisi
kesehatan serta menimbulkan stres akibat ketidakmampuan dalam melakukan
perawatan diri (Amaliyah, 2016). Banyak faktor yang mempengaruhi
pengetahuan, salah satunya yaitu pendidikan. Pendidikan diperlukan untuk
mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga
dapat meningkatkan kualitas hidup, pendidikan dapat mempengaruhi seseorang
termasuk juga perilaku untuk sikap berperan serta dalam pembangunan, pada
umumnya makin tinggi pendidikan seeorang maka akan mudah dalam mereima
informasi (Nursalam, 2003). Hasil Penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan Witasari (2009) yang menghasilkan kesimpulan bahwa tingkat
pengetahuan penderita diabetes melitus tipe II yang dikatakan kurang adalah
86,7%, dan baik hanya 13,3%, dapat disimpulkan bahwa banyaknya informasi
yang dimiliki responden maka semakin baik pula tingkat pengetahuan tentang diet
diabetes melitus, sehingga dengan dimilikinya pengetahuan yang baik tersebut
dapat mengetahui pula apa itu diet diabetes itu sendiri, mereka juga akan
mengetahui tentang jumlah kalori, jenis kakanan dan jadwal makan yang harus
ditaati. Hal ini juga didukung oleh penelitian dari Himawan et al., (2015) bahwa
pengetahuan seseorang didukun oleh latar belakang pendidikan, semakin lama
72

seseorang dalam menempuh pendidikan maka akan semakin baik tingkat


pengetahuan seseorang, dengan adanya latar belakang pendidikan yang baik,
maka hal ini akan sangat mendukung kepatuhan minum obat yang tinggi pada
pasien, karena dengan adanya latar belakang pendidikan yang baik maka akan
membuat pasien semakin baik dalam menerima informasi yang telah diberikan
oleh petugas kesehatan. Menurut peneliti pada dasarnya pasien DM banyak yang
telah mengetahui anjuran diet tetapi tidak mematuhinya karena banyak yang
menganggap bahwa makanan diet untuk pasien DM cenderung tidak
menyenangkan sehingga mereka makan sesuai dengan keinginan bila belum
menunjukkan gejala serius. Pengetahuan pasien tentang DM merupakan sarana
yang penting untuk membantu menangani penderita diabetes itu sendiri, sehingga
semakin banyak dan semakin baik pengetahuannya tentang diabetes, maka
semakin baik pula dalam menangani diet DM. Selanjutnya mengubah perilaku
juga akan dapat mengendalikan kondisi penyakitnya sehingga dapat bertahan
hidup lebih lama serta kualitas hidup semakin baik.
4.2.2 Tingkat Kepatuhan Pasien dalam Menjalankan Diet Diabetes Melitus
di Ruang Rawat Inap dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 45 responden bahwa tingkat
kepatuhan pasien dalam menjalankan diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang dilakukan oleh peneliti didapat
hasil bahwa pasien yang sangat tidak patuh dalam menjalankan diet DM sebanyak
20 responden (44,4%), tidak patuh 16 responden (35,6%), patuh 7 responden
(15,6%), dan sangat patuh sebanyak 2 responden (4,4%). Hal ini didukung bahwa
terdapat beberapa faktor yang mendukung kepatuhan, yaitu pendidikan,
akomodasi, modifikasi faktor lingkungan dan sosial, perubahan model terapi dan
meningkatkan interaksi profesionalisme kesehatan dengan pasien. Sama halnya
dengan kepatuhan klien dalam upaya mengontrol gula darah sangat bergantung
dan didukung oleh berbagai hal. Kepatuhan klien yang berdasarkan rasa terpaksa
atau ketidakpahaman tentang perilaku tersebut tidak dapat menjamin bahwa klien
akan mematuhi seterusnya. Kepatuhan klien tentu akan mempengaruhi pada
kondisi kesehatan klien, jika klien tidak patuh maka akan berdampak buruk bagi
kesehatannya, contohnya dapat menimbulkan komplikasi yang serius. Namun hal
73

