Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KASUS ABSES GLUETUS

DI RUANGAN GARUDA BAWAH


RSUD ANUTAPURA PROVINSI
SULAWESI TENGAH

DI SUSUN OLEH
NAMA : MUTHIARA ANDINI, S.Kep

CI LAHAN CI INSTITUSI

Ns. Handrycho Apole, S.Kep Ns. Elin Hidyat, S.Kep, M.Kep


NIP. 19940908 201908 2 001 NIK. 20230901156

PROGRAM STUDI NERS


PROFESI NERS UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
2023
A. Konsep dasar penyakit

1. Definisi
Abses adalah penimbunan nanah yang terjadi akibat infeksi bakteri. Abses
dapat terjadi di mana saja pada bagian tubuh kita. Abses dapat terlihat karena
berada di bagian luar tubuh (pada lapisan kulit) atau terjadi pada organ dalam
tubuh, yang tidak terlihat.Abses merupakan kumpula nanah (netrofil yang telah
mati) yang terakumulasi di sebuah kavitas jaringan karena adanya proses infeksi
oleh bakteri, karena adanya benda asing (misalnya serpihan, luka peluru, atau
jarum suntik).
Abses adalah pengumpulan nanah yang terlokalisir sebagai akibat dari
infeksi yang melibatkan organisme progenik, nanah merupakan suatu campuran
dari jaringan nekrokti, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati yang dicairkan
oleh enzim autolitik (Morison, 2008).
Abses merupakan suatu infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri atau
parasit karena adanya benda asing dan mengandung nanah yang merupakan
campuran dari jaringan nefrotik, bakteri, dan sel darah putih yang sudah mati
(Siregar, 2007).

2. Anatomi dan Fisiologi


Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh,
merupakan organ terberat dan terbesar dari tubuh. Seluruh kulit beratnya sekitar
16% berat tubuh, pada orang dewasa sekitar 2,7 – 3,6kg dan luasnya sekitar 1,5
– 1,9 meter persegi. Tebalnya kulit bervariasi mulai 0,5 - 6 mm tergantung dari
letak, umur dan jenis kelamin. Kulit tipis seperti : kelopak mata, penis, labium
minus dan kulit bagian medial lengan atas. Sedangkan kulit tebal seperti pada
telapak tangan, telapak kaki, punggung, bahu dan bokong.

Secara embriologis kulit berasal dari dua lapis yang berbeda, yaitu :
a. Lapisan luar adalah epidermis yang merupakan Lapisan epitel berasal dari
ectoderm
b. Lapisan dalam yang berasal dari mesoderm adalah dermis atau korium yang
merupakan suatu lapisan jaringan ikat.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam), yaitu :
1) Stratum Korneum (lapisan tanduk)

Merupakan lapisan epidermis paling atas, terdiri atas beberapa lapis


sel pipih, tidak memiliki inti, tidak mengalami proses metabolisme, tidak
berwarna dan sangat sedikit mengandung air. Terdiri dari sel keratinosit
yang bisa mengelupas dan berganti.
2) Stratum Lusidum (lapisan bening)

Disebut juga lapisan barrier terletak dibawah lapisan tanduk dengan


lapisan berbutir. Lapisan bening terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yg
kecil-kecil, tipis, dan bersifat translusen sehingga dapat dilewati sinar
(tembus cahaya). Lapisan ini sangat tampak jelas pada telapak tangan dan
telapak kaki.
3) Stratum Granulosum (lapisan berbutir)

Tersusun oleh sel-sel keratonosit berbentuk kumparan yang


mengandung butir-butir di dalam protoplsmanya, berbutir kasar dan berinti
mengkerut. Lapisan ini tampak paling jelas pada kulit telapak tangan dan
telapak kaki.
4) Stratum Spinosum (lapisan bertaju)
Disebut juga lapisisan malphigi terdiri atas sel-sel yang saling
berhubungan dengan perantaraan jembatan-jembatan protoplasma
berbentuk kubus. Jika sel-sel lapisan saling berlepasan, maka seakan-akan
selnya bertaju. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas
serabut protein. Sel-sel pada lapisan taju normal, tersusun menjadi
beberapa baris.
5) Stratum Basale /Stratum Germinativum (lapisan benih)
Merupakan lapisan terbawah epidermis, dibentuk oleh satu baris sel
torak (silinder) dengan kedudukan tegak lurus terhadap permukaan
dermis. Alas sel-sel torak ini bergerigi dan bersatu dengan lamina basalis
di bawahnya. Lamina basalis yaitu struktur halus yang membatasi
epidermis dengan dermis. Terdapat aktifitas mitosis yang hebat dan
bertanggung jawab dalam pembaharuan sel epidermis secara konstan.
Epidermis diperbaharui setiap 28 hari untuk migrasi kepermukaan, hal ini
tergantung letak, usia dan faktor lain. Merupakan satu lapis sel yg
mengandung melanosit.
Epidermis mempunyai fungsi sebagai berikut, yaitu :
a) Proteksi barier
b) Organisasi sel
c) Sintesis vitamin D dan sitokin
d) Pembelahan dan mobilisasi sel
e) Pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel Langerhans).
Dermis merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering
dianggap sebagai “True Skin” karena 95% dermis membentuk ketebalan
kulit. Terdiri atas jaringan ikat yang menyokong epidermis dan
menghubungkannya dengan jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang
paling tebal pada telapak kaki sekitar 3 mm. Kulit jangat atau dermis
menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut,
kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau kelenjar minyak, pembuluh-
pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak rambut (muskulus
arektor pili).
Lapisan Dermis terdiri dua lapisan, yaitu :
a) Lapisan papiler, tipis mengandung jaringan ikat jarang.
b) Lapisan retikuler, tebal terdiri dari jaringan ikat padat
Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang
terdiri dari lapisan lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang
menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya.
Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah di tubuh dan keadaan
nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk
regenerasi. Subkutis/hipodermis mempunyai fungsi sebagai berikut :
a) Melekat ke struktur dasar
b) Isolasi panas
c) Cadangan kalori
d) Kontrol bentuk tubuh
e) Mechanical shock absorber.
Suplai darah dan nutrisi untuk kulit diperoleh dari arteri yang
membentuk pleksus terletak antara lapisan papiler dan retikuler dermis dan
selain itu antara dermis dan jaringan subkutis. Cabang kecil meninggalkan
pleksus ini memperdarahi papilla dermis tiap papilla dermis punya satu
arteri asenden dan satu cabang vena. Pada epidermis tidak terdapat
pembuluh darah tapi mendapat nutrient dari dermis melalui membran
epidermis pembuluh darah kulit.
Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh,
yaitu :
a) Sebagai barier infeksi
b) Mengontrol suhu tubuh (termoregulasi)
c) Sensasi
d) Eskresi
e) Metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dan
elektrolit, trauma mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen. Sensasi telah diketahui merupakan salah satu
fungsi kulit dalam merespon rangsang raba karena banyaknya akhiran
saraf seperti pada daerah bibir, putting dan ujung jari. Kulit berperan pada
pengaturan suhu & keseimbangan cairan elektrolit. Termoregulasi
dikontrol oleh hipothalamus. Temperatur perifer mengalami proses
keseimbangan melalui keringat, insessible loss dari kulit, paru-paru dan
mukosa bukal. Temperatur kulit dikontrol dengan dilatasi atau kontriksi
pembuluh darah kulit. Bila temperatur meningkat terjadi vasodilatasi
pembuluh darah, kemudian tubuh akan mengurangi temperatur dengan
melepas panas dari kulit dengan cara mengirim sinyal kimia yang dapat
meningkatkan aliran darah di kulit. Pada temperatur yang menurun,
pembuluh darah kulit akan vasokontriksi yang kemudian akan
mempertahankan panas.

3. Etiologi

Menurut Siregar (2007), suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses ketika
bakteri masuk ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. sebagian
sel mati jaringan yang sehat itu mati, dan hancur meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Suatu infeksi bakteri bisa menyebabkan abses
melalui beberapa cara: bakteri masuk ke bawah kulit akibat luka yang berasal dari
tusukan jarum yang tidak sterildan bakteri dapat menyebar dari suatu infeksi di
bagian tubuh yang lain. Kondisi ini memicu sel-sel darah putih yang berfungsi
melawan infeksi masuk ke dalam rongga tersebut, memerangi bakteri, dan
kemudian mati. Sel darah putih yang mati itulah yang membentuk cairan nanah,
yang mengisi rongga tersebut. Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat
jika terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi daerah
yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang terdapat gangguan sistem
kekebalan
4. Patofisiologis

Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan


dengan cara mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik
(sintesis), kimiawi yang secara spesifik mengawali proses peradangan atau
melepaskan endotoksin yang ada hubunganya dengan dinding sel. Reaksi
hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi respon imunologi
mengakibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agent fisik dan
bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan,kematian
jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab
dari peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi
arteriol akan meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi
bersamaan dengan kemerahan bersifat lokal. Peningkatan suhu dapat terjadi
secara sistemik. Akibat endogen pirogen yang dihasilkan makrofaq mempengaruhi
termoregulasi pada suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan
terjadi hipertermi. Peradangan terjadi perubahan diameter pembuluh darah
mengalir keseluruh kapiler kemudian aliran darah kembali pelan. Sel-sel
darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona plasmatik. Leukosit
menempel pada epitel sehingga langkah awal terjadi emigrasi kedalam ruang
ekstravaskuler lambatnya aliran darah yang mengikuti Fase hyperemia
meningkatkan permiabilitas vaskuler mengakibatkan keluarya plasma kedalam
jaringan, sedang sel darah tertinggal dalam pembuluh darah akibat tekanan
hidrostatik meningkat dan tekanan osmotik menurun sehingga terjadi akumulasi
cairan didalam rongga ekstravaskuler yang merupakan bagian dari cairan
eksudat yaitu edema. Regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan tekanan
pus dalam rongga abses menyebabkan rasa nyeri. Mediator kimiawi, termasuk
bradikinin, prostaglandin, dan serotonin merusak ujung saraf sehingga
menurunkan ambang stimulus terhadap reseptor mekanosensitif dan termosensitif
yang menimbulkan nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan
sehingga mengalami penurunan fungsi tubuh yang menyebabkan terganggunya
mobilitas litas.
Inflamasi terus terjadi selama, masih ada pengrusakan jaringan bila
penyebab kerusakan bisa diatasi, maka debris akan difagosit dan dibuang oleh
tubuh sampai terjadi resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan
menyebabkan debris terkumpul dalam suatu rongga membentuk abses di sel
jaringan lain membentuk flegmon. Trauma yang hebat menimbulkan reaksi tubuh
yang berlebihan berupa fagositosis debris yang diikuti dengan pembentukan
jaringan granulasi vaskuler untuk mengganti jaringan yang rusak (fase organisasi),
bila fase destruksi jaringan berhenti akan terjadi fase penyembuhan melalui
jaringan granulasi fibrosa. Tapi bila destruksi jaringan berlangsung terus akan
terjadi fase inflamasi kronik yang akan sembuh bila rangsang yang merusak
hilang. Abses yang tidak diobati akan pecah dan mengeluarkan pus kekuningan
sehingga terjadi kerusakan Integritas kulit. Sedangkan abses yang diinsisi dapat
mengakibatkan resiko penyebaran infeksi
5. Phatway

