Oleh :
Kesejahteraan masyarakat yang baik dapat ditandai dengan tingkat kebutuhan tersier
yang juga ikut meningkat. Salah satu kebutuhan tersier masyarakat perkotaan yang menjadi
tren saat ini adalah meningkatnya daya tarik terhadap pemeliharaan hewan kesayangan.
Tampilan serta tingkah laku tingkah laku anjing dan kucing yang menyenangkan bagi
pemilik merupakan alasan utama hewan tersebut banyak dipilih sebagai hewan kesayangan
lurus pada laporan kejadian penyakit pada anjing dan kucing yang juga turut meningkat,
baik penyakit infeksius maupun non infeksius. Salah satu penyakit non infeksius tersebut
adalah abses. Abses merupakan salah satu manifestasi peradangan maka manifestasi lain
yang mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, yakni:
kemerahan (rubor), panas (calor), pembengkakan (tumor), rasa nyeri (dolor), dan hilangnya
fungsi. Abses biaanya disebabkan oleh bakteri pathogen, yang ada pada kulit.
Patogen utama yang menyebabkan infeksi kulit pada anjing dan kucing adalah
Staphylococcus intermedius. Bakteri ini dapat ditemukan pada mukosa, khususnya nasal,
anal, traktus genital, dan tumbuh pada kulit melalui kegiatan mandi atau aktivitas lainnya.
Kasus ini jarang terjadi tanpa adanya faktor pokok. Hampir semua kondisi kulit dapat
terinfeksi oleh bakteri, namun faktor yang paling sering menyebabakan infeksi adalah alergi,
penyakit keratinisasi dan penyakit folikular. Infeksi bakteri pada kucing jarang terjadi.
Infeksi bakteri pada kucing hanya sebagai infeksi sekunder. Abses subkutaneus sering
terjadi pada kucing, biasanya infeksi terjadi akibat adanya luka (Paterson 2008)
Penanganan abses seacara cepat dapat mengurangi resiko abses pada jaringan. Abses
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara praktik dan teori mengenai
etiologi, gejala klinis, temuan dalam pemeriksaan klinis, teknik diagnosa, prognosa, dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Abses
Abses merupakan kumpulan nanah ( neutrophil yang mati ) yang berada dalam kavitas
jaringan tubuh yang biasanya pada daerah kulit dan menimbulkan luka yang cukup serius
karena infeksi bakteri. Pada abses terdapat nanah yang terlokalisasi yang dikelilingi oleh
jaringan yang meradang. Gejala khas abses adalah perdangan, merah, hangat,bengkak, sakit,
bila abses membesar biasanya di ikuti gejala demam, selain itu bila ditekan teras adanya
secara histopatologik Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama,
a. Lapisan basal atau stratum germinativum. Lapisan basal merupakan lapisan epidermis
paling bawah dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat melanosit.
Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Melanin berfungsi melindungi
b. Lapisan malpighi atau stratum spinosum. Lapisan malpighi atau disebut juga prickle cell
layer (lapisan akanta) merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan tebal. Terdiri
dari beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda akibat
adanya mitosis serta sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya. Pada
terdiri dari 2 atau 3 lapis sel gepeng, berisi butir-butir (granul) keratohialin yang
basofilik. Stratum granulosum juga tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
d. Lapisan lusidum atau stratum lusidum. Lapisan lusidum terletak tepat di bawah lapisan
korneum. Terdiri dari selsel gepeng tanpa inti dengan protoplasma yang berubah menjadi
e. Lapisan tanduk atau stratum korneum. Lapisan tanduk merupakan lapisan terluar yang
terdiri dari beberapa lapis sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya
telah berubah menjadi keratin. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus
2.2.2 Dermis
Lapisan dermis adalah lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada
epidermis. Terdiri dari lapisan elastis dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan
folikel rambut. Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yakni: a. Pars papilare, yaitu
bagian yang menonjol ke epidermis dan berisi ujung serabut saraf dan pembuluh darah. b.
Pars retikulaare, yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah subkutan. Bagian ini
terdiri atas serabut-serabut penunjang seperti serabut kolagen, elastin, dan retikulin. Lapisan
ini mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea.
Lapisan ini merupakan lanjutan dermis, tidak ada garis tegas yang memisahkan dermis
dan subkutis. Terdiri dari jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel-sel
lemak merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang
bertambah. Jaringan subkutan mengandung syaraf, pembuluh darah dan limfe, kantung
rambut, dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat kelenjar keringat. Fungsi jaringan
subkutan adalah penyekat panas, bantalan terhadap trauma, dan tempat penumpukan energi.
Adapun fungsi utama kulit adalah (Djuanda,2007): (1) Fungsi proteksi Kulit menjaga bagian
dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanik (tarikan, gesekan, dan tekanan),
gangguan kimia ( zat-zat kimia yang iritan), dan gagguan bersifat panas (radiasi, sinar
ultraviolet), dan gangguan infeksi luar. (2) Fungsi absorpsi Kulit yang sehat tidak mudah
menyerap air, larutan dan benda padat tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah
diserap, begitupun yang larut lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembaban, metabolisme dan jenis
vehikulum. (3) Fungsi ekskresi Kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi
atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan amonia. (4) Fungsi
persepsi Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis sehingga kulit
mampu mengenali rangsangan yang diberikan. Rangsangan panas diperankan oleh badan
ruffini di dermis dan subkutis, rangsangan dingin diperankan oleh badan krause yang terletak
di dermis, rangsangan rabaan diperankan oleh badan meissner yang terletak di papila dermis,
dan rangsangan tekanan diperankan oleh badan paccini di epidermis. (5) Fungsi pengaturan
suhu tubuh (termoregulasi) Kulit melakukan fungsi ini dengan cara mengekskresikan
keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh darah kulit. Di waktu suhu dingin,
peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu
panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar
keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas. (6) Fungsi pembentukan
pigmen Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di lapisan basal dan sel ini berasal dari
rigi saraf. Jumlah melanosit dan 17 jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. (7) Fungsi kreatinisasi Fungsi ini memberi
pembentukan/sintesis vitamin D
Kulit secara konstan berhubungan dengan bakteri dari udara atau dari benda-benda, tetapi
kebanyakan bakteri ini tidak tumbuh pada kulit karena kulit tidak sesuai untuk
pertumbuhannya. Adapun mikroba yang sering dijumpai pada pemeriksaan penyakit di kulit,
yaitu :
a. Staphylococcus aureus
b. Staphylococcus epidermidis
c. Propionilbacterium acnes
Flora normal dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: flora residen dan flora transien.
Flora residen merupakan bakteri yang berada di lapisan dalam kulit. Letaknya dibawah sel
superfisial lapisan stratum korneum dan dapat ditemukan di lapisan permukaan kulit, karena
letaknya yang dalam itu flora jenis ini lebih sulit dihilangkan secara mekanik. Mikrobiota
residen memiliki fungsi sebagai kompetitor nutrisi pada eksistem dan antagonis mikroba.
Potensial patogenik yang lebih rendah dibanding dengan flora transien merupakan hal yang
penyakit lebih besar pada kulit. Flora jenis ini terdiri dari mayoritas staphylococcus
koagulase negatif dan corynebacterium, dengan kepadatan populasi antara 103 dan 103
CFU/cm2 .
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif berbentuk bulat berdiameter 0,7-
1,2 μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak (McCaig et al., 2006). Bakteri
ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu
kamar (20-25ºC). Koloni pada perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning
keemasan, berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90% isolat klinik
menghasilkan S. aureus yang mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang
berperan dalam virulensi bakteri (Purnomo et al., 2006). Infeksi oleh S. aureus ditandai
dengan kerusakan jaringan yang disertai abses bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang
disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka (Welsh et al.,
2010). Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis, infeksi
saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan penyebab utama
infeksi nosokomial, keracunan makanan, dan sindroma syok toksik (Welsh et al., 2010) .
Kontaminasi langsung S. aureus pada luka 6 terbuka (seperti luka pascabedah) atau infeksi
setelah trauma (seperti osteomielitis kronis setelah fraktur terbuka) dan meningitis setelah
fraktur tengkorak, merupakan penyebab infeksi nosokomial (Khusnan et al., 2012). S. aureus
dapat menimbulkan penyakit melalui kemampuannya untuk tersebar luas dalam jaringan dan
melalui pembentukan berbagai zat ekstraseluler. Berbagai zat yang berperan sebagai faktor
Kuman yang masuk kedalam tubuh akan menyebabkan kerusakan jaringan dengan cara
mengeluarkan toksin. Bakteri melepaskan eksotoksin yang spesifik ( sintesis) kimiawi yang
secara spesifik mengawalai proses peradangan atau melepaskan endotoksin yang ada
hubungannya dengan dinding sel. Reaksi hipersensitivitas terjadi bila ada perubahan kondisi
respon imunologi yang mengkibatkan perubahan reaksi imun yang merusak jaringan. Agen
fisik dan bahan kimia oksidan dan korosif menyebabkan kerusakan jaringan. Kematian
jaringan menstimulus untuk terjadi infeksi. Infeksi merupakan salah penyebab dari
peradangan, kemerahan merupakan tanda awal yang terlihat akibat dilatasi arteriol akan
meningkatkan aliran darah ke mikro sirkulasi kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan
suhu lebih tinggi sehingga produksi panas meningkat dan terjadi hipertermi. Peradangan
terjadi perubahan diameter pembuluh darah mengalir keseluruh kapiler. Kemudian aliran
darah Kembali pelan. Sel – sel darah mendekati dinding pembuluh darah didaerah zona
plasmatic. Leukosit menempel pada epitel sehingga Langkah awal terjadi emigrasi kedalam
ruang ekstravaskuler, lambatnya aliran darah yang mengikuti fase hyperemia meningkatkan
kumulasi cairain didalam rongga vaskuler yang merupakan bagian dari cairan eksudat yaitu
edema. Regangan dan distorsi jarinagan akibat edema dan tekanan pus dalam rongga abses
menyebabkan rasa nyeri. Adanya edema akan mengganggu gerak jaringan sehingga
Inflamasi akan terus terjadi selama masih ada pengrusakan jaringan. Apabila penyebab
kerusakan dapat diatasi maka debris akan difagosit dan dibuang oleh tubuh sampai terjadi
resolusi dan kesembuhan. Reaksi sel fagosit yang berlebihan menyebabkan debris terkumpul
dalam suatu rongga membentuk abses di sel jaringan lain. Abses yang tidak diobati akan
pecah dan mengeluarkan pus kekuningan sehingga terjadi kerusakan integritas kulit.
Akan terlihat adanya enumpukan darah, peradangan kemerahan dan rasa sakit, Sakit muncul
kantung atau benjolan pada kulit yang penuh dengan nanah suhu tubuh meningkat (tanda sel
darah putih melawan infeksi, Sulit bergerak, Jumlah sel darah putih meningkat, keluar cairan
Untuk dapat didiagnosis dengan sepsis karena munculnya abses, pasien memiliki
peningkatan denyut jantung hingga lebih dari 90 denyut per menit bahkan ketika beristirahat,
peningkatan pernapasan lebih dari 20 napas per menit, jumlah sel darah putih yang tinggi,
2.5 Pencegahan
Lakukan cuci tangan sebelum menyentuh area yang terdpat luka terbuka, segera mencuci
luka dengan menggunakan antiseptic, balut luka terbuka denga kasa steril untuk mencegah
kontaminasi bakteri.
2.6 Pengobatan
antibiotic yang dapat diberikan pada kondisi abses ialah penstrep ( penicillin streptomycin).
Penicillin streptomycin merupakan agen bakterisida yang berspektrum luas dan efektif
membunuh bakteri gram positif. Penicillin memiliki struktur betalaktam yang mampu
meghambat sintesis dinding sel bakteri dengan menghambat enzim bakteri yang diperlukan
Apabila abses masih timbul, maka pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan
MATERI METODE
3.1 Materi
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan kucing yang mengalami gangguan pada kulit
Bahan yang digunakan untuk terapi kucing yang mengalami abses adalah tolfedin,
3.1 Metode
ambulatoir secara lengkap, kucing dibawa keruang periksa, selanjutnya ditimbang dan
diukur suhu tubuh nya. Pemeriksaan umum dengan melihat keadaan umum.
BAB IV
4.1 HASIL
LEMBAR KONSULATIF
Telpon :-
STATUS PREASEN
Pernafaan : Abdomen
Pencernaan : Normal
Syaraf : Normal
Konsentrasi : -
Natif :-
Centrifuge :-
Lain – lain : -
Reaksi :-
Protein :-
Sedimen :-
Lain – lain : -
Sifat :-
Kadar hb :-
Pre apus :-
Lain – lain : -
D. Usg :-
E. Rontgent :-
F. Ekg :-
G. Faal organ:-
I. Alergi :-
J. Lain- lain : -
Terapi Pengobatan
Terapi :
4.2 PEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga disebabkan oleh luka pasca injeksi yang tidak kunjung sembuh
hingga menimbulkann infeksi bakteri. Sesuai dengan keterangan pemilik, bahwa kucing belang
sempat mengalami sakit dan pemilik merawat luka tersebut dengan pmebersihkan saja,
berhubungan kucing tersebut kucing outdor maka sulit untuk di rawat dan kunjung sembuh
hingga luka mengeluarkan nanah, kjemungkinan terjadinya deep pyoderma ini krena kucing
Kulit memiliki beberapa bakteri flora normal, salah satunya adalah stapylococcus aureus
yang dapat menimbulkan permasalahn kulit seperti abses. Hal ini sependapat dengan Welsh et al,
2010 bahwa infeksi oleh S. aureus ditandai dengan kerusakan jaringan yang disertai abses
bernanah. Beberapa penyakit infeksi yang disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat,
. infeksi bakteri pada kasus ini juga dapat menimbulkan terjadinya sepsis, dan berakibat
fatal. Bakteri staphylococcus jenis ini dapat mengeluarkan toksin berupa endotoksin dan
eksotoksin(Hotchkiss et al, 2016). Endotoksin yang dihasilkan dapat menyebabkan efek sistemik
seperti perubahan tekanan darah, suhu tubuh, abnormalitas koagulasi, penurunan jumalh leukosit,
penurunan trombosit, perdarahan, gangguan sistem imun, dan pada akhirnya dapat berujung
pada kematian. Eksotoksin yang dihasilkan oleh bakteri akan di ekskresi ke ekstrasel bakteri dan
berinteraksi dengan sel inang dan mengganggu metabolisme sel (Angus et al ,2013). Hal ini
dapat mengakibatkan terganggunya fungsi organ hingga berujung pada kematian. Kegagalan
fungsi organ menyebabkan suplai nutrisi di tingkat sel menjadi terhambat, akibatnya sel tidak
KESIMPULAN
Luka terbuka dapat menimbulkan infeksi bakteri sekunder dan dapat menyebabkan sepsis yang
Angus DC, van der Poll T. Severe sepsis and septic shock. N Engl J Med. 2013; 369: 840-51.
Barbic D, Chenkin J. Cho DD, Jelic T. and Scheuermeyer FX. 2016. In PatientsPresenting to the
Emergency Department with Skin and Soft Tissue Infections What is the Diagnostic
the Current Standard of Care Systematic Review and Meta-Analysis. BMJ open, 7(1):13
Craft N. 2012. Superficial Cutaneous Infectious and Pyoderma. In: Fitzpatrick's Dermatology in
Chemother, 44(2):255-60.
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, et al., editors. New York: McGraw Hill Medical DeLeo
FR, Diep BA, and Otto M. 2009. Host Defense and Pathogenesis in Staphylococcus
Holtzman La Hitti E, and Harrow ]. 2013. Incision and Drainage. In: Clinical Procedures i
Elsevier.
James WD Berger TG Elston DM, et al. 2016. Bacterial Infections. In: Andres Diseases of the
Hotchkiss RS, Moldawer LL,Opal SM, Reihart K, Turnbull IR, Vincent JL. Sepsis and septic
Weiss, D.J., Wardrop, K.J., 2010. Schalm’s Veterinary Hematology 5th Edition, 5th ed.
SUSP OTITIS PADA KUCING TUTI (GRENZONE PET SERVICE)
Oleh :
Kesejahteraan masyarakat yang baik dapat ditandai dengan tingkat kebutuhan tersier
yang juga ikut meningkat. Salah satu kebutuhan tersier masyarakat perkotaan yang menjadi tren
saat ini adalah meningkatnya daya tarik terhadap pemeliharaan hewan kesayangan. Tampilan
serta tingkah laku tingkah laku anjing dan kucing yang menyenangkan bagi pemilik merupakan
alasan utama hewan tersebut banyak dipilih sebagai hewan kesayangan Tren pemeliharaan
anjing dan kucing yang meningkat di masyarakat berbanding lurus pada laporan kejadian
penyakit pada anjing dan kucing yang juga turut meningkat, baik penyakit infeksius maupun non
infeksius. Salah satu penyakit non infeksius tersebut adalah susp otitis. Otitis adalah peradangan
pada telinga, sedangkan eksterna artinya luar. Radang telinga dapat dikategorikan berdasarkan
lokasi tempat terjadinya peradangan. Apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian luar maka
diklasifikasikan sebagai otitis eksterna. Sedangkan apabila infeksi terjadi di liang telinga bagian
tengah, maka diklasifikasikan sebagai otitis media, yang biasanya disebabkan oleh robeknya
gendang telinga yang disertai infeksi apabila terjadi pada liang telinga bagian dalam, maka
Kejadian otitis esterna dapat berlangsung dari peradangan ringan sampai parah yang
dikenal dengan otitis nekrotikan eksterna. Hal ini disebabkan peluruhan sel kulit yang normal
atau serumen sebagai barier protektif pada saluran telinga bagian luar pada kondisi kelembaban
yang tinggi dan temperatur yang panas. Otitis eksterna adalah peradangan pada distal saluran
telinga eksternal ke membran timpani telinga yang mungkin atau mungkin tidak terlibat. Ini bisa
terjadi secara akut atau kronis dan unilateral atau bilateral. Kasus ini adalah salah satu kasus
paling umum dialami hewan kecil dan sering dijumpai oleh para dokter hewan praktik. Tanda-
tanda klinis dapat mencakup kombinasi headshaking, bau, rasa sakit pada manipulasi telinga,
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara praktik dan teori mengenai
etiologi, gejala klinis, temuan dalam pemeriksaan klinis, teknik diagnosa, prognosa, dan terapi
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otitis
Otitis eksterna adalah suatu peradangan pada liang telinga luar, baik akut maupun kronis,
yang biasanya dihubungkan dengan infeksi sekunder oleh bakteri dan atau jamur yang menyertai
maserasi kulit dan jaringan subkutan. Otitis eksterna terbagi menjadi otitis eksterna superfisialis
dan otitis eksterna profunda atau otitis eksterna akut (Dhingra, 2008). Otitis eksterna dapat
terjadi karena berbagai penyebab. Faktor predisposisi dapat meningkatkan risiko otitis eksterna
dan membantu faktor utama atau langsung menyebabkan otitis externa. Faktor utama yang
paling umum adalah hipersensitivitas, gangguan keratinisasi, dan tungau Otodectes. Faktor
utama yang harus dikendalikan untuk membantu dalam resolusi otitis eksterna (Schaer, 2009).
Dalam kasus otitis eksterna, perbanyakan patogen menjadi semakin meningkat. Terutama
menunjukkan penyempitan ringan dan adanya migrasi epitel secara fisologis yang menyebabkan
penurunan fungsi saluran telinga yang sesungguhnya. Peradangan yang diakibatkan oleh otitis
eksterna menunjukkan adanya pembentukan eksudat yang kemudian menjadi edema. Selain itu
aktivitas kelenjar ceruminous juga semakin meningkat. Hal ini mendorong adanya pengurangan
fraksi lipid dengan pengenceran sekresi cerumen apokrin. Semua peristiwa ini bertangung jawab
untuk meningkatkan kelembaban di kanal dan cerumen bakteriostatik menurun. Dengan adanya
faktor ini, semua patogen (bakteri, ragi, dan parasit) dapat menyebabkan kerusakan keratinosit
dan menyebarkan akumulasi cairan di liang telinga (Carlotti, 2006). Kondisi kulit daun telinga
dalam derajat bervariasi, akan menebal ( hiperkeratosis, akantosis) dan edema, yang meluas
kedalam liang telinga sehingga akan terjadi penyempitan dari orifisium liang telinga dan liang
telinga keseluruhan, lecet dan adanya laserasi pada daun telinga dan konka. Massa kering dan
bereksfoliasi sering menutupi liang telinga dan akan timbul rasa gatal, nyeri disertai pula
keluarnya sekret encer, bening sampai kental purulen tergantung pada kuman atau jamur yang
menginfeksi. Pada jamur biasanya akan bermanifestasi sebagai sekret kental berwarna putih
Otitis Eksterna Pada hewan penderita otitis eksterna, kulit yang melapisi bagian luar
telinga sering menjadi merah, gatal, dan menyakitkan. Nanah, bahan lilin, dan sampah lainnya
dapat menumpuk. Otitis eksterna bisa menimbulkan perasaan sangat tidak nyaman untuk hewan
peliharaan Anda dan harus ditangani sesegera mungkin. Otitis eksterna dapat menyebabkan
kepala gemetar, menggaruk dan menggosok, bau busuk, perilaku abnormal atau bahkan mudah
marah, serta keadaan gangguan pendengaran dalam jangka panjang (Cote, 2011).
penyakit pada gigi, stapylocucal pyoderma, cheyletiellosis, regressing histiocytoma (Cote, 2011).
Salah satu kemajuan yang paling signifikan dalam pengelolahan otitis kronis selama 20
tahun terakhir adalah bahwa kita tidak lagi berharap bahwa rekaman telinga di atas kepala dan
menerapkan salep topikal selama 7 sampai 10 hari akan menyelesaikan masalah tersebut.
Pengobatan otitis disesuaikan dengan setiap agen kasus. Pengobatan dan produk harus
ditargetkan pada penyebab yang diketahui, pilihan yang sebagian besar didasarkan pada
kombinasi temuan diagnostik dan pengalaman pribadi. Jumlah produk yang tersedia secara
komersial digunakan di telinga, perawatan tambahan yang direkomendasikan, ditambah
kombinasi jenis otitis dan berbagai faktor telah menghalangi proses penyembuhan. Pendekatan
umum untuk pengobatan adalah mengidentifikasi dan faktor predisposisi serta faktor utama; 14
membersihkan saluran telinga; lembaga terapi topikal; lembaga terapi sistemik (jika diperlukan);
pendidikan klien. Juga dibutuhkan terapi pencegahan dan pemeliharaan (sesuai kebutuhan)
(Cote, 2011).
Terapi topikal merupakan bagian penting dari pengobatan otitis eksterna. Kombinasi atau
berbagai macam produk yang sering ditunjukkan, terutama pada awalnya karena campuran
mikroorganisme, peradangan, dan kadang-kadang parasit yang hadir di sebagian besar telinga
pada saat dilakukan diagnosa. Walaupun pengobatan topikal kurang efektif dan dapat bersifat
kuratif saja, efektivitas jangka pendek pengobatan tersebut dapat mengecoh para praktisi dan
penyakit tersebut. Hal ini dianggap oleh beberapa ahli sebagai faktor timbulnya otitis. Terapi
topikal harus dipilih berdasarkan temuan klinis, sitologi, penyebab dan sejarah penyakitnya.
Pengobatan yang dilakukan secara pribadi oleh pemilik hewan tanpa melakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter hewan dapat berlanjut sebagai kasus otitis eksterna. Kebanyakan
obat topikal untuk otitis secara rutin mengandung glukokortikoid, antibiotik, antijamur, dan
kadang-kadang agen anti parasit, yang berminyak atau berair. Beberapa produk komersial
tersedia di Afrika Selatan misalnya desinfektan. Beberapa pengobatan yang ditemukan juga
cukup efektif dalam beberapa jenis otitis. Beberapa produk menyoroti fakta bahwa proses
penyembuhan otitis eksterna tidak bisa terjadi secara instan. Tidak ada data spesifik tentang
MATERI METODE
3.1 Materi
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan kucing yang mengalami gangguan telinga adalah
Bahan yang digunakan untuk terapi kucing yang mengalami abses adalah drill, doxycycline,
3.2Metode
ambulatoir secara lengkap, kucing dibawa keruang periksa, selanjutnya ditimbang dan diukur
4.1 HASIL
LEMBAR KONSULATIF
Alamat :
Telpon :-
STATUS PREASEN
Pernafaan : Abdomen
Peredaran darah : Normal
Pencernaan : Normal
Syaraf : Normal
Konsentrasi : -
Natif :-
Centrifuge :-
Lain – lain : -
Reaksi :-
Protein :-
Sedimen :-
Lain – lain : -
Sifat :-
Kadar hb :-
Pre apus :-
Lain – lain : -
D. Usg :-
E. Rontgent :-
F. Ekg :-
G. Faal organ:-
H. Kulit :
I. Alergi :-
J. Lain- lain : -
Terapi Pengobatan
Terapi :
R/ Doxycyclin 30 mg
s 2 dd caps 1
Chloramfecort
4.2 PEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga disebabkan oleh luka pasca injeksi yang tidak kunjung sembuh hingga
menimbulkann infeksi bakteri. Sesuai dengan keterangan pemilik, bahwa kucing tuti sempat
mengalami sakit dan pemilik merawat luka tersebut dengan pmebersihkan saja tanpa konsultasi
Kucing menunjukkan adanya kasus otitis eksterna yang disebabkan oleh parasit
(Kustiningsih, 2001). Penyebabnya biasanya bersifat infeksius, namun non infeksius serta proses
dermatologic juga bisa saja menjadi penyebabnya. Penyebab otitis eksterna yang infeksius,
sekitar 80% diakibatkan oleh bakteri. Bakteri yang bersifat patogen yang paling sering
dan organisme gram negative seperti spesies Enterococcus dan Proteus mirabilis (Jones, 2005).
Otitis eksterna terjadi karena adanya flora normal pada telinga bagian luar, yang mana 96%
2011).
Faktor penyebab manajemen pemeliharaan, asal usul kucing serta pengetahuan pemilik
kucing tentang kejadian penyakit otitis eksterna yang meliputi beberapa aspek sehingga dapat
menjadi acuan dalam mendiagnosis adanya kejadian otitis eksterna. asal usul kucing memiliki
pengaruh yang bermakn terhadap timbulnya penyakit otitis eksterna pada kucing rumahan atau
kucing pasar memlikiki kecenderungan yang sama terhadap penyakit ini. Variabel kondisi
kandang yang lembab atau dekat dengan kandang hewan lain memiliki pengaruh yang sangat
bermakn terhadap munculnya penyakit otitis eksterna sehingga kucing yang memiliki kandang
dengan kondisi yang lembab atau berdekatan dengan kandang hewan peliharaan lain memiliki
peluang 7% kali lebih mudah mengalami otitis eksterna. Pembersihan telinga yang jarang
dilakukan terhadap kejadian otitis eksterna pada kucing 9% kali dapat mengalami otitis eksterna.
Variabel jarangnya dilakukan grooming pada kucing peliharaan diketahui memiliki 4% kali lebih
mudah terkena otitis ekstena. Hal ini berpengaruh karena proses grooming pada kucing sangat
membantu pemilik kucing untuk membuat kucing peliharaan menjadi sangat bersih dan bulu
kucing tidak lembab, karena proses grooming memang dikerjakan oleh tenaga-tenaga paramedis
yang telah memenuhi prosedur untuk memandikan dan membersihkan seluruh tubuh pasien.
Grooming pada kucing merupakan suatu hal yang penting untuk dilakukan agar kucing tetap
terlihat prima, bersih dan terhindar dari infeksi parasit serta kulit dan rambut terlihat sehat.
Kucing biasanya sulit dan menolak untuk dilakukan grooming, jikatidak dibiasakan terhadap hal
ini. Pengenalan sedini mungkin terhadap grooming dan peralatannya dapat membantu kucing
terbiasa dengan rutinitas ini. Kondisi yang tenang merupakan tempat yang terbaik melakukan
KESIMPULAN
Otitis yang tidak segera di tangani bias menyebabkan infeksi bakteri sekunder dan dapat
menyebabkan penumpukan kotoran dan nanah yang dapat berujung pada kematian.
DAFTAR PUSTAKA
Bull, P. (2002). Conditions of The External Auditory Meatus. In : Lecture Notes on Diseases.
veterinaria, 8-12.
Cote, E. (2011). Cardiology and Small Animal Internal Medicine. Department of Companion
Hasanuddin. Makassar.
Schaer. 2009. DVM, DipACVIM, ACVECC (Clinical Medicine of the Dog and Cat ). South
Africa: 2009.
Widodo. (2011). Diagnostic Ultrasound in the Dog and Cat. Blackwell Scientitific : 2011.
BAB 1
PENDAHULUAN
Kesejahteraan masyarakat yang baik dapat ditandai dengan tingkat kebutuhan tersier yang
juga ikut meningkat. Salah satu kebutuhan tersier masyarakat perkotaan yang menjadi tren saat
ini adalah meningkatnya daya tarik terhadap pemeliharaan hewan kesayangan. Tampilan serta
tingkah laku tingkah laku anjing dan kucing yang menyenangkan bagi pemilik merupakan alasan
utama hewan tersebut banyak dipilih sebagai hewan kesayangan (Rodiah, 2001; Saryoko dan
Putri, 2016). Tren pemeliharaan anjing dan kucing yang meningkat di masyarakat berbanding
lurus pada laporan kejadian penyakit pada anjing dan kucing yang juga turut meningkat, baik
penyakit infeksius maupun non infeksius. Salah satu penyakit non infeksius tersebut adalah
Mata merupakan organ penting dan sangat sensitif dari tubuh makhluk hidup termasuk
kucing. Abnormalitas atau penyakit mata pada kucing yang sering terjadi antara lain seperti
katarak, entropion, ektropion, glaukoma, atau luka akibat trauma. Hal ini dapat disebabkan oleh
beberapa faktor diantaranya posisi mata yang terletak di bagian cranial sehingga lebih besar
kemungkinan mengalami terjadinya trauma maupun gangguan yang terjadi pada struktur mata.
Tingkat keparahan pada penyakit mata beraneka ragam, mulai dari yang ringan sampai dengan
sangat parah dan bahkan penyakit yang tidak dapat disembuhkan hanya dengan pemberian obat-
obatan, biasanya disertai dengan rasa sakit yang sangat pada mata dan kebutaan permanen.
Penanganan yang dapat dilakukan selain pemberian obat-obatan yakni dengan melakukan
tindakan operasi atau pembedahan. Reposisi dan enukleasi bola mata merupakan tindakan
pembedahan yang biasa dilakukan dalam dunia kedokteran hewan untuk kasus kelainan dengan
tingkat keparahan penyakit yang tidak dapat disembuhkan atau sudah mengalami kebutaan
(Sajuthi C dan Sajuthi T, 2013). Salah satu penyakit pada mata yang dilakukan tindakan operasi
atau pembedahan yaitu kasus prolapsus bulbus oculi di mana terjadi keluarnya bola mata dari
cavum orbita yang dapat disertai perdarahan subkonjungtiva sampai dengan putusnya nervus
optik.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara praktik dan teori mengenai
etiologi, gejala klinis, temuan dalam pemeriksaan klinis, teknik diagnosa, prognosa, dan terapi
TINJAUAN PUSTAKA
Anatomi Mata Mata merupakan struktur tubuh yang sangat sensitif, bila debu masuk ke
dalam mata akan menimbulkan iritasi ringan. terdapat di dalam suatu orbit yang terbentuk dan
dilindungi oleh os frontalis, palatine, lacrimalis, zygomaticus, dan presphenoid. Pergerakan bola
mata diatur otot-otot ekstraokular dan diinervasi oleh nervus cranialis III, IV, dan X. Secara
struktural mata terdiri dari mata bagian luar dan bagian dalam, yang meliputi kelopak mata,
sklera, kornea, iris dan ciliary body, lensa serta retina Secara umum mata terdiri dari dua bagian
yaitu bulbus oculi (bola mata) dan asesoris mata. Bola mata terletak di lekuk orbita deng
bervariasi pada setiap jenis hewan. Asesori mata terdiri dari palpebra (kelopak mata), cilia,
membran niktitan, otot penggerak bola mata dan kelenjar lakrimal Struktur mata yang berbentuk
bulat dapat dibagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan fibrosa pada bagian terluar lapisan vasculosa
(tunika media) dalam adalah lapisan bagian yaitu sclera dan korne koroid, badan siliaris dan iris.
Tunika interna terdiri dari dua bagian, yaitu retina dan saraf. visual lainnya. Wilayah orbital
adalah area wajah ya bola mata, termasuk kelopak mata atas dan bawah serta aparatus (Moore
dan Dalley, 2014 (kelopak mata), cilia, membran niktitan, otot penggerak bola mata dan l
Struktur mata yang berbentuk bulat dapat dibagi menjadi tiga lapisan yaitu lapisan fibrosa
pada bagian terluar (tunika externa) vasculosa (tunika media), dan bagian terakhir yang terletak
paling dalam adalah lapisan nervosa (tunika interna). Tunika externa terdiri dari dua bagian yaitu
sclera dan kornea. Tunika media terdiri dari tiga bagian, yaitu koroid, badan siliaris dan iris.
Tunika interna terdiri dari dua bagian, yaitu retina dan saraf. Bola mata terdapat di dalam orbita
bersama dengan struktur Wilayah orbital adalah area wajah yang menutupi orbita dan bola mata,
termasuk kelopak mata atas dan bawah serta aparatus (Moore dan Dalley, 2014).
Prolapsus bulbus atau Proptosis oculi adalah menonjolnya bola mata keluar dari rongga mata.
Keadaan ini merupakan kasus mata darurat, terjadi karena benturan atau trauma benda tajam dan
tumpul, atau terjadi karena perkelahian. Tekanan pada lengkung zigomatik akan mendorong bola
Faktor predisposisi prolapses atau proptosis bulbus oculi pada hewan kecil berupa umur dan
ras (Yunithyaningsih, 2015). Hewan kecil baik anjing dan kucing umumnya prolapsus bulbus
oculi terjadi diakibatkan karena traumatik. Prolapsus bulbus oculi dapat terjadi akibat infeksi,
benturan dan neoplasia (Fossum dkk, 2013). Jika mata terlihat menonjol, konjungtiva merah dan
bengkak secara mendadak, menunjukkan pembuluh darah arteri mata masih dalam kondisi baik.
Trauma mata dapat digolongkan trauma mata benda tumpul dan trauma mata benda tajam.
Trauma mata tumpul adalah trauma mata yang diakibatkan benda yang keras atau benda tidak
keras dengan ujung tumpul, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan kencang
sehingga terjadi kerusakan pada jaringan bola mata atau daerah sekitarnya. Sedangkan trauma
mata tajam adalah trauma pada mata yang diakibatkan oleh benda tajam atau benda asing lainnya
yang mengakibatkan terjadinya robek pada jaringan palpebra, kornea sampai mengenai lensa
(Adam, 2011). Penanganan Prinsip dasar dalam menangani kasus prolapsus bulbus oculi adalah
bola mata diusahakan secepatnya har kasus yang sangat parah yang menyebabkan kebutaan
Pasien dengan kasus keluarnya bola mata bisa terlihat shock atau bahkan terjadi gangguan
syaraf akibat traumatik yang terjadi pada nervus optic. Posisi bola mata lebih condong ke depan
daripada kelopak mata. Dapat disertai peradangan dan perdarahan (Yunithyaningsih, 2015)
2.4 Diagnosis
Diagnosis berupa anamnesa yang didapatkan dari pemilik pemeriksaan fisik pemeriksaan
laboratorium dan pemeriksaan penunjang seperti sampel sitologi atau biopsi jaringan, dan
2.5 Penanganan
Prinsip dasar penanganan kasus prolapses atau proptosis bulby harus secepatnya. Dilihat dari
kondisi fisik mata dan tingkat keparahan. Kalau kondisi mata masih bagus dan jaringan juga
masih bagus maka tindakan yang dilakukan yaitu canthotomy atau mereposisi bola mata dengan
operasi minor. Sebaliknya kalau bola mata kondisi nya terdapat nekrosis dan lain sebagainya
maka tindakan yang sesuai yaitu dilakukan enukleasi bulby Namun metode pengobatan dan
2.6 Canthotomy
Metode ini hanya dapat dilakukan oleh dokter hewan. Biasanya pada kasus proptosis bulby
sedang Teknik ini dilakukan diruang operasi dengan mereposisi mata kembali ke rongga mata
disertai dengan penjahitan. Kondisi anjing akan kembali normal setelah kurang lebih 1 bulan
2.7 Enukleasi
Enukleasi merupakan teknik operasi pengangkatan dan pembuangan bola mata dari cavum
orbita secara keseluruhan. Enukleasi dilakukan untuk membuang mata yang buta dan tidak
berfungsi lagi ataupun terjadinya penyakit mata yang tidak dapat disembuhkan dengan
pengobatan (Jordan dan Mawn, 2009). Cara ini digunakan jika kerusakan bola mata sangat parah
karena syaraf serta otot- otot rusak dan mata sudah hampir 80% keluar dari tempatnya.
Pendekatan operasi enukleasi atau pengangkatan bola mata dan konjungtiva juga digunakan pada
penanganan kasus glaukoma yang menimbulkan kesakitan bagi penderita, radang kornea
enukleasi akan meringankan rasa sakit yang timbul akibat gangguan pada mata tersebut.
Enukleasi biasanya menjadi pilihan terakhir untuk mengurangi rasa sakit dari mata, terutama
apabila keadaan mata sampai buta dan bola mata tidak berfungsi semestinya (Mitchell, 2008).
Teknik operasi enukleasi pada hewan kecil dapat dilakukan dengan teknik pembedahan
subconjunctival, lateral enukleasi dan teknik pembedahan transpalpebral. Objek utama dalam
pembedahan subconjunctival adalah pembuangan bola mata, membran niktitan dan sedikit
kelopak mata dengan meminimalkan pengangkatan jaringan otot ekstraokuler. Pada teknik
operasi ini juga dilakukan pengangkatan kelenjar lakrimal agar produksi air mata tidak terbentuk
lagi yang dapat mengakibatkan terbentuknya fistula yang menghubungkan antara rongga mata
Kelebihan dari teknik ini adalah nilai estetika yang tetap terjaga karena hanya sebagian otot
ekstraokuler yang diangkat sehingga rongga mata tidak menjadi kosong dan mata tidak menjadi
cekung. Kekurangan teknik pembedahan ini adalah pelaksanaan yang terlalu sulit karena masih
optikus dan pembuluh darah (Mitchell, 2008). Operasi enukleasi dengan teknik pembedahan
lateral enukleasi dan transpalpebral memiliki kemiripan, hanya saja pada teknik lateral tidak
dilakukan jahitan kelopak mata atas dan kelopak mata bawah terlebih dahulu tetapi dilakukan
lateral canthotomy (Fossum, 2013). Teknik ini menjadi pilihan yang lebih umum digunakan,
dimana objek yang diangkat meliputi bola mata, membran niktitan, kelenjar lakrimal, dan semua
MATERI METODE
3.1 Materi
Alat dan tindakan yang digunakan dalam pemeriksaan kucing yang mengalami Proposis
Bahan yang digunakan untuk terapi anjing yang mengalami proptosis adalah Betamox, vitol,
3.2 Metode
ambulatoir secara lengkap, kucing dibawa keruang periksa, selanjutnya ditimbang dan
diukur suhu tubuh nya. Pemeriksaan umum dengan melihat keadaan umum .
BAB IV
4.1 HASIL
LEMBAR KONSULATIF
Alamat :
Telpon :
STATUS PREASEN
Pencernaan : Normal
Syaraf : Normal
Konsentrasi : -
Natif :-
Centrifuge :-
Lain – lain : -
Reaksi :-
Protein :-
Sedimen :-
Lain – lain : -
Sifat :-
Kadar hb : Turun
Pre apus :-
Lain – lain : -
D. Usg :-
E. Rontgent :-
F. Ekg :-
G. Faal organ:-
H. Kulit :-
I. Alergi :-
J. Lain- lain : -
Terapi Pengobatan
Terapi :
Acp 07cc/sc
ATP 0.3cc/sc
Ketamin 0.6cc/im
Post Operasi
Salep Termycin
Rawat Jalan
Yusimox syrup 1cc/ 2x sehari
Kontol 7 minggu setalah operasi utnuk mebuka jahitan dan melihat kondisi bola mata.
( Terlihat 7 hari setelah post operasi dan mebuka jahitan bola mata terlihat masih bagus)
4.2 PEMBAHASAN
Pada kasus ini diduga disebabkan karena anjing micky jenis chihua-hua ini terlalu aktif
bermain bersama temannya dan terjadi benturan setelah guling-guling, setelah dilihat oleh owner
nya bola mata sebelah kiri keluar tanpa ada disertai darah. Kondisi ini masih bagus dan tidak
perlu dilakukan tindakak enukleasi bulby melainkan hanya dilakukan tindakakn canthotomy
saja. Anjing pada ras ini sangat rentan terhadap kasus proptosis bulby inu karena anjibg ras ini
memliki anatomi tulang yang sedikit berbeda dengan anatatomi anjing besar. Anatomi tulang
dari anjig jenis ini memliki struktur membrane dan kelopak tidak setebal dengan anjing ras besar.
Maka dari itu anjing jenis ras ini palig sering terkena kasus ini.
Pemeriksaan kondisi dari mata pasien, melalui pemeriksaan inspeksi pada mata sinistra
terlihat proptosis bulbus Pemeriksaan fisik dilakukan pengujian refleks cahaya pada pupil mata
dextra dan sinistra menggunakan penlight dan memeriksa refleks bulbus oculi. Hasil dari
pemeriksaan fisik adalah pada bulbus oculi dextra refleks pupil masih baik, palpebra tidak terjadi
edema. Didiagnosa berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan fisik bahwa pasien
Micky mengalami proptosis bulbus bulby ringan. Hal ini sesuai dengan pengertian dari Tilley
dan Smith (2002) bahwa proptosis bulbus adalah menonjolnya bola mata keluar dari rongga
mata. Sehingga hanya perlu dilakukan tindakan mereposisi kembali dengan cara canthotomy.
Berdasarkan hasil pengamatan post operasi, pasien memiliki nafsu makan yang baik
dengan pemberian recovery dan dilanjutkan dengan dry food. Pencegahan terjadinya infeksi
sekunder, dilakukan dengan pemberian antibiotik secara oral selama 7 hari berturut – turut
dengan tambahan antiinflamasi yang bertujuan untuk mengurangi inflamasi yang timbul pada
saat post operasi. Luka jahitan operasi dibersihkan menggunakan betadine setiap hari. Perawatan
post operasi dilakukan selama 7 hari rawat inap untuk mengobservasi kondisi luka operasi dan
timbulnya akumulasi cairan atau tidak yang dapat menghambat proses penyembuhan, serta
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesa, gejala klinis dan pemeriksaan fisik maka anjing ras Chihua-hua
tersebut didiagnosa mengalami proptosis ringan. Pada kasus ini dilakukan tindakan dengan cara
Edwards, R. S. (2010). Surgical Treatment of the Eye in Farm Animals. Vet Clin North Am
FoodAnim 26(3).
Jordan, D. R, and L. Mawn. (2009). Enucleation, Eviseration and Exenteration. In J.P. Dunn and
Opthalmology.
Sajuthi, C. K. (2013). Masterclass of Teknik Operasi Enukleasi Tanpa Komplikasi pada Hewan
Tilley and Smith. 2002. (2002). The 5-Minute Veterinary Consult Ver.2. Filipina: 2002.
Oleh :
PENDAHULUAN
Kesejahteraan masyarakat yang baik dapat ditandai dengan tingkat kebutuhan tersier
yang juga ikut meningkat. Salah satu kebutuhan tersier masyarakat perkotaan yang menjadi tren
saat ini adalah meningkatnya daya tarik terhadap pemeliharaan hewan kesayangan. Tampilan
serta tingkah laku tingkah laku anjing dan kucing yang menyenangkan bagi pemilik merupakan
alasan utama hewan tersebut banyak dipilih sebagai hewan kesayangan (Rodiah, 2001; Saryoko
Tren pemeliharaan anjing dan kucing yang meningkat di masyarakat berbanding lurus
pada laporan kejadian penyakit pada anjing dan kucing yang juga turut meningkat, baik penyakit
infeksius maupun non infeksius. Salah satu penyakit non infeksius tersebut adalah pyometra.
Pyometra pada anjing didefinisikan sebagai suatu kondisi adanya akumulasi nanah dalam lumen
uterus anjing betina (Bigliardi et al., 2004). Pyometra sering menyerang anjing betina dewasa
usia 10 tahun dengan tingkat kejadian sekitar 25%, namun dapat juga terjadi pada anjing muda
yang belum pernah dikawinkan atau yang sudah beberapa kali melahirkan (Gibson et al., 2013).
Baithalu et al. (2010) menyatakan bahwa pyometra juga dapat dijumpai pada hewan yang
lebih muda, dengan rata-rata usia kurang lebih di bawah dua tahun. Diagnosis didasarkan atas
anamnesa atau riwayat kasus, pemeriksaan fisik, pemeriksaan darah lengkap dan diteguhkan
dengan pemeriksaan radiografi atau ultrasonografi pada uterus dan ovarium. Tanda-tanda klinis
bervariasi tergantung pada berat ringannya penyakit (Jitpean et al., 2014). Pada penyakit ini
uterus berisi cairan purulen yang terkadang berwarna kuning, kuning kecoklatan, coklat tua,
bahkan bercampur darah (Gibson et al., 2013). Pyometra dapat terjadi empat minggu hingga
empat bulan setelah estrus. Tahap awal penyakit ini tidak menunjukkan tanda klinis yang
signifikan, maka dari itu diagnosa pyometra sering terlambat. Menurut Smith (2006) anjing
dengan pyometra dapat mengeluarkan leleran vagina pada kejadian pyometra dengan seviks
terbuka (open cervix pyometra) atau tanpa leleran vagina pada pyometra dengan serviks tertutup
(closed cervix pyometra). Pyometra dengan serviks tertutup berbahaya hingga dapat
menyebabkan kematian dalam waktu beberapa hari akibat septikemia atau toksemia (Baithalu et
al., 2010).
Beberapa cara pencegahan agar kasus pyometra tidak terjadi terhadap anjing kesayangan
kita adalah dengan melakukan tindakan pembedahan ovaryohysterectomy terutama pada anjing
usia muda yang dapat mencegah kemungkinan terserang pyometra. Usaha untuk menghindari
pemberian estrogen atau progesteron secara berlebihan akan mengurangi risiko terjadinya
pyometra di kemudian hari (Smith, 2006). Menurut Noakes et al. (2001) efek jangka panjang
dari hormon ovarium dianggap mempengaruhi anjing betina dalam hal gangguan reproduksi
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui secara praktik dan teori mengenai
etiologi, gejala klinis, temuan dalam pemeriksaan klinis, teknik diagnosa, prognosa, dan
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pyometra
Pyometra merupakan penyakit uterus anjing betina dewasa yang ditandai dengan
tertimbunnya nanah di dalam rongga uterus bersamaan dengan perubahan hiperplastik dari
mukosa uterus. Proses berlangsung akut atau kronis yang berlangsung saat periode diestrus
terkait dengan lesi di dalam dan di luar organ genital (Subronto, 2014). Menurut Ressang (1984),
pyometra adalah penimbunan nanah dalam uterus yang disebabkan oleh bakteri-bakteri yang
secara normal berada dalam uterus namun dalam keadaan tertentu menjadi patogen akibat dari
pengaruh hormonal yang disebut dengan endometritis atau pyometra. Pyometra terjadi sebagai
salah satu konsekuensi dari perubahan hormonal yang mengakibatkan terjadi perubahan pada
lapisan uterus. Pada hewan pasca estrus progesteron meningkat selama 8-10 minggu dan
menebalkan lapisan uterus untuk mempersiapkan lingkungan uterus yang sesuai untuk kehidupan
fetus. Jika kehamilan tidak terjadi karena beberapa hal, lapisan tersebut akan terus menebal
dalam bentuk nodul-nodul yang mengeluarkan cairan kental sehingga menciptakan suasana
lingkungan yang ideal di dalam uterus untuk pertumbuhan bakteri (Ressang, 1984).
Canine Pyometra adalah gangguan reproduksi yang umum pada anjing betina yang
mengalami diestrus dan mempengaruhi semua jenis anjing betina sebelum umur 10 tahun. Secara
definisi pyometra adalah terjadinya penumpukan pus di dalam lumen uterus, khususnya terjadi
pada saat periode dominasi dari hormon progesteron. Hal ini bisa diklasifikasikan sebagai
pyometra serviks terbuka atau pyometra serviks tertutup. Pyometra serviks tertutup sangat
berbahaya, oleh karena itu diperlukan pendeteksian dini dan penanganan yang sesuai untuk
dan toxaemia. meskipun diobati dengan obat modern angka mortalitas dari pyometra adalah 4%.
Pyometra terjadi pada usia berapapun setelah estrus pertama, khususnya pada kondisi usia
pertengahan hingga betina usia tua. Menurut I laporan rata-rata usianya 7,25 tahun, antara usia
muda 4 bulan - usia tua 16 tahun. Penyakit yang secara tiba-tiba terjadi menyerang hewan betina
yang usianya lebih dari 6 tahun. Juga berpengaruh pada hewan yang lebih muda, dengan rata-rata
usia kurang lebih 2 tahun (Baithalu et al., 2010). Organisme bakteri paling umum : Escherichia
coli, Streptococcusspp., Pseudomonas spp., Proteus spp., Pasteurella spp., Klebsiella spp.,
Haemophilus spp., Serratia spp., dan Moraxella spp. (Fossum, 2013). Tahapan siklus estrus
Kebanyakan anjing betina terjangkit pyometra dalam waktu 8 minggu pada masa estrus terakhir.
Meskipun begitu biasjuga terjadi di tahapan manapun dalam siklus estrus atau saat sedang hamil
Hormonm Progesteron memiliki peran dalam menjadi pemicu patogenesis dari cystic
endometrial hyperplasia (CEH)- Pyometra complex. Hiperplasia endometrial yang mengacu pada
CEH yang disebabkan oleh progesteron, lebih tampak ketika progesteron lebih unggul
dibandingkan dengan esterogen. Pemberian esterogen tersebut jika pada level progesteron yang
tinggi memungkinkan kecenderungan hewan betina untuk terjangkit pyometra. Estrogen menjaga
servik lebih rileks untuk beberapa periode pada fase luteal dan juga meningkatkan efek stimulasi
progesteron pada uterus. Terapi hormonal yang mencakup progesteron untuk penekanan estrus
atau esterogen untuk induksi estrus atau penghentian kehamilan, mungkin dapat memberikan
penjelasan untuk perkembangan pvometra yang terjadi pada betina muda Esterogen itu menjadi
faktor yang sangat penting bagi hewan muda dan endogen progesteron menjadi faktor krusial
2.3 Patogenesis
pembentukan kista. Periode diestrus pada betina tidak bunting berlangsung selama 70 hari, pada
saat uterus di bawah pengaruh progesteron, yang dihasilkan oleh korpus luteum. Progesteron
memacu proliferasi kelenjar endometrium dan memacu timbulnya uterine milk yang menjamin
Proses pyometra juga berpengaruh terhadap fungsi ginjal, dengan kurang berfungsinya
perfusi ginjal dan terjadinya azoturia prerenal Gangguan ginjal akan menjadi baik bila keadaan
produksi leukosit berlebihan dengan bergeser ke kiri (left shift) Pengaruh terhadap sumsum
tulang terjadi berupa depresi dari rasio Myeloid Erythroid (ME) ratio. Myelopoesis sebagai
kompensasi terjadi di hati. limpa dan kelenjar suprarenalis. Kadang-kadang terjadi perdarahan
dalam corer limpa, dan kelenjar suprarenalis. Kadang-kadang terjadi perdarahan dalam cortex
Serangan dari gejala klinis pyometra terjadi secara bertahap dan tersembunyi, Gejala
klinis pada kasus pyometra tergantung pada keadaan serviks. Pada serviks yang terjangkit
pyometra terbuka, anjing betina merasakan lebih sedikit kesakitan secara sistemik daripada
anjing betina yang menderita pyometra dengan posisi serviks yang tertutup. Gejala klinis yang
umum terjadi meliputi leleran mukopurulen, kelemahan, depresi, tidak nafsu makan, poliurea,
polidipsi, muntah dan diare. Anjing betina yang menderita pyometra dangan serviks yang
tertutup akan merasakan kesakitan, kematian karena keracunan atau berkaitan dengan peritonitis
karena uterus ruptur. Pada beberapa kasus, mungkin terdapat serviks yang secara intermiten
terbuka, dengan kesehatan relatif bagus mengikuti leleran pus dan merasakan tidak enak badan
pada periode intervening (siklus loop). Demam mungkin iya atau tidak dapat terjadi pada kasus
pyometra dengan serviks terbuka, tetapi pada kasus pyometra dengan serviks tertutup umumnya
demam bisa terjadi Beberapa anjing betina menderita keracunan mungkin demam bisa terjadi.
Beberapa anjing betina menderita keracunan, mungkin dengan hipotermik. Karakter dari leleran
vulva mungkin bervariasi pada konsistensi dan berwarna cokelat terang dan kurang berbau.
Kadang berwarna kuning dan sedikit berdarah dan berkonsistensi dari cair sampai krim. Vulva
umumnya membesar dan terdapat pucat atau kemerahan pada jaringan perivulva dan perineum
2.5 Diagnosis
Hasil diagnosa dapat diperjelas jika terjadi pemucatan pada vagina atau membesarnya
daerah abdomen dan keluarnya nanah melalui vagina pada pyometra tertutup, pemeriksaan darah
biasanya akan memperlihatkan gambaran sel darah putih yang sangat meningkat, kerusakan
ginjal dapat juga terjadi akibat dari toksin-toksin dari bakteri, bagaimanapun juga semua
kelainan ini umum terjadi pada kejadian infeksi oleh bakteri. Diagnosa terbaik untuk
membuktikkan terjadi atau tidaknya pyometra adalah dengan ultrasonografi dan radiografi.
Apabila dilakukan ultrasonografi, maka akan terlihat dinding uterus yang menebal. Sedangkan
penampakan radiografi yang terlihat adalah bentukan tubular yang terisi oleh cairan, dan terletak
diantara colon decenden dan vesica urinaria, dapat dilakukan untuk memastikan penyebab
Pengobatan awal ditujukan kepada upaya membuka serviks dan kontraksi uterus sehingga
nanah dapat dipaksa mengalir keluar, diikuti dengan mengadakan irigasi dengan obat antiseptik
dengan maksud untuk membersihkan sisa-sisa nanah dalam uterus, kemudian diobati dengan
terhadap pyometra pada anjing dapat dilakukan dengan beberapa pilihan seperti melakukan
ovariohisterektomi (memotong atau mengambil ovarium dan uterus yang menderita radang),
diberikan suntikan oksitoksin dan dietilstilbestrol dengan tujuan untuk mengeluarkan isi uterus
berupa nanah, diberikan antibiotika dengan dosis tinggi, yaitu dengan protein penisilin dan
Beberapa cara pencegahan agar kasus pyometra tidak terjadi terhadap anjing kesayangan
kita dengan melakukan tindakan pembedahan ovariohysterectomy terutama pada anjing usia
estrogen atau progesteron secara berlebihan akan mengurangi resiko pyometra dikemudian hari
(Smith, 2006). Pada dasarnya, pyometra dapat diobati dengan operasi atau terapi medis Namun,
uterus dari rongga abdomen. Operasi ini selain untuk mengurangi populasi, juga untuk terapi
penyakit yang ada di dalam organ-organ reproduksi. Ovario histerektomi (OH) istilah kedokteran
yang terdiri dari ovariectomi dan histerectomi. Ovariectomi adalah tindakan mengangkat,
adalah tindakan mengangkat, mengeluarkan dan menghilangkan organ uterus dari dalam tubuh.
betina dari ovarium sampai dengan sayatan medianus sesuai dengan posisi ovarium uterus.
Uterus tersebut berada pada daerah abdominal (flank) bagian posterior, tepatnya di anterior dari
vesica urinaria. Indikasi ovariohisterectomi (OH) yaitu sterilisasi, penyembuhan penyakit saluran
fibroleiomyoma), tumor mammae, veneric sarcoma, prolapsus uterus dan vagina, hernia
inguinalis, modifikasi tingkah laku agar mudah dikendalikan, lebih jinak, membatasi jumlah
MATERI METODE
3.1 Materi
Alat yang digunakan dalam pemeriksaan kucing yang mengalami pyometra adalah
Bahan yang digunakan untuk terapi kucing yang mengalami abses adalah cystaid, interflox,
3.3 Metode
ambulatoir secara lengkap, kucing dibawa keruang periksa, selanjutnya ditimbang dan
diukur suhu tubuh nya. Pemeriksaan umum dengan melihat keadaan umum , dan
4.1 HASIL
LEMBAR KONSULATIF
Alamat :-
Telpon :-
Anamnesa : Dari kemrin tidak bias urinasi dan belum defekasi, tidak
STATUS PREASEN
Pernafaan : Berat
Pencernaan :-
Kelamin da perkemihan : -
Syaraf : Normal
Konsentrasi : -
Natif :-
Centrifuge :-
Lain – lain : -
Reaksi :-
Protein :-
Sedimen :-
Lain – lain : -
Prognosa : C.Hematologi:-
Sifat :-
Kadar hb : Turun
Pre apus :-
Lain – lain : -
E. Rontgent :-
F. Ekg :-
G. Faal organ:-
H. Kulit :
I. Alergi :-
J. Lain- lain : -
29/05/21 Check in dari kemarin tidak bisa pipis, belum Steril thermo pouch ,kateter 05.40
defekasi, tidak bisa jalan, abdomen membesar,
Kondisi masih banyak istirahat anjing2.0x500mm+1 UP+, lab
24g+1
13.25
Belum ada urinasi dan defekasi, perut Tidakan USG kateter,
membesar, lebuh banyak istirahat
oksigen+1, Klisma 3x
(06.00)
31/05/21 Tidak mau kencing, kondisi semakin T.39.4 BB. 5.1 07.55
lemas, tidak ada dehidrasi, mukosa mata
merah
4.2 PEMBAHASAN
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik anjing menunjukkan tanda-tanda kurang
sehat, napsu makan menurun namun minum masih normal, dan urinasi normal. Menurut Cramer
(2012) tanda klinis yang biasa terjadi pada kasus pyometra adalah poliuria, polidipsia, distensi
abdomen, vomit, kurang napsu makan, berat badan menurun, dan anemia. Leleran vagina terlihat
jelas keluar dari alat kelamin. Pyometra merupakan penyakit reproduksi yang sering menyerang
anjing betina dibawah 10 tahun (Baithalu et al., 2010). Pyometra merupakan kondisi medis
dimana pus atau nanah terakumulasi di badan uterus (Bedrica dan Sacar 2004).
Menurut Egenvall (2001) pyometra terjadi sebagai salah satu konsekuensi dari perubahan
hormonal yang menyebabkan terjadi perubahan pada lapisan uterus. Pyometra merupakan
keadaan yang sangat serius pada hewan mamalia betina, keadaan ini dapat menyebabkan hewan
infertil bahkan dapat menyebabkan kematian pada kasus serviks tertutup.Sebelum dilakukan
tindakan operasi anjing Chelsea di berikan oksigen terlebih dahulu pada pukul 21.00 dan pada
pukul 23.45 anjing Chelsea meninggal dunia. Sebelumnya anjing Chelsea belum pernah di
kawinkan selama 9 tahun lebih, hal ini sesuai dengan pendapat Noakes et al., (2001) efek jangka
panjang dari hormon ovarium (PGF2a, estrogen, oksitosin) dianggap mempengaruhi anjing
betina ini dalam hal gangguan saluran reproduksi yang paling umum disebut pyometra. Fakta
bahwa pemilik hewan cenderung belum mengerti tentang pencegahan dan pengobatan penyakit
pyometra, merupakan salah satu penyebab terjadinya peningkatan jumlah kasus pyometra yang
terjadi. Timbulnya penyakit pada hewan merupakan proses yang berjalan secara dinamis dan
merupakan hasil interaksi tiga faktor, yaitu host, agen penyakit (pathogen) dan lingkungan.
Keseimbangan ketiga faktor tersebut tidak selalu stabil, pada keadaan tertentu akan berubah yang
berakibat timbulnya suatu penyakit (Rahayu, 2009). Penyakit akan timbul apabila tingkat
patogenitas agen meningkat atau daya imunitas host menurun. Perubahan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Baithalu R.K, ,. M. (2013). Canine pyometra. Indian veterinary research Institute.
(2004). Ultrasonography and Cystic Hyperplasia-Pyometra Complex in The Bitch. . Reprod Dom Anim.
Blackwell Verlag Berlin 39.
Egenvall A, Hagman R, Bonett B, Hedhammar, Olson P, Lagerstedt A (2011). Breed Risk of Pyometra in
Gibson A, Dean R, Yates D, Stavisky J. (2013). A Retrospective Study of Pyometra at Five RSPCA
Jitpean S, Bodil S, Emmanuelson U, Hoglun OV, Petterson A, Caroline A, Hagman R. (2014). Outcome
Noakes DE, D. G. (2001). Cystic Endometrial Hyperplasia/Pyometra in Dogs: A Review of The Causes
Rahayu, I. D. (2011). Faktor pengaruh, angetn penyebab, cara penularan penyakit pada ternak. Fakultas