tersebut dapat dicegah bila klien mematuhi exercise, diet dan terapi.
Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi atau
petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik diet,
latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan tenaga kesehatan
(Niven, 2010). Kepatuhan (adherence) adalah bentuk perilaku yang timbul akibat
adanya interaksi antara petugas kesehatan dan pasien sehingga pasien mengerti
rencana dengan segala konsekuensinya dan menyetujui rencana tersebut
sertamelaksanakannya. Jadi kepatuhan adalah suatu pemikiran atau perasaan
seseorang di mana perasaan ini akan menimbulkan respon untuk melaksanakan
apa yang ditugaskan. Perasaan ini bisa berupa menerima, menanggapi atau
menilai (Kemenkes, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian terdapat perbedaan antara fakta dan teori,
mayoritas responden memiliki tingkat kepatuhan dalam kategori tidak patuh. Hal
ini menunjukan bahwa pengetahuan pasien yang kurang terhadap penyakit DM,
sehingga kurangnya kesadaran pasien untuk mematuhi anjuran diet yang
diberikan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu. Pengetahuan merupakan hal
yang sangat penting dan membentuk tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2010).
Kurangnya pengetahuan pasien disebabkan karena kurangnya keterpaparan
informasi yang diterima pasien, dan tingkat pendidikan yang rendah. Kepatuhan
diet merupakan terapi diet yang terdapat dalam penatalaksanaan DM untuk
pengendalian kadar gula darah. Dimana kepatuhan merupakan wujud tingkah laku
pasien dalam mengontrol kadar gula darah. Kepatuhan diet didasarkan pada aspek
3J, yaitu patuh jadwal, jenis dan jumlah (Srikartika, 2019). Banyak faktor yang
mempengaruhi kepatuhan diantaranya yaitu pengetahuan, sikap, kemampuan, dan
motivasi. Pengetahuan pasien merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kepatuhan pasien, karena ketidakpatuhan pasien akan meningkatkan resiko
berkembangnya masalah kesehatan atau memperburuk penyakit yang diderita.
Semakin baik pengetahuan pasien tentang penyakitnya, maka semakin tinggi pula
tingkat kepatuhan pasien dalam pengobatan. Kepatuhan pasien merupakan sejauh
mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan atau di
informasikan oleh petugas kesehatan. Dalam pengobatan, seseorang dikatakan
tidak patuh apabila orang tersebut melalaikan kewajibannya berobat, sehingga
74

dapat mengakibatkan terhalangnya kesembuhan (Made S, 2013). Hasil Penelitian


ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Putry Ashary (2014) di RSUP
Dr.M.Djamil Padang juga mengungkapkan bahwa 70% pasien DM tidak patuh
dengan diet yang dianjurkan. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Qurratuaeni
(2009) di RSUP Fatmawati Jakarta bahwa lebih dari separuhnya (68%) pasien
DM kebiasaan makannya tidak sesuai dengan anjuran diet yang diberikan petugas
kesehatan. Hasil penelitian ini sesuai penelitian Suryaningnorma et all (2009),
variabel pengetahuan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
kepatuhan pasien, dengan nilai signifikansi 0,042. Pengobatan tuberkulosis paru
memerlukan waktu yang panjang. Pasien yang patuh berobat maka mereka akan
menyelesaikan pengobatan secara teratur dan lengkap tanpa terputus selama 6
bulan sampai dengan 9 bulan. Selama jangka waktu yang panjang tersebut akan
memberikan pengaruh-pengaruh pada pasien, seperti pasien mengeluh harus
mengalami pengobatan yang lama, pasien malas untuk meneruskan pengobatan,
menurunnya motivasi dengan lamanya pengobatan, beban dari segi biaya, dan
timbulnya efek samping obat yang menyebabkan rasa tidak enak pada tubuh.
Namun, dengan pengetahuan pasien yang baik tentang penyakit tuberkulosis paru
dan penyembuhannya, maka pasien tersebut dapat mengatasi pengaruh-pengaruh
yang tidak baik sehingga kepatuhan pasien dalam berobat tidak terganggu dengan
demikian proses penyembuhan penyakit bisa tercapai. Menurut peneliti terapi diet
merupakan aspek kedua setelah edukasi dalam penatalaksanaan DM, maka peran
terapi diet sangat penting bagi penderita DM, oleh sebab itu kepatuhan untuk
menjalankan program terapi diet sangat berkaitan dengan naik turunnya kadar
gula darah.
4.2.3 Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus
Dalam Menjalankan Diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan dari 45 responden bahwa hubungan
pengetahuan dengan kepatuhan pasien dalam menjalankan diet Diabetes Melitus di
Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya yang dilakukan oleh
peneliti menggunakan uji statistik dengan metode Spearman Rank didapat hasil p
value 0,032 sehingga terdapat hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan.
75

Hal ini dibuktikan dengan hasil p < α dengan tingkat signifikan 0,05
menunjukan hubungan yang signifikan dan bermakna antara pengetahuan dengan
kepatuhan pasien dalam menjalankan diet DM di Ruang Rawat Inap RSUD dr.
Doris Sylvanus Palangka Raya. Hal ini didukung bahwa rendahnya pengetahuan
yang dimiliki pasien mengenai penyakit DM sehingga pasien menjadi tidak patuh
dalam menjalankan diet DM dimana pengetahuan yang kurang disebabkan karena
kurangnya keterpaparan pasien terhadap terhadap sumber informasi yang
mengakibatkan tidak dapatnya mengontrol kadar gula darah dan mengakibatkan
kadar gula darah menjadi tinggi. Maka semakin baik pengetahuan yang dimiliki
pasien, semakin tinggi pula tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan diet atau
terapi.
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang merupakan salah satu faktor yang
menentukan untuk mencari dan meminta upaya pelayanan kesehatan. penderita
diabetes yang teratur minum obat sesuai dosis yang dianjurkan dokter dan diet
yang disarankan, maka gula darah akan terkontrol dengan baik, sebaliknya jika
penderita diabetes minum obat tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dan
tidak patuh dalam menjalankan diet DM oleh dokter, baik itu melebihi atau
mengurangi dosis maka akan mengakibatkan gula darah menjadi fluktuasi
(Wardhani, 2021). Menurut teori Lawrence Green yang dikutip dalam Ningsih
(2018) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor
predisposisi yang mendasari timbulnya suatu perilaku. Semakin baik pengetahuan
pasien, maka pasien akan mampu memahami penjelasan yang diberikan dan
mampu menerima dan menggali informasi yang didapat atau diterima sehingga
dapat meningkatkan kualitas kesehatannya dengan cara mematuhi diet atau terapi
yang diberikan petugas kesehatan.
Berdasarkan hasil penelitian, hubungan pengetahuan dengan kepatuhan
pasien dalam menjalankan diet DM di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya bahwa pengetahuan mempengaruhi tingkat kepatuhan
pasien dalam menjalankan diet DM di ruang Rawat Inap, maka semakin tinggi
tingkat pengetahuan pasien semakin patuh juga pasien dalam menjalani diet DM
begitupula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan pasien semakin tidak
patuh pasien dalam menjalankan diet DM. Menurut (Sasmita, 2021) usia menjadi
76

faktor yang dianggap mempengaruhi kepatuhan pengobatan penderita diabetes


mellitus. Daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang berperan banyak
dalam proses berfikir, memecahkan masalah, maupun intelegensia, bahkan hampir
semua tingkah laku manusia dipengaruhi olah daya ingat. Selain itu dukungan
keluarga juga menjadi faktor yang sangat penting dalam memotivasi pasien dalam
menjalankan pengobatan maupun terapi diet yang diberikan. Keterlibatan keluarga
sejak awal diagnosis penyakit seorang pasien merupakan langkah yang harus
ditempuh untuk memberi dukungan pada pasien dan akan berdampak positif
terhadap kelangsungan pengobatan. Hal ini juga sejalan dengan penelitian oleh
Desiana Dwi Astutik (2016), Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis chi-
square diketahui 2 hit = 6,079 dengan angka p-value = 0,048, hal ini berarti
terdapat hubungan positif dan signifikan antara tingkat pengetahuan tentang diet
diabetes mellitus dengan kepatuhan kontrol gula darah pada pasien diabetes
mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Baki Sukoharjo, artinya bahwa
semakin baik dan tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden maka
semakin baik pula kepatuhan kontrol gula darah.
4.3 Keterbatasan penelitian
Ada beberapa keterbatasan yang dialami dan dapat menjadi beberapa faktor
yang dapat untuk lebih diperhatikan bagi peneliti-peneliti yang akan datang dalam
lebih menyempurnakan penelitiannya karna penelitian ini sendiri tentu memiliki
kekurangan yang perlu terus diperbaiki dalam penelitian-penelitian kedepannya.
Beberapa keterbatasan dalam penelitian tersebut, antara lain :
1) Selama proses penelitian, beberapa responden mengundurkan diri karena
suatu sebab.
2) Keterbatasan studi literatur yang dilakukan adalah terbatasnya jurnal-jurnal
yang berkaitan dengan topik bahasan sehingga penulis cukup kesuliatan
dalam melakukan analisis masalah
77

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan proses pengolahan data pada penelitian ini
mengenai hubungan pengetahuan dengan kepatuhan pasien Diabetes Melitus
dalam menjalankan diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengetahuan pasien tentang diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat Inap RSUD
dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mayoritas dalam kategori kurang.
2. Tingkat kepatuhan pasien dalam menjalankan diet Diabetes Melitus di Ruang
Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya mayoritas dalam
kategori tidak patuh.
3. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa hubungan pengetahuan dengan
kepatuhan pasien dalam menjalankan diet Diabetes Melitus di Ruang Rawat
Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya terdapat terdapat nilai
signifikansi p < α (0,05) yang berarti hipotesis diterima sehingga dapat
disimpulkan bahwa ada adanya hubungan antara pengetahuan dengan
kepatuhan pasien Diabetes Melitus dalam menjalankan diet Diabetes Melitus
di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
5.2 Saran
5.2.1 Bagi Pasien dan Keluarga
Penelitian ini diharapkan agar pasien dan keluarganya meningkatkan
pengetahuan yang lebih baik dalam hal upaya meningkatkan kepatuhan dalam
menjalankan diet diabetes melitus.
5.2.2 Bagi Peneliti
Dapat mengaplikasikannya pada pasien diabetes melitus baik di lingkungan
kerja, keluarga maupun masyarakat.
5.2.3 Bagi Institusi Pendidikan
Menjadikan bahan bacaan dan informasi bagi mahasiswa tentang hubungan
pengetahuan dan perilaku pasien diabetes melitus dengan kepatuhan dalam
78