Bakteri

Jaringan sel terinfeksi

Peradangan Sel darah putih mati

Demam Jaringan menjadi abses &


Berisi pus Kurang pengetahuan tentang
penyakit
Hipertermi
Pecah
Cemas

6. Manifestasi Klinis

Tidak dapat dirasakan gejala saat kuman menyerang suatu bagian tubuh
tertentu. Tetapi setelah abses terbentuk, biasanya kita merasa tidak nyaman, terjadi
pembengkakan, demam dan jika abses terjadi di organ luar tubuh, akan terlihat
kumpulan nanah. Sedangkan jika abses terjadi di bagian dalam tubuh, maka yang
dapat dirasakan adalah organ tubuh yang membesar (akibat pembengkakan). abses
merupakan salah satu manifestasi peradangan, maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni:
kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan
hilangnya fungsi.
Menurut Smatzer (2013), gejala dari abses tergantung lokasi dan pengaruhnya
terhadap fungsi atau organ syaraf yaitu bisa berupa:
a. Nyeri tekan
b. Akral teraba hangat
c. Pembengkakan
d. Kemerahan
e. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat bawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Adapun lokasi abses antara lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit
diatasnya menipis. Suatu abses didalam tubuh sebelumnya menimbulkan gejala
seringkali terlrbih tumbuh lebih besar. Paling sering abses akan menimbulkan nyeri
trkan dengan massa yang berwarna merah, hangat pada permukaan abses.

7. Pemeriksaan penunjang

Pada penderita abses biasanya pemeriksaandarah menunjukan peningkatan


jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam,
biasanya dilakukan pemeriksaan:
a. Rontgen
b. USG
c. Ct-Scan

8. Pemeriksaan Medis
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanggan menggunakan
antibiotik. Namun demikian kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi
bedah, debridment, dan kreatase. Hal ini sangan penting untuk diperhatikan
bahwa penanggan hanya dengan menggunakan antibiotik tanpa drainase
pembedahan tindakan yang efektif. Hal tersebut terjadi karena antibiotik sering
tidak mampu masuk kedalam abses dan selain antibiotik tersebut sering kali dapat
bekerja dalam pH yang rendah.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat Kesehatan
Hal-hal yang perlu di kaji antara lain adalah:
- Abses kulit atau di bawah kulit sangat mudah di kenali, sedangkan abses
dalam sering kali sulit ditemukan.
- Riwayat trauma, seperti tertusuk jarum atau terkena peluru.
- Riwayat infeksi sebelumnya yang terasa cepat menunjukan rasa sakit
diikuti adanya rasa eksudat tetapi tidak bisa dikeluarkan.
b. Pemeriksaan Fisik
- Luka terbuka atau tertutup.
- Organ atau terinfeksi.
- Masa eksudat atau dengan bermata.
- Peradangan berwarna pink atau kemerahan .
- Abses dengan ukuran bervariasi.
- Rasa sakit bila dipalpasi akan terasa fluktuatif.
c. Pemeriksaan laboratorium
- Hasil pemeriksaan leukosit menunjukan peningkatan jumlah sel darah putih.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1) Nyeri Akut berhubungan dengan agen injuri biologi atau insisi pembedahan
2) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
3) Kerusakan Intergritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka
3. Intervensi keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan reaksi peradangan/insisi pembedahan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan gangguan rasa nyaman nyeri teratasi.
Kriteria Hasil : Klien mengungkapkan secara verbal rasa nyeri
berkurang, klien dapat rileks, klien mampu
mendemonstrasikan keterampilan relaksasi dan aktivitas
sesuai dengan kemampuannya, TTV dalam batas normal;
TD : 120 / 80 mmHg, Nadi : 80 x / menit, pernapasan :
20 x / menit.

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV 1) Sebagai data awal untuk melihat
2) Kaji skala, lokasi, dan keadaan umum klien
karakteristik nyeri. 2) Sebagai data dasar mengetahui
3) Observasi reaksi non verbal seberapa hebat nyeri yang dirasakan
dari ketidaknyamanan. klien sehingga mempermudah
4) Dorong menggunakan teknik intervensi selanjutnya
manajemen relaksasi. 3) Reaksi non verba menandakan nyeri
5) Kolaborasikan obat analgetik yang dirasakan klien hebat
sesuai indikasi. 4) Untuk mengurangi ras nyeri yang
dirasakan klien dengan non
farmakologis
5) Mempercepat penyembuhan terhadap
nyeri
2) Gangguan thermoregulator berhubungan dengan proses peradangan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan
diharapkan hipertermi dapat teratasi.
Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam batas normal (36 0 C – 37 0C).

Intervensi Rasional
1) Observasi TTV, terutama 1) Untuk data awal dan memudahkan
suhu tubuh klien. intervensi
2) Anjurkan klien untuk banyak 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
minum, minimal 8 gelas / penguapan tubuh dari demam
hari. 3) Membantu vasodilatasi pembuluh
3) Lakukan kompres hangat. darah sehingga mempercepat
4) Kolaborasi dalam pemberian hilangnya demam
antipiretik. 4) Mempercepat penurunan demam

3) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma jaringan


Tujuan : Dapat tercapainya proses penyembuhan luka
tepat waktu.
Kriteria hasil : Luka bersih, tidak bau, tidak ada pus/sekret,
udema disekitar luka berkurang.

Intervensi Rasional
1) Kaji luas dan keadaan luka 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
serta proses penyembuhan. proses penyembuhan akan membantu
2) Rawat luka dengan baik dan dalam menentukan tindakan
benar dengan teknik aseptik selanjutnya.
3) Kolaborasi dengan dokter 2) Merawat luka dengan teknik aseptik,
untuk pemberian anti biotik. dapat menjaga kontaminasi luka.
3) Menghilangkan infeksi penyebab
kerusakan jaringan.
4) Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan luka terbuka

Tujuan : Penyebaran infeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : Klien bebas tanda dan gejala penyebaran


infeksi
Intervensi Rasional
1) Observasi tanda-tanda infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
2) Lakukan perawatan luka dengan 2) Menurunkan terjadinya resiko
teknik aseptik dan antiseptik infeksi dan penyebaran bakteri
3) Kolaborasi dengan dokter untuk 3) Menghilangkan infeksi penyebab
pemberian antibiotik kerusakan jaringan.

4. Implementasi Keperawatan

No Diagnosa Impelentasi
1 Nyeri berhubungan dengan 1) Observasi TTV
reaksi peradangan/insisi 2) Kaji skala, lokasi, dan karakteristik
pembedahan nyeri.
3) Observasi reaksi non verbal dari
ketidaknyamanan.
4) Dorong menggunakan teknik
manajemen relaksasi.Kolaborasikan
obat analgetik sesuai indikasi.
2 Gangguan thermoregulator 1) Untuk data awal dan memudahkan
berhubungan dengan intervensi
proses peradangan 2) Untuk mencegah dehidrasi akibat
penguapan tubuh dari demam
3) Membantu vasodilatasi pembuluh
darah sehingga mempercepat
hilangnya demam
4) Mempercepat penurunan demam
3 Kerusakan integritas kulit 1) Pengkajian yang tepat terhadap luka
berhubungan dengan dan proses penyembuhan akan
trauma jaringan membantu dalam menentukan
tindakan selanjutnya.
2) Merawat luka dengan teknik aseptik,
dapat menjaga kontaminasi luka.
3) Menghilangkan infeksi penyebab
kerusakan jaringan.
4 Resiko penyebaran infeksi 1) Deteksi dini terhadap infeksi
berhubungan dengan luka 2) Menurunkan terjadinya resiko
terbuka infeksi dan penyebaran bakteri
3) Menghilangkan infeksi penyebab
kerusakan jaringan.

5. Evaluasi
Subjective : Berisi informasi tentang keluhan pasien saat dilakukan
evaluasi.
Objective : Berisi data hasil pemeriksaan fisik saat dilakukan
evaluasi.
Assesment : Berisi kesimpulan apakah masalah teratasi, masalah
teratasi sebagian atau masalah belum teratasi.
Planning : Merupakan perencanaan setelah melihat hasil analisis
data, planning dapat berupa intervensi dilanjutkan,
dihentikan atau dimodifikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoes, A (2007). Kapita Selekta Kedokteraan. Jakarta. EGC

Smeltzer (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah vol.3. Jakarta : EGC
Nanda Internasional. (2012). NursingDiagnoses Definition and Clasification 2012.
Wiley- Blacwell.United Kingdom

Prise & Wilkinson. (2008). Patofisiologis Konsep Klinis Proses Penyakit.


Edisi 4.Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai