Anda di halaman 1dari 9

Tugas Materi I

ABATTOIR DAN TEKNIK PEMOTONGAN TERNAK


SISTEM PENYEDIAAN DAGING SECARA MODERN DAN
TRADISIONAL YANG ASUH

Oleh:

NAMA : YOLANDA ALYAH DIAZ


NIM : L1A119194
KELAS :A

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan masyarakat terhadap produk industri peternakan semakin


meningkat (termasuk produk industri hasil pertanian dalam hal ini khususnya
peternakan). Daging adalah salah satu produk industri peternakan yang dihasilkan
dari usaha pemotongan hewan. Seiring semakin banyaknya permintaan
masyarakat terhadap daging yang sehat khususnya daging sapi sebagai sumber
utama protein hewani terus meningkat, hal ini menyebabkan intensitas
pemotongan juga meningkat, oleh karena itu keberadaan Rumah Pemotongan
Hewan (RPH) sangat diperlukan, yang dalam pelaksanaannya harus dapat
menjaga kualitas, baik dari tingkat kebersihannya, kesehatannya, ataupun
kehalalan daging untuk dikonsumsi. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah
mendirikan Rumah Pemotongan Hewan Modern (RPHM) di berbagai daerah
seluruh Indonesia.
Daging yang dikonsumsi haruslah daging yang baik dan sehat, karna daging
merupakan sumber protein hewani bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi oleh
masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan daging segar pemerintah berupaya
meningkatkan populasi dan produktivitas melalui peningkatan menajemen dan
tata cara produksi ternak serta menerapkan mekanisme pemotongan hewan di
rumah potong hewan agar mendapatkan kualitas daging yang bagus serta aman,
sehat, utuh, dan halal (ASUH).

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang ingin dibahas dalam


makalah ini adalah bagaimana sistem penyediaan daging secara modern dan
tradisional yang asuh?
C. Tujuan

Adapun tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui sistem


penyediaan daging secara modern dan tradisional yang asuh
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rumah Potong Hewan

Rumah Potong Hewan (RPH) adalah komplek bangunan dengan desain dan
konstruksi khusus yang memenuhi persyaratan teknis dan higiene serta digunakan
sebagai tempat memotong hewan potong selain unggas bagi konsumsi
masyarakat. Rumah Pemotongan Hewan merupakan unit pelayanan masyarakat
dalam penyediaan daging yang aman, sehat, utuh dan halal, serta berfungsi
sebagai sarana untuk melaksanakan :
1) Pemotongan hewan secara benar (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama),
2) Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection) dan
pemeriksaan karkas dan jeroan (postmortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia,
3) Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan
pada pemeriksaan antemortem dan pemeriksaan postmortem guna
pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular dan
zoonosis di daerah asal hewan.

Rumah Potong Hewan secara garis besar mempunyai bangunan utama dan
bangunan pendukung. Bangunan utama merupakan ruangan yang secara langsung
menangani hewan potong dari proses pengistirahatan hewan potong sampai proses
pembagian karkas dan siap untuk dipasarkan, sedangkan bangunan pendukung
merupakan kantor administrasi yang mempunyai tugas untuk mendata hewan
yang masuk dan karkas yang diedarkan. Bangunan utama RPH terdiri dari daerah
kotor dan daerah bersih. Daerah kotor terdiri dari tempat pemotongan hewan,
tempat penyelesaian pemotongan hewan, ruang untuk jeroan, ruang untuk kepala
dan kaki, ruang untuk kulit dan ruang postmortem. Sedangkan daerah bersih
terdiri dari tempat penimbangan karkas, tempat keluar karkas, ruang pelayuan,
ruang pembekuan, ruang pembagian karkas dan ruang pengemasan daging.
Daerah bersih dan daerah kotor dipisahkan dengan tujuan untuk menjaga kualitas
produk daging agar tetap higienis, karena ini mempengaruhi juga terhadap
kesehatan konsumen. Proses penanganan hewan potong sangat berperan penting
pada penyediaan daging ASUH karena mempengaruhi terhadap kualitas dari
daging yang dihasilkan.