menjalankan diet dan dapat dijadikan bahan masukan bagi mahasiswa


keperawatan untuk memberikan asuhan keperawatan, khususnya dalam
memberikan pendidikan kesehatan terutama pada pasien yang mengalami
penyakit diabetes melitus.
5.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Menjadikan bahan informasi dan bahan perbandingan apabila ada peneliti
yang ingin melakukan penelitian dengan judul yang sama atau ingin
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut.
5.2.5 Bagi Rumah Sakit
Bagi Rumah Sakit Umum Daerah dr. Doris Sylvanus Palangka Raya dapat
memberikan program penyuluhan kesehatan yang sesuai dengan tingkat
pengetahuan pasien diabetes melitus terhadap kepatuhan menjalankan diet yang
dirawat di Ruang Rawat Inap, sehingga pelayanan di rumah sakit menjadi
berkualitas.
79

Lampiran :

TABULASI DATA PENELITIAN


Data Umum Data Khusus
Jenis Lama Komunikasi Terapeutik Kecemasan Keluarga
No. Mendapat Sumber
Usia Kelami Pendidikan Menderita
Resp Informasi Informasi Kriteria Kode Kriteria Kode
n DM
1 U3 P Perguruan Tinggi 1 tahun P Media Baik 1 Patuh 2
2 U4 L SMA 2-5 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
3 U5 L SMA ≥ 6 tahun P Petugas Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
4 U4 P SMA 2-5 tahun TP 0 Baik 1 Patuh 2
5 U2 P SD 1 tahun TP 0 Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
6 U4 L SMA ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
7 U4 L SMA 2-5 tahun TP 0 Baik 1 Patuh 2
8 U3 L Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Keluarga Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
9 U1 P SMA ≥ 6 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
10 U4 P Perguruan Tinggi 1 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
11 U4 P Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Media Baik 1 Patuh 2
12 U5 L SMA ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
13 U3 L Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun TP 0 Cukup 2 Tidak Patuh 3
14 U4 L Perguruan Tinggi 1 tahun TP 0 Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
15 U2 P SD ≥ 6 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
16 U4 L SMA 2-5 tahun TP 0 Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
17 U3 P Perguruan Tinggi 1 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
18 U5 P Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Keluarga Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
19 U4 L SMA 1 tahun TP 0 Kurang 3 Patuh 2
20 U5 L SMA ≥ 6 tahun TP 0 Baik 1 Tidak Patuh 3
80

21 U4 L Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Media Baik 1 Patuh 2


22 U4 P SMA 2-5 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
23 U3 L Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Petugas Baik 1 Sangat Patuh 1
24 U4 L SMA ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Sangat Tidak Patuh 4
25 U4 P SMP 1 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
26 U3 P Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Petugas Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
27 U2 L SMP ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
28 U4 L SMA ≥ 6 tahun P Petugas Baik 1 Tidak Patuh 3
29 U2 L SMP 1 tahun TP 0 Baik 1 Tidak Patuh 3
30 U3 P Perguruan Tinggi 2-5 tahun TP 0 Baik 1 Tidak Patuh 3
31 U4 L Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Petugas Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
32 U4 L Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Media Baik 1 Patuh 2
33 U3 P Perguruan Tinggi 2-5 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
34 U5 P SMA 2-5 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
35 U4 P Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Petugas Cukup 2 Sangat Patuh 1
36 U4 P SMA ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
37 U2 L Perguruan Tinggi 1 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
38 U3 L SMA 1 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
39 U4 P SMA 2-5 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
40 U4 L Perguruan Tinggi ≥ 6 tahun P Petugas Baik 1 Tidak Patuh 3
41 U2 L SMP ≥ 6 tahun TP 0 Kurang 3 Tidak Patuh 3
42 U4 P Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Keluarga Baik 1 Sangat Tidak Patuh 4
43 U3 L Perguruan Tinggi 2-5 tahun P Media Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
44 U5 P SMA 1 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
45 U3 P SMP 2-5 tahun TP 0 Cukup 2 Sangat Tidak Patuh 4
2- ≥
U U U U T S 1t
Tota U1 L P SMP SMA PT 5t 6t P TP M K P Baik Cukup Kurang SP P TP STP
2 3 4 5 S D h
l h h
1 6 11 21 6 24 21 0 2 5 18 20 11 16 18 15 30 5 3 7 13 14 18 2 7 16 20
81

Lampiran :

CROSSTABS

Case Processing Summary


Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
pengetahuan * kepatuhan 45 100.0% 0 0.0% 45 100.0%

pengetahuan * kepatuhan Crosstabulation

kepatuhan
sangat tidak
sangat patuh patuh tidak patuh patuh Total
pengetahuan baik 1 6 5 1 13
cukup 1 0 1 12 14
kurang 0 1 10 7 18
Total 2 7 16 20 45

Correlations
pengetahuan kepatuhan
Spearman's rho pengetahuan Correlation Coefficient 1.000 .320*
Sig. (2-tailed) . .032
N 45 45
*
kepatuhan Correlation Coefficient .320 1.000
Sig. (2-tailed) .032 .
N 45 45
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2013). Penuntun Diet. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Arikunto, S. (2014). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka
Cipta.
Belinda, R. A. (2021). Studi rasionalitas penggunaan obat antidiabetes pada pasien
diabetes melitus gestasional tahun 2018 – 2020 di RSUD Dr. H. Slamet
Martodirjo Pamekasan. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
BPS Kalteng. (2017). Statistik Keuangan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah.
Retrieved November 24, 2022, from kalteng.bps.go.id website:
https://kalteng.bps.go.id/publication/2018/12/20/e6b236c7e99d5a5ca8f6428
a/statistik-keuangan-daerah-provinsi-kalimantan-tengah-2017.html
Budiman, A. (2013). Kapita Selekta Kuesioner : Pengetahuan dan Sikap dalam
Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba Empat.
Ellis, G. E. (2010). An Assessment of the Factors that Affect the Self-Care
Behaviors of Diabetics. Birmingham: University of Alabama.
Engram, B. (2014). Rencana asuhan keperawatan medikal bedah. Jakarta: EGC.
Fatimah, R. N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Majority, 4(5).
Hidayat, A. . (2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data.
Jakarta: Salemba Empat.
Hurst, M. (2015). Belajar Mudah Keparawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Jauhari, A., & Nasution, N. (2015). Nutrisi Dan Keperawatan. Yogakarta: Jaya
Ilmu.
Jauhari. (2016). Dukungan sosial dan kecemasan pada penderita diabetes mellitus.
The Indonesian Journal of Health Science, 7(1), 64–76.
Johnson, R. (2005). Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta: EGC.
Kariadi, S. H. (2009). Diabetes: Panduan Lengkap Untuk Diabetisi. Jakarta: Mizan
Media Utama.
Kemenkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kemkes. (2018). Diabetes Melitus Penyebab Kematian Nomor 6 di Duni. Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

82
Lestari, K. A. D., Somoyani, N. K., & Surati, I. G. A. (2018). Hubungan
Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pengobatan Antiretroviral (Arv) Pada Ibu
Hamil Dengan Human Immunodeficiency Virus (Hiv) / Acquired Immuno
Deficiency Syndrome (Aids). Jurnal Ilmiah Kebidanan, 6(2), 72–79.
Mariyani, L., Rahmalia, S., & Dewi, Y. . (2015). Hubungan Stadium Ulkus Dengan
Kualitas Hidup Pada Pasien DM tipe 2 di RS Umum Provinsi Riau. Jurnal
Online Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, 2(1).
Maryam, S. (2014). Promosi Kesehatan dalam Reproduksi Pelayanan kabidanan.
Jakarta: EGC.
Nabyl, R. A. (2012). Panduan hidup sehat: mencegah dan mengobati Diabetes
Mellitus. Yogakarta: Aulia Publishing.
Nakamireto, G. P. (2016). Hubungan Pengetahuan Diet Diabetes Mellitus Dengan
Kepatuhan Diet Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 Di Wilayah Kerja
Puskesmas Gamping II Sleman Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta.
Niven, N. (2012). Psikologi Kesehatan : Pengantar untuk perawat dan tenaga
kesehatan profesional lain. Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2013). Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, S. (2014). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Nurrahman, U. (2012). Diabetes Mellitus. Yogakarta: Familia.
Nursalam. (2017). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba
Medika.
Perkeni. (2015). Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia.
Jakarta: Perkumpulan Endokrinologi Indonesia.
Price, S. & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses- proses
Penyakit (H. Hartanto, Wulansari, & Mahanani, eds.). Jakarta: EGC.
Purwitaningtyas, R. Y., Putra, I. W. G. A. E., & Wirawan, D. N. (2015). Faktor
Risiko Kendali Glikemik Buruk pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Kembiritan Kabupaten Banyuwangi. Public Health and
Preventive Medicine Archive, 3(1).

