Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH CROSSBREEDING KAMBING BOER DAN

KAMBING KACANG
Dosen Pengampu Mata Kuliah Pemuliaan Ternak:
Prof. Dr. Ir. V. M. Ani. N., M.Sc

ANGGOTA KELOMPOK C - 8:

1.
2.
3.
4. Salsabila Firdausi 175050107111123 / No. Abs 39
5. Fatimah Azzahra 175050100111047 / No. Abs 40

KELAS C
_____________________________

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menulis makalah ini dengan judul “Cross Breeding Kambing Boer
dan Kambing Kacang” dengan baik.

Adapun maksud dan tujuan kami menyusun makalah ini untuk memenuhi tugas
terstruktur matakuliah Pemuliaan Ternak. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah mendukung dalam menyusun makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan yang terdapat dalam
makalah ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran kepada berbagai pihak
untuk meningkatkan dan memperbaiki makalah agar menjadi lebih baik kedepannya.

Malang, 11 Desember 2019

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ i


DAFTAR ISI ...................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................
1.3 Tujuan .................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................

BAB III PEMBAHASAN .....................................................................................................


BAB IV KESIMPULAN ......................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Pengembangan ternak kambing umumnya terkait dengan kondisi ekonomi masyarakat.


Ternak kambing berkembang umumnya di wilayah lahan kering dengan tingkat pertumbuhan
ekonomi rendah. Bagi petani pemilik modal, ternak kambing lebih berperan sebagai tabungan,
sedangkan bagi kelompok masyarakat kurang bermodal atau dengan tingkat ekonomi rendah,
usaha ternak kambing merupakan salah satu alternatif lapangan usaha dengan adanya sistem
gaduhan. Di Indonesia ternak kambing menduduki peranan yang penting dalam sistem usaha
pertanian tercermin dari data statistik yang menunjukkan bahwa populasi kambing cukup
tinggi yaitu sebanyak 16,841 juta ekor.
Kontribusi kambing terhadap suplai daging nasional masih relatif kecil baru mencapai
3,3% dan populasi sejak 2006 sampai 2010 hanya mengalami peningkatan 4 sampai 6% per
tahun. Beberapa kendala yang sering ditemukan dalam pengembangan peternakan kambing
lokal di Indonesia adalah tingkat produktivitas yang masih sangat rendah dengan ukuran tubuh
relatif kecil, walaupun sebenarnya kinerja reproduksinya cukup baik dengan dugaan adanya
potensi genetik yang cukup tinggi pada jumlah anak sekelahiran.
Dari total populasi kambing, kambing Kacang merupakan jenis kambing dengan populasi
terbanyak (83%). Jenis kambing ini memiliki bobot hidup dan kapasitas tumbuh yang rendah,
dan lebih merupakan jenis kambing dengan tipe prolifik (Ginting,2008). Dengan demikian, ras
kambing dengan populasi terbesar yang terdapat di Indonesia pada dasarnya bukanlah
merupakan bangsa kambing yang memiliki karakter ideal sebagai penghasil daging, jika
dilihat dari aspek kapasitas laju tumbuh, ukuran serta konformasi bobot hidup, serta
persentase karkas. Walaupun demikian, kambing Kacang memiliki ukuran tubuh yang optimal
untuk kebutuhan pasar domestik.
Salah satu pendekatan yang dapat dipergunakan untuk meningkatkan produktivitas
kambing lokal yang hasilnya relatif cepat dan cukup memuaskan serta telah meluas
dilaksanakan, adalah dengan menyilangkannya (cross breeding) dengan genotip kambing
unggul impor. Metode ini telah banyak digunakan dan umumnya cukup banyak yang berhasil.
Salah satu persilangan yang telah dilakukan untuk meningkatkan kualitas bibit kambing lokal
Indonesia adalah menyilangkan (cross breeding) dengan pejantan unggul impor yaitu
kambing Boer untuk menghasilkan F1 atau yang lebih tinggi. Kambing Boer merupakan
kambing tipe pedaging yang diakui secara luas karena memiliki sifat pertumbuhan yang
cepat, kualitas daging yang sangat baik dan memiliki tingkat reproduksi yang tinggi. Kambing
Boer mempunyai tingkat toleransi yang luas terhadap kondisi alam dan tahan atau toleran
terhadap penyakit parasit.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat di rumuskan masalahnya sebagai berikut.
1.1.1 Bagaimana karakteristik kambing kacang, kambing boer dan kambing boerka?
1.1.2 Bagaimana perbandingan antara kambing boer dan kambing boerka ?
1.1.3 Bagaimana dampak dari crossbreeding terhadap kinerja reproduksi kambing?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.3.1 Untuk mengetahui karakteristik kambing kacang, kambing boer dan kambing
boerka?
1.3.2 Untuk mengetahui perbandingan antara kambing boer dan kambing boerka
1.3.3 Untuk mengetahui dampak dari crossbreeding terhadap kinerja reproduksi
kambing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Kambing Kacang


Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia. Dari berbagai bangsa kambing
yang terdapat di wilayah ini, kambing Kacang merupakan yang terpenting ditinjau dari segi
jumlah. Kegunaan utamanya adalah sebagai penghasil daging. Menurut Abadi,dkk (2015),
tanda-tanda umum dari kambing Kacang adalah : garis profil kepala lurus atau cekung, daun
telinga pendek dengan sikap berdiri dan mengarah ke depan, panjangnya ±15 cm, panjang
tanduk jantan ±10 cm sedangkan pada betina ±8 cm, kambing betina rambutnya pendek
kecuali bagian ekor dan kambing jantan rambutnya lebih panjang pada dagu (jenggot),
tengkuk, pundak, punggung sampai ekor dan pada badan bagian belakang; warna rambut
putih, hitam dan coklat atau kombinasi dari dua atau tiga warna tersebut. Kambing jantan
tingginya 60-65 cm dan betina 56 cm, dengan bobot badan jantan 25 -30 kg dan betina 20-25
kg.
Selanjutnya Abadi,dkk (2015) juga mengatakan bahwa beberapa sifat unggul dari
kambing Kacang yang ingin dimiliki adalah sifat resistensi tinggi terhadap parasit, daya tahan
tinggi terhadap perubahan cuaca, kemampuan bertahan hidup pada kondisi pakan berkualitas
rendah serta tingkat reproduktivitas yang cukup tinggi, reproduksi cukup baik sehingga pada
umur 15-18 bulan bisa menghasilkan keturunan, setiap kelahiran menghasilkan keturunan
lebih dari satu, cepat berkembang biak dan memiliki kesuburan yang tinggi.

2.2 Karakteristik Kambing Boer


Kambing Boer adalah salah satu jenis kambing unggul penghasil daging yang
didatangkan ke Indonesia yang berasal dari daerah Afrika. Kambing Boer dapat dikenali
dengan mudah dari tubuhnya yang lebar, panjang, dalam, berbulu putih, berkaki pendek,
berhidung cembung, bertelinga panjang menggantung, berkepala warna coklat kemerahan atau
coklat muda hingga coklat tua. Beberapa kambing Boer memiliki garis putih ke bawah di
wajahnya. Menurut Dewi dan Wardoyo (2018) mengatakan bahwa Keunggulan genetik yang
dimiliki Kambing Boer adalah pertumbuhan cepat, mudah beradaptasi pada berbagai kondisi
lingkungan, mempunyai kualitas daging yang bagus sesuai dengan konformasi tubuhnya, serta
mempunyai sifat reproduksi yang baik (Van Niekerk dan Casey, 1988).
Selanjutnya Dewi dan Wardoyo (2018) kambing Boer jantan dewasa berumur 2-3
tahun dapat mencapai bobot antara 110-135 kg dan kambing Boer betina dewasa antara 90-
100 kg. Dengan laju pertambahan bobot badan harian berkisar antara 203-204 g. Kambing
Boer memiliki derajat kelahiran yang tinggi yaitu 97% kembar tiga dan 50% kembar dua),
menghasilkan susu cukup baik 91,3-1,8 kg/hari) dan juga menghasilkan kulit yang bermanfaat
untuk kehidupan manusia.
2.3 Persilangan Kambing Boer dan Kambing Kacang
Simon dan Fera (2008) mengatakan bahwa persilangan bangsa (crossbreeding) antara
dua atau lebih bangsa pada ternak ruminansia merupakan salah satu cara yang baik untuk
meningkatkan produktivitas. Pemilihan bangsa atau ras yang memiliki sifat unggul tertentu
dalam program persilangan sangat penting. Persilangan dilakukan secara grading up (upaya
cepat untuk memperbaiki mutu genetik ternak lokal terutama untuk sifatsifat tertentu ke arah
bangsa pejantan). Persilangan antara kambing Kacang (tipe prolifik) yang merupakan
kambing khas Indonesia dan kambing Boer (tipe pedaging) yang berasal dari Afrika akan
menghasilkan kambing dengan julukan Kaboer atau Boerka dengan komposisi 50% Boer dan
50% Kacang. Kambing Boerka memiliki performans yang baik yaitu laju pertumbuhan dan
kapasitas bobot tubuh yang tinggi serta mampu beradaptasi dalam kondisi yang relatif
terbatas.
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Bobot Lahir Kambing Boerka

Besaran bobot lahir suatu ras kambing sangat ditentukan oleh konformasi serta besaran
ukuran tubuh tetuanya. dalam hal ini faktor pejantan (kambing Boer) yang digunakan serta
kemurniaan genotipenya. Kambing Boer adalah kambing yang mempunyai potensi genetik
tinggi dan tipe pedaging yang baik karena mempunyai konfirmasi tubuh dengan tulang rusuk
yang lentur, panjang badan dan perototan yang baik pula. Disamping itu besar kambing lokal
(induk) yang dikawinkan serta ransum pakan yang dikonsumsi juga menentukan besarnya
tubuh dan kecepatan pertumbuhan anak yang dilahirkan. Adanya pengaruh heterosis seperti
yang diharapkan dari persilangan Boer x Kacang mengakibatkan bobot lahir anak kambing
Boerka lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang.
Menurut Simon dan Fera (2008) keunggulan bobot lahir kambing Boerka secara rata-
rata sebesar 42% dibandingkan dengan kambing Kacang dan bobot lahir jenis kelamin jantan
cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kelamin betina. Bobot lahir terkait erat
dengan daya hidup dan bobot lahir pada saat disapih, sehingga bobot lahir menjadi karakter
yang menentukan dalam pencapaian tingkat efisiensi produksi. Bobot lahir kambing Boerka
secara konsisten lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang pada berbagai umur.
Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jenis kelamin berpengaruh nyata (P < 0,05)
terhadap bobot lahir Pada saat umur 3 bulan (sapih), 6, 9, 12 dan 18 bulan serta bobot dewasa
(> 18 bulan) bobot hidup kambing Boerka jantan rata-rata lebih tinggi 36 – 45% dan pada
kambing Boerka betina ratarata lebih tinggi 2 – 40% dibandingkan dengan kambing Kacang.
Pada umur 12 atau 18 bulan kambing boerka jantan telah mampu mencapai bobot lahir antara
26 – 36 kg dan sesuai persyaratan pasar ekspor dengan demikian,kambing Boerka merupakan
ras kambing yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara komersial dalam mendukung
pemasaran ternak kambing untuk tujuan ekspor di waktu mendatang.

Tabel 1. Bobot hidup kambing Boerka dan Kacang (Simon dan Fera,2008)
3.2 Bobot Sapih Kambing Boerka

Bobot sapih sangat erat kaitannya dengan bobot lahir. Semakin tinggi bobot lahir maka
bobot sapih juga akan semakin berat Lebih lanjut dikatakan bahwa sistem perkawinan silang
dapat memberi peluang untuk mempercepat perbaikan produksi. Perbedaan jenis kelamin
berpengaruh nyata terhadap bobot sapih, dimana bobot sapih jantan (10,67 + 4,57 kg) lebih
berat daripada betina (8,36 + 2,34 kg) dengan perbedaan sebesar 2,31 kg (21,65%). Hal ini
berhubungan dengan adanya persaingan dalam memperoleh makanan, dimana jantan lebih
agresif daripada betina khususnya pada saat menyusui.
Bobot sapih juga dipengaruhi oleh tipe lahir, dimana anak tipe lahir tunggal lebih berat
(8,33 ± 2,47 kg) dibanding tipe lahir kembar (7,02 ± 2,23 kg). Hasil analisis dari tipe lahir
memperlihatkan adanya persaingan pada tipe kelahiran kembar untuk mendapatkan air susu
selama masa laktasi dibandingkan dengan anak tunggal. Sehingga tingkat pertumbuhan anak
kelahiran kembar menjadi lebih rendah dari kelahiran tunggal.
Menurut Dewi dan Wardoyo (2018) rataan bobot sapih lebih rendah dibanding bobot
sapih kambing Boer, sebesar 19,4 kg dan bobot badan kambing Boer pada saat disapih dapat
mencapai 20-25 kg. Namun jika dibandingkan dengan kambing Kacang dengan bobot sapih
5,87 kg, maka bobot sapih hasil persilangan tampak lebih besar. Peningkatan bobot sapih ini
disebabkan oleh adanya efek heterosis, dimana hasil persilangan menampilkan performans
yang lebih unggul dibandingkan dengan rataan kedua tetuanya. Perbedaan bobot sapih dapat
disebabkan oleh perbedaan manajemen terutama aspek pemberian pakan induk saat menyusui,
dimana kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan akan mempengaruhi produksi susu induk
dan secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan anak sebelum disapih sehingga akan
berpengaruh terhadap bobot sapih.

