Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN ABSES

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Abses (Latin: abscessus) merupakan kumpulan nanah (netrofil yang telah mati)
yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi (biasanya
oleh bakteri atau parasit) atau karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka
peluru, atau jarum suntik). Proses ini merupakan reaksi perlindungan oleh jaringan
untuk mencegah penyebaran/perluasan infeksi ke bagian tubuh yang lain. Abses
adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi nanah. (Siregar,
2010)
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari infeksi
yang melibatkan organisme piogenik, nanah merupakan suatu campuran dari
jaringan nekrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan oleh
enzim autolitik. (Morison, 2008)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa abses adalah terbentuknya
kantong berisi nanah pada jaringan kutis dan subkutis akibat infeksi kulit yang
disebabkan oleh bakteri/parasit atau karena adanya benda asing.

2. Anatomi dan Fisiologi


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar 16%
berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg dan luasnya sekitar 1,5 – 1,9
meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari letak, umur
dan jenis kelamin. Kulit tipis seperti : kelopak mata, penis, labium minus dan kulit
bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada telapak tangan, telapak
kaki, punggung, bahu dan bokong.
Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :
 Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal dari
ectoderm
 Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai yang
terdalam), yaitu :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)
Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis sel pipih,
tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak berwarna dan
sangat sedikit mengandung air. Terdiri dari sel keratinosit yang bisa mengelupas
dan berganti.
2) Stratum Lusidum (lapisan bening)
Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan lapisan
berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil-kecil,
tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya).
Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan telapak kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan berbutir)
Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang mengandung butir-
butir di dalam protoplsmanya, berbutir kasar dan berinti mengkerut. Lapisan ini
tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan telapak kaki.
4) Stratum Spinosum (lapisan bertaju)
Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling berhubungan
dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma berbentuk kubus. Jika sel-
sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan selnya bertaju. Setiap sel berisi
filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju
normal, tersusun menjadi beberapa baris.
5) Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel torak
(silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan dermis. Alas sel-
sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis di bawahnya. Lamina
basalis yaitu struktur halus yang membatasi epidermis dengan dermis. Terdapat
aktifitas mitosis yang hebat dan bertanggung jawab dalam pembaharuan
sel epidermis secara konstan. Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk
migrasi kepermukaan, hal ini tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan
satu lapis sel yg mengandung melanosit.
Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
 Proteksi barier
 Organisasi sel
 Sintesis vitamin D dan sitokin
 Pembelahan dan mobilisasi sel
 Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan kulit. Terdiri atas
jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit
jangat atau dermis menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung
rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu :
 Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
 Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara
longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut
daerah di tubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke
dermis untuk regenerasi. Subkutis/hipodermis mempunyai fungsi sebagai berikut :
 Melekat ke struktur dasar
 Isolasi panas
 Cadangan kalori
 Kontrol bentuk tubuh
 Mechanical shock absorber.
Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang membentuk
pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan selain itu antara
dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan pleksus ini memperdarahi
papilla dermis tiap papilla dermis punya satu arteri asenden dan satu cabang vena.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sebagai barrier infeksi, sensasi, esksesi,
metabolism, dll.
Gambar 1. Struktur Kulit

3. Etiologi
Menurut Siregar (2010) suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui
beberapa cara :
a) Bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari tusukan jarum yang
tidak steril
b) Bakteri menyebar dari suatu infeksi di bagian tubuh yang lain
c) Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan tidak
menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya abses.
Abses dapat meningkat jika :
a) Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
b) Daerah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
c) Terdapat gangguan sistem kekebalan

4. Manifestasi Klinis
Abses bisa terbentuk diseluruh bagian tubuh, termasuk paru-paru, mulut,
rektum, dan otot. Abses yang sering ditemukan di dalam kulit atau tepat dibawah
kulit terutama jika timbul di wajah.
Menurut Smeltzer & Bare (2011), gejala dari abses tergantung kepada lokasi
dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa:
a) Nyeri
b) Nyeri tekan
c) Teraba hangat
d) Pembengkakan
e) Kemerahan
f) Demam
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih
tumbuh lebih besar. Paling sering, abses akan menimbulkan Nyeri tekan dengan
massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses, dan lembut.