83
Putro, P. J. S., & Suprihatin. (2012). Pola Diit Tepat Jumlah, Jadwal, Dan Jenis
Terhadap Kadar Gula Darah Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jurnal STIKES,
5(1), 71–81.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogakarta: Nuha
Medika.
- Aplikasi Metodologi Penelitian Kesehatan. Yogakarta: Nuha Medika.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta: EGC.
Soegondo, S. (2014). Farmakoterapi Pada Pengendalian Glikemia Diabetes
Mellitus Tipe 2. In Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: FK UI.
Sulistyowati, L. (2011). Diabetes Mellitus Di Indonesia dan Ilmu Penyakit Dalam.
Jakarta: Interna Publishing.
Tovar, E. (2007). Relationship Between Psycosocial Factors And Adherence To
Diet And Exercise In Adult With Type 2 Diabetes : A Test Of Theoretical
Model. University of Texas Medical Branch Graduate School of Biomedical
Science.
Waspadji, S. (2007). Diabetes Melitus Mekanisme Dasar dan Pengelolaannya yang
Rasional. In Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.
Wawan, & Dewi. (2018). Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Manusia. Yogakarta: Nuha Medika.
WHO. (2016). Global Report On Diabetes. Geneva: World Health Organization.
Widiasari, K. R., Wijaya, I. M. K., & Suputra, P. A. (2021). Diabetes Melitus Tipe
2: Faktor Risiko, Diagnosis, Dan Tatalaksana. Ganesha Medicine, 1(2).

84
LAMPIRAN
PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

( INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


No. Responden :
Usia :

Alamat :

Pekerjaan :

Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden penelitian mahasiswa


Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya atas nama
Trimariane dengan judul “Hubungan Pengetahuan Pasien Diabetes Melitus
Tipe 2 Dengan Kepatuhan Dalam Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”.

Apabila dikemudian hari saya keberatan dengan jawaban yang saya berikan
untuk penelitian ini atau penelitian ini merugikan saya, maka saya dapat
mengajukan pembatalan menjadi responden terhadap penelitian ini.

Saya sudah diberi informasi dan memutuskan berpartisipasi sebagai


responden terhadap penelitian ini.

Palangka Raya, November 2022

Responden
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Pasien Diabetes Melitus Dalam
Menjalankan Diet Di Ruang Rawat Inap RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka
Raya.

Petunjuk Pengisian:
1. Isilah data identitas anda.
2. Berilah tanda checklist (√) pada kotak idenditas yang telah tersedia.

A. IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden : (Diisi Oleh Peneliti)
Alamat :
Tempat, Tanggal Lahir :
Hari/Tanggal Wawancara :

B. KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Nama (Inisial) :
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
Perempuan

3. Umur : 26-35 tahun


36-45 tahun
46-55 tahun
56-64 tahun
65 tahun ke atas

4. Pendidikan Terakhir : Tidak sekolah


SD
SMP
SMA
DIII/Perguruan Tinggi/Sederajat
5. Berapa Lama Menderita Diabetes Melitus? : 1 tahun
2-5 tahun
≥ 6 tahun

6. Apakah pernah mendapat informasi tentang diet diabetes melitus?


Tidak pernah
Pernah

7. Jika pernah, sumber informasi yang didapat dari mana?


Media cetak/Elektronik
Keluarga/Tetangga
Petugas kesehatan
Kuesioner Pengetahuan Tentang Diet Diabetes Melitus

C. PENGETAHUAN
Petunjuk:
1. Mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara(i) untuk menjawab semua pertanyaan
di bawah ini.
2. Bacalah dengan seksama pertanyaan ini, kemudian jawablah dengan jujur dan
tidak dipengaruhi oleh orang lain.
3. Berilah tanda (x) pada jawaban A, B, C atau D yang dianggap benar.
4. Terima kasih atas kesediaan dan kerja sama yang telah Bapak/Ibu/Saudara(i)
berikan.
Pertanyaan:
I. Pengertian diet diabetes melitus
1. Apakah yang dimaksud dengan diet diabetes melitus?
A. Pengaturan pola makan sesuai jumlah, jenis dan jadwal makan.
B. Mengurangi konsumsi karbohidrat.
C. Memperbaiki kebiasaan makan.
D. Diet tidak boleh mengkonsumsi gula berlebih.
2. Diet diabetes melitus diberikan khusus bagi............
A. Penderita hipertensi
B. Penderita diabetes melitus
C. Penderita asam urat
D. Penderita stroke
II. Prinsip diet diabetes melitus
3. Prinsip diet bagi penderita diabetes melitus adalah..........
A. Makan porsi banyak.
B. Tidak bervariasi.
C. Makanan beragam, bergizi dan berimbang.
D. Makanan bergizi.
4. Di bawah ini kendala besar dalam melaksanakan diet diabetes melitus
adalah.............
A. Menghitung jumlah kalori.
B. Membatasi makanan manis.
C. Mempertahankan berat badan normal.
D. Kepatuhan untuk menjalani diet.
III. Tujuan diet diabetes melitus
5. Tujuan diet diabetes melitus adalah............
A. Mengurangi kegemukan.
B. Memperbaiki kebiasaan makan.
C. Meningkatkan kesehatan.
D. Mendapatkan zat gizi seimbang.
6. Memperbaiki kebiasaan makan dengan diet diabetes melitus dilakukan
untuk................
A. Meningkatkan nafsu makan.
B. Menurunkan berat badan.
C. Hidup berkualitas.
D. Mencegah komplikasi.
IV. Syarat diet diabetes melitus
7. Syarat diet diabetes melitus adalah............
A. Vitamin dan mineral dibatasi.
B. Jumlah energi setiap orang sama.
C. Terdiri dari karbohidrat, protein, lemak dan serat.
D. Lemak jenuh boleh dikonsumsi.
8. Bagaimanakah diet bagi penderita diabetes melitus?
A. Sesuai jenis makanan.
B. Sesuai jadwal makan.
C. Sesuai jumlah makanan.
D. Sesuai jumlah, jadwal dan jenis makanan (3J).
9. Jadwal makan yang sesuai diet diabetes melitus adalah.............
A. 3 kali makan utama, makanan kecil/selingan sekendak.
B. 3 kali makan utama.
C. 2 kali selingan.
D. 3 kali makan utama, 2-3 kali selingan.
10. Makanan mengandung lemak yang harus dibatasi dalam diet diabetes
melitus adalah..............
A. Goreng-gorengan
B. Sirup
C. Susu rendah lemak
D. Singkong rebus
11. Jenis makanan yang dianjurkan dalam diet diabetes melitus adalah..........
A. Nasi.
B. Ikan, tempe.
C. Nasi, ikan, buncis, pisang.
D. Kentang, mie.
12. Makanan manis yang dibatasi dalam diet diabetes melitus adalah.............
A. Ikan asin.
B. Gula, sirup, es krim, dodol, cake.
C. Goreng-gorengan.
D. Makanan siap saji.
13. Makanan asin yang dibatasi dalam diet diabetes melitus adalah...............
A. Tempe
B. Telur rebus
C. Ikan asin
D. Oseng kangkung
V. Pengaturan diet diabetes melitus secara umum
14. Menurut anda seberapa pentingkah pengaturan diet bagi penderita diabetes
melitus?
A. Tidak terlalu penting.
B. Sangat penting untuk kontrol gula darah.
C. Hanya untuk penunjang proses pengobatan.
D. Tidak tahu.
15. Jumlah sayuran yang dianjurkan dalam diet diabetes melitus (*1 porsi sayur
= 1 gelas setelah direbus dan ditiriskan) adalah..............
A. 1-2 porsi sayur
B. 3-4 porsi sayur
C. 2-3 porsi sayur
D. 1 porsi sayur
16. Buah yang tidak dianjurkan dalam diet diabetes melitus adalah.............
A. Pepaya
B. Semangka
C. Pisang
D. Durian
17. Sumber protein yang dianjurkan dalam diet diabetes melitus adalah...........
A. Tempe, tahu
B. Nasi
C. Bayam
D. Pisang
18. Jenis sayuran yang dianjurkan dalam diet diabetes melitus adalah...........
A. Buncis
B. Sawi
C. Bayam
D. Semua jawaban benar
VI. Kebutuhan kalori
19. Kebutuhan kalori adalah...............
A. Mencapai berat badan ideal
B. Jumlah kalori sesuai berat badan ideal
C. Mempertahankan berat badan ideal
D. Menurunkan berat badan
20. Untuk menentukan jumlah kalori dalam diet diabetes melitus adalah dengan
menghitung kebutuhan................ sesuai berat badan ideal.
A. karbohidrat
B. protein
C. kalori
D. lemak
VII. Faktor-faktor penentu kebutuhan energi
21. Salah satu faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi penderita diabetes
melitus adalah..............
A. Istirahat.
B. Makanan.
C. Keadaan sakit.
D. Berat badan.
22. Jumlah energi yang dibutuhkan penderita diabetes melitus.............dengan
orang tanpa diabetes melitus.
A. Berbeda.
B. Sama.
C. Cukup.
D. Kurang.
23. Penderita diabetes melitus yang gemuk kebutuhan kalorinya..................
A. Secukupnya.
B. Sekehendak penderita.
C. Ditambah porsi makannya.
D. Dikurangi sesuai diet diabetes melitus.
24. Penderita diabetes melitus yang kurus kebutuhan kalorinya ditambah
untuk...............
A. Menurunkan berat badan.
B. Meningkatkan jumlah makan.
C. Meningkatkan berat badan.
D. Meningkatkan nafsu makan.
VIII. Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe 1
25. Penderita diabetes melitus tipe 1 yang makan terlalu banyak, tidak sesuai
dengan jumlah insulin yang diberikan menyebabkan..............
A. Sakit perut.
B. Sering kencing, merasa haus.
C. Sering buang air besar.
D. Penglihatan kabur.
26. Untuk mengurangi resiko komplikasi, pengaturan makanan pada penderita
diabetes melitus tipe 1 harus mengandung lemak...........
A. Tinggi.
B. Sedang.
C. Banyak.
D. Rendah.
27. Manfaat serat bagi penderita diabetes melitus tipe 1 adalah.........
A. Menurunkan kadar gula darah.
B. Meningkatkan kadar kolesterol.
C. Meningkatkan kadar gula darah.
D. Meningkatkan jumlah lemak.
IX. Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe 2
28. Tujuan utama pengaturan makanan pada penderita diabetes melitus tipe 2
adalah............
A. Menyembuhkan penyakit diabetes melitus.
B. Menurunkan berat badan menjadi ideal.
C. Meningkatkan jumlah lemak.
D. Meningkatkan kadar gula darah.
29. Penderita Diabetes melitus tipe 2 harus mengurangi............
A. Protein.
B. Serat.
C. Lemak jenuh.
D. Vitamin.
30. Pada penderita diabetes melitus tipe 2 diet diabetes melitus yang diberikan
adalah...............
A. Diet rendah kalori.
B. Diet tinggi lemak.
C. Diet rendah vitamin.
D. Diet tinggi protein.
LEMBAR KUNCI JAWABAN KUESIONER TINGKAT PENGETAHUAN
PASIEN TENTANG DIET DIABETES MELITUS
1. A 11. C 21. D
2. B 12. B 22. A
3. C 13. C 23. D
4. D 14. B 24. C
5. B 15. C 25. B
6. D 16. D 26. D
7. C 17. A 27. A
8. D 18. D 28. B
9. D 19. B 29. C
10. A 20. C 30. A
Bobot Nilai Jawaban Kuesioner Pengetahuan
1. Cara penilaian:
Jika benar nilai :1
Jika salah nilai :0