3.3 Pertambahan Bobot Hidup Harian Prasapih

Hasil perhitungan penimbangan bobot lahir dan bobot hidup saat ternak disapih
menunjukkan bahwa rataan pertambahan bobot hidup harian prasapih berbeda. Angka
pertambahan bobot hidup harian kambing persilangan Boerka lebih berat dari pada
pertambahan bobot hidup harian kambing Kacang. Penggunaan pejantan Boer, ras kambing
tipe besar merupakan kontributor utama terhadap tingginya laju pertumbuhan kambing
Boerka. Kambing Boer termasuk tipe pedaging dengan laju pertumbuhan tinggi yang dapat
mencapai 250 g/hari, tergantung pada pakan yang dikonsumsi.
Laju pertumbuhan kambing Boerka selama pascasapih masih tergolong tinggi
dibandingkan dengan kambing Kacang. Pada umur antara 3 sampai dengan 6 bulan, misalnya
laju pertumbuhan kambing Boerka lebih tinggi rata-rata 42% dibandingkan dengan kambing
Kacang (Simon dan Fera,2008). Laju pertumbuhan yang lebih tinggi memungkinkan kambing
Boerka mencapai bobot potong pada umur yang lebih muda. Laju pertumbuhan kambing
Boerka tersebut relatif sebanding dengan laju pertumbuhan kambing silangan Boer x East
Africa
Tabel 2. Pertambahan Bobot Badan Harian (PBHH), (Simon dan Fera,2008)

Menurut Sumadi (2009) Laju pertambahan bobot hidup harian prasapih anak jantan
(69,46 ± 31,76 g ekor hari daripada anak betina (56,52 ± 27,59 g ekor lebih cepat dengan
selisih laju pertumbuhannya yakni 18,63%. Hal ini diduga anak jantan lebih mampu untuk
bersaing mendapatkan air susu induk daripada anak betina. Perbedaan sekresi hormon
pertumbuhan yang diketahui pada umumnya anak jantan lebih aktif dari pada anak betina
menyebabkan bobot hidup anak kambing jantan lebih berat daripada anak betina

3.1 Karakteristik Morfologi

Karakteristik sifat morfologi (ukuranukuran tubuh) dan sifat produksi bisa dijadikan
standar untuk menilai produktivitas ternak kambing. Dimana ukuran–ukuran tubuh dapat
memberikan gambaran eksterior seekor ternak dan membantu menentukan bobot hidup serta
dijadikan pedoman dasar seleksi dalam program pemuliaan ternak. Karakteristik fisik yang
diharapkan dari persilangan kambing Boer dan Kacang adalah menyerupai pejantannya yaitu
kambing Boer. Karena metode persilangan yang digunakan adalah grading up (upaya cepat
untuk memperbaiki mutu genetik ternak lokal terutama untuk sifat-sifat tertentu ke arah
bangsa pejantan) maka anak yang didapatkan dikawinkan terus dengan pejantannya (Boer)
sampai diperoleh anak yang darahnya lebih banyak ke Boer.
. Ukuran - ukuran tubuh ternak dipengaruhi oleh umur, pemberian pakan, genetik,
lingkungan dan jenis kelamin. Analisa dari tabel tersebut menunjukkan perbedaan rata-rata
ukuran tubuh pada setiap genotipe ternak dan sebagian besar meningkat seiring bertambahnya
umur. Menurut Syawal (2010) genotipe berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap lingkar dada
pada kambing umur 1 dan 3 bulan tapi tidak berbeda nyata (P > 0,05) umur 2 bulan, hal ini
mungkin dipengaruhi faktor ketersediaan air susu induk yang mulai menurun.

Tabel 3. Rataan Lingkar dada kambing Boer, Boerka dan Kacang (Syawal,2010)
Menurut Syawal (2010) genotipe berpengaruh nyata (P < 0,05) terhadap tinggi pundak
kambing umur 1 dan 3 bulan tapi tidak berbeda nyata (P > 0,05) umur 2 bulan (Tabel 5).
Rataan tinggi pundak kambing Boer umur 3 bulan sebesar 46,1 ± 1,85. Untuk rataan tinggi
pundak kambing Kacang 41,18 ± 3,70, lebih kecil daripada kambing Boerka 42,00 ± 3,58.
Sedangkan untuk panjang badan kambing umur 1 dan 3 bulan tapi tidak berbeda nyata (P >
0,05) umur 2 bulan. Rataan panjang badan umur 3 bulan kambing Boer sebesar 46,4 ± 1,50
lebih tinggi daripada hasil penelitian yakni 44,63 ± 5,83. Untuk kambing Kacang memiliki
rataan panjang badan 41,68 ± 4,40 lebih kecil daripada kambing Boerka 43,00 ± 3,55.

Tabel 4. Rataan tinggi pundak kambing Boer, Boerka dan Kacang (Syawal,2010)

Tabel 5. Rataan panjang badan kambing Boer, Boerka dan Kacang (Syawal,2010)

3.2 Karakteristik dan Mutu Karkas

Tabel 6. Karateristik karkas kambing boerka jantan > 1 tahun (Simon dan Fera,2008)
Karakteristik komponen karkas kambing Boerka relatif lebih baik dibandingkan
dengan kambing Kacang, sedangkan kandungan nutrisi maupun sifat fisik daging relative
sama antara kedua ras. Mutu karkas kambing Boerka dilaporkan tergolong ke dalam kategori
Mutu I dan serupa dengan kambing Kacang yaitu dengan karakteristik ciri penampakan agak
lembab, tekstur lembut dan kompak, warna merah khas daging, lemak panggul tebal dan bau
spesifik. Karakteristik mutu tersebut mengindikasikan bahwa daging kambing Boerka akan
dapat diterima oleh konsumen seperti halnya dengan kambing Kacang. pH daging kambing
Boerka berkisar antara 5,4 – 5,8; sebanding dengan pH daging kambing Kacang dan berada
pada rentang nilai normal untuk daging konsumsi
BAB IV

PENUTUP

Program persilangan pada kambing diharapkan dapat menghasilkan kambing silangan


dengan kapasitas produksi yang lebih tinggi. Kambing Kacang umumnya memiliki
keunggulan terutama dalam hal kesuburan (fertilitas) dan adaptasi terhadap kondisi
lingkungan Bangsa kambing Boer merupakan salah satu jenis kambing dengan potensi
pertumbuhan dan bobot hidup yang tinggi dan memiliki sifat fertilitas yang baik. Dengan sifat
unggul tersebut, maka kambing Boer banyak digunakan dalam program persilangan di banyak
negara, termasuk Indonesia untuk menghasilkan kambing silangan Boerka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kambing Boerka memiliki kapasitas tumbuh dan
bobot hidup yang sangat baik dan lebih tinggi dibandingkan dengan kambing Kacang. Bobot
lahir dan bobot sapih keturunan hasil persilangan Boer dengan kambing lokal jenis kelamin
jantan lebih besar daripada betina. Kambing ini dapat menjadi salah satu pilihan untuk
dikembangkan sebagai kambing pedaging di masa mendatang
DAFTAR PUSTAKA

Abadi, T, C.M.S. L., dan E. Purbowati.2015. Pola Pertumbuhan Bobot Badan Kambing
Kacang Betina di Kabupaten Grobogan. Animal Agriculture Journal, 4(1): 93-97

Dewi,R,K., dan Wardoyo.2018. Keunggulan Relatif Kambing Persilangan Boer dan Kacang.
Jurnal Ternak, 09(01): 13-17

Ginting,S Dan F.Mahmilia.2008. Kambing ‘Boerka’: Kambing Tipe Pedaging Hasil


Persilangan Boer X Kacang. Wartazoa Vol. 18 No. 3:115-127

Mahmilia,F dan Meruwald Doloksaribu.2010.Keunggulan Relatif Anak Hasil Persilangan


antara Kambing Boer dengan Kacang pada Periode Prasapih.JITV.15 (2) : 124-130

Pamungkas,F., Mahmilia dan Elieser.2008.Perbandingan Karakteristik Semen Kambing Boer


Dengan Kacang.Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner.2 (4) : 1-4

Simon P. G, Dan F. Mahmilia.2008. Kambing ‘Boerka’: Kambing Tipe Pedaging Hasil


persilangan Boer X Kacang. Wartazoa, 18 (3): 115-126

Sumadi.2009.Persilangan Kambing Boer dan Kacang Sebagai Dasar Pembenntukan Kambing


Komposit Untuk Sumber Bibit Kambing Potong di Indonesia. Badan Penelitian
Pertanian.1(1)

Syawal,M.2010. Karakteristik Morfologi Dan Produksi Kambing Boer, Kacang dan


Persilangannya Pada Umur 0 – 3 Bulan (Prasapih). Seminar Nasional Teknologi
Peternakan Dan Veteriner

Anda mungkin juga menyukai