Anda di halaman 1dari 13

BAB II

PERKANDANGAN DAN PERALATANNYA

3.1 Pendahuluan.
Sistem perkandangan merupakan sistem yang sangat penting bagi pemeliharaan sapi
perah pada khususnya. Di Indonesia, sistem perkandangan ini belum banyak mendapat
perhatian dari para peternak sapi perah. Padahal, perkandangan merupakan salah satu
komponen dalam usaha peternakan sapi perah, yang dibutuhkan dalam jangka waktu cukup
lama, dan pada akhirnya akan mempengaruhi biaya produksi per liter air susu. Oleh karena
itu, pembuatan atau pembangunan kandang harus direncanakan lebih awal, dengan
mempertimbangkan faktor-faktor yang menunjang keberhasilan usaha ternak sapi perah
tersebut.
Munurut Soepardjo (1985), di Indonesia masih banyak ditemukan perkandangan sapi
perah yang beraneka ragam, baik bentuk maupun luasnya serta letaknya. Persyaratan
pembuatan kandang secara utuh masih belum terpenuhi. Selanjutnya dijelaskan, dengan
adanya kredit sapi perah, diharapkan alokasi biaya kandang harus betul-betul dimanfaatkan
untuk pembuatan kandang sesuai dengan yang disarankan. Namun kenyataannya, kebanyakan
peternak tidak memanfaatkannya secara maksimal, sehingga menimbulkan keaneka ragaman
type kandang sapi perah, lebih-lebih lagi kandang sapi perah peternak sapi perah yang tidak
mendapatkan kredit.
Dengan pertimbangan diatas, maka sangat penting memberikan gambaran umum
kepada mahasiswa tentang standar kandang sapi perah yang cocok diterapkan di Indonesia,
terutama bagi peternak sapi perah yang masih tergolong peternak kecil.

3.2 Perencanaan Bangunan Kandang.


Kandang sapi perah, selain berfungsi sebagai pelindung dan tempat bernaung bagi
ternak untuk menghindari hujan, terik sinar matahari, hembusan angin langsung, juga
seharusnya dapat memudahkan peternak dalam mengelola ternaknya.
Perencanaan perkandangan secara matang, akan membuat semua kegiatan rutin dalam
pengelolaan peternakan dapat dilakukan dengan lancar dan baik, mengingat sebagian waktu
atau 2/3 dari keseluruhan waktu kegiatan dihabiskan peternak untuk melakukan kegiatan di
dalam kandang dan di sekitarnya, sehingga bangunan kandang harus diatur sedemikian rupa
agar waktu pengelolaan di kandang bisa ditekan seefisien mungkin. Dengan demikian
kandang sapi perah yang efektif harus dirancang untuk memenuhi persyaratan kesehatan dan
kenyamanan ternak, enak dan nyaman bagi karyawan, efisien untuk tenaga kerja dan
pemakaian alat-alat, serta pelaksanaannya dapat disesuaikan dengan peraturan kesehatan
lingkungan, sehingga memudahkan dalam pengontrolan atau pengawasan penyakit.
Perencanaan dalam membuat kandang sapi perah (Anonim, 1980) harus meliputi hal-
hal sebagai berikut.
 Pengaturan tata letak di bagian dalam maupun bagian luar kandang, serta luas ruangan
yang dibutuhkan oleh setiap ekor sapi perah disesuaikan dengan kondisi masing-masing
sapi yang dipelihara.
 Pengaturan bangunan yang bertujuan agar kandang mudah dibersihkan, mudah dalam
pembuangan kotoran, mudah dalam pemberian makanan dan air minum.
 Apabila akan mempergunakan peralatan, maka kandang harus cukup luas, sehingga
penggunaan peralatan tersebut lebih leluasa. Dengan demikian, pekerjaan rutin dapat
dilakukan dengan mudah, aman dan efisien.
 Perencanaan kandang harus sesuai dengan metode pemerahan yang akan digunakan pada
saat sekarang dan perkembangan selanjutnya, sehingga apabila ada perubahan di masa

1
yang akan datang atau terjadi penambahan unit pemerahan, tidak terlalu banyak
mengubah kandang tersebut, dan hal ini akan dapat menekan pemborosan biaya kandang.

Selain hal diatas, perencanaan kandang juga harus mempertimbangkan faktor-faktor


sebagai berikut.
1. Iklim.
Untuk daerah dingin, kandang harus dapat melindungi sapi-sapi dari udara dingin, badai
salju dan angin musim dingin. Sedangkan untuk daerah panas (tropis), sapi-sapi harus
dilindungi dari terik sinar matahari yang berlebihan, temperatur lingkungan yang tinggi,
dan hembusan angin langsung.
2. Biaya.
Dalam membuat kandang, harus direncanakan pula besarnya biaya yang harus
dikeluarkan, dan disesuaikan dengan persediaan modal yang ada dan rencana usaha
selanjutnya. Biaya sedapat mungkin lebih murah, tetapi dengan bahan-bahan yang cukup
kuat dan tahan lama.
3. Besarnya usaha peternakan.
Ukuran kandang harus disesuaikan dengan jumlah sapi yang dipelihara, karena kandang
terlalu besar tidak efisien dan sebaliknya kandang yang terlalu sempit akan menimbulkan
kesulitan dan kerugian fatal akibat stress yang diderita oleh sapi-sapi yang dipelihara.
4. Kesenangan peternak yang bersangkutan.
Setiap peternak mempunyai keinginan dan kesenangan masing-masing, sehingga setiap
daerah peternakan memiliki cirri khas kandang sapi perah yang berbeda, tetapi hendaknya
tetap mempertimbangkan kepentingan sapi-sapi yang dipelihara.

5. Lokasi.
Lokasi yang dipilih hendaknya di daerah yang lebih tinggi dari sekitarnya, mudah
diawasi, cukup sumber air, drainase tanah di sekitarnya cukup baik, dan mudah untuk
membuang kotoran, serta memungkinkan tersedianya segala fasilitas yang di butuhkan,
sehingga dapat menekan biaya produksi.

3.3 Tata Letak Kandang.


Tata letak kandang sangat penting diperhatikan untuk efisiensi managemen
pengelolaan kegiatan sehari-hari di dalam kandang. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah
sebagai berikut.
1. Kandang sapi perah harus dibangun di daerah yang lebih tinggi dari sekitarnya. Hal ini
diperlukan untuk menjaga drainase di sekitar kandang, dan ini erat hubungannya dengan
kesehatan sapi perah itu sendiri. Daerah yang cocok untuk kandang adalah yang tidak
memiliki iklim dan kondisi tanah yang ekstrim.
2. Kandang harus dibangun dekat dengan sumber air bersih, karena sapi perah memerlukan
air cukup banyak untuk air minum, memandikan sapi dan membersihkan kandang serta
peralatannya.
3. Kandang harus dekat dengan sumber hijauan makanan ternak, untuk menekan biaya
transportasi.
4. Transportasi lancar, baik yang menuju ke daerah pemasaran, pengadaan sarana maupun ke
daerah penanganan hasil limbah sapi perah.
5. Kandang harus dekat dengan karyawan, karena dengan demikian karyawan akan dapat
memberikan perhatian yang lebih intensif terhadap sapi yang dipelihara, terutama pada
masa perkawinan, kelahiran dan penanganan pedet.
6. Areal kandang harus cukup luas untuk memungkinkan perluasan kota, sehingga tidak
mengganggu pemukiman, dan untuk menjaga kemungkinan adanya penularan penyakit
dari sapi ke manusia dan sebaliknya.

2
7. Kandang tidak boleh dekat dengan jalan umum atau jalan kereta api, karena akan
mengakibatkan sapi-sapi menjadi stress dan perluang kena penyakit lebih besar.

3
3.4 Syarat-syarat Kandang.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun perkandangan sapi perah adalah
sebagai berikut.

1. Cukup sinar matahari pagi.


Kandang harus diatur sedemikian rupa, agar semua sapi memperoleh sinar matahari pagi
yang kaya dengan ultraviolet yang berfungsi sebagai desinfektan dan membantu
pembentukan vitamin D pada sapi.
2. Ventilasi kandang harus terjamin. Ventilasi berhubungan erat dengan pertukaran udara
kotor dengan udara bersih. Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau yang tidak sedap
akibat kelembaban yang tinggi, dan menghindari perputaran angin yang terlalu lama di
dalam kandang sebagai akibat hembusan angin langsung yang dapat menyebabkan sapi-
sapi menjadi stress.
3. Kandang harus tetap kering dan bersih.
Kandang, selain berfungsi sebagai pelindung ternak dari pengaruh lingkungan yang jelek,
juga sebagai tempat berbaring atau beristirahat. Dengan demikian, kandang harus selalu
kering dan bersih. Dengan menjaga kebersihan kandang dan sapi, berarti kita menjaga
kualitas susu yang dihasilkan. Kandang yang selalu dalam keadaan becek atau basah,
merupakan media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme, yang sewaktu-waktu
dapat menginfeksi tubuh sapi dan pada akhirnya akan dapat mencemari air susu yang
dihasilkan. Untuk menjamin agar lantai tetap kering, bahan lantai diusahakan terbuat dari
bahan yang keras, seperti semen atau batu di ratakan, serta letaknya dibuat miring agar air
mudah mengalir. Kemiringan lantai kira-kira 5o, dan dilengkapi dengan saluran
pembuangan limbah air bekas pencucian kandang, urine, feses, dan sisa makanan. Saluran
pembuangan yang dimaksudkan adalah berupa parit/got. Sistem pembuangan kotoran
harus disesuaikan dengan keadaan setempat dengan cara yang efisien sampai mencapai
derajat sanitasi yang maksimal, sehingga tidak menimbulkan polusi di lingkungan
peternakan tersebut maupun di luar peternakan. Tempat pembuangan kotoran ini
hendaknya direncanakan terlebih dahulu, sehingga tidak terjadi pemborosan tenaga kerja.
4. Bangunan kandang harus dirancang sedemikian rupa, sehingga semua pekerjaan rutin,
seperti pemberian makan dan minum, pembersihan kandang, pemerahan dan pengelolaan
produk dapat dilaksanakan dengan mudah, dan mengurangi jumlah tenaga kerja serta
meningkatkan nilai guna setiap unit peralatan.
5. Bahan kandang.
Bangunan kandang harus kuat dan tahan lama, dan ini bukan berarti bahan kandang harus
berasal dari bahan yang mahal dan bukan pula harus permanen, yang terpenting adalah
mudah dibersihkan, memenuhi persyaratan kenyamanan dan kesehatan sapi perah serta
disesuaikan dengan kondisi daerah tempat kita mendirikan kandang.
6. Kapasitas muat/ukuran kandang.
Luas kandang harus disesuaikan dengan umur dan kondisi sapi. Hal ini perlu diperhatikan,
karena selain dapat mempengaruhi kualitas susu yang dihasilkan, dapat pula
mempengaruhi kenyamanan dan ketenangan bekerja bagi karyawan, sehingga efisiensi
usaha yang optimal dapat dicapai.
7. Bagi perusahaan yang memiliki sapi pejantan, pejantan harus di buatkan kontruksi
kandang yang lebih kuat dibandingkan dengan sapi betina, karena sapi penjantan
mempunyai tempramen yang lebih agresif.

3.5 Bangunan Kandang Sapi Perah.


Suatu kenyataan bahwa setiap perusahaan sapi perah mempunyai bangunan kandang yang
berbeda-beda baik bentuk, ukuran maupuin jumlahnya. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor, antara lain sebagai berikut.
1. Jumlah sapi yang dipelihara.

4
Semakin banyak sapi yang dipelihara, maka bangunan kandang dan areal yang dibutuhkan
semakin besar dan luas pula.
2. Bangsa sapi atau besar sapi yang dipelihara.
Bangsa sapi perah bermacam-macam, dan masing-masing mempunyai ukuran tubuh yang
berbeda-beda sesuai dengan breednya. Kandang yang dibutuhkan oleh perusahaan yang
memelihara sapi FH akan lebih luas dibandingkan dengan perusahaan yang memelihara
sapi perah Jersey.
3. Ternak Pengganti (Replacement Stock).
Perusahaan yang memelihara sendiri replacement stock akan membutuhkan kandang yang
lebih luas dari pada perusahaan yang membeli replacement stock.
4. Sistem perkawinan yang dilakukan oleh perusahaan.
Perusahaan yang memelihara sapi pejantan sendiri dalam suatu sistem perkawinannya,
maka akan memerlukan kandang yang kebih luas dari pada perusahaan yang memakai
sistem perkawinan dengan teknik IB.
5. Pengelolaan sapi-sapi jantan.
Apabila sapi-sapi jantan dijual pada umur yang masih muda, maka kandang yang
dibutuhkan lebih sempit dibandingkan dengan yang dipelihara sampai umur dewasa atau
sampai umur potong.
6. Besarnya usaha peternakan.
Hal ini berhubungan dengan jangkauan daerah pemasaran produk yang dihasilkan.
Semakin besar usaha peternakan atau semakin luas daerah pemasaran, maka kandang
yang dibutuhkan untuk penyimpanan produk baik dalam waktu sementara maupun dalam
jangka waktu cukup lama akan lebih besar.
7. Fasilitas penampungan hasil produksi.
Perusahaan yang menginginkan atau bertujuan menampung produk susunya dalam waktu
yang relatif cukup lama, disamping penampungan untuk sementara waktu (dipasarkan
langsung), memerlukan fasilitas penampungan yang lebih lengkap untuk mempertahankan
kualitas susu yang dihasilkan. Penempatan fasilitas tersebut memerlukan tempat/kandang
yang lebih luas.
8. Milik sendiri atau milik orang lain dan luas tanah yang tersedia.
Apabila perusahaan yang dikelola milik sendiri, maka luas kandang yang diperlukan
relatif lebih luas dari perusahaan yang dikelola oleh bukan pemiliknya atau orang lain. Ini
berhubungan dengan keleluasaan ternak sapi yang dipelihara. Kandang yang luas dapat
mengurangi stres, yang erat sekali hubungannya dengan produksi susu yang dihasilkan,
apalagi jika areal masih cukup tersedia dan sebaliknya.

Dengan alasan diatas, maka kebutuhan bangunan yang khusus bagi sapi perah akan
berbeda sesuai dengan keadaan daerah dan kondisi perusahaan masing-masing, tetapi secara
keseluruhan type dan besar bangunannya hampir sama.
Di Indonesia pada umumnya keadaan kandang-kandang sapi perah, terutama yang di
jumpai pada peternakan rakyat (peternakan kecil), masih sangat sederhana, yaitu dibuat dari
bahan-bahan yang mudah rusak atau tidak tahan lama, berlantai tanah atau tanah yang diberi
jerami. Letaknya dekat dengan rumah atau menempel pada rumah, bahkan yang lebih parah
lagi masih dijumpai kandang yang berada dalam rumah, terutama di daerah Jawa Tengah.
Keadaan ini ditinjau dari segi kesehatan dan kenyamanan bagi ternak dan peternaknya masih
jauh dari persyaratan perkandangan yang berlaku di Indonesia.
Pada hakekatnya, ketentuan diatas bertujuan untuk mempertahankan kualitas susu
yang dihasilkan, menjamin kenyamanan dan ketenangan peternak atau karyawan, sehingga
efisiensi usaha yang optimal dapat tercapai.

5
3.6 Macam-macam Kandang.
Macam-macam kandang dapat dibedakan menurut kontruksi lantai kandang,
bentuk/tipe kandang, kualitas/tipe kontruksi, dan kegunaannya. Untuk lebih jelasnya, akan
dibahas satu persatu.

1. Macam kandang menurut kontruksi lantai kandang.


Menurut kontruksi lantai, kandang pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi 2 macam,
yaitu:
a. Kandang tunggal, yaitu kandang yang terdiri dari satu baris saja.
b. Kandang ganda, yaitu kandang yang terdiri dari dua baris kandang. Kandang jenis ini
dapat dibedakan lagi menjadi:
o berhadap-hadapan (head to head) artinya posisi sapi saling
berhadapan dan hanya dibatasi oleh sekat atau dinding/tembok yang rendah;
o berlawanan (tail to tail), artinya posisi sapi saling tertolak belakang.

2. Macan kandang menurut bentuk/tipe kandang.


Pada umumnya bentuk/tipe kandang dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu sebagai berikut.
a. Kandang Individu.
o Tipe kandang ini banyak dipakai oleh peternak kecil. Ternak berada di kandang
hampir sepanjang hari. Pemerahannya juga dilakukan di dalam kandang.
Pemerahan tidak dilakukan di kandang khusus untuk pemerahan, seperti yang
umumnya dilakukan oleh peternak besar (komersial).
o Sapi-sapi diikat pada dinding pembatas, sehingga tidak bebas bergerak. Tempat
makan dan minum juga dibuat untuk keperluan per individu.
o Untuk kandang sistim individu ini, ventilasinya harus benar-benar terjamin agar
udara di kandang dapat tetap segar. Perlu diketahui bahwa hasil sisa metabolisme
yang berupa gas CO2 dan amoniak tidak baik untuk kesehatan ternak.
o Untuk tipe kandang ini, kandang dapat dibuat dalam satu baris atau lebih,
tergantung dari jumlah ternak yang dipelihara.

b. Kandang Kelompok.
o Pada tipe kandang kelompok ini biasanya terdiri dari 20 – 30 ekor per kelompok,
dan pemerahan dilakukan di tempat khusus untuk memerah.
o Sistim ini banyak dipakai oleh peternak besar, karena secara keseluruhan dapat
mengurangi luas kandang yang dibutuhkan, serta dapat menekan biaya tenaga
kerja.
o Tempat makan dan minum disediakan untuk masing-masing grup atau kelompok
ternak, sedangkan pemberian konsentrat dapat juga dilakukan pada waktu
pemerahan.
o Pada umumnya, di kandang kelompok ini disediakan juga bagian kandang yang
terbuka untuk tempat sapi berjemur.
Untuk kedua tipe kandang diatas, lantai diusahakan tidak licin dan kemiringannya
diatur agar air tidak sampai tergenang di lantai, tetapi dapat mengalir dengan sendirinya ke
parit pembuangan limbah yang disediakan, tanpa bantuan peternaknya.

3.Macam kandang menurut kualitas /tipe kontruksi.


Khusus di Indonesia kualitas/tipe kontruksi kandang dapat dibedakan menjadi 3 tipe sebagai
berikut.

a. Kandang Tradisional.

6
Kandang tradisional adalah kandang yang sangat sederhana yang biasanya digunakan
oleh peternak yang berskala kecil. Bahan atap yang biasa digunakan adalah alang-alang,
rumbia, seng atau plastik bekas dan kadang-kadang genting, serta ditopang dengan kayu
berkualitas rendah. Dindingnya biasanya karton bekas ataupun anyaman bambu bekas
dengan lantai tanah, serta sanitasi dan higiene kandangnya sangat buruk.

b. Kandang Semi Modern.


Kandang semi modern ini biasanya beratap minimal genting, dinding beton atau kayu
yang berkualitas baik dengan lantai dari batu serta tiang dari kayu yang berkualitas cukup
baik. Sanitasi dan higienenya lebih baik dibandingkan dengan kandang tradisional.

c. Kandang Modern.
Kandang modern ini biasanya ditemukan pada perusahaan dalam skala besar. Bahan
kandang semuanya berkualitas baik, atapnya minimal genting yang berkualitas baik,
dindingnya dari tembok, tiang dari besi dan lantai dari batu atau beton. Sanitasi dan
higienenya sangat baik.

4. Macam kandang menurut kegunaannya.


Menurut kegunaan atau fungsinya, kandang sapi perah dapat dibedakan menjadi 3 jenis
sebagai berikut.

A. Kandang Pedet (calf house/calf pens).


Setelah pedet dipisahkan dengan induknya kira-kira pada umur 2 – 3 hari, pedet
tersebut dikandangkan dalam calf pen yang telah disiapkan. Hal ini bertujuan agar
pedet tidak terlalu bebas menyusu pada induknya, yang akan mengakibatkan hal yang
tidak ekonomis, terutama pada saat harga susu tinggi. Dengan adanya calf pens ini,
tehnik pemeliharaan pedet bisa dikelola sesuai dengan yang telah direncanakan. Calf
pens harus memenuhi persyaratan dan ketentuan-ketentuan seperti pada kandang sapi
dewasa. Perencanaan pembuatan calf pens ini sedemikian rupa, sehingga kandang
mudah dibersihkan, selalu dalam keadaan kering, bersih dan hangat. Temperatur
ruangannya adalah sekitar 10 – 240 C, dengan temperatur optimum 18,30 C.
Secara umum kandang pedet dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Kandang individu (individual pens).


Yang dimaksud dengan kandang individu atau individual pens adalah kandang pedet
yang ditempati oleh satu ekor pedet. Kandang ini biasanya menampung anak sapi yang
baru dipisah dari induknya sampai anak sapi tersebut berumur 8 – 10 minggu. Dengan
menggunakan sistem kandang ini, anak-anak sapi tidak saling berhubungan satu
dengan yang lainnya, dan ini sangat menguntungkan, karena dapat mencegah
menularnya penyakit apabila salah satu anak sapi yang dipelihara menderita suatu
penyakit. Calf pens berukuran 1,20 m X 1,40 m, untuk setiap anak sapi perah.
Menurut Arora (1975), luas setiap calf pens adalah 3,2 m2 dan dilengkapi dengan bak
makanan, kotak/box untuk anak sapi, dan tempat air minum. Kandang ini (calf pens)
dapat ditempati sampai anak sapi berumur 4 –6 bulan.

2. Kandang kelompok (group pens).


Kandang kelompok atau group pens adalah kandang sapi yang ditempati lebih dari
satu ekor anak sapi, dan banyaknya tergantung dari besarnya kandang. Setiap kandang
sebaiknya diisi 6 – 10 ekor, dan besar kandang disesuaikan dengan kebutuhan anak
sapi per ekornya. Kandang ini umumnya digunakan untuk anak-anak sapi yang telah
disapih (tidak diberikan minum air susu induknya). Kandang ini dilengkapi dengan
tempat makanan (konsentrat), dan bak makanan harus mencukupi untuk semua anak

7
sapi agar tidak terjadi persaingan diantara anak-anak sapi, demikian juga tempat air
minumnya.
3. Kandang semi-permanen yang dapat dipindah-pindahkan (portable-pens).
Pada prinsipnya portable pens ini sama dengan individual calf pens, hanya saja
Portable-pens ini dibuat sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dibongkar-
pasang dan mudah dipindah-pindahkan. Portable-pens ini dapat dibuat dari kayu,
kawat atau jeruji besi. Kandang ini biasanya ditempatkan di padang rumput yang
terbuka, bersih dan aman. Yang dimaksud bersih disini adalah baik di dalam kandang
maupun halaman kandang harus bebas dari parasit-parasit, terutama cacing, lalat dan
serangga lainnya. Aman yang dimaksudkan disini adalah bebas dari gangguan sapi-
sapi dewasa, sehingga tidak terjadi perkelahian, dan juga mencegah menularnya
penyakit yang diidap oleh sapi dewasa.

B. Kandang sapi laktasi (sapi dewasa).


Syarat penting yang harus diperhatikan pada kandang sapi laktasi ini adalah
kebersihannya, ventilasi, temperatur ruangan yang optimum, dan kelembabannya
harus sesuai dengan kebutuhan sapi, sehingga dapat menjamin sanitasi air susu yang
dihasilkan. Menurut Ensminger (1971), temperatur optimum untuk kandang sapi
dewasa yang sedang laktasi sama dengan sapi dara yaitu 10 0 C – 150 C, dengan kisaran
temperatur yang masih bisa ditolerir antara 50 C - 210 C. Sedangkan kisaran
kelembabannya 50% - 75%, dengan kelembaban optimum 60%. Kebutuhan ventilasi
dasar setiap berat badan 454 kg (1.000 lbs) pada musim dingin adalah sebanyak 2,8
m3/menit, sedangkan pada musim panas sekitar 3,7 m3/menit. Luas minimum kandang
untuk sapi dara maupun sapi dewasa, perekor adalah 2,7 m 2, untuk yang berumur 13 –
18 bulan dan 4,7 m2, untuk yang berumur 19 – 24 bulan.
Sistim kandang sapi Laktasi atau sapi dewasa ini pada prinsipnya dibedakan lagi
menjadi 3 yaitu sebagai berikut.

1. Sistim Kandang Konvensional (Conventional Dairy Barn/ Kandang


Tambat).
Pada umumnya kandang konvensional ini terdiri dari dua macam, sesuai dengan
macam kandang menurut kontruksi lantainya, yaitu one-row-plan (kandang tunggal)
dan two-row-plan, yang dibedakan lagi menjadi dua, yaitu berhadap-hadapkan (head
to head), dan berlawanan (tail to tail). Jika ditinjau dari macam kandang menurut
tipenya, umumnya kandang konvensional ini berbentuk individual. Penempatan sapi
pada sistim kandang ini, antara sapi yang satu dengan sapi yang lainnya, dapat
memakai pemisah yang terbuat dari pipa besi, dinding tembok atau tidak memakai
batas sama sekali, tetapi kelengkapan peralatannya harus disediakan tersendiri pada
masing-masing sapi, dan sangat perlu dijaga keamanannya agar sapi-sapi tersebut
tidak saling mengganggu. Ukuran kandang konvensional ini berkisar 10 – 11 meter
(lebar), dan 24 –30 meter (panjang), dengan kontruksi lantai two-row-plan, sesuai
anjuran Coletti (1966). Sistem kandang ini, selain memudahkan dalam
pemeliharaannya juga dapat mempermudah dalam pengawasan, dan lebih efisien
dalam penggunaan tenaga kerjanya. Sistim kandang kovensional dapat dibedakan lagi
menjadi tiga macam, yang ukuran kandangnya berbeda-beda tergantung dengan
bangsa sapi yang dipelihara yaitu sebagai berikut.

a).Stanchion Stalls.
Pada sistim ini, leher sapi dimasukkan ke dalam “jeruji” yang terbuat dari pipa besi
yang kuat (seperti pada ternak kambing yang disebut dengan “Heck Sistem”). Sistem
ini dapat dibuat tersendiri untuk masing-masing sapi ataupun dibuat satu sekaligus
untuk keseluruhan sapi. Pada sistem ini sapi-sapi kurang dapat bergerak dengan

8
bebas, tetapi ditinjau dari segi kebersihan, sistem ini lebih menguntungkan yaitu
sapi tidak terkena kotorannya sendiri, karena sapi-sapi tersebut tidak dapat
berbaring secara leluasa. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat Gambar 2.5.

Gambar 2.5. Stanchion Stalls

b). Tie Stalls.


Pada sistem ini, leher sapi diikat dengan rantai besi atau dengan tali yang kuat,
kemudian ditambatkan pada pipa besi atau ring yang dibuat khusus di bagian dalam
bak makanan (Gambar 2.6). Kebanyakan peternak lebih menyukai sistem ini, karena
selain biayanya lebih murah, juga kenyamanan bagi sapi-sapi yang dipelihara lebih
terjamin karena sapi-sapi masih lebih bisa bergerak dengan leluasa dibandingkan
dengan sapi-sapi yang dipelihara dengan sistem kandang Stanchion Stalls.

Gambar 2.6. Tie Stalls

c). Comfort Stalls.


Pada sistem ini sapi-sapi hanya dibariskan sampai batas maximal sepanjang
kandang, atau pada masing-masing tempat secara individu. Sapi-sapi tersebut tidak
diikat, tetapi di atas bagian pinggulnya (5 – 7,5 cm) dipasang kabel listrik yang

9
bertegangan rendah. Apabila sapi akan bergerak ke kanan atau ke kiri, badan sapi
akan terkena aliran listrik, sehingga sapi akan diam. Kebaikan sistem kandang ini
adalah sapi tetap dalam keadaan bersih, sehingga menghemat tenaga kerja yang
membersihkan sapi. Kelemahannya adalah sapi agak stress karena ruang geraknya
dibatasi. Selain itu, biaya yang dibutuhkan untuk membuat aliran listrik cukup
mahal.

2. Sistim Kandang Bebas (Loose Housing System).


Pada sistem kandang, semua sapi dilepas di dalam kandang yang luas, sehingga sapi-
sapi dapat bergerak bebas dan berkeliaran (Gambar 2.7). Dengan sistem kandang ini,
biaya dapat lebih murah, sedikit membutuhkan tenaga kerja, dan cocok untuk usaha
peternakan yang besar.
Pada sistem kandang ini, bak makanan biasanya diletakkan di tengah-tengah
atau di pinggir sepanjang kandang. Sistem kandang ini hanya terdapat di negara-
negara maju dan jarang sekali terdapat di Indonesia. Sistim ini memerlukan tanah
yang cukup luas, dan akan efisien bila pemerahan dilakukan dengan menggunakan
mesin perah. Kandang dengan sistem ini untuk per ekor sapi memerlukan sekitar 4,65
m2 (Foley, 1973).

Gambar 2.7. Loose Housing

Tabel 19. Ukuran Kandang Sistem Konvensional.

Berat Lingkar T i p e k a n d a n g
No badan dada Stanchion Stall Comfort Stall Tie Stall
sapi (cm) Lebar Panjang Lebar Panjang Lebar Panjang
(kg) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm) (cm)

1 350 162,5 105 130 115 140 120 145


2 450 175 115 140 120 150 130 155
3 550 187,5 120 150 130 160 135 165
4 650 197,5 130 160 135 170 145 175
5 750 210 135 170 142 180 150 185
Sumber: Coletti (1966), Hanbook for Dairymen

3. Free Stall Sistem.


Sistem ini sistim kandang bebas (Loose Housing System) yang dilengkapi dengan
sekat-sekat pemisah di bagian pinggir kandang, sehingga menyerupai sistem kandang

10
“Individual Stall”. Sapi-sapi mempunyai tempat peristirahatan secara individu. Jadi
“Free Stall Sistem” ini merupakan modifikasi dari “ Loose Housing System”.

Sistem kandang yang dipilih, biasanya tergantung dari keadaan daerah, iklim, luas
tanah yang tersedia, jumlah ternak yang dipelihara, sistem pemerahan, kesukaan atau
kesenangan peternak.

3.7. Soal Latihan


Kandang dan peralatannya.
1. Apa syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membangun perkandangan sapi perah?
Sebutkan dan jelaskan dengan singkat!!
2. Tata letak kandang sangat penting diperhatikan untuk efisiensi managemen pengelolaan
kegiatan sehari-hari di dalam kandang. Hal-hal apa saja yang harus diperhatikan?
Sebutkan dan jelaskan dengan singkat!!
3. Setiap perusahaan sapi perah mempunyai bangunan kandang yang berbeda-beda baik
bentuk, ukuran maupun jumlahnya. Faktor apa saja yang mempengaruhi perbedaan
tersebut? Sebutkan dan jelaskan dengan singkat!
4. Sistem kandang konvensional dapat dibedakan menjadi 3 macam. Sebutkan sistem
kandang tersebut dan apa keuntungan dan kerugiannya masing-masing!

5. Kandang konvensional dengan kontruksi lantai ganda (dua baris/ two rows) dan
penempatan sapi saling bertolak belakang adalah sistem kandang yang sangat cocok
(efisien) untuk kondisi Indonesia. Kira-kira apa alasannya?

11
DAFTAR PUSTAKA
Acker, D. 1971. Animal Science and Industry. Prentice- Hall, Inc., Englewood Cliffs, New
Jersey.
Anonimus. 1978. Milk Product Manufacturer. FAO Regional Dairy Development and
Training Centre for Asia and the Pasific.
Atmadilaga, D. 1973. Potensi pengembangan dan Peningkatan Usaha Sapi Perah di Indonesia.
Naskah Seminar Pengembangan Usaha Peternakan dan Pemasaran Peternakan di
Indonesia, Jakarta 4 – 5 April.
Basya, S. dan P. Sitorus. 1977. Pertumbuhan dan Produksi Susu dari Grading-Up Sapi Perah
Friesian Lokal dan Semen Beku Impor. Lembaran L.P.P., No. 3, hal.1.
Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tucker and R.D. Applemen. 1978. Dairy Cattle: Principles,
Practices,Problems, Profits. Lea & Febiger, Philadelphia.
Castle, M.E. and P. Watkins. 1979. Modern Milk Production. Faber and Faber, London-
Boston.
Cockrill, W.R. 1974. The Husbandry and Health of the Domestic Buffalo. FAO Roma.
Davis, R.F. 1962. Modern Dairy Cattle Manejement. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey.
De Jong, R. 1996. Dairy stock development and milk Production with smallholders. Dr.
Thesis WAU, the Netherlands.
Diggins, R.V. and C.E. Bundy. 1969. Dairy Production. Prentice-Hall, Inc., Englewood
Cliffs, New jersey.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1986. Buku Statistik Peternakan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1988. Buku Statistik Peternakan. Jakarta.
Direktorat Jenderal Peternakan. 1989. Buku Statistik Peternakan. Jakarta.
Ensmingers, M.E. 1969. Animal Science. Sixth Edition. The Interstate & Publishers, Inc.,
Denville, Illinois.
Fahimudin, M. 1975. Domestic Water buffalo. Ghulab Primlani Oxford IBH Publishing Co.
G.G. Janpath New Delhi India.
Foley, R.C., D.L. Bath, F.N Dickinson and H.A. Tucker. 1972. Dairy Cattle: Principles,
Practices, Problems, Profits. Lea & Febiger, Philadelphia.
Ganguli, N.C. 1981. Buffalo as Candidate for Milk Production. In: IDF Bull. 137.
Juegenson, M.E. and W.P. Mortenson. 1977. Approved Practices in Dairying. Fourth Edition.
The Interstate Printers and Publishers, Inc., Deville Illinois.
Kusumadewa, A.L., S. Sutrisno, W. Widianto dan D. Hasibuan. 1977. Laporan Feasibility
Study Pengembangan Sapi Perah di Jawa Barat dan Jawa Timur. Survey Agro-
Ekonomi, Direktor Jenderal Peternakan.
Mudgal, V. 1992. Reproduction in River Buffaloes. In: Buffalo Production. Ed.NM. Tulloh
and J.H.G. Holmes. Elsevier-London.
Murti, P.W. 2002. Ilmu Ternak Kerbau. Penerbit: Kansius. Yogyakarta. No. 1
Narayana Khedkar, S.G., S.B. Nehete, dan S.K. Borse. 1996. Importance of Part Lactational
Yield and Its Relationship in Murrah Buffaloes. In: International Symposium on
Buffalo Products. EAAP publ. No. 82. Rome.
Ranjhan, S.K. dan N.N. Pathah. 1992. Nutritional and Metabolic Disorders of Buffaloes
Production. In: Buffaloes Production. Ed N.M. Tulloh and J.H. Holmes. Elsevier,
London.
Singh, N. dan V.D. Mudgal, 1983. Effect of level of protein intake on milk secretion and feed
conversion efficiency in goats. Indian Journal of Animal Science 53: 524-527.
Smicht, G. H. dan L.D. Van Vleck. 1974. Principles of Dairy Science. W.H. Freeman and
Company, San Francisco.

12
Sindoeredjo, S. 1961. Pedoman Perusahaan Pemera han Susu. Proyek Pengembangan Ternak
Perah, Direktorat Pengembangan Produksi Peternakan Direktorat Jendral Peternakan.
Siregar, S. 1990. Sapi Perah: Jenis, Teknik Pemeliharaan, dan Analisa Usaha. PT Penebar
Swadaya. Jakarta
Sitorus, P.E., dkk., 1983. Perbandingan Produktivitas Sapi Perah Impor di Indonesia,
Laporan Khusus Kegiatan Penelitian Periode Tahun 1982-1983. Bogor: Balai
Penelitian Ternak.
Soebandryo, dkk., 1979. Performance Turunan Hasil Inseminasi Buatan Mani Beku Impor
dengan Sapi Perah Friesian Lokal. Proceeding Seminar Penelitian dan Hasil
Penelitian Penunjang Peternakan Tradisional, No. 1, hal. 336.
Soebandryo, dkk., 1981. Performance Turunan Hasil Inseminasi Buatan Mani Beku Impor
dengan Sapi Perah Friesian Lokal di Jawa Tengah. Bulletin L.P.P., No.31, hal. 1.
Sudono, A. 1983. Perkembangan Ternak Ruminansia Besar Ditinjau dari Ilmu Pemuliaan
Ternak Perah di Indonesia. Proceeding Pertemuan Ilmiah Ruminansia Besar. Bogor:
Puslitbangnak.
Syarief, M.Z. dan R.M. Sumoprastowo. 1984. Ternak Perah. Cetakan pertama. Penerbit CV
Yasaguna, Jakarta.
Trimberger, G.W. 1977. Dairy Cattle Jugging Techniques. Prentice-hall, Inc., Englewood
Cliffs, New Jersey.
Widodo, N.W. 1979. Beberapa Performance Sapi Grati. Seminar Penelitian dan Hasil
Penelitian Penunjang Pengembangan Peternak Tradisional. Bogor: Puslitbangnak.
Yapp, W.W. 1955. Dairy Cattle Selection, Feeding and Manejement. John Wiley & Sons,
Inc., New York Campman & Hall, Limited London.
Yapp, W.W. 1959. Dairy Cattle Selection. John Wiley & Sons, Inc., New York.

13

Anda mungkin juga menyukai