2. Klasifikasi soal
1. Pengertian diet diabetes melitus : Soal nomor 1-2

2. Prinsip diet diabetes melitus : Soal nomor 3-4

3. Tujuan diet diabetes melitus : Soal nomor 5-6

4. Syarat diet diabetes melitus : Soal nomor 7-13

5. Pengaturan diet diabetes melitus secara umum : Soal nomor 14-18

6. Kebutuhan kalori : Soal nomor 19-20

7. Faktor-faktor penentu kebutuhan energi : Soal nomor 21-24

8. Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe : Soal nomor 25-27


1
9. Pengaturan makanan pada diabetes melitus tipe : Soal nomor 28-30
2

3. Kategori pengetahuan:
Baik, nilai : 76-100%
Cukup, nilai : 56-75%
Kurang, nilai : > 56%
KUESIONER KEPATUHAN

No. Pertanyaan Ya Tidak

1. Saya setiap hari selalu makan sayur dan buah sesuai


dengan anjuran dokter.
2. Saya selalu berusaha mengurangi makan makanan
kecil atau ngemil
3. Jarak antara makan sekarang dengan berikutnya yang
anda lakukan adalah 3 jam
4. Setiap hari saya makan tiga kali
5. Saya makan tepat waktu sesuai jadwal yang sudah
dikonsultasikan oleh dokter atau petugas kesehatan
yang lain.
6. Saya setiap hari tidak mengkonsumsi makanan dan
minuman yang terasa manis atau banyak
mengandung gula
7. Saya mengkonsumsi makanan yang banyak
mengandung vitamin, mineral dan protein seperti
telur dan daging
8. Saya memiliki gula pengganti seperti gula jagung
pada saat ingin mengkonsumsi makanan atau
minuman yang manis
9. Saya selalu melakukan variasi makanan pada jadwal
diet makan saya agar tidak terjadi kebosanan
10. Saya secara rutin mengontrolkan kadar gula darah ke
pelayanan kesehatan untuk kebutuhan diet saya

Anda mungkin juga menyukai