Anda di halaman 1dari 16

rizalpahlawan 2016

Senin, 25 April 2016

LAPORAN PEMBUATAN SILASE

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Faktor utama penentu keberhasilan dalam usaha peternakan adalah penyediaan pakan. Salah satu
penyediaan pakan bagi ternak ruminansia adalah dengan pemanfaatan pakan asal sisa hasil pertanian,
perkebunan maupun agroindustri. Salah satu sisa tanaman pangan dan perkebunan yang mempunyai
potensi cukup besar adalah jagung. Apabila limbah yang banyak tersebut tidak dimanfaatkan, maka akan
memicu terjadinya pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan merupakan masalah kita bersama,
yang semakin penting untuk diselesaikan, karena menyangkut keselamatan, kesehatan, dan kehidupan
kita. Siapapun bisa berperan serta dalam menyelesaikan masalah pencemaran lingkungan ini, termasuk
kita. Dimulai dari lingkungan yang terkecil, diri kita sendiri, sampai ke lingkungan yang lebih luas. Untuk
itu, agar pencemaran limbah dapat diminimalisir perlu adanya pemanfaatan limbah agar mempunyai
daya guna.

Tanaman jagung merupakan salah satu tanaman serelia yang tumbuh hampir di seluruh dunia dan
tergolong spesies dengan variabilitas genetic tebesar. Di Indonesia jagung merupakan bahan makanan
pokok kedua setelah padi. Banyak daerah di Indonesia yang berbudaya mengkonsumsi jagung, antara
lain Madura, Yogyakarta, Sulawesi Selatan, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur, dll.

Seiring dengan kebutuhan jagung yang cukup tinggi, maka akan bertambah pula limbah yang dihasilkan
dari industri pangan dan pakan berbahan baku jagung. Salah satu contoh sampah organik adalah kulit
jagung yang merupakan limbah sector pertanian. Limbah kulit jagung yang sudah tak terpakai ini bisa
dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan. Sehingga limbah kulit jagung ini tidak menjadi sampah yang
mencemari lingkungan. Kerajinan tangan dari kulit jagung bisa bernilai ekonomis. Namun pada dasarnya
limbah jagung berupa kulit jagung atau klobot jagung sampai saat ini pemanfaatannya kurang maksimal,
padahal jumlahnya sangat melimpah ruah. Jika dibakar menimbulkan pencemaran udara, jika dibuang
ke sungai menyebabkan banjir, tumpukannya bisa menyebabkan sarang penyakit.
Limbah yang dihasilkan diantaranya adalah jerami, klobot, dan tongkol jagung yang biasanya tidak
dipergunakan lagi ataupun nilai ekonominya sangat rendah dan jumlahnya sangat banyak sehingga
ternak tidak dapat menghabiskannya dalam satu waktu tertentu sehingga takutnya nanti terbuang
percuma- Cuma atau pakannya rusak,Oleh karena itu pada mata kulia tekhnik pengelolah limbah
pertanian ini diadakan praktikum tentang pembuatan silase terutama pembuatan silase pada jerami
jagung,agar jerami jagung yang banyak dan tidak dapat dihabiskan langsung oleh ternak, dapat
disimpan sebagai cadangan makanan pada saat pakan mulai mengurang terutama pada musim kemarau
dengan kandungan nutrisi dan palatabilitas yang tinggi pula.

1.2.Tujuan dan Kegunaan praktikum

1.2.1.Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.Untuk mengetahui bagaimana prinsip pembuata silase jerami jagung dengan baik dan sesuai dengan
prosedur kerja.

2.Untuk mengurangi atau meminimalisir limbah jaggung yang terbuang percuma-cuma

1.2.2.Kegunaan Praktikum

Adapun kegunaan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.Agar mahasiswa atau praktikan mengetahui langsung cara pembuatan silase tampa belajar teoritisnya
saja.

2.Agar mahasiswa atau praktikan dapat memenuhi persaratan 3 sks dari mata kulia tekhnik pengelolah
limbah dan industri pertanian

3.Agar sumber pakan ternak dapat tersedia pada saat pakan mulai berkurang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Pengertian Silase

Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air
tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih
tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada
bahan silase. Tempat penyimpanannya disebut silo. Silo bisa berbentuk horizontal ataupun vertikal. Silo
yang digunakan pada peternakan skala besar adalah silo yang permanen, bisa berbahan logam
berbentuk silinder ataupun lubang dalam tanah (kolam beton). Silo juga bisa dibuat dari drum atau
bahkan dari plastik. Prinsipnya, silo memungkinkan untuk memberikan kondisi anaerob pada bahan agar
terjadi proses fermentasi. Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian-bagian lain
dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk
tebu, batang nanas dan lain-lain. Kadar air bahan yang optimal untuk dibuat silase adalah 65-75% .
Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan
terbentuknya jamur. Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan meningkatkan resiko
kebakaran (Heinritz, 2011).

Teknologi silase adalah suatu proses fermentasi mikroba merubah pakan menjadi meningkat
kandungan nutrisinya (protein dan energi) dan disukai ternak karena rasanya relatif manis. Silase
merupakan proses mempertahankan kesegaran bahan pakan dengan kandungan bahan kering 30 – 35%
dan proses ensilase ini biasanya dalam silo atau dalam lobang tanah, atau wadah lain yang prinsifnya
harus pada kondisi anaerob (hampa udara), agar mikroba anaerob dapat melakukan reaksi fermentasi.
Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan kandungan nutrien yang dapat diawetkan. Selain
bahan kering, kandunganm gula bahan juga merupakan faktor penting bagi perkembangan bakteri
pembentuk asam laktat selama proses fermentasi (Khan et al., 2004).

Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan dengan kandungan uap
air yang tinggi. Pembuatan silase tidak tergantung kepada musim jika dibandingkan dengan pembuatan
hay yang tergantung pada musim (Sapienza dan Bolsen, 1993).

2.2. Metode dan Prinsip Dasar Pembuatan Silase

1. Metode Pemotongan

- Hijauan dicincang dahulu dengan ukuran 3-5 cm.

- Dimasukkan kedalam lubang galian (silo) beralas plastik

- Tumpukan hijauan dipadatkan (diinjak-injak)


- Tutup dengan plastik dan tanah

2. Metode Pencampuran

Hijauan dicampur bahan lain dahulu sebelum dipadatkan (bertujuan untuk mempercepat fermentasi,
mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, meningkatkan tekanan osmosis sel-sel hijauan. Bahan
campuran dapat berupa: asam-asam organik (asam formiat, asam sulfat, asam klorida, asam propionat),
molases/tetes, garam, dedak padi, menir /onggok.

3. Metode Pelayuan

- Hijauan dilayukan dahulu selama 2 hari (kandungan bahan kering 40% 50%)

- Lakukan seperti metode pemotongan

Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas empat fase : (1) fase aerob; (2) fase fermentasi;
(3) fase stabil dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan kepada ternak. Setiap fase mempunyai ciri-ciri
khas yang sebaiknya diketahui agar kualitas hijauan sejak dipanen, pengisian ke dalam silo,
penyimpanan dan periode pemberian pada ternak dapat dipelihara dengan baik agar tidak terjadi
penurunan kualitas hijauan tersebut (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Proses pembuatan silase (ensilage) akan berjalan optimal apabila pada saat proses ensilase diberi
penambahan akselerator. Akselerator dapat berupa inokulum bakteri asam laktat ataupun karbohidrat
mudah larut. Fungsi dari penambahan akselerator adalah untuk menambahkan bahan kering untuk
mengurangi kadar air silase, membuat suasana asam pada silase, mempercepat proses ensilase,
menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk dan jamur, merangsang produksi asam laktat dan untuk
meningkatkan kandungan nutrien dari silase (Schroeder, 2004).

Selama proses fermentasi asam laktat yang dihasilkan akan berperan sebagai zat pengawet sehingga
dapat menghindarkan pertumbuhan mikroorganisme pembusuk. Bakteri asam laktat dapat diharapkan
secara otomatis tumbuh dan berkembang pada saat dilakukan fermentasi secara alami, tetapi untuk
menghindari kegagalan fermentasi dianjurkan untuk melakukan penambahan inokulum bakteri asam
laktat (BAL) yang homofermentatif, agar terjamin berlangsungnya fermentasi asam laktat. Inokulum BAL
merupakan additive paling populer dibandingkan asam, enzim atau lainnya. Peranan lain dari inokulum
BAL diduga adalah sebagai probiotik, karena inokulum BAL masih dapat bertahan hidup di dalam rumen
ternak dan silase pakan ternak dapat meningkatkan produksi susu dan pertambahan berat badan pada
sapi (Weinberg et al., 2004).

2.3.Kriteria Silase Yang Baik


Berdasarkan informasi dari (Kartadisastra, 2004) bahwa tempaeratur yang baik untuk silase berkisar
270C hingga 350C. pada temperature tersebut, kualitas silase yang dihasilkan sangat baik. Kualitas
tersebut dapat diketahui secara organoleptik, yaitu:

· Mempunyai tekstur segar

· Berwarna kehijau-hijauan

· Tidak berbau busuk

· Disukai ternak

· Tidak berjamur

· Tidak menggumpal

Silase yang baik biasanya berasal dari pemotongan hijauan tepat waktu (menjelang berbunga),
pemasukan ke dalam silo dilakukan dengan cepat, pemotongan hijauan dengan ukuran yang
memungkinkannya untuk dimampatkan, penutupan silo secara rapat (tercapainya kondisi anaerob
secepatnya) dan tidak sering dibuka. Silase yang baik beraroma dan berasa asam, tidak berbau busuk.
Silase hijauan yang baik berwarna hijau kekuning-kuningan, dipegang terasa lembut dan empuk tetapi
tidak basah (berlendir). Silase yang baik juga tidak menggumpal dan tidak berjamur. Kadar keasamanya
(pH) apabila dilakukan analisa lebih lanjut adalah 3,2-4,5. Silase yang berjamur, warna kehitaman, berair
dan aroma tidak sedap adalah silase yang mempunyai kualitas rendah (Rukmana, 2005).

Silase bisa digunakan sebagai salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam ransum sapi potong.
Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi tidak lebih 2/3 dari jumlah pakan kasar. Silase juga
merupakan pakan yang bagus bagi domba tetapi tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase
merupakan pakan yang disukai ternak terutama bila cuaca panas. Ternak yang belum terbiasa
mengkonsumsi silase, maka pemberiannya dapat dilakukan secara sedikit demi sedikit dicampur dengan
hijauan yang biasa dimakan (Hanafi, 2008).

Keberhasilan pembuatan silase berarti memaksimalkan nutrien yang dapat diawetkan. Silase yang baik
diperoleh dengan menekan berbagai aktivitas enzim yang berada dalam tanaman dan yang tidak
dikehendaki serta mendorong berkembangnya bakteri asam laktat (Sapienza dan Bolsen, 1993).

Mikroba yang tidak diinginkan bersaing menggunakan karbohidrat yang terlarut dengan bakteri
penghasil asam laktat sehingga hasil akhir metabolismenya tidak menghasilkan bahan-bahan yang
bersifat mengawetkan. Silase yang baik mempunyai cirri-ciri yaitu rasa dan bau asam, warna masih
hijau, tekstur hijauan masih jelas, tidak berjamur atau berlendir, banyak asam laktat, kadar ammonia
rendah (kurang dari 10%), tidak mengandung asam butirat dan pH rendah dengan kisaran 3,5-4 (Aksi
Agraris Kanisius, 1983).
2.4.Bakteri Asam Laktat(BAL) Dan Asam Format

Bakteri asam laktat (BAL) sangat dibutuhkan untuk menghasilkan silase yang berkualitas baik. Bila
bakteri ini terlibat dalam proses ensilase, maka akan terjadi fermentasi asam laktat. Jenis bakteri asam
laktat yang bekerja dalam fermentasi termasuk genus Lactobacillus, Streptococcus, Leuconostoc,
Pediococcus. Genus-genus ini dikelompokkan menjadi dua golongan berdasarkan produk akhir
fermentasinya yaitu bakteri homofermentatif dan heterofermentatif (Ross, 1984).

Bakteri asam laktat (BAL) ini selalu ditemukan pada hijauan bagian luar tetapi peranannya belum dapat
diketahui dengan jelas. Diduga keberadaan BAL ini dalam tanaman untuk melindungi tanaman dari
serangan pathogenik mikroorganisme dengan memproduksi antagonistik komponen seperti beberapa
asam, bakteriosin dan agen anti-fungal. Hal ini mungkin ada benarnya setelah ditemukan BAL dalam
jumlah yang banyak pada bagian tanaman yang rusak (Bolsen, 1985).

Keberhasilan pembuatan silase tergantung dari besarnya populasi bakteri asam laktat, sifat fisik antara
lain karbohidrat, temperatur, pH dan juga perbandingan antara sumber karbohidrat dan protein. Kadar
air bahan untuk pembuatan silase sebaiknya berkisar dari 65 - 75% (Bolsen, 1985). Bila kadar air lebih
rendah dari 65%, keadaan anaerob sukar dicapai sehingga jamur akan tumbuh. Namun bila kadar air
lebih dari 75%, Clostridia dapat berkembang biak sehingga banyak dihasilkan asam butirat dan senyawa-
senyawa nitrogen yang terlarut yang akan menurunkan kandungan nutrisi yang dihasilkan. Untuk
mencapai kadar air yang dianjurkan perlu dilakukan pelayuan dahulu sebelum bahan dibuat silase.

Asam format adalah jenis asam karboksilat yang paling sederhana. Asam format secara alami terdapat
antara lain pada sengat lebah dan semut. Asam format juga merupakan senyawa intermediet atau
senyawa antara yang penting dalam banyak sintesis kimia. Rumus kimia asam format dapat dituliskan
sebagai HCOOH atau CH2O2. Asam format ditemukan secara alami pada sengatan dan gigitan banyak
serangga dari ordo Hymenoptera, misalnya lebah dan semut. Asam format juga merupakan hasil
pembakaran yang signifikan dari bahan bakar alternatif, yaitu pembakaran metanol (dan etanol yang
tercampur air), jika dicampurkan dengan bensin. Nama asam format berasal dari kata Latin formica yang
berarti semut. Pada awalnya, senyawa ini diisolasi melalui distilasi semut. Senyawa kimia turunan asam
format, misalnya kelompok garam dan ester, dinamakan format atau metanoat. Ion format memiliki
rumus kimia HCOO−.

2.5.Jerami Jagung

Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung yang telah dibiarkan mengering di
ladang dan dipanen ketika tongkol jagung dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh di daerah
sentra tanaman jagung yang ditujukan untuk menghasilkan jagung bibit atau jagung untuk keperluan
industri pakan; bukan untuk dikonsumsi sebagai sayur (Mariyono et al., 2004).

Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar buah jagung yang biasanya dibuang. Kulit jagung manis
sangat potensial untuk dijadikan silase karena kadar gulanya cukup tinggi (Anggraeny et al., 2005; 2006).
Tongkol jagung/janggel adalah limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya. Akan
diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah yang disebut tongkol atau janggel
(Rohaeni et al., 2006b).

2.6.Kandungan Nutrisih Jerami Jagung

Tongkol jagung atau janggel, merupakan bagian dari buah jagung setelah biji dipipil. Kandungan nutrisi
tongkol jagung berdasarkan analisis di Laboratorium Ilmu Makanan Ternak meliputi kadar air, bahan
kering, protein kasar dan serat kasar berturut-turut sebagai berikut 29,54; 70,45; 2,67 dan 46,52% dalam
100% bahan kering BK).

Jerami jagung yang kering ataupun yang dibuat silase tidak dapat digunakan sebagai sumber karotenoid
karena kandungan karotenoidnya sangat rendah yaitu 70 – 80 mg/kg, terdiri dari 3 – 10 mg/kg epilutein,
25 – 37 mg/kg lutein, 6 – 10 mg/kg zeaxanthin, 24 – 35 mg/kg β- karoten (Noziere et al., 2006).

Oleh sebab itu, bila sapi perah diberi silase jerami jagung sebagai sumber hijauan, sangat dianjurkan
untuk memberikan tambahan β-karoten dari sumber lain karena kebutuhan karoten dan vitamin A sapi
perah yang tinggi yaitu masing-masing 280 IU/kg bobot hidup dan 110 IU/ kg bobot hidup per hari (NRC,
2001).

Dari hasil analisis proksimat (%) yang dilakukan oleh Akil, et al (2004), bahwa kelobot jagung lebih
rendah dari brangkasan, kandungan protein kasar kelobot jagung 3 kali protein kasar brangkasan, dan
lemak kasar kelobot 2 kali lemak kasar brangkasan.

Nilai nutrisi dari limbah tanaman dan hasil samping industri jagung sangat bervariasi (Tabel 1 dan 2).
Kulit jagung mempunyai nilai kecernaan bahan kering in vitro yang tertinggi (68%) sedangkan batang
jagung merupakan bahan yang paling sukar dicerna di dalam rumen (51%) (Mccutcheon dan Samples,
2002). Nilai kecernaan kulit jagung dan tongkol (60%) ini hampir sama dengan nilai kecernaan rumput
Gajah sehingga kedua bahan ini dapat menggantikan rumput Gajah sebagai sumber hijauan. Total
nutrien tercerna (TDN) yang tertinggi terkandung pada silase tanaman jagung termasuk buah yang
matang sedangkan yang terendah dijumpai pada tongkol (Tabel 2). Faktor yang penting dalam
menyusun ransum komplit adalah nilai TDN. Kebutuhan TDN untuk penggemukan sapi potong maupun
sapi perah cukup tinggi dan syarat minimum TDN dapat dilihat dalam NRC (2001).

Tabel . Kandungan Nilai Nutrisi Jerami Jagung

Nutrien (Kandungan Zat)

Kadar Zat
Bahan Kering

50,00 a

Serat Kasar (%)

33,58 b

Protein Kasar (%)

5,56 b

Lemak (%)

1,25 b

Abu (%)

8,42 a

BETN

53,32 b

Sumber : a). Laboratorium Nutrisi Departemen Peternakan FP – USU (2001).

Sudirman dan Imran (2007), menambahkan bahwa kandungan zat makanan hijauan jagung muda pada
BK 90% adalah PK 11,33%, SK 28,00%, LK 0,68%, BETN 49,23%, Abu 10,76%, NDF 64,40%, ADF 32,64%
dan TDN 53,00%.

BAB III

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM


3.1.Waktu dan Tempat Praktikum

3.1.1.Waktu Praktikum

Adapun waktu praktikum ini dilaksanaka pada hari Kamis Tanggal 08 Oktober 2015 pukul 07.00 WITA
sampai selesai.

3.1.2.Tempat Praktikum

Adapun tempat praktikum ini dilaksanakan yaitu di BLPKH Banyu Mulek,Kediri Lombok Barat.

3.2.Materi Praktikum

3.2.1.Alat-Alat Praktikum

Adapun Alat-Alat yang digunakan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.Silo

2.Mesin pencacah (chopper)

3.Spreier(alat penyemprot)

4.Plastik penutup.

5.Sekop

6.Terpal

3.2.2.Bahan –Bahan Praktikum

Adapun Bahan-Bahan yang digunakan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut

1.Jerami jagung basah

2.Dedak Sumber energi (tetes, dedak, jagung) 3-5 %.)

3. Inoculum

3.3.Metode Praktium
Adapun metode atau cara kerja dalam melakukan praktikum ini adalah sebagi berikut:

1.Memotong jerami jagung dengan panjang 3- 5cm.

2. Menyiapkan dedak halus/bekatul/tetes/jagung.

3. Menyampurkan potongan jerami dengan dedak secara merata kemudia menyemprotkan dengan
inoculum.

4. Memasukkan potongan jerami jagung sedikit demi sedikit.

5. Menginjak – injak jerami yang telah dimasukan ke dalam silo sehingga menjadi padat.

6. Tutup rapat dengan plastik, proses ensilase selesai setelah 21 hari.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil Praktikum

Tabel 4.1.Hasil pengamatan silase jerami jagung

Warna

Wangi/Bau

Penggumpalan

Tekstur

Ph

Hijauan kekuning-kuningan

buah-buahan dan sedikit asam


Tidak Ada

Lembut, tidak berjamur dan disukai ternak.

≤4

4.2.Pembahsan

Silase merupakan salah satu teknik pengawetan hijauan pakan ternak untuk mengatasi kekurangan
pakan di musim kering dengan prinsip pemeraman dalam kondisi anaerob. Hal ini sesuai dengan
pendapat Syarifuddin (2001) bahwa proses ensilase terjadi dalam kondisi anaerob karena bakteri yang
bekerja dalam memproduksi asam laktat adalah bakteri anaerob. Kualitas silase dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, dan lama penyimpanan. Hal ini
sesuai dengan pendapat Regan (1997) yang menyatakan bahwa faktor-faktor yang mepengaruhi
kualitas silase adalah jenis hijauan, suhu pemeraman, lama pemeraman, tingkat pelayuan sebelum
ensilase, umur tanaman, bahan pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo.

4.2.1.Wangi/Bau

Berdasarkan praktikum pengujian bau diperoleh bau/ wangi hasil silase jerami jagung seperti bau buah-
buahan dan sedikit asam.Hal ini sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa
bau asam dapat dijadikan sebagai indikator untuk melihat keberhasilan proses ensilase, sebab untuk
keberhasilan proses ensilase harus dalam suasana asam, bau yang sedikit asam dikarenakan pada proses
ensilase terdapat sedikit oksigen. Hasil silase yang buruk atau berkualitas rendah baunya busuk,Bau
busuk pada proses ensilase terjadi karena masih terdapat oksigen saat pemadatan hijauan dalam silo
sehinga dapat mengganggu proses dan hasil yang diperoleh. Hal ini sesuai dengan pendapat
Reksohadiprodjo (1998) yang menyatakan bahwa oksigen dalam proses ensilase dapat mempengaruhi
proses dan hasil yang diperoleh karena proses respirasi hijaun akan tetap berlangsung selama masih
tersedia oksigen. Respirasi tersebut dapat meningkatkan kehilangan bahan kering, menganggu proses
ensilase, menghilangkan nutrisi dan kestabilan silase.

4.2.2.Tekstur

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tekstur silase diketahui bahwa teksturnya Lembut, tidak
berjamur dan disukai ternak.Seperti bahan asal karena proses ensilase adalah proses pengawetan
sehingga hasil awetan yang berhasil harus mempunyai tekstur yang sama dengan bahan asal. Hal ini
sesuai dengan pendapat Syarifuddin (2001) yang menyatakan bahwa silase adalah hasil pengawetan
melalui proses pemeraman sehingga silase yang berhasil harus awet dalam bentuk dan teksturnya.
Siregar (1996) menambahkan bahwa secara umum silase yang baik mempunyai ciri-ciri yaitu tekstur
masih jelas seperti asalnya.

Sedangkan dilihat dari ada atau tidaknya jamur hasil silase jerami jagung sama sekali tidak terdapat
jamur.Tidak terdapatnya jamur pada hasil silase ini disebabkan karena saat memasukan jerami pada silo
sangat padat sehingga udara tidak dapat masuk,sehingga tidak dapat menyebabkan timbulnya jamur.
Hal ini sesuai dengan pendapat Regan (1997) yang menyatakan bahwa kualitas silase yang baik
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : asal atau jenis hijauan, temperatur penyimpanan, tingkat
pelayuan sebelum pembuatan silase, tingkat kematangan atau fase pertumbuhan tanaman, bahan
pengawet, panjang pemotongan, dan kepadatan hijauan dalam silo. Melayu (2010) menambahkan
bahwa pemberian bahan tambahan (asam-asam organik, molases, garam, tepung shorgum, onggok)
bertujuan untuk mencegah tumbuh jamur dan bakteri pembusuk, kriteria silase yang baik yaitu tidak
terdapat jamur. Maka dilihat dari teksturnya hasil silase yang kita dapatkan sangat baik dan sangat
disukai ternak karena teksturnya lembut dan tidak berjamur sehinnga disukai ternak.

4.2.3Warna

Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil silase bewarna hijau kekining-kuningan seperti daun
direbus . Warna hijau kekuning-kuningan pada silase yang ini dikarenakan kandungan kadar air dalam
rumput gajah yang dimampatkan dalam suasana anaerob sehingga tidak terjadi proses fotosintesis dan
menyebabkan warna menjadi hijau pucat atau kekuningan. Hal ini sesuai dengan pendapat Melayu
(2010) bahwa ciri silase yang baik berwarna hijau atau hijau kekuningan. Menurut Reksohadiprodjo
(1998) perubahan warna yang terjadi pada tanaman yang mengalami proses ensilase yang disebabkan
oleh perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung selama
persediaan oksigen masihada, sampai gula tanaman habis.Maka dilihat dari warna hasil silase yang hijau
kekuning-kuningan maka hasil silase di katakan berkualitas baik sehinnga dapat diberikan pada ternak.

4.2.4.Penggumpalan

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa tidak ada penggumpala,hal ini dikarenakan jerami jagung
yang dipakai untuk silase terlebih dahulu dilayukan, proses pelayuan ini dilakukan supaya kadar air silase
rendah sehinnga terjadi penggumpalan.Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Syarifuddin (2001) yang
menyatakan bahwa hijauan harus dilayukan terlebih dahulu sampai mencapai kadar air normal yaitu 60-
65% sebelum dilakukan proses ensilase. Ditambahkan oleh Melayu (2010) yang menyatakan bahwa
silase yang baik teksturnya kering, apabila dipegang terasa lembut dan empuk serta tidak terjadi
penggumpalan. Maka dilihat dari teksturnya hasil silase yang kita dapatkan sangat baik dan sangat
disukai ternak.

4.2.5.pH

Berdasarkan hasil praktikum diketahui bahwa pH hasil silase adalah ≤ 4 hal ini menandakan bahwa hasil
silase sangat asam.Ini dikarenakan tidak ada udara dalam silo yang menyebabkan tidak adanya populasi
jamur. Hal yang sangat berpengaruh pada pH adalah ada atau tidaknya udara yang masuk dalam
silo,udara dalam silo akan meningkatkan populasi yeast atau jamur yang menyebabkan meningkatnya
pH dan suhu dalam silo.

pH hasil silase yang kita peroleh sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Kartadisastra (1997) yang
menyatakan bahwa silase yang baik memiliki pH 4-4,8.Semakin rendahnya pH yang diperoleh maka
kualitas hasil silase yamg kita dapatkan sangat baik,ini dikarenaka hasil silase dalam suasana sangat
asam,dimana hasil silase yang baik jika dalam suasana asam.

Tingginya pH silase yang dihasilkan sesuai dengan pendapat Crowder dan Chheda (1982) bahwa
tingginya nilai pH silase yang dibuat didaerah tropis dibanding dengan nilai pH silase yang dibuat di
daerah temperate disebabkan oleh rumput tropis pada umumnya berbatang, serat kasarnya tinggi, dan
kandungan karbohidratnya rendah.

BAB V

KESIMPULAAN DAN SARAN


5.1.Kesimpulan

Adapun kesimpulan yamg didapatkan dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.Silase adalah makanan ternak yang dihasilkan melalui proses fermentasi hijauan dengan kandungan
uap air yang tinggi. Pembuatan silase tidak tergantung kepada musim jika dibandingkan dengan
pembuatan hay yang tergantung pada musim.

2.Proses pembuatan silase secara garis besar terdiri atas empat fase : (1) fase aerob; (2) fase fermentasi;
(3) fase stabil dan (4) fase pengeluaran untuk diberikan kepada ternak.

3.Kualitas dan nilai nutrisi silase dipengaruhi sejumlah faktor seperti spesies tanaman yang dibuat silase,
fase pertumbuhan dan kandungan bahan kering saat panen, mikroorganisme yang terlibat dalam proses
dan penggunaan bahan tambahan.

4.hasil silase yang baik adalah bewarna hijau kekuning-kuningan,teksturnya yang lembut dan tidak
berjamur,baunya yang seperti buah-buahan dan asam ,tidak ada penggumpalan ,dan pH yang sangat
rendah sehingga suasana yang sangat asam.

5.Hasil silase yang didaptkan sangat berkualitas baik.

5.2.Saran

Adapun saran dalam melakukan praktikum ini adalah sebagai berikut:

1.Mahasiswa atau Praktikan diharapkan berhati- hati dalam melakukan pembuatan silase

2.Mahasiswa atau Praktikan diharapkan agar mengikuti apa yang dikatakan oleh pembimbing yang lebih
paham dalm pembuatan silase ,supaya hasil yang didapatkan sesuai dengan yang diharapkan.

DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius. 1983. Hijauan Makanan Ternak Potong kerja dan perah. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.

http://jajo66.files.wordpress.com/2008/06/prinsip-pembuatan-silase.pdf

http://library.usu.ac.id/download/fp/ternak-Nevy.pdf

Kartadisastra, H.R.2004.Penyediaan dan Pengelolaan Pakan Ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius,


Jakarta.

Melayu, S.R. 2010. Pembuatan Silase Hijauan. Universitas Andalas. Sumatra Barat.

Reksohadiprodjo, S. 1994. Produksi Tanaman Hijauan Makanan Ternak Tropik. Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi (BPFE) UGM, Yogyakarta.

Reksohadiprodjo, S. 1998. Pakan Ternak Gembala. BPFE, Yogyakarta.

Ross, G. D. 1984. The Microbiology of Silage. Hawkesbury Agricultural Research Unit, New South Wales
Departement of Agricultural, New Jersey.

Sapienza, D. A dan K. K. Bolsen. 1993. Teknologi Silase. Terjemahan : Martoyoedo RBS. Pioner-Hi-Berd
International, Inc. Kansas State University, England.

Schroeder, J.W. and C.S.Park. 1997. Using a total mixed ration for dairy cows. North Dakota States
University (NDSU). http: /www.ext.nodax.edu/expubs/ansci/dairy/as769w.ht

Siregar, M. E. 1996. Produksi dan Nilai Nutrisi Tiga Jenis Rumput Pennisetum dengan Sistem potong
Angkut. Prosiding Pertemuan Ilmiah Ruminansia. Jilid. I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian, Bogor.

Syarifuddin, N. A. 2001. Karakteristik dan Persentase Keberhasilan Silase Rumput Gajah pada Berbagai
Umur Pemotongan. Fakultas Pertanian Universtas Lambung Mangkurat. Banjarbaru.
Unknown di 03.46

Berbagi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Beranda

Lihat versi web

Mengenai Saya

Unknown

Lihat profil lengkapku

Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai