Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pakan merupakan komponen utama untuk keberhasilan usaha
peternakan. Kelemahan sistem produksi peternakan terletak pada tidak
tepatnya pengelolaan pemberian pakan. Ketersediaan pakan hijauan perlu
diperhatikan baik secara kualitas dan kuantitasnya untuk meningkatkan
produktifitas ternak khususnya ruminansia.
Di daerah tropis seperti Indonesia, penyediaan bahan makanan ternak
dalam jumlah yang cukup sepanjang tahun kiranya sangat tidak mungkin bila
tanpa diatasi dengan sistem penyimpanan atau pengawetan hijauan. Tetapi
sampai saat ini belum ada petani peternak yang memikirkan sejauh itu. Hal
ini prlu dirintis kearah yang lebih maju sehingga mereka tidak dirugikan.
Apabila ternak kekurangan makanan setiap tahunnya mengakibatkan kerugian
yang cukup serius. Peristiwa ini dapat dibuktikan pada masa-masa akhir
musim kemarau, umumnya ternak menjadi kurus karena kekurangan
makanan.
Untuk menghindari masa kritis terhadap hijauan makanan ternak,
biasanya diatasi dengan beberapa alternative, diantaranya dengan
mengawetkan HMT (Hijauan Makanan Ternak) yang melimpah saat
lingkungan hidupnya mendukung, dalam bentuk silase dan menggunakannya
pada saat ketersediaan jumlah pakan sedikit. Karena tanpa pengawetan dalam
bentuk silase, rumput akan segera menjadi kering dan sia-sia.
Pada praktikum ini digunakan bahan rumput gajah dengan prekursor
dedak dalam pembuatan silase. Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan
praktikum untuk mengetahui kriteria silase rumput gajah yang baik dengan
penambahan prekursor dedak.

1
B. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Mengetahui cara pembuatan silase yang baik dan benar
2. Mengetahui kriteria silase rumput gajah yang baik;
3. membandingkan kriteria silase rumput gajah yang baik dan kurang baik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Silase
Salah satu pengawetan hijauan makanan ternak yang memiliki potensi
besar dalam menunjang produksi ternak di musim kemarau adalah silase.
Menurut Soedomo (1985), silase adalah bahan baku berupa tanaman hijauan,
limbah pertanian, serta bahan pakan alami lainnya yang disimpan dalam
keadaan segar, dengan kadar air 60-70% di dalam suatu tempat yang disebut
silo atau sebuah tempat yang tertutup rapat kedap udara. Untuk memperoleh
hasil silase yang baik, hijauan tersebut dilayukan terlebih dahulu selama 2-4
jam.
Pembuatan silase praktis tidak tergantung pada keadaan cuaca, maka
pembuatan silase merupakan cara pengawetan yang terbaik dalam kondisi
tropika. Dan jika proses pembuatan silase baik, maka hasilnya hampir sama
dengan nilai gizi rumput asal. Menurut Parakkasi (1990), bahwa hampir
semua jenis tanaman dapat dibuat silase asalkan dengan tingkat kadar air
yang tepat, cukup mengandung karbohidrat untuk fermentasi dan zat-zat
makanan lain serta tahan terhadap penyimpanan.

1. Prinsip Dasar Pembuatan Silase


Prinsip dasar pembuatan silase memacu terjadinya kondisi
anaerob dan asam dalam waktu singkat. Untuk mendapatkan suasana
anaerob dikerjakan dengan cara :
a. Pemadatan bahan silase (hijauan) yang telah dicacah dengan cara
ditekan, baik dengan menggunakan alat atau diinjak-injak sehingga
udara sekecil mungkin (minimal).
b. Tempat penyimpanan (silo) jangan ada kebocoran dan harus tertutup
rapat yang diberi pemberat.
c. Pembentukan suasana asam dengan cara penambahan bahan
pengawet atau bahan imbuhan (additif) secara langsung dan tidak

3
langsung. Pemberian bahan pengawet secara langsung dengan
menggunakan :
 Natrium bisulfat
 Sulfur oxida
 Asam chlorida
 Asam sulfat
 Asam propionat.
 dll.
Pemberian bahan pengawet / bahan imbuhan (additif) secara
tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan
yang mengandung hidrat arang (carbohydrate) yang siap diabsorpsi
oleh mikroba, antara lain :
 Molase (melas) : 2,5 kg /100 kg hijauan.
 Onggok (tepung) : 2,5 kg/100 kg hijauan.
 Tepung jagung : 3,5 kg/100 kg hijauan.
 Dedak halus : 5,0 kg/100 kg hijauan.
 Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.

Pembuatan silase merupakan fermentasi hijauan oleh


mikroba yang banyak menghasilkan asam laktat. Asam laktat yang
dihasilkan selama proses fermentasi akan berperan sebagai zat
pengawet sehingga dapat menghindarkan pertumbuhan
mikroorganisme pembusuk. Hanafi (2004) menyatakan prinsip
pengawetan ini didasarkan atas adanya proses peragian didalam
tempat penyimpanan. Sel-sel tanaman sementara waktu akan terus
hidup dan mempergunakan O2 yang ada di dalam silo. Bila O2 telah
habis terpakai, terjadi keadaan anaerob di dalam
penyimpanan yang tidak memungkinkan bagi tumbuhnya
jamur atau cendawan. Bakteri asam akan berkembang dengan pesat
dan akan merubah gula dalam hijaun menjadi asam-asam organik
seperti asam asetat, asam susu, dan juga alkohol. Dengan

4
meningkatnya derajat keasaman, kegiatan bakteri-bakteri lainnya
seperti pembusuk akan terhambat. Pada derajat keasaman tertentu
(pH=3,5) bakteri asam laktat tidak pula dapat beraksi lagi dan
proses pembuatan silase telah selesai.

2. Tujuan Pembuatan Silase


Tujuan pembuatan silase menurut Soedomo (1985), yaitu :
a. Untuk mengatasi kekurangan pakan dimusim kemarau
panjang/musim paceklik;
b. Untuk menampung kelebihan produksi hijauan ternak atau
memanfaatkan hijauan pada saat pertumbuhan terbaik (fase
pertumbuhan hijauan dengan kandungan zat makanan optimum)
tetapi belum dipergunakan;
c. Mendayagunakan hasil sisa pertanian atau hasil ikutam pertanian.

3. Ciri – Ciri Silase Berkualitas Baik


Menurut Kartadisastra (1997), bahwa silase berkualitas baik yaitu
mempunyai tekstur utuh, halus, dan tidak menggumpal, berwarna hijau
kecoklatan, berbau khas silase, yaitu asam tapi segar dan enak, disukai
ternak, tidak berjamur. Sedangkan silase yang mengalami kerusakan
dapat terlihat dari tekstur silase yang rapuh, berwarna coklat kehitaman,
dan berbau busuk serta banyak ditumbuhi jamur. Pada umumnya
kerusakan terjadi pada permukaan dekat penutup silo (Ratnakomala dkk.,
2006).
Salah satu rumput yang berpotensi ditinjau dari sudut zat gizinya
sebagai bahan pakan ternak adalah rumput gajah. Rumput gajah
mengandung protein kasar 9,66% dan kandungan serat kasar tinggi yaitu
30,86%. Produksi rumput gajah yang berlebih, dapat dimanfaatkan untuk
mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan pada musim hujan
atau musim kemarau, disamping itu dapat memanfaatkan kelebihan
produksi pada saat pertumbuhan yang terbaik.

5
Rumput gajah dapat ditingkatkan nilai gizinya melalui fermentasi,
karena fermentasi dapat meningkatkan kecernaan protein, menurunkan
kadar serat kasar, dan memperbaiki rasa serta menambah aroma bahan
pakan. Oleh karena itu, dedak padi dan jagung giling diperlukan dalam
pembuatan silase untuk mempertahankan kandungan nutrient lainnya.

B. Prekursor
Dalam pembuatan silase, bahan tambahan sering digunakan dengan
tujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan kualitas silase. Dengan
bantuan penambahan bahan yang kaya akan karbohidrat atau bahan kimia
suasana asam dalan derajat keasaman optimal dapat segera dicapai. Hal ini
mempercepat penurunan pH dalam silo selama proses ensilase. Banyaknya
bahan pengawet yang digunakan untuk pembuatan silase disajikan pada
Tabel.1 sebagai berikut ini :
Tabel 1. Jumlah Bahan Pengawet Per 100 kg. Hijauan (Rumput) Dengan
Kadar Karbohidrat Sebagai Standar
Bahan Kadar BETN (%) Jumlah Pengawet (Kg)
Tetes 93,9 2,80
Dedak Halus 54,4 4,84
Menir 84,9 3,10
Oggok Sapi 93,0 2,83
Ampas Sagu 74,5 7,45

Menurut Susetyo (1980) penggunaan bahan pengawet seperti dedak


halus, menir, onggok, dan ampas tahu/sagu dalam pembuatan silase tidak
menunjukkan perbedaan yang koefisien nilai cerna atau kemudahan gizi yang
berarti dibandingkan dengan penggunaan tetes.
Dedak padi merupakan hasil ikutan proses pemecahan kulit gabah
yang terdiri dari lapisan kutikula sebelah luar dan hancuran sekam serta
sebagian kecil lembaga yang masih tinggi kandungan protein, vitamin, dan
mineral (Schalbroeck, 2001). Dedak padi merupakan salah satu bahan
tambahan yang dapat digunakan dalam pembuatan silase sebagai sumber

6
karbohidrat terlarut. Keuntungan dari penggunaan dedak padi sebagai bahan
tambahan yaitu harga yang relatif murah serta mudah didapat. Penambahan
dedak padi diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik silase rumput gajah
karena keberhasilan silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase, serta dapat
meningkatkan palatabilitas dan kecernaan bahan pakan pada ternak.
Keberhasilan proses fermentasi (silase) sangat dipengaruhi oleh
keberhasilan dalam mengoptimalkan faktor-faktor dari pertumbuhan bakteri
yang diinginkan. Faktor-faktor tersebut akan memberikan kondisi yang
berbeda untuk setiap mikroba sesuai dengan kondisi lingkungan hidupnya
masing-masing sehingga mempengaruhi kinetika fermentasinya, ini terjadi
pada saat penutupan silo. Setelah silo ditutup, lingkungan anaerobik
umumnya terbentuk oleh adanya aktivitas respirasi tanaman yang
mengkonsumsi oksigen dan melepaskan CO2-. Sementara pH yang rendah
disebabkan oleh bakteri asam laktat yang mengubah gula menjadi asam laktat
(Ratnakomala, 2009).
Kegagalan dalam pembuatan silase dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain proses pembuatan yang salah, terjadi kebocoran silo
sehingga tidak tercapai suasana yang anaerob, tidak tersedianya karbohidrat
tertentu, kadar air awal yang tinggi sehingga silase menjadi terlalu basah, dan
memicu pertumbuhan mikroorganisme pembusuk yang tidak diharapkan
(Ratnakomala dkk., 2006).
Kebocoran silase menyebabkan tidak tercapainya suasana anaerob di
dalam silo. Adanya oksigen karena kebocoran silo menyebabkan kegagalan
dalam pembuatan silase. Oksigen harus disingkirkan sesegera mungkin untuk
mendapatkan hasil yang optimum. Ohmomo et al. (2002), menyatakan bahwa
materi yang baik untuk pembuatan silase mempunyai kisaran kandungan
bahan kering 35-40%. Kandungan bahan kering yang kurang dari 35% akan
mengakibatkan hasil silase yang terlalu asam dan silase akan kelihatan berair
yang akan mengakibatkan penurunan nutrisi. Sedangkan bahan baku dengan
kadar bahan kering lebih dari 40% akan menghasilkan silase yang kurang
baik, seperti berjamur akibat pemadatan yang kurang sempurna.

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

A. Waktu dan Tempat Praktikum


Praktikum pembuatan Pakan Silase Rumput Gajah dilaksanakan di
SMK Negeri 1 Wanareja

B. Alat dan Bahan Praktikum


Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum silase rumput gajah yaitu :
1. Golok
2. Talenan
3. Silo
4. Ember
5. Karet

Sedangkan bahan yang digunakan yaitu :

1. Rumput gajah
2. Menir
3. Dedak
4. EM. 4

C. Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan saat praktikum yaitu :
1. Potong rumput hijau tersebut dengan ukuran 5-10 cm dengan
menggunakan golok. Potongan rumput yang kecil tujuannya agar rumput
yang dimasukkan dalam silo dalam keadaan rapat dan padat sehingga
tidak ada ruang untuk oksigen dan air yang masuk.
2. Campurkan bahan pakan tersebut hingga menjadi satu campuran.
3. Bahan pakan ternak tersebut dimasukkan dalam silo dan sekaligus
dipadatkan sehingga tidak ada rongga udara.

8
4. Bahan pakan ternak dimasukkan sampai melebihi permukaan silo untuk
menjaga kemungkinan terjadinya penyusutan isi dari silo. Dan tidak ada
ruang kosong antara tutup silo dan permukaan pakan paling atas.
5. Setelah pakan hijauan dimasukkan semua, diberikan lembaran plastik,
dan ditutup rapat, dan diberi pemberat seperti batu, atau kantong plastik,
atau kantong plastic yang diisi dengan Tanah.
6. kemudian menyimpannya selama 2 minggu untuk melihat hasilnya.

9
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil
Adapun hasil praktikum yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Pada Indikator Bau, Tekstur, Warna, pada Silase
Rumput Gajah

Hasil Pengamatan
Bahan
Bau Tekstur Warna

Silase Harum Khas Hijau


Tidak Menggumpal
Baik Silase Kecoklatan

Silase Sedikit Menggumpal Hijaun


Busuk
Buruk Basah Sedikit Berjamur Kehitaman

B. Pembahasan
Salah satu pengawetan hijauan makanan ternak yang memiliki potensi
besar dalam menunjang produksi ternak di musim kemarau adalah silase.
Menurut Soedomo (1988), silase adalah bahan baku berupa tanaman hijauan,
limbah pertanian, serta bahan pakan alami lainnya yang disimpan dalam
keadaan segar, dengan kadar air 60-70% di dalam suatu tempat yang disebut
silo atau sebuah tempat yang tertutp rapat kedap udara.
Maksud pembuatan silase adalah pengawetan HMT (Hijauan
Makanan Ternak) dengan memperhatikan kehilangan nutrisi yang minimal
dan menghindarkan dari perubahan komposisi kimianya. Salah satu rumput
yang berpotensi ditinjau dari sudut zat gizinya sebagai bahan pakan ternak
adalah rumput gajah. Produksi rumput gajah yang berlebih, dapat
dimanfaatkan untuk mengantisipasi kesenjangan produksi hijauan pakan pada
musim hujan atau musim kemarau. Rumput gajah dapat ditingkatkan nilai
gizinya melalui fermentasi, karena fermentasi dapat meningkatkan kecernaan
protein, menurunkan kadar serat kasar, dan memperbaiki rasa serta

10
menambah aroma bahan pakan. Dalam pembuatan silase, bahan tambahan
sering digunakan dengan tujuan untuk meningkatkan atau mempertahankan
kualitas silase. Dengan bantuan penambahan bahan yang kaya akan
karbohidrat atau bahan kimia suasana asam dalan derajat keasaman optimal
dapat segera dicapai. Dedak padi merupakan salah satu bahan tambahan yang
dapat digunakan dalam pembuatan silase sebagai sumber karbohidrat terlarut.
Penambahan dedak padi diharapkan dapat meningkatkan kualitas fisik silase
rumput gajah karena keberhasilan silase dapat dilihat dari kualitas fisik silase,
serta dapat meningkatkan palatabilitas dan kecernaan bahan pakan pada
ternak.
Kualitas silase dapat dilihat dari karakteristik fisiknya setelah silase
dibuka, meliputi warna, bau, tekstur. Silase rumput gajah yang ditambahkan
dedak padi menunjukkan hasil dengan kualitas baik dan kualitas buruk.
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, silase dengan kualitas baik
menunjukkan bau harum khas silase yaitu bau asam tetapi segar dan enak,
tekstur tidak menggumpal, dan warna hijau kecoklatan. Perubahan warna
yang terjadi selama proses ensilase disebabkan oleh perubahan-perubahan
yang terjadi pada tanaman karena proses respirasi aerobik yang berlangsung
selama persediaan oksigen masih ada (Reksohadiprodjo, 1988). Bila
temperatur tidak terkendali, silase akan berwarna coklat tua sampai hitam.
Hal ini menyebabkan turunnya nilai pakan karena banyak sumber karbohidrat
yang hilang dan kecernaan proein turun (Prabowo et al., 2013).
Sedangkan pada silase buruk menunjukkan bau busuk, tekstur sedikit
menggumpal, terdapat sedikit jamur dan warna hijau kehitaman. Hal ini
sesuai dengan pernyataan (Ratnakomala dkk., 2006), bahwa silase yang
mengalami kerusakan terlihat dari tekstur silase yang menggumpal, berwarna
coklat kehitaman, dan berbau busuk serta banyak ditumbuhi jamur. Penyebab
kegagalan pembuatan silase ini disebabkan karena penggunaan bahan
pembuatan silase, yaitu rumput gajah mengandung kadar air yang tinggi. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Ohmomo et al. (2002), bahwa bahan baku yang
mengandung bahan kering lebih dari 40%, akan menghasilkan silase yang
kurang baik, seperti berjamur serta penurunan kadar nutrisinya.

11
BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :


1. Kriteria dalam pembuatan silase yang baik yaitu memiliki bau khas silase,
yaitu asam tetapi segar dan enak, memiliki warna hijau kecoklatan serta
tekstur yang halus, utuh, dan tidak menggumpal;
2. Silase rumput gajah yang baik memiliki bau khas silase, asam tetapi segar
dan enak, warna hijau kecoklatan, serta tekstur yang halus dan tidak
menggumpal. Silase yang baik dapat meningkatkan kecernaan bahan pakan
pada ternak.
3. Sedangkan silase rumput kurang baik memiliki bau busuk, tekstur
menggumpal, terdapat sedikit jamur serta warna hijau kehitaman. Silase
kurang baik terdapat jamur yang dapat mengurangi kandungan nutrisi
didalamnya.

12
DAFTAR PUSTAKA

http://majakerta.desakupemalang.id/2016/11/pengawetan-hijauan-dengan-
pembuatan-silase/
https://www.pioneer.com/web/site/indonesia/Berita-Umum/cara-membuat-silase-
untuk-pakan-ternak
http://kuantannet.blogspot.com/2016/12/makalah-pengawetan-rumput-gajah.html
https://www.academia.edu/7230638/LAPORAN_TEKNOLOGI_PAKAN_PEMB
UATAN_SILASE_RUMPUT_GAJAH

13

Anda mungkin juga menyukai