B. Sistem Penyediaan daging

Dalam penyediaan daging, dari sumbernya, bagi kebutuhan konsumen


dikenal melalui 3 fase perubahan/transformasi:
1. Proses perubahan ternak hidup menjadi karkas dan bagian bukan karkas.
2. Merupakan proses pemotongan bagian bagian karkas menjadi whole dan
retail karkas untuk mendapatkan daging dan bagian lainnya seperti lemak,
tulang, aponevrose dan lain lain.
3. Merupakan proses pengolahan lebih lanjut dari bahan baku daging yang
diperoleh pada transformasi kedua menjadi suatu produk akhir berupa
daging olahan dalam berbagai macam ragam.
Pemotongan merupakan suatu tahap yang penting dalam penyediaan daging
tersebut.
1) Transformsi Pertama
 Kondisi ternak sebelum pemotongan
1. Kebersihan tubuh ternak
2. Kesehatan dan sanitasi ternak
3. Keadaan fisiologis
 Prosedur pemotongan
1. Persiapan sebelum pemotongan
2. Ternak tidak berdaya (Stunning or Immobilization)
3. Penyembelihan/pengeluaran darah (bleeding)
4. Pengulitan
5. Rumpin
6. Penarikan kulit
7. Pembelahan dada (brisket)
8. Pengeluaran isi dalam (evisceration)
9. Pembelahan Karkas (splitting
10. Penyiangan karkas (trimming)
11. Pengawasan (inspection)
12. Pencucian (washing and shrouding)
13. Penimbangan (Weighing and grading/classification)
2) Transformasi Kedua Meliputi proses cutting karkas menjadi whole cut dan
retail cut, dimana pada akhirnya akan diperoleh daging sebagai bahan baku
utama bagi konsumen (rumah tangga atau industri pengolahan daging) dan
bagian-bagian lainnya seperti lemak, tulang, aponevrose dan bahan buangan
lainnya.
Maturasi (aging) merupakan suatu proses perubahan kimiawi yang terjadi
didalam otot dan memberikan pengaruh perbaikan secara progressif pada
keempukan daging sampai pada tingkat optimal dimana daging telah
menjadi matang. Pada kondisi inilah sebenarnya, daging dibenarkan untuk
dikonsumsi. Proses pematangan daging ini dilakukan setelah karkas terlebih
dahulu telah mengalami rigor mortis. Maturasi biasanya dilakukan pada
belahan karkas (setengah karkas) atau seperempat karkas, tetapi juga dapat
dilakukan pada bagian-bagian daging seperti : loin, round, blade dan
lainnya. Daging yang telah mengalami maturasi mempunyai harga jual yang
lebih mahal dibanding dengan tanpa maturasi. Hal ini disebabkan tiada lain
karena selama penyimpanan dingin (maturasi) terjadi kehilangan berat yang
mana harus diperhitungkan dalam bentuk pembiayaan yang bersama-sama
dengan biaya – biaya lainnya yang dikeluarkan selama maturasi tersebut,
serta selisih harga akibat peningkatan kualitas sehingga dikompensasi dalam
bentuk harga jual yang harus lebih mahal.
3) Transformasi Ketiga
 Pengawetan dan pengolahan daging merupakan proses yang
berlangung ditingkat hilir dari suatu industri peternakan atau
merupakan suatu subsistem dari agribisnis, yang sering pula disebut
agroindustri. Kedua kegiatan ini tidak terlepas satu sama lainnya;
bahan baku yang berasal dari daging segar (mentah) dapat langsung
diproses melalui pengolahan menjadi suatu produk olahan atau
terlebih dahulu melalui pengawetan sebelum dilakukan pengolahan.
Demikian pula produk daging olahan, agar dapat bertahan lebih lama,
selanjutnya dapat dilakukan pengawetan.
Pengolahan, pada dasarnya dimaksudkan penerapan teknologi proses
pada suatu bahan baku yang akan mengakibatkan terjadinya
perubahan bentuk dari suatu bentuk yang masih utuh menjadi bentuk
lain dari produk hasil olahan tersebut. Pada umumnya pengolahan
akan meningkatkan nilai tambah sebagai kompensasi dari
penambahan biaya operasional selama pengolahan dan juga akibat
adanya peningkatan kualitas dari komponen yang digunakan pada
produk olahan tersebut.
BAB III

KESIMPULAN

Peningkatan mutu dan keamanan produk olahan hasil ternak diupayakan


dengan penanganan hewan dan daging di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) yang
dilakukan dengan baik karena apabila penanganan hewan dan daging di RPH
kurang baik dan tidak higienis akan berdampak terhadap kehalalan, mutu dan
keamanan daging ASUH dan akan berdampak pada kesehatan rakyat.
DAFTAR PUSTAKA

Blakely J, Bade DH. 1992. Ilmu peternakan diterjemahkan oleh Bambang


Srigandono. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.
Cole HH. 1982. Introduction to livestock Production. W.H. Freeman & Company:
London
Forrest JC. Aberle ED. Hendrick HB. Judge MD. Markel RA. 1975. Principle of
meat science. W.H. Freeman and Company: San Fransisco
Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. 5thEd. Penerjemah Aminuddin Parakksin.
Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. 4thEd. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-6159-1999 tentang Rumah Pemotongan
Hewan.
Undang S. 1995. Tatalaksana pemeliharaan ternak sapi. Penebar Swadaya Jakarta
Williamson G and WJA.
Payne. 1993. Pengantar peternakan di daerah tropis, diterjemahkan oleh Djiwa
Darmadja. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai