Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PRODUKSI TERNAK PERAH

Manajemen Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi dan Kering Kandang

Disusun Oleh :

Kelas : F
Kelompok 6

NIDA NURAFIFAH Y. 200110170292


MILENIA RACHMASANTI 200110170293
AR-RIZAL NUR FAKHRI 200110170294
RAMDAN AGUS SAPUTRA 200110170295
NUR ATIA ALDILA 200110170296

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

SUMEDANG

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala

karena atas rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah “Manajemen

Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi dan Kering Kandang” ini dengan sebaik-

baiknya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Produksi

Ternak Perah.

Penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu

Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, M.P., selaku dosen pengampu mata kuliah

Produksi Ternak Perah serta kepada seluruh pihak yang telah memberikan

bimbingan serta arahan selama penulisan makalah ini.

Semoga makalah yang berisi mengenai manajemen pemeliharaan yang

harus dilakukan pada sapi perah laktasi dan kering kandang ini dapat

memberikan manfaat bagi pembaca. Penyusun juga menyadari bahwa terdapat

banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penyusun

mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah

ini.

Sumedang, April 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Bab Halaman

HALAMAN DEPAN

KATA PENGANTAR .................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................... iii

DAFTAR TABEL ........................................................................... iv

I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 1
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................... 2

II PEMBAHASAN
2.1 Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi ............................................... 3
2.1.1 Pemberian Pakan ................................................................ 3
2.1.2 Pemberian Air Minum ....................................................... 4
2.1.3 Sanitasi Kandang dan Ternak ............................................ 5
2.1.4 Metode Pemerahan dan Pemerahan secara Berkala ........... 5
2.1.5 Perkandangan ..................................................................... 6
2.1.6 Pencegahan dan Penanganan Penyakit .............................. 8
2.2 Pemeliharaan Sapi Kering Kandang ........................................... 10

III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan ................................................................................. 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 13

iii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Hubungan Lama Kosong dan Efisiensi Reproduksi


Sapi Perah .............................................................................. 11

iv
1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sapi FH (Fries Holland) merupakan sapi perah yang banyak

dikembangbiakkan di Indonesia karena produksi susu dan lemaknya yang tinggi.

Produksi susu yang tinggi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan,

untuk itu manajemen pemeliharaan diperlukan untuk meningkatkan produktivitas

sapi perah FH itu sendiri.

Masa laktasi merupakan masa dimana sapi perah setelah beranak sampai

kering kandang. Di masa ini, sapi perah paling banyak memproduksi susu kurang

lebih 305 hari. Masa kering kandang merupakan masa dimana sapi perah

diberhentikan untuk diperah. Sapi perah biasanya dikering kandangkan 50-60 hari

sebelum melahirkan. Tujuan dikering kandangkan agar sapi perah bisa beristirahat

dan menyiapkan diri untuk masa laktasi selanjutnya.

Pentingnya manajemen pemeliharaan pada sapi perah untuk meningkatkan

produktivitas meliputi tatalaksana, pemberian pakan, reproduksi, sanitasi

kandang, pemerahan, dan pencegahan serta penanganan penyakit. Kesemua aspek

ini perlu diperhatikan terutama pada saat masa laktasi karena produksi susu

terbanyak berada di periode laktasi.

1.2 Identifikasi Masalah

(1) Bagaimana cara pemeliharaan sapi perah pada masa laktasi.

(2) Bagaimana cara pemeliharaan sapi perah pada masa kering kandang.
2

1.3 Maksud dan Tujuan

(1) Mengetahui cara pemeliharaan sapi perah pada masa laktasi.

(2) Mengetahui cara pemeliharaan sapi perah pada masa kering kandang.
3

II

PEMBAHASAN

2.1 Pemeliharaan Sapi Perah Laktsi

Manajemen pemeliharaan merupakan faktor penting dalam penentuan

kualitas dan kuantitas hasil ternak. Manajemen yang direncanakan dan dilakukan

dengan baik dan matang akan meningkatkan mutu produksi ternak yang tinggi.

Tata laksana yang perlu diperhatikan dalam memelihara sapi dalam masa laktasi

diantaranya adalah pemberian pakan, pemberian air minum, sanitasi kandang dan

ternak, metode pemerahan dan pemerahan secara berkala, perkandangan, serta

pencegahan dan penangan penyakit.

2.1.1 Pemberian pakan

Sapi perah laktasi dengan produksi susu tinggi harus diberi ransum

dengan jumlah banyak dan berkualitas dibandingkan dengan sapi perah yang

produksi susunya rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan nutrien

pada sapi perah yang produksinya tinggi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan

dalam penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan

lemak, perlu di perhatikan sifat supplementary effect dari bahan pakan ternak, dan

ransum tersusun dari bahan pakan yang dibutuhkan ternak.