5. Patofisiologi/Pathway

Bakteri gram positif mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim


koagulase dapat merusak jembatan antar sel, sehingga menyebabkan transport nutrisi
antar sel terganggu. Jika itu terjadi maka jaringan akan rusak/mati/nekrosis dan dapat
menjadi media yang baik bagi bakteri. Sehingga timbulah infeksi yang
mengakibatkan peradangan dan sel darah putih mati. Peradangan menyebabkan
hiperthermi dan reaksi peradangan dapat menyebabkan rasa nyeri. Sel darah putih
yang mati dapat menyebabkan jaringan menjadi abses dan berisi PUS yang apabila
pecah dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Hal tersebut perlu dilakukan
pembedahan yang menyebabkan terjadinya luka insisi yang berdampak nyeri.
Bakteri Gram Positif
(Staphylococcus aureus Streptococcus mutans)

Mengeluarkan enzim hyaluronidase dan enzim koagulase

merusak jembatan antar sel

transpor nutrisi antar sel terganggu

Jaringan rusak/mati/nekrosis

Media bakteri yang baik

Jaringan terinfeksi

Peradangan
Sel darah putih mati

Demam
Jaringan menjadi abses Pembedahan
Hipertermi & berisi PUS

Pecah

Reaksi Peradangan
(Rubor, Kalor, Tumor, Dolor, Fungsiolaesea)

Luka Insisi
Resiko Penyebaran Infeksi

Kerusakan Integritas Kulit


Nyeri

Sumber : Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, 2011


6. Penatalaksanaan
Menurut Morison (2008), Abses luka biasanya tidak membutuhkan
penanganan menggunakan antibiotik. Namun demikian, kondisi tersebut butuh
ditangani dengan intervensi bedah, debridement dan kuretase.
Suatu abses yang disebabkan oleh benda asing, hanya perlu dipotong dan
diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat analgetik dan antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan diindikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap nanah yang lebih
lunak. Drain dibuat dengan tujuan mengeluarkan cairan abses yang senantiasa
diproduksi bakteri.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas
Abses bisa menyerang siapa saja dan dari golongan usia berapa saja,
namun yang paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak.
b. Riwayat Kesehatan
1. Keluhan utama
Nyeri, panas, bengkak, dan kemerahan pada area abses.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a) Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses
dalam seringkali sulit ditemukan.
b) Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum yang tidak steril atau terkena
peluru, dll.
c) Riwayat infeksi (suhu tinggi) sebelumnya yang secara cepat menunjukkan
rasa sakit diikuti adanya eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit menular dan kronis, seperti TBC dan diabetes mellitus.
c. Pemeriksaan fisik
1. Sistem pernafasan
Dalam batas normal
2. Sistem kardiovaskuler
Dalam batas normal
3. Sistem persarafan
Dalam batas normal
4. Sistem perkemihan
Dalam batas normal
5. Sistem pencernaan
Dalam batas normal
6. Sistem muskuloskeletal
Dalam batas normal.
7. Sistem integumen
Bengkak, kemerahan dan luka pada daerah abses
8. Sistem endokrin
Dalam batas normal
9. Sistem reproduksi
Dalam batas normal.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan/insisi pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal;
TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan : 20
x / menit.
Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat keadaan
umum klien
2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik 2) Sebagai data dasar mengetahui seberapa hebat
nyeri. nyeri yang dirasakan klien sehingga
mempermudah intervensi selanjutnya
3) Observasi reaksi non verbal dari 3) Reaksi non verba menandakan nyeri yang
ketidaknyamanan. dirasakan klien hebat
4) Dorong menggunakan teknik 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang dirasakan
manajemen relaksasi. klien dengan non farmakologis
5) Kolaborasikan obat analgetik sesuai 5) Mempercepat penyembuhan terhadap nyeri
indikasi.

2) Hipertermi berhubungan dengan penyakit (proses peradangan)


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama suhu tubuh 1) Untuk data awal dan memudahkan intervensi
klien.
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat penguapan
minum, minimal 8 gelas / hari. tubuh dari demam
3) Lakukan kompres hangat. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh darah
sehingga mempercepat hilangnya demam
4) Kolaborasi dalam pemberian 4) Mempercepat penurunan demam
antipiretik.

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan : Dapat tercapainya proses penyembuhan luka
tepat waktu.
Kriteria hasil : Luka bersih, tidak bau, tidak ada pus/sekret,
udema disekitar luka berkurang.

Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka serta 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses
proses penyembuhan. penyembuhan akan membantu dalam
menentukan tindakan selanjutnya.
2) Rawat luka dengan baik dan benar 2) Merawat luka dengan teknik aseptik, dapat
dengan teknik aseptik menjaga kontaminasi luka.
3) Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian anti biotik.
3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Klien bebas tanda dan gejala penyebaran infeksi

Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan teknik 2) Menurunkan terjadinya resiko infeksi dan
aseptik dan antiseptik penyebaran bakteri
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab kerusakan
pemberian antibiotik jaringan.
DAFTAR PUSTAKA

Harrison. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Editor dalam bahasa Inggris : kurt J.
Lessebacher. Et. Al : editor bahasa Indnesia Ahmad H. Asdie. Edisi 13. jakarta :
EGC. 2008.

Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2010.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Bruner and
Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa Indonesia :Monica
Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2011.

NANDA, 2005

NIC, 2005

NOC, 2005

Anda mungkin juga menyukai