Disusun Oleh :
Kelas : F
Kelompok 6
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2019
KATA PENGANTAR
Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi dan Kering Kandang” ini dengan sebaik-
baiknya. Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Produksi
Ternak Perah.
Ir. Hj. Lia Budimulyati Salman, M.P., selaku dosen pengampu mata kuliah
Produksi Ternak Perah serta kepada seluruh pihak yang telah memberikan
harus dilakukan pada sapi perah laktasi dan kering kandang ini dapat
banyak kesalahan dalam penulisan makalah ini, oleh karena itu penyusun
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah
ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Bab Halaman
HALAMAN DEPAN
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang............................................................................ 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 1
1.3 Maksud dan Tujuan .................................................................... 2
II PEMBAHASAN
2.1 Pemeliharaan Sapi Perah Laktasi ............................................... 3
2.1.1 Pemberian Pakan ................................................................ 3
2.1.2 Pemberian Air Minum ....................................................... 4
2.1.3 Sanitasi Kandang dan Ternak ............................................ 5
2.1.4 Metode Pemerahan dan Pemerahan secara Berkala ........... 5
2.1.5 Perkandangan ..................................................................... 6
2.1.6 Pencegahan dan Penanganan Penyakit .............................. 8
2.2 Pemeliharaan Sapi Kering Kandang ........................................... 10
iii
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
iv
1
PENDAHULUAN
Produksi susu yang tinggi disebabkan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan,
Masa laktasi merupakan masa dimana sapi perah setelah beranak sampai
kering kandang. Di masa ini, sapi perah paling banyak memproduksi susu kurang
lebih 305 hari. Masa kering kandang merupakan masa dimana sapi perah
diberhentikan untuk diperah. Sapi perah biasanya dikering kandangkan 50-60 hari
sebelum melahirkan. Tujuan dikering kandangkan agar sapi perah bisa beristirahat
ini perlu diperhatikan terutama pada saat masa laktasi karena produksi susu
(2) Bagaimana cara pemeliharaan sapi perah pada masa kering kandang.
2
(2) Mengetahui cara pemeliharaan sapi perah pada masa kering kandang.
3
II
PEMBAHASAN
kualitas dan kuantitas hasil ternak. Manajemen yang direncanakan dan dilakukan
dengan baik dan matang akan meningkatkan mutu produksi ternak yang tinggi.
Tata laksana yang perlu diperhatikan dalam memelihara sapi dalam masa laktasi
diantaranya adalah pemberian pakan, pemberian air minum, sanitasi kandang dan
Sapi perah laktasi dengan produksi susu tinggi harus diberi ransum
dengan jumlah banyak dan berkualitas dibandingkan dengan sapi perah yang
produksi susunya rendah. Hal ini disebabkan oleh tingginya kebutuhan nutrien
pada sapi perah yang produksinya tinggi. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan
dalam penyusunan ransum sapi adalah ransum cukup mengandung protein dan
lemak, perlu di perhatikan sifat supplementary effect dari bahan pakan ternak, dan
atau kering) dan konsentrat yang tinggi kualitas dan palatabilitasnya. Menurut
Blakely dan Bade (1994), pakan konsentrat diberikan lebih dulu sebelum hijauan,
dimaksudkan agar proses pencernaan terhadap konsentrat bisa relatif lebih singkat
waktunya sehingga retensi nutrisi yang diperoleh akan lebih besar dan mempunyai
4
(1985), pakan penguat atau konsentrat berfungsi untuk menutupi kekurangan zat
gizi dalam rumput atau hijauan, karena pakan penguat terdiri dari berbagai bahan
pakan biji-bijian dan hasil ikutan dari pengolahan hasil pertanian maupun industri
lainnya.
sebelum diberikan pada ternak. Siregar (1995) menyatakan bahwa hijauan yang
imbangan antara hijauan dan konsentrat yang baik dalam formula ransum sapi
yang sedang berproduksi susu dengan tetap mempertahankan kadar lemak dalam
produksi, sehingga semakin tinggi nilai gizi konsentrat, berat jenis susu akan
kebutuhan air bagi ternak ruminansia sebagian besar dipenuhi dari air dan
selebihnya berasal dari ransum dan dari proses metabolisme yang terjadi pada
tubuh ternak. Menurut Muljana (1987), jumlah air yang diminum tergantung pada
temperature lingkungan, kelembaban udara dan jumlah air yang ada pada pakan.
seekor sapi perah tidak cukup bila hanya diharapkan dari hijauan saja, walaupun
kadar air hijauan sekitar 70%-80%. Air yang diperlukan seekor sapi perah sekitar
berbagai macam penyakit. Salah satu sanitasi yang dilakukan adalah sanitasi
pakan dan tempat minum, feses serta sisa pakan yang tercecer pada lantai
kandang. Lingkungan kandang yang bersih dimaksudkan agar sapi tidak terserang
penyakit dan susu yang dihasilkan tidak terkontaminasi oleh kotoran. Hal ini
sesuai dengan pendapat Williamson dan Pyne (1993), bahwa lingkungan kandang
sapi harus bersih supaya saat pemerahan susu tidak terkontaminasi serta menjaga
hendaknya dilakukan setiap hari sekitar pukul 06.00 - 08.00 WIB, yakni sebelum
sapi diperah sehingga harus selalu bersih setiap kali akan diperah terutama bagian
lipatan paha sampai bagian belakang tubuh. Sebab kotoran yang menempel pada
tubuh sapi akan menghambat proses penguapan pada saat sapi kepanasan,
Sapi yang sedang berproduksi memiliki jadwal pemerahan setiap hari yang
yang teratur dan seimbang akan memberikan produksi susu yang lebih baik dari
pada pemerahan yang tidak teratur dan tidak seimbang. Sebelum pemerahan
dilakukan, ambing dicuci terlebih dahulu agar susu tidak terkontaminasi dengan
kotoran. Kemudian peralatan yang digunakan yaitu : air hangat dan lap untuk
membersihkan ambing, vaseline sebagai pelicin agar ambing tidak lecet saat
Menurut Blakely dan bade (1992) bahwa proses pelepasan susu akan terganggu
bila sapi merasa sakit dan ketakutan. Selain itu tangan pemerah harus bersih, dan
kuku tidak boleh panjang, karena dapat melukai puting susu dan juga untuk
a. Whole hand
Metode pemerahan dengan cara jari memegang puting susu pada pangkal
puting diantara ibu jari dan telunjuk dengan tekanan diawali dari atas yang diikuti
jari tengah, jari manis dan kelingking seperti memeras. Pemerahan secara Whole
hand membutuhkan waktu rata-rata 6,64 menit untuk memerah seekor sapi dan
cara ini digunakan untuk sapi yang putingnya panjang. Cara pemerahan tersebut
bahwa whole hand merupakan cara terbaik untuk sapi yang memiliki puting
panjang dan produksi susu tinggi sedangkan cara Strippen biasa digunakan untuk
b. Strippen
Metode pemerahan dengan cara puting dijepit antara ibu jari dan jari
telunjuk yang digeserkan pada pangkal puting bawah sambil dipijat. Pemerahan
secara strippen rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk memerah seekor sapi
adalah 7,72 menit dan cara ini digunakan untuk sapi yang ukuran putingnya
pendek.
2.1.5 Perkandangan
dkk (2003) menyatakan bahwa setiap sapi membutuhkan luas 2,8 m², untuk
kenyamanan bagi ternak yang ada di dalamnya, sehingga ternak dapat berproduksi
menjadi dua yaitu kandang tunggal yang terdiri dari satu baris dan kandang ganda
yang terdiri atas dua baris yang saling berhadapan (head to head) atau berlawanan
(tail to tail) (Anonimus, 2002). Apabila jumlah sapi perah yang dipelihara sudah
lebih dari 10 ekor lebih baik menggunakan kandang konvensional dengan tipe dua
baris Siregar (1995). Keuntungan dari kandang tipe dua baris adalah lebih mudah
Siregar (1995) yang menyatakan bahwa bahan atap dapat digunakan asbes,
seng, genting, daun tebu, daun ijuk, dan alang-alang. Bahan atap kandang pada
daerah yang bersuhu dingin sebaiknya berupa asbes atau seng. . Ukuran kandang
induk laktasi yaitu lebar 1,75 m dan panjang 1,25 m serta dilengkapi tempat pakan
kemiringan untuk atap kandang sapi laktasi adalah 31,3°. Lantai kandang sapi
laktasi dibuat dari semen beton dengan kemiringan lantai 3°, bahan untuk lantai
kandang berupa semen beton atau kayu. Tempat pakan sapi laktasi memiliki
ukuran panjang 1,81 m, lebar 0,68 m, dan kedalamannya 0,39 m, untuk tempat
minumnya memiliki ukuran panjang 0,60m, lebar 0,68 m dan kedalaman 0,39 m.
Kandang sapi laktasi dibuat dengan sistem terbuka sehingga udara dapat keluar
masuk. Dinding yang ada di peternakan ini adalah penyekat antara kandang satu
dengan kandang lainnya yang merupakan tempat pakan dengan ketinggian 75 cm.
Bahan yang digunakan dalam pembuatan dinding adalah semen beton sehingga
a. Mastitis
cocci. Gejala spesifik penyakit ini adalah adanya peradangan pada saluran
kelenjar susu dan terjadi perubahan fisik dan kimiawi dari susu (Anonimus,
2002). Pada keadaan yang parah, mastitis dapat mematikan puting susu, sehingga
tidak berfungsi lagi. Sapi perah yang terkena mastitis mula-mula ditandai dengan
perubahan susu. Susu berubah menjadi encer dan pecah, bergumpal dan kadang-
kadang bercampur dengan darah dan nanah (Siregar ,1995). Pengobatan yang
dilakukan terhadap penyakit ini adalah dengan memberikan obat antibiotik yang
perbandingan 1:10. Sapi perah yang menderita mastitis diberikan obat tersebut
dengan cara di suntikkan pada puting yang menderita mastitis dengan dosis 10 cc
per puting. Selain itu dilakukan pemerahan pada puting dalam keadaan bersih, dan
susu yang diperah harus sampai habis dan tidak ada susu yang tersisa di dalam
puting tersebut.
b. Milk Fever
sapi betina menjelang atau pada saat melahirkan atau setelah melahirkan (72 jam
berakibat kepada seluruh tubuh. Penyerapan yang berlebihan terhadap ion Ca oleh
kelenjar susu dan dapat juga disebabkan kelenjar paratiroid pada leher yang
mengatur tinggi rendahnya kadar ion Ca dalam darah sehingga fungsinya tidak
normal. Dalam keadaan normal kadar Ca dalam darah 8-12 mg per 100 ml darah,
dalam keadaan hipokalsemia kadar Ca dalam darah menurun menjadi 3-7 mg per
100 ml Gejala terjadi hipokalsemia adalah penurunan suhu tubuh ,langkah yang
proses partus, dan kematian yang terjadi dalam waktu 6-12 jam apabila tidak
diobati Menurut Siregar (1995) gejala-gejala yang timbul pada penyakit cacingan
adalah penurunan berat badan ,kondisi tubuh lemah, bulu kasar, nafsu makan
c. Abses
berupa pengelupasan kulit yang terluka dan berupa pembengkakan dan kadang-
kadang bernanah. Hal ini sering disebabkan sapi terpeleset di lantai yang licin.
Pengobatan yang dilakukan yaitu hanya dengan memberikan obat luka luar/ spray
gusanex pada bagian yang terluka secara teratur sampai luka tersebut
mengering/sembuh.
d. Brucellosis
genus Brucella. Pada sapi, penyakit ini dikenal pula sebagai penyakit keluron atau
seharusnya dipisahkan dari induk yang sehat. Kebersihan kandang, tempat pakan
penyakit ini perlu perlakuan khusus dengan cara melakuakan vaksinasi dengan
menggunakan vaksin “Strain 19” (Strain buch) serta melakukan sanitasi kandang
Masa kering kandang atau lama kosong atau days open adalah interval
sapi dari beranak sampai kawin yang menghasilkan kebuntingan (Poock, dkk.,
2009). Masa kering sangat penting bagi induk yang pernah melahirkan dan
memberi kesempatan perggantian sel-sel epitelium yang aus selama laktasi yang
sedang berjalan serta untuk mencapai kondisi tubuh yang prima keitika kelak
melahirkan (Mukhtar,2006).
Pengaturan sistem kering kandang pada sapi perah ada 2 yaitu secara
fisiologis dan secara mekanis (Siregar, 1995). Secara fisiologis dilakukan secara
pengurangan pemberian pakan hijauan sampai tinggal 1/3 bagian dan penghentian
konsentrat pada awal kering kandang, sedangkan pada akhir kering kandang,
Menurut Diggins (1979), pengaturan kering kandang secara mekanis ada 3 cara
memberi kesempatan pada induk menimbun zat gizi yang diperlukan bagi
produksi susu berikutnya serta involusi dan penyegaran ambing agar sapi tersebut
11
berada dalam kondisi sehat ketika sapi tersebut melahirkan. Blakely dan Bade
diri untuk kembali bunting setelah beranak serta kebijakan manajemen yang
dilakukan oleh peternak atau manager sapi perah (Rasad, 2009). Lama kosong
dipengaruhi oleh kondisi fisiologis dari organ reproduksi induk yang terus
kebuntingan setelah beberapa kali sapi perah dikawinkan (Rasad, 2009). Lama
kosong ideal berada pada 85 hari setelah beranak untuk sapi perah dalam rangka
mencapai selang beranak 365 hari (Ball dan Peters, 2004). Untuk mencapai selang
beranak 365-395 hari lama kosong harus berada pada kisaran 95-105 hari atau
Nebel (2009), lama kosong untuk sapi perah dalam hubungannya dengan efisiensi
85 – 110 Baik
III
3.1 Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Ball, P.J.H. and A.R. Peters., 2004. Reproduction in Cattle. 3rd Ed. Blackwell
Science, Inc. 2-3: 6-8.
Blakely, J dan D.H, Bade. 1994. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Diterjemahkan
oleh Srigandono, B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Diggins, R.V. and C.E.Bundy, 1979. Dairy Product. Prentice Halls, Inc.
Englewood Cliffs, New Jersey.
Mukhtar, A. 2006. Ilmu Produksi Ternak Perah. Cetakan ke-1. Surakarta LPP
UNS dan UNS Press. Surakarta.
Poock, S., J. Horner and R. Milhollin. 2009. Dairy Cattle Reproductive Manual.
Missouri Dairy Growth Council’s. Extension Commercial Agriculture
Program. University of Missouri. :1-3
14
Rasad, S.D. 2009. Evaluasi Penampilan Reproduksi Sapi Perah. Agripet. Vol 9,
No. 1 : 43-49.
Siregar, A.G.A. 1995. Pengaruh Cuaca dan Iklim Pada Produksi Susu. Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Kedokteran Hewan. Jakarta.
Siregar, S. 1995. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Siregar S. B. 1993. Sapi Perah, Jenis, Teknik Pemeliharaan dan Analisis Usaha.
Angkasa. Bandung.