Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET

Pemeriksaan Daging Ayam Broiler


Pemeriksaan Telur Ayam
Pemeriksaan Susu Sapi

Oleh:

Bertha Getreda Untajana, SKH. 15830073


Rindi Mahda Nurlifa, SKH. 18830083
Kurniawan Hartono, SKH. 19830003
Reissa Yunia Fransiska, SKH. 19830010
Jeni Yunita Ningsih, SKH. 19830012
Putri Indah Geofanny, SKH. 19830015
Muhammad Wahyu Prabowo, SKH . 19830024

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
2020
LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET

PEMERIKSAAN DAGING AYAM BROILER


BAB I

PENDAHULUAN

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan.

Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah

genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif

(hormon, antibiotik, dan mineral), serta keadaan stres. Faktor setelah pemotongan

yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode pemasakan,

tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk

daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan,

macam otot daging, serta lokasi otot. Pemeriksaan kualitas daging bertujuan untuk

mengetahui kondisi daging yang dijual dipasar tradisonal, mengetahui masa awal

pembusukan daging serta untuk mengetahui kesempurnaan pengeluaran darah pada

daging. Manfaat dari pemeriksaan ini adalah untuk memberikan informasi tentang

status daging yang Aman, Sehat, Utuh, dan Halal (ASUH).

Sample daging yang digunakan pada penilitian kali ini adalah daging ayam

yang dibeli di pasar tradisional sidoarjo dan pasar tradisional dukuh kupang.

Pemeriksaan daging kali ini meliputi pemeriksaan organoleptic, pengukuran nilai

pH, pengukuran Driploss, dan pemeriksaan cooking loss. Selain pemeriksaan fisik

daging dilakukan pula pemeriksaan awal pembusukan daging dengan Uji eber,

untuk pengukuran daya ikat air menggunakan metode Grau & Hamm.

Praktikum pemeriksaan daging dilakukan di labotarorium Kesehatan

Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya Kusuma Surabaya pada hari jum’at


tanggal 17 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 14.00 WIB.

Alat dan bahan yang digunakan diantaranya :

 Daging ayam dari pasar sidoarjo dan daging ayam dari pasar dukuh

kupang

 Cawan petri

 Pisau

 Reagen eber (1 bagian Hcl pekat, 3 bagian alcohol 96%, dan 1 bagian

eter)

 pH meter

 Kertas Saring

 Tissue

 Kantong platik

 Timbangan

 Panic

 Pemanas Bunsen

 Sumbat karet dengan lidi


BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1 Pemeriksaan Daging

2.1.1 Pemeriksaan Organoleptik

Berdasarkan hasil pemeriksaan daging, hasil yang diperoleh pada uji

organoleptik adalah sebagai berikut :

Pasar di Sidoarjo

 Warna : Putih kemerahan

 Bau : Khas daging ayam dan sedikit amis

 Konsistensi : kenyal dan pada saat ditekan dengan tangan proses

untuk kembali ke bentuk semula sangat lama

Pasar Dukuh Kupang Surabaya

 Warna : Putih kemerahan

 Bau : Khas daging ayam dan sedikit amis

 Konsistensi : kenyal, lembek, dan pada beberapa bagian saat

ditekan tidak terjadi proses pengembalian

daging ke bentuk semula

2.1.2 Pengukuran Nilai pH

Hasil Pengukuran nilai pH daging ayam dengan menggunakan pH meter

yaitu :

Pasar di Sidoarjo

 pH1 = 6,7
 pH2 = 6,5

6,7+6,5
 pH daging ayam = =6,6
2

Pasar Dukuh Kupang Surabaya

 pH1= 6,6

 pH2 = 6,4

6,6+6,4
 pH daging ayam = =6,5
2

2.1.3 Pemeriksaan Cooking Loss

Pasar di Sidoarjo

Berat daging ayam broiler sebelum proses pemanasan sebesar 80 gram dan

berat daging setelah pemanasan adalah sebesar 71,1 gram

80−71,1
Cooking Loss = × 100 %
80

= 11, 125 %

Pasar Dukuh Kupang Surabaya

Berat daging ayam broiler sebelum proses pemanasan sebesar 80 gram dan

berat daging setelah pemanasan adalah sebesar 77,7 gram


80−77,7
Cooking Loss = ×100 %
80

= 2,875%

2.1.4 Uji Eber

Pasar di Sidoarjo

Berdasarkan hasil praktikum, terdapat reaksi positif yang ditandai dengan

terbentuknya sedikit awan putih di sekitar daging

Pasar Dukuh Kupang Surabaya

terdapat reaksi positif yang ditandai dengan terbentuknya awan putih di

sekitar daging
2.1.5 Pengukuran Daya Ikat Air Metode Grau dan Hamm

Pasar di Sidoarjo

Setelah dilakukan pengukuran diperoleh hasil :

Area basah kertas =P×L

= 5,3 × 4,8

= 25,44 cm2

Area tertutup daging = P × L

= 2 × 2,2

= 4,4 cm2

Maka,

Area basah = 25,44 – 4,4

= 21,04 cm2

21,04
Mg H2O = −8,0
0,0984

= 205,82
Pasar Dukuh Kupang Surabaya

Setelah dilakukan pengukuran diperoleh hasil :

Area basah kertas =P×L

= 4,6 × 3,8

= 17,48 cm2

Area tertutup daging = P × L

= 2,6 × 2

= 5,2 cm2

Maka,

Area basah = 17,48 – 5,2

= 12,28 cm2

12,28
Mg H2O = −8,0
0,0984

= 116,79
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pemeriksaan Daging

3.1.1 Pemeriksaan Organoleptik

Berdasarkan hasil dari pemeriksaan organoleptik, daging ayam broiler yang

dibeli dipasar sidoarjo dan pasar dukuh kupang Surabaya adalah putih kemerahan.

Hal ini berbeda dengan pernyataan Cross (1988) dan Yulistiani (2010) bahwa warna

ayam broiler segar adalah warna putih kekuningan, warna daging ayam disebabkan

provitamin A yang terdapat pada lemak daging dan pigmen oksimioglobin.

Oksimioglobin adalah pigmen penting pada daging segar, pigmen ini hanya terdapat

di permukaan saja dan menggambarkan warna daging yang diinginkan konsumen.

Warna pada daging ayam akibat pengeluaran darah yang tidak sempurna disebabkan

oleh pigmen haemoglobin (Lawrie, 2003).

Perubahan warna daging ayam yang diperiksa dapat disebabkan oleh

aktivitas bakteri temperatur, pengeluaran darah yang tidak sempurna. Sesuai dengan

pernyataan Yulistiani (2010) terjadimya warna daging ayam yang lebih gelap

disebabkan oleh aktifitas bakteri dan tegangan oksigen serta temperatur dan

pernyataan Lawrie ( 2003) bahwa warna pada daging ayam juga dapat dipengaruhi

oleh pengeluaran darah yang tidak sempurna yang disebabkan oleh pigmen

haemoglobin yang masih terdapat di dalam daging ayam. Menurut pendapat

Hajrawati dkk., (2016) warna daging unggas juga dipengaruhi oleh beberapa faktor

yaitu lingkungan pemotongan, penyimpanan, kondisi sebelum pemotongan, kondisi

pemotongan, kandungan air daging, kadar air dan pH daging.


Bau atau aroma amis daging ayam yang diperiksa dapat disebabkan karena

masa penyimpanan dan cara penyimpanan yang lama pada suhu ruangan. Masa

penyimpanan dapat mempengaruhi aroma karena proses oksidasi, kontraksi dengan

udara menyebabkan penguapan sehingga aroma berkurang bahkan semakin lama

akan menimbulkan aroma busuk. Kebusukan akan daging ditandai oleh terbentuknya

senyawa-senyawa berbau busuk seperti ammonia, dan hydrogen sulfide yang

merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme (Luthana, 2009).

Konsistensi lembek dan pada saat ditekan proses kembali ke bentuk semula

sangat lama bahkan dibeberapa bagian daging ayam tidak kembali lagi pada bentuk

semula disebabkan ayam telah mengalami rigor mortis pada saat mati dan telah

mencapai tahap dekomposisi (Yulistiani 2010).

3.1.2 Pemeriksaan pH Daging Ayam

Berdasarkan pemeriksaan pH daging ayam yang dibeli dipasar Sidoarjo

adalah 6,6 dan pasar Dukuh Kupang Surabaya adalah 6,5. Menurut Abustam (2009)

pH daging ayam yang normal adalah 5,5 – 5,8 setelah 24 jam disembelih. Sedangkan

menurut Van Laack et al. (2000), yaitu 5.96-6.07. Tetapi, hasil pada pemeriksaan ini

masih lebih rendah dari hasil penelitian Afrianti dkk. (2013), dimana daging ayam

broiler tanpa perlakuan apapun memiliki pH rata-rata 6,79 dalam rentang masa

simpan 6 – 12 jam.

Berdasarkan lama waktu setelah proses pemotongan, pH daging ayam

mengalami penurunan. Hasil penelitian Suradi (2008) menunjukkan bahwa daging

ayam broiler memiliki pH 6,31 pada saat segera setelah pemotongan, kemudian

mengalami penurunan dengan semakin lamanya jangka waktu setelah pemotongan,


yaitu 2, 4, 6, 8, 10, dan 12 jam dengan pH masing-masing 6,24 ; 6,16; 6,10; 6,02;

5,96 dan 5,82.

Bila merujuk pada hasil penelitian tersebut di atas maka daging ayam broiler

dari kedua pasar memiliki kisaran pH yang masih wajar sebagai daging konsumsi

dan daging ayam yang telah lebih dari 10 jam akan memiliki pH di bawah 6.

Nilai pH daging juga dapat mempengaruhi warna daging yang akan terlihat

lebih gelap. Hal ini disebabkan karena kandungan air interaseluler yang tinggi

menyebabkan kemampuan untuk memantulkan cahaya akan turun sehingga warna

akan terlihat gelap (Afrianti, 2013).

3.1.3 Pemeriksaan Cooking loss

Berdasarkan hasil pemeriksaan cooking loss daging ayam yang dibeli di

pasar sidoarjo adalah 11,125% dan daging ayam yang dibeli di pasar dukuh kupang

Surabaya 2,875%. Hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan pernyataan Nurwanto

(2003) bahwa susut masak berkisar antara 1,5 – 54,5%.

Suhu dan lama pemanasan mempengaruhi nilai susut daging. Hal ini

disebabkan suhu panas panas dalam air menyebabkan kandungan protein dalam

daging terdegradasi dan terjadi penyusutan berat daging. Penyusutan berat setelah

proses perebusan dapat berkurang atau hilangnya kadar air akibat suhu dan lama

perebuhan (deddy dan Nurheni,1992).

Menurut Soeparno (2009) mengatakan bahwa daging dalam jumlah susut

masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat

perebusan akan lebih sedikit.


3.1.4 Uji Eber

Berdasarkan hasil pemeriksaan dging ayam dari kedua pasar terdapat reaksi

positif yang ditandai dengan bentukan awan putih disekitar daging. Uji eber ini

digunakan untuk pemeriksaan awal pembusukan daging. Jika terjadi pembusukan

maka pada uji ini ditandai dengan pengeluaran asap di dinding tabung, dimana rantai

asam amino akan terputus oleh asam kuat (HCl) sehingga akan terbentul gas

(NH4Cl) (Wibisono, 2014).

Dengan demikian, hasil pemeriksaan sampel daging ayam yang berasal dari

pasar di Sidoarjo dan pasar Dukuh Kupang Surabaya, mulai terdapat awal dari

proses pembusukan yang dapat disebabkan karena tercemarnya daging ayam dari

lingkungan pasar.

3.1.5 Pengukuran Daya Ikat Air

Berdasarkan hasil pengukuran daya ikat air dengan meunggunakan metode

Grau dan Hamm, daging ayam yang dibeli di pasar sidoarjo adalah 205, 82 dan

daging ayam yang dibeli di pasar dukuh kupang Surabaya 116,79.

Keutuhan protein daging yang baik menyebabkan meningkatnya kemampuan

menahan air daging, dan begitu pula sebaliknya. Semakin tinggi jumlah air yang

keluar, maka daya mengikat airnya semakin rendah (Lawrie, 2003). Daya ikat air

juga dipengaruhi oleh pH daging (Alvarado dan McKee, 2007; Allen,et al., 1998) air

yang tertahan di dalam otot meningkat sejalan dengan naiknya pH, walaupun

kenaikannya kecil. faktor yang dapat mempengaruhi daya ikat air daging selain

protein pH dan yaitu, stress, pembentukan akto-myosin (rigormortis), temperatur dan

kelembaban, pelayuan karkas dan aging, tipe otot dan lokasi otot, spesies, umur,

fungsi otot, pakan, dan lemak intramuskuler (Soeparno, 2005). Keberadaan lemak
intramuskular (lemak marbling) menyebabkan longgarnya ikatan mikrostruktur

serabut otot daging sehingga banyak tersedia ruangan bagi protein daging untuk

mengikat air (Riyanto, 2001).


BAB IV

KESIMPULAN

Pemeriksaan kualitas daging ayam pada praktikum ini menunjukkan bahwa

daging ayam yang berasal dari pasar di Sidoarjo dan pasar dukuh kupang Surabaya

masih memenuhi standart persyaratan mutu. Daging ayam masih aman untuk

dikonsumsi meskipun sudah terdapat tanda awal proses pembusukan tetapi kualitas

daging dari kedua sampel daging tersebut rendah.


DAFTAR PUSTAKA

Afrianti, M. 2003. Perubahan Warna, Profil Protein dan Mutu Organoleptik Daging
Ayam Broiler setelah direndam dengan Ekstrak Daun Senduduk. J.
Aplikasi Teknologi Pangan.
Cross, H.R. 1998. Carcass Science, Milk sciences, and Technology. J. Elseiver
Science Pulisher. New York.
Deddy Muchtadi dan Nurheni Sri. 1992. Metoda Kimia Biokimia dan Biologi dalam
Evaluasi Nilai Gizi Pangan Olahan. J. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan DirjenPendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan
Gizi. Institut Pertanian Bogor. 5,25-27.
Hajrawati, Fadilah, Wahyuni dan Arief. 2016. Kualitas Fisik, Mikrobiologis, dan
Organoleptik Daging Ayam Broiler pada Pasar Tradisional. J. Ilmu
Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan Vol. 04 No. 03; 386-389.
Lawrie, R.A. 2003. Ilmu Daging. Edisi 5 Penerjemah Aminuddin Parakkasi. Jakarta :
UI Press.
Nurwanto, 2003. Bahan Ajar Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan.
Universitas Diponegoro, Semarang.
Riyanto, J. 2001. Karakteristik kualitas fisik dan nutrisi daging sapi PO pada
berbagai macam otot. J. Buletin Peternakan. Edisi Tambahan. hlm.
232–240.
Soeparno, 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi keempat. Yogyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Suradi, K. 2008. Perubahan Sifat Fisik Daging Ayam Broiler Post Mortem Selama
Penyimpanan Temperatur Ruang. Tesis. Fakultas Peternakan.
Universitas Padjajaran. Bandung.
Van Laack R, Liu C-H, Smith M, Loveday H. 2000. Characteristics of pale, soft,
exudative broiler breast meat. J. Poult Sci. 79(7):1057-1061.
Wibisono, F. J. 2014. Pengujian Kualitas Daging Sapi dan Daging Ayam di Pasar
Dukuh Kupang Barat Kota Surabaya. J. Vitek. ISSN : 97723029.
Yulistiani, R. 2010. Studi Daging Ayam Bangka : Perubahan Organoleptik dan Pola
Pertumbuhan Bakteri. J. Teknologi Pertanian. 11 (1): 27-36.
LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET

PEMERIKSAAN TELUR AYAM


BAB I
PENDAHULUAN

Telur merupakan bahan makanan asal ternak yang memiliki nilai gizi tinggi

karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti

protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral serta memiliki

daya cerna yang cukup tinggi. Penurunan kualitas telur antara lain disebabkan

masuknya mirob perusak kedalam isi telur melalui pori-pori kerabang telur,

menguapnya air dan gas karena pengaruh suhu lingkungan. Kerabang telur

merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi

kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kulit yang

berguna untuk pertukaran gas. Ketebalan kulit telur dipengaruhi oleh umur ayam,

pakan ayam, stress dan kondisi imunitas ayam.

Tujuan dari pemeriksaan kualitas telur kali ini memiliki tujuan mengetahui

kualitas daging yang dijual dipasar tradisional masyarakat, demi meningkatkan

kesejahteraan masyarakat maupun hewan ternak. Pemeriksaan telur yang dilakukan

kali ini meliputi pemeriksaan fisik telur dan kualitas isi telur.

Pemeriksaan menggunakan bahan yang dibeli dipasar tradisional sidoarjo dan

pasar tradisional dukuh kupang. Praktikum pemeriksaan telur dilakukan di

labotarorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya Kusuma Surabaya

pada hari jum’at tanggal 17 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan

pukul 14.00 WI Alat dan bahan yang digunakan antara lain :

 Telur ayam dari pasar tradional sidoarjo dan pasar tradisional dukuh

kupang
 Lempeng kaca

 Jangka sorong

 Timbangan
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemeriksaan Telur
A. Keadaan Fisik Telur Ayam
Telur Pasar Sidoarjo Telur Pasar Dukuh
Kupang
Panjang 6,5 cm 6,9 cm
Lebar 5,23 cm 4,52 cm
Berat 6,1 gram 6,94 gram
Warna Coklat Gelap Coklat Terang
Kondisi Kulit Tebal Agak Tipis
Bentuk Bulat Lonjong
Kebesihan Kotor Bersih

B. Kualitas Isi Telur


Telur Pasar Sidoarjo Telur Pasar Dukuh
Kupang
Keretakan Kulit Telur Tidak Ada Tidak Ada
Ukuran Dan Gerakan Bergerak Bergerak
Kuning Telur
Ukuran Kantong Udara Lebih Besar Lebih Kecil
Blood Spot Tidak Ada Tidak Ada
Kerusakan Tidak Ada Tidak Ada
Mikroorganisme
Pertumbuhan Benih Tidak Ada Tidak Ada

C. Kesegaran dan Mutu Isi Telur


Telur Pasar Sidoarjo Telur Pasar Dukuh
Kupang
Tinggi Kuning Telur 0,81 cm 1,69 cm
Garis Tengah Kuning 2,375 cm 3,91 cm
Telur
Ketebalan Putih Telur 0,41 cm 0,62 cm
Garis Tengah Putih Telur 3,97 cm 5,03 cm

Telur Ayam Pasar Sidoarjo


Indeks Kuning Telur (IKT) = Tinggi Kuning Telur : Garis Tengah Kuning Telur
= 0,81 : 2,375
= 0,34 standar IKT rata- rata dan termasuk telur baru

Indeks Putih Telur (IPT) = Ketebalan Putih Telur : Garis Tengah Putih Telur
= 0,41 : 3,97
= 0,103 standar IPT rata- rata dan termasuk telur baru

Haugh Unit (HU) = 100 Log ( H + 7,57 – 1,7 W0,37)


= 100 Log ( 4,1 + 7,57 – 1,7 . 6,10,37)
= 96,82 mutu baik

Telur Ayam Pasar Dukuh Kupang


Indeks Kuning Telur (IKT) = Tinggi Kuning Telur : Garis Tengah Kuning Telur
= 1,69 : 3,91
= 0,87 standar IKT tinggi dan termasuk telur baru

Indeks Putih Telur (IPT) = Ketebalan Putih Telur : Garis Tengah Putih Telur
= 0,62 : 5,03
= 0,123 standar IPT tinggi dan termasuk telur baru

Haugh Unit (HU) = 100 Log ( H + 7,57 – 1,7 W0,37)


= 100 Log ( 6,2 + 7,57 – 1,7 . 6,940,37)
= 105 mutu sangat baik

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan pada telur ayam dari pasar sidoarjo dan dukuh

kupang terdapat perbedaan kualitas telur antara dua pasar tersebut. Pada keadaaan

fisik telur ayam pasar sidoarjo termasuk berat telur yang ekstra yaitu 6,1 gram,

dengan panjang 6,5 cm, lebar 5,23 cm, berwarna coklat gelap, bercangkang tebal

berbentuk bulat tetapi kebersihan telurnya kotor. Ini menandakan kurangnya

kebersihan kandang pada peternak. Sedangkan keadaaan fisik telur ayam dari pasar

dukuh kupang termasuk berat telur yang jumbo yaitu 6,94 gram, dengan panjang 6,9

cm, lebar 4,52 cm, berwarna coklat terang, bercangkang agak tipis berbentuk lonjong

dan kebersihan telurnya bersih. Ini menandakan keadaan fisik telurnya baik.
Pada kualitas isi telur ayam dari pasar sidoarjo ukuran kantong udara lebih

besar dibandingkan dengan ukuran kantong udara telur ayam dari pasar dukuh

kupang. Hal ini terjadi bisa karena telur ayam dari pasar sidoarjo sudah sedikit lama

disimpan sehingga semakin lebarnya ukuran kantong udara.

Untuk menentukan kesegaran dan mutu isi telur maka perlu dilakukan

pemeriksaan Indeks Kuning Telur (IKT), Indeks Putih Telur (IPT) dan Haugh Unit

(HU). Berdasarkan SNI telur ayam konsumsi telur yang baru mempunyai IKT antara

0,33 dan 0,52 dengan rata-rata 0,42, dan mempunyai IPT antara 0,050 dan 0,174

dengan angka normal 0,090 dan 0,120. Menurut SNI (2008) telur ayam konsumsi

dibedakan atas Mutu I, memiliki nilai HU >72, Mutu II, memiliki nilai HU 62-72,

dan Mutu III, memiliki nilai HU < 60. Pada telur ayam dari pasar sidoarjo

mempunyai IKT 0,34 dan IPT 0,103 ini termasuk pada standar rata- rata kesegaran

telur. Selain itu mempunyai nilai HU 96,82 yang artinya telur ayam dari pasar

sidoarjo bermutu baik dan layak dikonsumsi. Sedangkan telur ayam dari pasar dukuh

kupang mempunyai IKT 0,87 dan IPT 0,123 ini termasuk pada standar IKT dan IPT

yang tinggi. Selain itu mempunyai nilai HU 105 yang artinya telur ayam dari pasar

dukuh kupang bermutu sangat baik dan sangat layak dikonsumsi.


BAB IV

KESIMPULAN

Telur ayam dari pasar sidoarjo kualitas dan mutu telurnya lebih rendah dari

telur ayam dukuh kupang tetapi masih sama-sama layak untuk dikonsumsi

masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Standar Nasional Indonesia (SNI). 2008. Telur Ayam Konsumsi. Badan

Standarisasi Nasional. Jakarta.


LAMPIRAN

Pemeriksaan Telur Ayam Dari Pasar Dukuh Kupang

Pemeriksaan Telur Ayam Dari Pasar Sidoarjo


LAPORAN PRAKTIKUM KESMAVET

PEMERIKSAAN SUSU SAPI


BAB I
PENDAHULUAN

Susu segar merupakan cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih,

yang diperoleh dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak

dikurangi atau ditambah sesuatu apapun dan belum mendapat perlakuan apapun

kecuali pendinginan. Kualitas atau mutu susu merupakan bagian penting dalam

produksi dan perdagangan susu, derajat mutu susu hanya dapat dipertahanakan

selama waktu tertentu, yang selanjutnya akan mengalami penurunan dan berakhir

dengan kerusakan susu. Untuk mengukur derajat mutu susu dapat dilakukan

beberapa uji. Tujuan dari pemeriksaan susu ialah unutk mengetahui kuliatas susu

segar yang dijual dipasar tradisional maupun pedang kaki lima.

Pemeriksaan susu yang dilakukan kali ini pemeriksaan keadaan susu yang

meliputi uji organoleptic, uji Kebersihan, uji didih, uji alcohol, penetapan berat jenis

susu, pemeriksaan enzymatic dengan melakukan uji redutkase dan uji katalase.

Pemeriksaan susunan susu meliputi uji kadar lemak dengan metode gerber,

penetapan bahan kering tanpa lemak (BKTL), dan penetapan kadar protein dengan

metode formol. Serta untuk pemeriksaan pemalsuan susu meliputi uji conradi dan uji

lugol, uji pengawetan susu dengan pemeriksaan formaldehyde metode hohner.

Pemeriksaan mikrobilogis dengan metode Most Probable Number (MPN) untuk

melihat adanya polusi kotoran dan kondisi sanitasi serta pemeriksaan metode Total

Plate Count (TPC) dengan cara metode tuang.


Pemeriksaan menggunakan bahan yang dibeli dipasar tradisional gunung

simo dan pedagang kaki lima di sepanjang jalan wonocolo. Praktikum pemeriksaan

telur dilakukan di labotarorium Kesehatan Masyarakat Veteriner Universitas Wijaya

Kusuma Surabaya pada hari selasa tanggal 21 juli 2020 mulai dari pukul 08.00 WIB

sampai dengan pukul 14.00 WIB Alat dan bahan yang digunakan antara lain :

a. Bahan : sampe susu

b. Alat

 Pemeriksaan organoleptic : tabung reaksi, Erlenmeyer

 Uji kebersihan : kertas saring, Erlenmeyer, corong

 Uji didih : tabung reaksi, Bunsen, penjepit

 Uji alcohol : alcohol 70%, tabung reaksi

 Penetapan Berat Jenis : gelas ukur 250 ml, Erlenmeyer, laktodensimeter,

thermometer

 Uji reductase : pipet steril, tabung reductase dengan penyumbat

 Uji katalase : pipet steril, tabung katalase steril dengan penyumbat

 Metode gerber : butirometer gerber skala 0,0-0,7%, sumbat karet, kain

lap, sentrifus, penangas air

 Metode formol : Erlenmeyer, pipet

 Uji conradi : gelas ukur, timbangan, cawan porselen, Bunsen

 Uji lugol : tabung reaksi, pipetm Bunsen, corong, kertas saring,

asam asetat glasial, lugol

 Metode TPC : cawan petri, media NA, tabung reaksi, rak tabung

reaksi, bunsen
 Metode MPN : media MC Conkey Broth, Bunsen, Erlenmeyer,

tabung reaksi

BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
PEMERIKSAAN KEADAAN SUSU WONOCOLO

A. Pemeriksaan Organoleptis

1. A. Uji Warna, Bau, Rasa dan Kekentalan Susu dari Daerah Wonocolo

a. Warna dari Susu yang di Uji adalah berwarna Putih

b. Bau dari Susu yang di Uji adalah berbau Amis

c. Untuk Rasa dari Susu yang di uji adalah Hambar


d. Kekentalan susu pada uji terlihat bahwa saat di goyang perlahan Susu
tersebut lama hilang sehingga dapat disimpulkan kekentalan susu baik

1. B. Uji Warna, Bau, Rasa dan Kekentalan Susu dari Daerah Simo

Pada sampel susu sapi segar kedai simo


memiliki warna putih normal, rasa agak
manis, bau susu normal,dan kekentalan
encer

2. A. Uji Kebersihan Susu dari Daerah Wonocolo

Pada saringan saat setelah diuji, terlihat butir-butir putih dan bitnik-bintik
hitam seperti debu, ini menandakan hasil Positif bahwa Kebersihan yang kurang
dijaga saat pengolahan susu.
2.B. Uji Kebersihan Susu dari Daerah Simo
Pada sampel susu sapi segar kedai simo
terdapat sedikit gumpalan kotoran.

3. A. Uji Ph Susu dari Daerah Wonocolo

Pemeriksaan pH terhadap susu


dari daerah wonocolo
menunjukkan nilai 6,5

B. Uji Didih Susu dari Daerah Wonocolo

Hasil dari uji ini terlihat ketika susu dipanaskan sampai mendidih tidak
tampak gumpalan maka hasil dinyatakan Negatif.
B. Uji Didih Susu dari Daerah Simo
Pada sampel susu sapi segar
kedai simo hasil negatif
karena susu tidak
menggumpal
C. Penetapan Berat Jenis Susu dari
Daerah Wonocolo

BJ = 1,030 + (20-27,5) X 0,0002 = 1,0285


C. Penetapan Berat Jenis Susu dari Daerah Simo

BJ= 1,020+(20-24)x 0,0002= 1,0192

D. Pemeriksaan Enzymatis Susu


1. A. Uji Reduktase Susu dari Daerah Wonocolo
Hasil dari uji Reduktase adalah terlihat setelah didiamkan selama 2 jam didalam
inkubator dengan suhu 37°C, Warna biru terlihat menghilang maka Nilai Susu
adalah 4.

1. B. Uji Reduktase Susu dari Daerah Simo

Pada sampel susu sapi segar kedai simo menjadi warna putih pada jam ke 2,
memiliki nilai 2.

2. A. Uji Katalase Susu dari Daerah Wonocolo

Dari pemeriksaan katalase menunjukkan hasil terdapat penumpukkan atau


gumpulan susu diujung tabung tapi tidak Nampak jelas jika adanya gas atau
tidak.

2. B. Uji Katalase Susu dari Daerah Simo


Pada sampel susu sapi segar kedai simo memiliki udara pada ujung tabung katalase
0,5

HASIL PEMERIKSAAN SUSUNAN SUSU

A. Uji Kadar Lemak


Kadar Lemak Susu Dengan Metode Gerber

Pemeriksaan uji gerber dari susu


pasar simo menunjukkan adanya
lemak tapi tidak banyak yaitu
1,8%.

Pemeriksaan uji gerber dari susu


daerah wonocolo menunjukkan
hasil 0%.
B. Penetapan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Susu Wonocolo
BKTL Susu Wonocolo BKTL Susu Simo
100 ( BJ – 1) 100(BJ −1)
+ 2,71 L+2,71 100(BJ −1)
BK = 1,23 LBK=1,23 BK=1,23 L+2,71
BJBJ BJ
=(1,23)(0)+2,7 =(1,23)(1,3)+2,7
BKTL = BK – L 100(1,020−1)
100(1,0285−1)
1,0285 1,020
100 ( 1,0285 – 1)
BK = 1,23 x=1,23+2,7x2,77
0 + 2,71 =1,6+2,7x1,97
1,0285
=1,23+7,4 =1,6+5,32

BKTL = 7,5=8,63
–0 =6,92

= 7,5BKTL = BK - L BKTL = BK - L
=6,92-1,43
=8,63-0 Protein Susu dengan Metode Formol
C. Penetapan Kadar
=8,63 =5,62

Susu Wonocolo Susu Simo


Pemeriksaan menunjukkan hasil berwarna pink muda, dengan titrasi kedua
nilai 3 dan nilai titrasi blanko 1.
Titrasi formol = titrasi kedua – titrasi blanko
=3–1
=2
%protein susu = 1,83 x titrasi formol
= 1,83 x 2
= 3,66
M1aka kadar protein susu sebesar 3,66%
%kasein = 1,63 x 2
= 3,26
Maka kadar kasein susu sebesar 3,26%
HASIL PEMERIKSAAN PEMALSUAN DAN PENGAWETAN SUSU
I. PEMERIKSAAN PEMALSUAN SUSU
A. 1. Uji Condradi Susu Daerah Wonocolo

Hasil Uji Susu daerah Wonocolo dengan penilaian yang dilakukan adalah
reaksi Negatif dikarenakan hasik uji berwarna Kuning atau tidak ada
perubahan sama sekali.
2. Uji Conradi Susu Daerah Simo

Hasil Uji Susu daerah simo menunjukkn reaksi Negatif karena hasil uji yang
ditunjukkan berwarna kuning atau tidak ada perubahan sama sekali.

B. 1. Uji Lugol Susu Daerah Wonocolo

Dari hasil uji Susu daerah Wonocolo ini memiliki Penilaian akhir yaitu
berwarna Kuning ini menandakan tidak ada Amilum.
2. Uji Lugol Susu Daerah Simo

Uji lugol pada susu dari daerah simo menunjukkan warna kuning atau
negative yang berarti tidak ada nya kandungan amilum didalam susu.
II. PEMERIKSAAN PENGAWETAN SUSU

A. 1. Pemeriksaan Formaldehide (HCH) dengan cara Hohner Susu Daera


Wonocolo

Hasil yang dilihat setelah dilakukan pemeriksaannya, Susu daerah Wonocolo


ini adalah berwarna Violet yang artinya bereaksi Positif.

2. Pemeriksaan Formaldehide (HCH) dengan cara Hohner Susu Daerah


Simo

Hasil uji menunjukkan berwarna merah


atau negatif
III. PEMERIKSAAN MIKROORGANISME
A. 1. Pemeriksaan TPC Susu Wonocolo

TPC susu dari daerah


wonocolo,
Hasil menunjukkan serupa
dengan pengujian TPC dari
susu yang dibeli di daerah
wonocolo.

2. Pemeriksaan TPC Susu Simo

TPC susu dari daerah simo,


Hasil menunjukkan serupa
dengan pengujian TPC dari
susu yang dibeli di pasar
simo.

B. 1. Pemeriksaan Uji MPN Susu Daerah Wonocolo


Dari pemeriksaan dengan metode MPN menunjukkan terjadinya perubahan
warna pada media setelah dilakukan inkubasi 24 jam selain terjadi perubahan
warna juga terdapat gas didalam tabung durham.
2. Pemeriksaan Uji MPN Susu Daerah Simo

Pengujian MPN pada susu daerah simo yang menggunakan 3 pengenceran


yang kemudia ditanamkan dalam media EMBA. Pada pengujian MPN
menunjukkan pengenceran yang menunjukkan perubahan warna dari warna
ungu menjadi warna keruh.

C. 1. UJI E.Coli Pada Susu Daerah Wonocolo

Uji EMBA susu dari daerah


wonocolo,
Hasil menunjukkan pengenceran
ke 3 adanya tumbuh bakteri
E.coli ditunjukkan dengan
adanya hijau metalik.

2. Uji E.Coli Pada Susu Daerah Simo


Uji EMBA susu dari daerah
simo,
Hasil menunjukkan pengenceran
ke 3 adanya tumbuh bakteri
E.coli ditunjukkan dengan
adanya hijau metalik.

BAB III

PEMBAHASAN HASIL UJI KEADAAN SUSU

A. PEMERIKSAAN ORGANOLEPTIS

Hasil uji organoleptis menunjukkan susu memiliki warna putih dengan bau

amis dan rasa yang hambar disertai kekentalan yang normal. Menurut Anindita

dan Soyi (2017) mengatakan bahwa ciri khas susu yang baik dan normal adalah

susu yang memiliki warna kolostrum yaitu putih kekuningan i. Salah satu syarat

mutu susu segar menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) adalah memiliki

warna, bau, rasa, dan kekentalan yang tidak berubahii. Anindita dan Soyi (2017)

juga menyatakan susu segar memiliki aroma khas yang dihasilkan karena

adanya lemak – lemak dalam susu. Oleh karena itu susu yang didapat di

Wonocolo sudah memenuhi standar susu segar. Perbedaan yang terlihat dari

susu segar wonocolo dan susu segar simo yaitu pada kekentalan yang mana susu

dari daerah simo lebih encer daripada susu daerah wonocolo.

B. PEMERIKSAAN KEBERSIHAN

Hasil pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan adanya endapan pada kertas

saring, begitupula pada susu dari daeah simo menunjukkan adanya gumpalan
kotoran berwarna putih pada kertas saring. Kebersihan diperlukan untuk

menjaga kualitas susu karena kondisi yang tidak bersih dapat mendukung

pertumbuhan bakteri dan mnurunkan kualitas susu (Anindita dan Soyi, 2017).

Adanya endapan pada pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan kondisi susu

yang tidak baik, meskipun tidak ditemukan adanya benda asing.

C. PEMERIKSAAN pH

Hasil pemeriksaan susu pada daerah Simo adalah 6,7 sedangkan pada

Wonocolo 6,5. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011), syarat ph mutu

susu segar adalah 6,3 – 6,8. Oleh karena itu kedua susu memenuhi standar pH.

Nilai pH yang baik dapat mempengaruhi perkembangan mikroorganisme pada

susu (Anindita dan Soyi, 2017).

D. PEMERIKSAAN UJI DIDIH

Hasil pemeriksaan uji didih tidak menunjukkan adanya gumpalan ketika susu

dididihkan. Uji didih dikatakan negatif ketika tidak ditemukan gumpalan pada

dinding tabung yang disebabkan oleh ketidak-stabilan kasein (Anindita dan

Soyi, 2017). Sehingga uji didih pada susu yang di dapat dari Wonocolo memiliki

nilai negatif yang menunjukkan kasein susu yang stabil, hasil yang sama

ditunjukkan pada pengujian menggunakan susu dari daerah simo.

PEMERIKSAAN SUSUNAN SUSU

A. PEMERIKSAAN KADAR LEMAK METODE GERBER

Hasil pengujian kadar lemak menunjukkan nilai 0% pada susu Wonocolo

sedangkan susu Simo memiliki kadar lemak 1,8%. Menurut Badan Standarisasi
Nasional (2011) syarat mutu susu segar memiliki kandungan lemak minimum

3,0%. Oleh karena itu susu dari Wonocolo dan Simo memiliki kadar lemak yang

rendah sehingga kemungkinan harga jual sangat rendah. Seperti yang dikatakan

Anindita dan Soyi (2017) pada penelitiannya bahwa lemak susu dapat

mempengaruhi harga jual susu.

B. PEMERIKSAAN KADAR PROTEIN METODE FORMOL

Hasil pemeriksaan kadar protein susu Wonocolo dan daeah simo bernilai 3,66%

dan kasein 3,26%. Nilai yang dihasilkan sama karena penggunaan titrasi blanko

dan titrasi kedua adalah sama. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) nilai

protein minimum pada syarat mutu susu segar sebesar 2,8%. Kasein pada susu

memiliki proporsi sebesar 80% (Rachma, 2017). Hal ini menunjukan kandungan

protein dan kasein pada susu yang diperiksa sangat cukup. Penurunan protein

susu dapat disebabkan oleh adanya cemaran yang mendukung pertumbuhan

mikroorganisme (Putri, 2016). Sebagaimana pemeriksaan kebersihan susu

sebelumnya menunjukkan adanya endapan dimana terdapat kemungkinan

cemaran tersebut telah menurunkan kandungan kasein susu.

C. PEMERIKSAAN BERAT JENIS SUSU

Hasil pemeriksaan BJ susu daerah wonocolo menunjukkan nilai 1,0285 dan BJ

susu daerah simo menunjukkan nilai 1,0192. Badan Standarisasi Nasional

(2011) menetapkan syarat mutu susu segar memiliki BJ bernilai 1,0270.

Menurut Anindita dan Soyi (2017), kandungan yang terlarut didalam susu

dimana semakin banyak senyawa yang terdapat dalam susu maka berat jenis
susu akan meningkat. Hal ini menyatakan bahwa susu yang diperiksa

kemungkinan memiliki kandungan senyawa yang banyak dibutktikan dengan

nilai BJ yang melebihi nilai syarat mutu. Namun nilai protein dan lemak yang

rendah dari pemeriksaan sebelumnya dapat menunjukkan adanya kemungkinan

penyimpangan terhadap susu.

D. PEMERIKSAAN BAHAN KERING TANPA LEMAK (BKTL)

Hasil perhitungan Bahan Kering Tanpa Lemak susu wonocolo adalah 7,5% dan

susu daerah simo adalah 5,62%. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011),

syarat mutu susu segar memiliki kadar BKTL minimum 7,8%. Hal ini

menunjukkan adanya penurunan nilai BKTL pada susu yang diperoleh dari

Wonocolo. Produksi enzim dari mikroorganisme seperti asam laktat, plasmin

dan produk lain dapat merubah dan merusak laktosa, protein, dan kandungan

lainnya, sehingga konsentrasi BK dan BKTL turun (Wulandari, 2012) iii. Hal ini

didukung dengan adanya cemaran pada pemeriksaan kebersihan.

PEMERIKSAAN PEMALSUAN DAN PENGAWETAN SUSU

A. PEMERIKSAAN KANDUNGAN GULA METODE CONRADI

Hasil pemeriksaan metode Condradi pada susu daerah wonocolo dan susu

daerah simo menunjukkan hasil negatif yang berarti tidak ada penambahan

storch pada susu. Uji Condradi merupakan uji pada susu segar untuk mendeteksi

adanya penambahan gula pada susu (Wulandari, 2012). Oleh karena itu nilai

negatif menunjukkan bahwa tidak ada penambahan gula pada susu Wonocolo

maupun susu daerah simo.


B. PEMERIKSAAN KANDUNGAN AMILUM DENGAN LUGOL

Hasil pemeriksaan uji lugol pada susu daerah wonocolo dan susu daerah simo

menunjukkan reaksi negatif karena memunculkan warna kuning. uji amilum

digunakan untuk mendeteksi penambahan amilum atau tepung pada susu

(Wulandari 2012). Oleh karena itu, susu yang diperoleh dari Wonocolo dan

daerah simo tidak mengandung amilum. penambahan amilum dilakukan untuk

memperbanyak volume susu yang akan dijual, sehingga susu tampak terlihat

lebih banyak, selain itu Penambahan amilum akan mengurangi persentase lemak

susu dan protein susu yang berperan penting dalam pembuatan keju (Wulandari,

2012).

C. PEMERIKSAAN FORMALDEHIDE DENGAN METODE HOHNER

Hasil pemeriksaan kedua sampel susu menunjukkan hasil negative, yang berarti susu

daerah wonocolo maupun daerah simo tidak ditemukan adanya larutan pengawet

Formalin. Deteksi dapat dilakukan dengan menambahkan H2SO4 ke dalam

campuran 3 ml. susu dan 3 ml. aquadest. Reaksi positif terlihat warna violet dan

reaksi negatip terjadi perubahan warna hijau atau kehijauan yang lama kelamaan

berubah menjadi merah/coklat (Siswanto dkk., 2011)

PEMERIKSAAN MIKROBIOLOGIS

A. PEMERIKSAAN ENZIMATIS REDUKTASE

Hasil uji reductase susu wonocolo menujukkan nilai 4 dan susu simo

menunjukkan nilai 2, perubahan warna metilen biru yang terjadi setelah 2 jam

Reduksi biru metilen didasarkan pada kemampuan bakteri didalam susu untuk

tumbuh dan menggunakan oksigen terlarut, yang menyebabkan penurunan

kekuatan oksidasi-reduksi dari campuran tersebut, oleh karena itu semakin lama
hhilang maka semakin sedikit kandungan bakterinya sehingga kualitas susu

semakin bagus (Susilawati dkk 2013).

B. PEMERIKSAAN ENZIMATIS KATALASE

Hasil pemeriksaan enzim katalase pada susu wonocolo menunjukkan nilai 1 ml

dan pada susu simo menunjukkan hasil 0,5 ml. Susu dikatakan baik jika volume

gas O2 yang terkumpul maksimal 3 mL (Nababan dkk 2015) iv. Susu yang

didapatkan dari Wonocolo menunjukkan nilai baik karena gas O2 yang

terkumpul tidak mencapai lebih dari 3 mL. Selama penyimpanan, bakteri yang

ada didalam susu membentuk enzim katalase sehingga mempercepat proses

reduksi hidrogen peroksida menjadi air dan membebaskan gas oksigen selama

penyimpanan (Nababan dkk, 2015). Oleh karena itu, semakin banyak gas O2

maka akan semakin banyak bakteri pembentuk katalase.

C. PEMERIKSAAN TPC

Hasil pemeriksaan mikroorganisme melalui penanaman pada media NA


menunjukkan koloni yang meluas sehingga tidak dapat dihitung dan dinyatakan
sebagai bakteri tidak terhingga hal ini terjadi karena adanya human error.
Menurut SNI No. 3924-2009 maksimum Total Plate Count 1 x 10 -6 . Rendahnya
jumlah TPC dalam susu segar kemungkinan disebabkan karena pembersihan
kandang dilakukan lebih dari dua kali dalam sehari yaitu sebelum pemerahan
pagi dan sebelum pemerahan sore serta dilakukan pencucian puting r sebelum
pemerahan.Manajemen kebersihan kandang yang baik dapat menurunkan TPC
dan sedimen susu. Selain itu peralatan pemerahan dibersihkan sebelum dan
sesudah pemerahan dengan menggunakan air dan sabun. Sabun termasuk
desinfektan golongan surfaktan (surface active agents) yang dapat membunuh
mikroba dengan cara merusak membran sel mikroba (Kirk, 2005).

D. PEMERIKSAAN MPN
Hasil penanaman bakteri MPN menunjukkan 5-5-5 tabung bereaksi positif,

namun hanya 2 tabung di pengenceran 10-3 yang menunjukkan hasil positif

Escherichia coli. Berdasarkan hasil tersebut kemungkinan nilai MPN bakteri

koliform adalah 4/100mL. Menurut Badan Standarisasi Nasional (2011) batas

maksimum MPN adalah 40/mL. Oleh karena itu, susu Wonocolo memenuhi

standar mutu. Hasil pada susu simo menunjukkan hasil perubahan warna pada

uji MPN sebanyak 2 tabung pada pengenceran 10-3

BAB IV

KESIMPULAN

Dari hasil uji coba yang kami lakukan susu yang berasal dari simo memiliki

kualitas yang lebih rendah jika dibandingan dengan susu yang berasal dari

wonocolo, hal ini dapat dilihat dari beberapa hasil uji coba yang kami lakukan

dimana susu yang bersal dari simo memiiki kekentalan yang lebih cair, dari hasil

pemeriksaan kebersihan susu menunjukkan adanya endapan pada kertas saring,

dan memiliki nilai pH yang lebih kecil dari susu yang berasal dari daerah

wonocolo, pada pemeriksaan mikrobiologi juga susu yang berasal dari simo

memiliki jumlah cemaran bakteri e.coli yang lebih besar jika di bandingkan

dengan susu yang berasal dari wonocolo hal ini dapat dilihat dari uji emba yang

menunjukan adanya wana hijau metalik yang lebih banyak jika dibandingkan

dengan hasil inokulasi yang berasal dari wonocolo. Jadi susu dari wonocolo dan

simo masih layak dikonsumsi karena masih dibawah nilai SNI susu.
DAFTAR PUSTAKA

Anindita Ns Dan Soyi Ds, 2017, Studi Kasus: Pengawasan Kualitas Panga Hewani
Melalui Pengujian Kualitas Susu Sapi Yang Beredar Di Kota Yogyakarta.
Jurnal Peternakan Indonesia. Vol 19, No. 2, Hal 96 -105.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia Susu Segar.


Bagian 1-Sapi Sni- 3141.1-2011. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Www.Bsn.Go.Id.

Rachma Fy, 2017. Evaluasi Kandungan Nutrien Susu Sapi Yang Difiltrasi
Menggunakan Teknologi Membran Ultrafiltrasi Polyethersulfone Dengan
Konsentrasi Polimer Dan Lama Waktu Filtrasi Berbeda. Fak. Peternakan
Undip. Semarang

Putri E. 2016. Kualitas Protein Susu Sapi Segar Berdasarkan Waktu Penyimpanan.
Chempublish Journal. Vol 1 N0. 2, Hal 14-20.

Wulandari F. 2012. Komposisi, Kesegaran, Dan Dugaan Pemalsuan Susu Segar


Sebagai Bahan Dasar Keju Pada Industri Pengolahan Susu (Ips). Fkh Ipb.
Bogor

Susilawati T, Abduh Sbm, Mulyani S. 2013. Reduksi Bakteri Dan Biru Metilen,
Serta Perubahan Intensitas Pencoklatan Dan Ph Susu Akibat Pemanasan Pada
Suhu 80°C Dalam Periode Yang Bervariasi. Animal Agriculture Journal Vol 2
No 3 Hal 123-131 : Http://Ejournal-S1.Undip.Ac.Id/Index.Php/Aaj

Nababan M, Suada Ik, Swacita Ibn. 2015kualitas Susu Segar Pada Penyimpanan
Suhu Ruang Ditinjau Dari Uji Alkohol, Derajat Keasaman Dan Angka
Katalase, Indonesia Medicus Veterinus, Vol 4 No. 4 Hal 374-382.
Lampiran
i
Anindita NS dan Soyi DS, 2017, Studi kasus: Pengawasan Kualitas Panga hewani melalui pengujian kualitas susu sapi
yang beredar di kota Yogyakarta. Jurnal peternakan Indonesia. Vol 19, No. 2, hal 96 -105.
ii
Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar nasional Indonesia susu segar. Bagian 1-Sapi SNI- 3141.1-2011. Badan
Standardisasi Nasional, Jakarta. www.bsn.go.id.
iii
Wulandari F. 2012. KOMPOSISI, KESEGARAN, DAN DUGAAN PEMALSUAN SUSU SEGAR SEBAGAI BAHAN DASAR KEJU
PADA INDUSTRI PENGOLAHAN SUSU (IPS). FKH IPB. Bogor
iv

Anda mungkin juga menyukai