Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tingkah laku atau etologi hewan praktis telah merupakan hal yang penting
sejak masa prasejarah. Tingkah laku ini dimanfaatkan oleh para pemburu dan
kemudian oleh masyarakat untuk menjinakkan hewan-hewan tersebut. Sampai
pada pertengahan abad ini, para ilmuwan di bidang pertanian tidak banyak
mengenal ilmu tingkah laku hewan baik secara praktis sebagai hal yang penting
maupun sebagai hal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Ayam adalah salah satu jenis unggas yang dipelihara oleh masyarakat pada
umumnya. Sehingga kita dapat menjumpai ayam dalam kehidupan kita sehari-
hari. Ayam ini bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan hidup pemeliharanya.
Banyak orang-orang yang sengaja memelihara ayam ini dalam suatu tempat
disebut sebagai peternakan ayam atau penangkaran ayam.
Kehidupan ayam dimulai dari satu butir telur yang berasal dari
induknya. Dari telur yang telah dierami oleh ayam sambil dibolak-balik telurnya
agar tetap hangat. Stekah 21 hari, anak ayam menggunakan paruhnya untuk
memecah telur agar anak ayam bisa keluar dari cangkangnya. Jika telor tersebut
sengaja tidak dierami atau tidak menetas (disebut juga telur wurung), biasanya
diambil oleh pemiliknya untuk dimanfaatkan, misalnya dijual, dimasak untuk
dikonsumsi sebagai lauk makan atau dijadikan sebagai obat tradisional ataupun
jamu penambah darah. Khasiatnya lebih besar ayam kampung yang alami
daripada ayam lehr yang merupakan hasil suntikan.
Perkembangan ayam di Indonesia sangat pesat dan telah banyak dipelihara
baik oleh peternak maupun masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan
pekarangan, pemenuhan gizi keluarga, menyalurkan hobi, peningkatan
pendapatan dan bahkan sebagai usaha komersial. Pada umumnya, dahulu ayam
dipelihara secara tradisional (ekstensif), yaitu ayam dilepas begitu saja, tanpa
disediakan kandang, pakan dan air minum oleh peternak. Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, ayam mulai dibudidayakan dan
dikembangkan baik secara semi intensif maupun intensif. Pemeliharaan ayam

1
secara semi intensif dilakukan dengan cara ayam pada pagi hari setelah diberi
makan dilepas, baru kemudian pada sore hari masuk ke dalam kandang.
Sedangkan pemeliharaan secara intensif dilakukan dengan cara ayam
dikandangkan sepanjang hari, semua aktivitas dibawah pengelolaan peternak.

1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memberikan informasi
bagi para pembaca tentang cara sederhana mengetahui dan menilai pertumbuhan
ternak melalui Ilmu Tilik Ternak khususnya ternak ayam.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ayam
Ayam lokal Indonesia merupakan hasil domestikasi ayam hutan merah
(Gallus gallus) dan ayam hutan hijau (Gallus varius). Ayam hutan merah di
Indonesia ada dua macam yaitu ayam hutan merah Sumatera (Gallus gallus gallus)
dan ayam hutan merah Jawa (Gallus gallus javanicus). Hasil domestikasi ini
secara umum disebut ayam buras. Ayam-ayam buras yang sekarang ini telah
tersebar di berbagai wilayah Indonesia telah menjadi ayam-ayam buras dengan
morfologi yang beraneka ragam (Mansjoer, Waluyo dan Priyono, 1993).
Ayam lokal Indonesia berasal dari ayam hutan merah yang telah berhasil
dijinakkan. Akibat dari proses evolusi dan domestikasi,maka terciptalah ayam
lokal yang telah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sehingga lebih tahan
terhadap penyakit dan cuaca dibandingkan dengan ayam ras (Sarwono, 1991).
Hutt (1949) berpendapat bahwa ayam-ayam piara berasal dari lebih dari
satu spesies ayam hutan, tetapi ayam hutan merah merupakan moyang sebagian
besar ayam piara yang ada sekarang. Selanjutnya Suharno (1996) menyatakan
bahwa nenek moyang ayam adalah ayam hutan (genus Gallus) yang terdiri dari
Gallus gallus atau Gallus bankiva, Gallus sonnerati, Gallus lafayetti dan Gallus
varius.
Diakui atau tidak selera konsumen terhadap ayam kampung sangat tinggi.
Hal itu terlihat dari pertumbuhan populasi dan permintaan ayam kampung yang
semakin meningkat dari tahun ke tahun (Bakrie et al.,2003). Hal ini terlihat dari
peningkatan produksi ayam kampung dari tahun ke tahun, dimana pada tahun
2001 – 2005 terjadi peningkatan sebanyak 4,5 % dan pada tahun 2005 – 2009
konsumsi ayam kampung dari 1,49 juta ton meningkat menjadi 1,52 juta ton
(Aman, 2011).

2.2 Karakteristik
a. Ciri-ciri ayam
Berdasarkan hasil pengamatan pada ayam dilihat warna bulu yaitu berwarna
coklat dan berwarna hitam. Warna bulu yang yang beragan pada ayam

3
dipengaruhi oleh kerja gen satu (inhibitor) yang memicu produksi pigmen
melanin.pegmen melanin terbagi menjadi 2 tipe yaitu eumelanin dan
pheomelanin(brumbaugh dan moore, 1968).
Pada pengamatan jengger ayam, ayam jantan memiliki jengger, sedangkan
ayam betina tidak memiliki jengger. Menurut suprijatna(2005) jengger digunakan
sebagai aksesoris seksual, ayam jantan memiliki jengger yang besar dan tebal.
Pada warna paruh ayam jantan yaitu berwarna kuning dan warna paruh
ayam betina berwarna hitam. Karakteristik berwarna kuning (columbian)
disebabkan oleh kurangnya kandungan melanin pada jaringan kulit (dermis)
dikontrol oleh gen resesif terkait kelamin (solid black) warna hitam
(Budipurwanto, 2001).

b. Ukuran pada ayam


1. Panjang kepala dan diameter kepala
Panjang kepala pada ayam rata-rata 2,45 cm dan stadev 0,71 sedangkan
diameter kepalanya rata-rata 1,85 cm dan stadev 0,70.
2. Panjang paruh dan panjang seng
Panjang paruh rata-rata 0,5 cm sedangkan panjang seng rata-rata 3 cm.
3. Tinggi jengger dan diameter seng
Tinggi jengger rata-rata 0,2 cm sedangkan diameter seng 0,25 cm.
4. Lingkar dan panjang badan
Lingkar dada rata-rata 8 cm sedangkan panjang badan rata-rata 9,5 cm.
5. Berat badan dan panjang sayap
Berat badan rata-rata 99,5 kg sedangkan panjang sayap rata-rata 6,5 cm.

2.3 Tingkah laku pada ayam


Tingkah laku adalah perilaku yang terorganisir dengan fungsi tertentu,
dapat berupa aksi tunggal atau aksi berurutan yang terintegrasi atau biasanya
muncul sebagai respon terhadap stimulus dari lingkungannya. Pola tingkah laku
dasar (basic behavior system) pada unggas terdiri dari 7 sampai 9 macam (curtis,
1983 ensiminger, 1992).
Ayam mempunyai tingkah laku yang lebih baik untuk didomestikasi
dibandingkan hewan pertanian lainnya. Domestikasi adalah proses dimana hewan

4
secara kontinyu beradaptasi dengan lingkungan buatan. Ukuran-ukuran tingkah
laku, fisiologi dan patologi merupakan indikator yang sama pentingnya untuk
kesejahteraan dan adaptibilas (siegel, 1984).

1. Tingkah laku reproduksi


Ketika ayam betina hendak bertelur, mereka gelisah mencari tempat yang
nyaman untuk bertelur. Selain itu dapat dilihat sifat menyerang ketika induk ayam
sedang mengasuh anak-anaknya. Perilaku bertelur dan mengeram ayam lokal juga
sering terjadi menggunakan sarang yang sama dengan induk yang lain. Tingkah
laku seperti ini tentunya sangat mengganggu ayam yang sedang bersarang. Sifat
berlaga pada ayam jantan masih sering terlihat ketika mereka saling berhadapan,
terutama pada ayam yang belum saling mengenal. Ayam betina pun demikian.

2. Tingkah laku dominasi hierarki


Ayam terkadang menjadi lebih agresif ketika berhadapan dengan individu
yang dianggapnya lebih lemah atau lebih kecil. Hubungan antar individu yang
berusaha menghindari perkelahian (sub-ordinat) dengan individu yang
agresif (dominan) disebut dominasi sosial. Hubungan seperti ini terjadi dalam
suatu kelompok yang dinamakan dominasi hierarki atau alur pematukan
sesama (peck order). Dalam dominasi hierarki, ayam yang paling dominan suka
mematuk ayam sub-ordinat, kemudian ayam sub-ordinat suka mematuk pula ayam
yang lebih rendah dari statusnya, begitu seterusnya. Pada tingkatan ayam yang
paling bawah akan mendapat patukan dari hampir semua ayam yang diatas dari
hierarki tersebut. Pada kelompok ayam yang sudah saling mengenal, biasanya
mereka tidak begitu agresif. Tingkah laku mematuk ini memberikan beberapa
pertimbangan seperti luas kandang yang harus disediakan sehingga ayam sub-
ordinat dapat melarikan diri menghindar dari patukan ayam dominan.

3. Tingkah laku penyerangan


Tingkah laku antara individu ayam dalam suatu kelompok yang
menyerupai penyerangan (aggresion) adalah pematukan bulu (feather
pecking). Patuk bulu ini mirip dengan gerakan makan, yaitu bulu dari salah satu

5
ayam dipatuk oleh ayam lain dan dicabut bahkan kadang-kadang sampai dimakan.
Pencabutan bulu seperti ini akan mengakibatkan pendarahan pada pangkal bulu
dan darah yang terlihat sangat menarik ayam yang lain, sehingga beramai-ramai
mematuk dan memakan darah dari ayam yang tercabut bulunya. Kejadian patuk
bulu ini paling sering terjadi di bagian ekor. Ada lima tipe patuk bulu, yaitu:
1. Pematukan agresif
2. Pematukan pelan-pelan tanpa mencabut bulu
3. Pematukan intensif hingga terjadi pencabutan bulu
4. Penggundulan bulu
5. Pematukan ekor

4. Tingkah laku terhadap suhu kandang


Sebagai respon pada suhu kandang, anak ayam akan bergerombol untuk
menghangatkan tubuh apabila suhu ruangan dibawah suhu nyaman dan akan
mencoba memisahkan diri dari gerombolan apabila suhu ruangan terlalu hangat.
Apabila disediakan sumber pemanas dalam kandang dan suhu terlalu hangat,
maka anak ayam akan menjauh dari sumber pemanas serta akan bergerombol
mendekat apabila suhu ruangan mulai dingin. Sementara untuk ayam muda
dengan bulu penutup tubuh yang lebih sempurna dan suhu ruangan melebihi suhu
nyaman maka akan menjauhkan diri dari kerumunan. Bertambah lebatnya bulu
penutup tubuh ayam maka ayam semakin kuat untuk melindungi diri dari udara
dingin. Sedangkan untuk mempertahankan tubuh dari cekaman panas, ayam akan
bernapas terengah-engah (panting) dengan menurunkan kedua sayap dan berusaha
mencari tempat yang jauh dari sumber panas.

6
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Ilmu tilik ayam adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk tubuh
bagian luar untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan ayam. Dengan
ilmu tilik ini juga dapat memperkirakan bobot badan ayam. Bagian tubuh ayam,
tingkah laku ayam dan cirri-ciri karakteristik dari ayam.

7
DAFTAR PUSTAKA

Hutt, F.B. 1949. Genetics of the Fowl. McGraw-Hill Book Company, Inc. New
York, Toronto, London

Nozawa, K. 1980. Phylogenetic Studies on Native Domestic an Animal in East


and Shoutheast Asia. Tropical Agriculture Research Center, Japan IV :
23.

Mansjoer, S.S. 1985. Pengkajian sifa-sifat produksi ayam kampung beserta


persilangannya dengan Rhode Island Red. Disertasi. Fakultas
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Rasyaf, M. 1987. Beternak Ayam Kampung. Penerbit penebar swadaya, Jakarta.

Sarwono. B. 2005. Beternak Ayam Buras Pedaging dan Petelur. Edisi Revisi.
Jakarta Soeharsono. 1976.

Anda mungkin juga menyukai