Akoso (1996) menyatakan bahwa ransum induk laktasi pada dasarnya

terdiri dari hijauan (leguminosa maupun rumput-rumputan dalam keadaan segar

atau kering) dan konsentrat yang tinggi kualitas dan palatabilitasnya. Menurut

Blakely dan Bade (1994), pakan konsentrat diberikan lebih dulu sebelum hijauan,

dimaksudkan agar proses pencernaan terhadap konsentrat bisa relatif lebih singkat

waktunya sehingga retensi nutrisi yang diperoleh akan lebih besar dan mempunyai
4

efek perangsang terhadap mikroba rumen. Menurut Syarief dan Sumoprastowo

(1985), pakan penguat atau konsentrat berfungsi untuk menutupi kekurangan zat

gizi dalam rumput atau hijauan, karena pakan penguat terdiri dari berbagai bahan

pakan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri

lainnya.

Hijauan yang diberikan sebaiknya dipotong-potong terlebih dahulu

sebelum diberikan pada ternak. Siregar (1995) menyatakan bahwa hijauan yang

dipotong potong dapat meningkatkan kecernaan dari hijauan dan dapat

meningkatkan konsumsi pakan (palatabilitas) pada ternak. Menurut Siregar (1993)

imbangan antara hijauan dan konsentrat yang baik dalam formula ransum sapi

yang sedang berproduksi susu dengan tetap mempertahankan kadar lemak dalam

batas normal adalah 60 : 40.

Konsentrat lebih berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan

produksi, sehingga semakin tinggi nilai gizi konsentrat, berat jenis susu akan

tinggi dan susuyang dihasilkan akan berkualitas

2.1.2 Pemberian air minum

kebutuhan air bagi ternak ruminansia sebagian besar dipenuhi dari air dan

selebihnya berasal dari ransum dan dari proses metabolisme yang terjadi pada

tubuh ternak. Menurut Muljana (1987), jumlah air yang diminum tergantung pada

temperature lingkungan, kelembaban udara dan jumlah air yang ada pada pakan.

Syarief dan Sumoprastowo (1985) menambahkan bahwa air yang dibutuhkan

seekor sapi perah tidak cukup bila hanya diharapkan dari hijauan saja, walaupun

kadar air hijauan sekitar 70%-80%. Air yang diperlukan seekor sapi perah sekitar

37-45 liter/ hari.


5

2.1.3 Sanitasi kandang dan ternak

Sanitasi merupakan upaya yang dilakukan agar ternak terhindar dari

berbagai macam penyakit. Salah satu sanitasi yang dilakukan adalah sanitasi

terhadap kandang. Sanitasi kandang dilakukan dengan cara membersihkan tempat

pakan dan tempat minum, feses serta sisa pakan yang tercecer pada lantai

kandang. Lingkungan kandang yang bersih dimaksudkan agar sapi tidak terserang

penyakit dan susu yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh kotoran. Hal ini

sesuai dengan pendapat Williamson dan Pyne (1993), bahwa lingkungan kandang

sapi harus bersih supaya saat pemerahan susu tidak terkontaminasi serta menjaga

kesehatan sapi Syarief dan Sumoprastowo (1990), bahwa memandikan sapi

hendaknya dilakukan setiap hari sekitar pukul 06.00 - 08.00 WIB, yakni sebelum

sapi diperah sehingga harus selalu bersih setiap kali akan diperah terutama bagian

lipatan paha sampai bagian belakang tubuh. Sebab kotoran yang menempel pada

tubuh sapi akan menghambat proses penguapan pada saat sapi kepanasan,

sehingga energi yang dikeluarkan untuk penguapan lebih banyak dibanding

dengan energi untuk pembentukan susu.

2.1.4 Metode pemerahan dan pemerahan secara berkala

Sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari yang

pada umumnya di lakukan 2 kali sehari (Anonimus, 1995). Jadwal pemerahan

yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi susu yang lebih baik dari

pada pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang. Sebelum pemerahan

dilakukan, ambing dicuci terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi dengan

kotoran. Kemudian peralatan yang digunakan yaitu : air hangat dan lap untuk

membersihkan ambing, vaseline sebagai pelicin agar ambing tidak lecet saat

dilakukan pemerahan, iodine untuk antiseptic dan penyaring susu . Menurut


6

Siregar (1995), bahwa sebelum pemerahan, puting diolesi dengan pelicin.

Menurut Blakely dan bade (1992) bahwa proses pelepasan susu akan terganggu

bila sapi merasa sakit dan ketakutan. Selain itu tangan pemerah harus bersih, dan

kuku tidak boleh panjang, karena dapat melukai puting susu dan juga untuk

menghindari terkontaminasinya susu oleh kotoran yang mengandung bakteri.

Metode pemerahan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Whole hand

Metode pemerahan dengan cara jari memegang puting susu pada pangkal

puting diantara ibu jari dan telunjuk dengan tekanan diawali dari atas yang diikuti

jari tengah, jari manis dan kelingking seperti memeras. Pemerahan secara Whole

hand membutuhkan waktu rata-rata 6,64 menit untuk memerah seekor sapi dan

cara ini digunakan untuk sapi yang putingnya panjang. Cara pemerahan tersebut

sesuai dengan pendapat Syarief dan Sumoprastowo (1985) yang menyatakan

bahwa whole hand merupakan cara terbaik untuk sapi yang memiliki puting

panjang dan produksi susu tinggi sedangkan cara Strippen biasa digunakan untuk

sapi yan putingnya pendek

b. Strippen

Metode pemerahan dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari

telunjuk yang digeserkan pada pangkal puting bawah sambil dipijat. Pemerahan

secara strippen rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memerah seekor sapi

adalah 7,72 menit dan cara ini digunakan untuk sapi yang ukuran putingnya

pendek.

2.1.5 Perkandangan

Konstruksi kandang untuk sapi laktasi harus mempermudah aktifitas

pekerja kandang dalam pemberian pakan, pembersihan dan pemerahan. Sudono,


7

dkk (2003) menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan luas 2,8 m², untuk

kenyamanan bagi ternak yang ada di dalamnya, sehingga ternak dapat berproduksi

secara maksimalMenurut konstruksinya kandang sapi perah dapat dibedakan

menjadi dua yaitu kandang tunggal yang terdiri dari satu baris dan kandang ganda

yang terdiri atas dua baris yang saling berhadapan (head to head) atau berlawanan

(tail to tail) (Anonimus, 2002). Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sudah

lebih dari 10 ekor lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan tipe dua

baris Siregar (1995). Keuntungan dari kandang tipe dua baris adalah lebih mudah

dalam pemberian pakan terutama hijauan .

Siregar (1995) yang menyatakan bahwa bahan atap dapat digunakan asbes,

seng, genting, daun tebu, daun ijuk, dan alang-alang. Bahan atap kandang pada

daerah yang bersuhu dingin sebaiknya berupa asbes atau seng. . Ukuran kandang

induk laktasi yaitu lebar 1,75 m dan panjang 1,25 m serta dilengkapi tempat pakan

dan minum, masing-masing dengan ukuran 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm, sudut

kemiringan untuk atap kandang sapi laktasi adalah 31,3°. Lantai kandang sapi

laktasi dibuat dari semen beton dengan kemiringan lantai 3°, bahan untuk lantai

kandang berupa semen beton atau kayu. Tempat pakan sapi laktasi memiliki

ukuran panjang 1,81 m, lebar 0,68 m, dan kedalamannya 0,39 m, untuk tempat

minumnya memiliki ukuran panjang 0,60m, lebar 0,68 m dan kedalaman 0,39 m.

Kandang sapi laktasi dibuat dengan sistem terbuka sehingga udara dapat keluar

masuk. Dinding yang ada di peternakan ini adalah penyekat antara kandang satu

dengan kandang lainnya yang merupakan tempat pakan dengan ketinggian 75 cm.

Bahan yang digunakan dalam pembuatan dinding adalah semen beton sehingga

diharapkan dapat bertahan lama dan mudah dibersihkan.


8

2.1.6 Pencegahan dan Penanganan penyakit

Penyakit yang sering menyerang sapi perah laktasi diantara adalah

mastitis, hipokalsemia (milk fever), cacingan, abses dan brucellosis.

a. Mastitis

Mastitis merupakan penyakit peradangan pada kelenjar susu dan dapat

menyebabkan pembengkakan sehingga susu tidak dapat keluar melalui puting.

Penyebab penyakit ini adalah bakteri Streptococcus cocci dan Staphylococcus

cocci. Gejala spesifik penyakit ini adalah adanya peradangan pada saluran

kelenjar susu dan terjadi perubahan fisik dan kimiawi dari susu (Anonimus,

2002). Pada keadaan yang parah, mastitis dapat mematikan puting susu, sehingga

tidak berfungsi lagi. Sapi perah yang terkena mastitis mula-mula ditandai dengan

perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah, bergumpal dan kadang-

kadang bercampur dengan darah dan nanah (Siregar ,1995). Pengobatan yang

dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan memberikan obat antibiotik yang

merupakan campuran antara antibiotic Penzavet dengan aquades dengan

perbandingan 1:10. Sapi perah yang menderita mastitis diberikan obat tersebut

dengan cara di suntikkan pada puting yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc

per puting. Selain itu dilakukan pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan

susu yang diperah harus sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam

puting tersebut.

b. Milk Fever

Milk Fever merupakan penyakit yang disebabkan gangguan metabolisme

sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah melahirkan (72 jam

setelah beranak) yang ditandai dengan kekurangan kalsium dalam darah.

Penyebabnya adalah kekurangan Ca (hipokalsemia) yang akut. Hal ini


9

menimbulkan gangguan metabolisme mineral yakni metabolisme Ca yang bisa

berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang berlebihan terhadap ion Ca oleh

kelenjar susu dan dapat juga disebabkan kelenjar paratiroid pada leher yang

mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca dalam darah sehingga fungsinya tidak

normal. Dalam keadaan normal kadar Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah,

dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per

100 ml Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan suhu tubuh ,langkah yang

kaku, ketidaksanggupan untuk berdiri, lipatan leher seperti huruf S, penghentian

proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu 6-12 jam apabila tidak

diobati Menurut Siregar (1995) gejala-gejala yang timbul pada penyakit cacingan

adalah penurunan berat badan ,kondisi tubuh lemah, bulu kasar, nafsu makan

menurun, perut buncit dan diare.

c. Abses

Abses disebabkan oleh luka-luka yang tidak segera diobati. Gejalanya

berupa pengelupasan kulit yang terluka dan berupa pembengkakan dan kadang-

kadang bernanah. Hal ini sering disebabkan sapi terpeleset di lantai yang licin.

Pengobatan yang dilakukan yaitu hanya dengan memberikan obat luka luar/ spray

gusanex pada bagian yang terluka secara teratur sampai luka tersebut

mengering/sembuh.

d. Brucellosis

Brucellosis merupakan penyakit zoonosis yang disebabkan oleh bakteri

genus Brucella. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keluron atau

keguguran menular dan penyakit ini belum banyak dikenal di masyarakat.

Penyakit ini disebabkan karena faktor reproduksi yang kurang diperhatikan.

Girisonta (1980) mengemukakan bahwa induk yang mengalami brucellosis


10

seharusnya dipisahkan dari induk yang sehat. Kebersihan kandang, tempat pakan

dan minum serta peralatan kandang perlu diperhatikan. Sapi-sapi penderita

penyakit ini perlu perlakuan khusus dengan cara melakuakan vaksinasi dengan

menggunakan vaksin “Strain 19” (Strain buch) serta melakukan sanitasi kandang

dengan larutan formalin atau lisol dengan dicampur air secukupnya.

2.2 Pemeliharaan Sapi Kering Kandang

Masa kering kandang atau lama kosong atau days open adalah interval

sapi dari beranak sampai kawin yang menghasilkan kebuntingan (Poock, dkk.,

2009). Masa kering sangat penting bagi induk yang pernah melahirkan dan

berproduksi. Pengeringan ini penting untuk mengembalikan kondisi ambing dan

memberi kesempatan perggantian sel-sel epitelium yang aus selama laktasi yang

sedang berjalan serta untuk mencapai kondisi tubuh yang prima keitika kelak

melahirkan (Mukhtar,2006).

Pengaturan sistem kering kandang pada sapi perah ada 2 yaitu secara

fisiologis dan secara mekanis (Siregar, 1995). Secara fisiologis dilakukan secara

pengurangan pemberian pakan hijauan sampai tinggal 1/3 bagian dan penghentian

konsentrat pada awal kering kandang, sedangkan pada akhir kering kandang,

hijauan diberikan seperti jumlah biasa dan diberikan penambahan konsentrat.

Menurut Diggins (1979), pengaturan kering kandang secara mekanis ada 3 cara

yaitu pemerahan secara berselang, pemerahan secara tidak lengkap dan

pemerahan secara tiba-tiba.

Hardjopranjoto (1995) berpendapat bahwa, masa kering bertujuan untuk

memberi kesempatan pada induk menimbun zat gizi yang diperlukan bagi

produksi susu berikutnya serta involusi dan penyegaran ambing agar sapi tersebut
11

berada dalam kondisi sehat ketika sapi tersebut melahirkan. Blakely dan Bade

(1994) menyebutkan bahwa, masa kering yang ideal adalah 2 bulan.

Lama kosong bergantung dari cepat lambatnya sapi perah mempersiapkan

diri untuk kembali bunting setelah beranak serta kebijakan manajemen yang

dilakukan oleh peternak atau manager sapi perah (Rasad, 2009). Lama kosong

dipengaruhi oleh kondisi fisiologis dari organ reproduksi induk yang terus

menjalankan proses involusi uterus sampai mencapai sempurna setelah proses

kelahiran (Stevenson, 2001; dalam Anggraeni, 2008)

Panjangnya lama kosong dapat disebabkan oleh kesulitan terjadinya

kebuntingan setelah beberapa kali sapi perah dikawinkan (Rasad, 2009). Lama

kosong ideal berada pada 85 hari setelah beranak untuk sapi perah dalam rangka

mencapai selang beranak 365 hari (Ball dan Peters, 2004). Untuk mencapai selang

beranak 365-395 hari lama kosong harus berada pada kisaran 95-105 hari atau

rata-rata 100 hari (Meadows, dkk., 2005; dalam Rasad, 2009)

Lama kosong bergantung pada kawin pertama dilakukan setelah beranak

serta keberhasilan bunting tidaknya sapi tersebut setelah dikawinkan. Menurut

Nebel (2009), lama kosong untuk sapi perah dalam hubungannya dengan efisiensi

reproduksi adalah sebagai berikut.

Tabel 1. Hubungan Lama Kosong dan Efisiensi Reproduksi Sapi Perah

Lama Kosong (Hari) Reproduksi

85 – 110 Baik

111 – 117 Efisien

118 – 130 Cukup Efisien

131 – 145 Sedikit Bermasalah

≥ 145 Gangguan Reproduksi


12

III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

(1) Manajemen pemeliharaan sapi laktasi yang perlu diperhatikan diantaranya

adalah pemberian pakan, pemberian air minum, sanitasi kandang dan

ternak, metode pemerahan dan pemerahan secara berkala, perkandangan,

serta pencegahan dan penangan penyakit.

(2) Manajemen pemeliharaan sapi kering kandang salah satunya adalah

dengan pengaturan sistem kering kandang yang dapat dilakukan dengan

cara fisiologis maupun mekanis.


13

DAFTAR PUSTAKA

Akoso, B. T. 1996. Kesehatan Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Anggraeni, A. 2008. Indeks Reproduksi Sebagai faktor Penentu Efisiensi


Reproduksi Sapi perah : Fokus Kajian Pada sapi Bos Taurus. Semiloka
Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas – 2020 : 61-
74.

Anonimus. 1995. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius.


Yogyakarta.

Anonimus .1996. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Anonimus . 2002. Beternak Sapi Perah. Kanisius. Yogyakarta.

Ball, P.J.H. and A.R. Peters., 2004. Reproduction in Cattle. 3rd Ed. Blackwell
Science, Inc. 2-3: 6-8.

Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Diterjemahkan
oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Diggins, R.V. and C.E.Bundy, 1979. Dairy Product. Prentice Halls, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey.

Girisonta. 1995. Petunjuk Praktis Beternak Sapi Perah .Kanisius. Yogyakarta.

Hardjopranjoto S. 1995. Ilmu Kemajiran pada Ternak. Airlangga University


Press. Surabaya

Muljana, B.A. 1987. Pemeliharaan dan Kegunaan Ternak Perah. CV.Aneka


Ilmu. Semarang.

Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Cetakan ke-1. Surakarta LPP
UNS dan UNS Press. Surakarta.

Nebel, R.L. 2009. Your Herd’s Reproductive Status. Virginia


CooperativeExtension. Virginia State University. : 1-2.

Poock, S., J. Horner and R. Milhollin. 2009. Dairy Cattle Reproductive Manual.
Missouri Dairy Growth Council’s. Extension Commercial Agriculture
Program. University of Missouri. :1-3
14

Rasad, S.D. 2009. Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah. Agripet. Vol 9,
No. 1 : 43-49.

Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.

Siregar D.A. 1996. Usaha Ternak Sapi. Kanisius. Yogyakarta.

Siregar, S. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Angkasa. Bandung.

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah


secara Intensif . Agromedia Pustaka. Jakarta.

Syarief, M.Z. dan Sumoprastowo, C.D.A. 1985. Ternak Perah. CV.Yasaguna.


Jakarta.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah


Tropis.Diterjemahkan oleh Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai